Anda di halaman 1dari 60

BIOLOGI TANAH

Mayrina Firdayati
Pendahuluan
• Kesehatan tanah : kemampuan
berkelanjutan dari suatu tanah
untuk berfungsi sebagai suatu
sistem kehidupan yang penting
didalam batas – batas ekosistem
dan tata guna lahannya, untuk
menyokong produktivitas hayati,
meningkatkan kualitas udara dan
lingkungan perairan, serta
memelihara kesehatan tanaman,
hewan dan manusia.
• Kualitas tanah : kemampuan
tanah untuk menghasilkan produk
tanaman yang bergizi dan aman
secara berkelanjutan, serta
meningkatkan kesehatan manusia
dan ternak, tanpa menimbulkan
dampak negatif terhadap
sumberdaya dan lingkungan
Lapisan Tanah
It’s Complicated…
 Membangun beberapa mm tanah
dapat beberapa tahun (di padang
rumput yang sehat) bahkan sampai
ribuan tahun (di padang pasir)
 Pada kondisi terbaikakumulasi topsoil
sekitar 1 mm per tahun
 Teknik pertanian banyak
menghilangkan lapisan subur tanah,
tanah gundul yang terekspos
air/angin, panen yang menghilangkan
material organik seperti daun dan
akar. Erosi yang parah dapat
membawa 25 mm bahkan lebih tanah
per tahunnya (bandingkan
membuatnya 1 mm/tahun)
 Tanah : kombinasi 6 komponen yaitu
pasir dan kerikil (partikel mineral dari
bedrock), lanau dan tanah liat (tanah
liat lengket dan menyimpan air karena
permukaannya rata dan muatan
ionnya), material organik mati(memberi
warna hitam, menyimpan nutrien), flora
dan fauna tanah, air (esensial untuk
tanaman dan fauna tanah) dan udara
(kantung udara kecil yang membuat
survive bakteri tanah dan organisme
lainnya)
Jalur pembentukan humus (sintesis asam humat dan fulvat)

 Jalur 1 – Teori Modifikasi Lignin


Selama bertahun-tahun hal ini
dipikirkan bahwa zat humat berasal
dari lignin (jalur 1). Menurut teori ini,
lignin secara tidak sempurna
dimanfaatkan oleh mikroorganisme
dan menghasilkan residu yang
menjadi bagian dari humus tanah.
Modifikasi lignin termasuk hilangnya
kelompok metoksil (OCH3) dengan
generasi dari o-hydroxyphenols dan
oksidasi rantai samping alifatik untuk
membentuk kelompok COOH. Bahan
modifikasi tergantung pada
perubahan yang tidak diketahui
lebih lanjut untuk menghasilkan asam
humat pertama dan kemudian asam
fulvat. Jalur ini, ilustrasi pada
gambar, dicontohkan oleh teori
lignin-protein Waksman’s.
Jalur pembentukan humus (sintesis asam humat dan fulvat)

 Jalur 2 dan 3 – Teori polifenol


Dalam jalur 3 lignin tetap memegang
peranan penting dalam sintesis humus.
Dalam hal ini aldehida fenolik dan asam
dibebaskan dari lignin selama serangan
mikrobiologi melalui konversi enzimatik
untuk kuinon, yang polimerisasi dengan
ada atau tidak adanya senyawa amino
untuk membentuk humat seperti
makromolekul.
Jalur 2 agak mirip dengan jalur 3 kecuali
bahwa polyphenol yang disintesis oleh
mikroorganisme dari sumber C nonlignin
(misalnya, selulosa). Polifenol kemudian
dioksidasi enzimatis kuinon dan
dikonversi menjadi zat humat. Seperti
disebutkan sebelumnya, teori klasik
Waksman kini dianggap usang oleh
banyak peneliti.
Menurut konsep kuinon asal lignin,
bersama-sama dengan mereka yang
disintesis oleh mikroorganisme, adalah
blok bangunan utama dari substansi
humat yang terbentuk.
Jalur pembentukan humus (sintesis asam humat dan fulvat)

 Jalur 4 – Gula-amina kondensasi


Menurut konsep penurunan gula dan
asam amino, dibentuk sebagai produk
sampingan dari metabolisme mikroba,
melalui polimerisasi nonenzimatik untuk
membentuk polimer nitrogen berwarna
coklat dari jenis yang diproduksi selama
dehydratation produk makanan tertentu
pada suhu sedang. Fitur menarik dari
teori ini adalah bahwa reaktan (gula,
asam amino dll) yang dihasilkan dalam
kelimpahan melalui aktivitas
mikroorganisme.
Hal utama yang memberatkan teori ini
adalah bahwa hasil reaksi agak lambat
pada suhu yang ditemukan di bawah
kondisi tanah normal. Namun, perubahan
drastis yang sering terjadi di lingkungan
tanah (pembekuan dan pencairan,
pembasahan dan pengeringan), bersama
dengan mencampurkan reaktan dengan
bahan mineral memiliki sifat katalitik,
dapat mempermudah kondensasi.
Pengelompokan Biota Tanah
a. Makro fauna, terdiri dari herbivora (pemakan tanaman) dan karnivora (pemangsa hewan-
hewan kecil). Herbivora meliputi cacing (Annelida), bekicot (Mollusca),Arthopoda,
yaitu Crustacea seperti kepiting, Chilopoda seperti kelabang,Diplopoda seperti kaki
seribu, Arachnida seperti kutu dan kalajengking, dan serangga (Insecta); seperti belalang,
kumbang, rayap, jangkrik dan semut; serta hewan-hewan kecil lain yang bersarang dalam
tanah, seperti ular, tikus, kadal dan lain-lain; kanivora meliputi serangga, rayap, dan laba-
laba.
b. Mikro fauna berupa pemangsa parasit, meliputi nematoda, protozoa, dan rotifera.
c. Mikroorganisme meliputi:
 Ganggang, terdiri dari ganggang hijau dan hijau-biru.
 Cendawan, meliputi jamur, ragi, dan kapang.
 Bakteri aerobik dan anaerobik. Bakteri aerobik meliputi Azotobacter, Beijerinkia, Rhizobium
dan Azospirillum. Bakteri anaerobik contohnya Desulfovibrio.

Bila berdasarkan ukuran dibagi menjadi :

a. Makrobia : jika berukuran di atas 10 mm.


b. Mesobia : berukuran 0,2-10 mm.
c. Mikrobia : berukuran < 0,2 mm (200 mm) (Hanafiah, 2005).
Soil Biodiversity in Numbers
Keong dan siput

Cryptozoa, kumbang dekomposer)

tungau
TANAH SEBAGAI HABITAT MIKROBA
 Tanah sebagai habitat mikrobia berfungsi sebagai medium alam untuk pertumbuhan dan
untuk melakukan segala aktivitas fisiologinya. Tanah menyediakan nutrisi, air dan sumber karbon
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan aktifitasnya. Di dalam hal ini, lingkungan tanah seperti
faktor abiotik (yang meliputi sifat fisik dan kimia tanah) dan biotik (adanya mikrobia lain dan
tanaman tingkat tinggi) ikut berperan dalam menentukan tingkat pertumbuhan dan aktifitas
mikrobia tersebut. Struktur tanah, aerasi tanah, ketersediaan air dan suhu tanah merupakan
sifat-sifat fisik yang berperan dalam menentukan kelangsungan proses fisiologi mikrobia.
Sementara diantara sifat kimia tanah yang berpengaruh adalah pH tanah, potensial redoks
serta ada tidaknya substrat yang bersifat toksik.
 Sebagai habitat mikrobia, tanah dihuni oleh lebih satu jenis mikroba dengan berbagai
ragam spesiesnya. Mereka merupakan spesies yang saling pengaruh-mempengaruhi, saling
bergantung dan bahkan tidak jarang satu dengan yang lain melakukan persaingan dalam
rangka mempertahankan hidupnya.
 Di dalam tanah, mikroba tidak saja berinteraksi dengan sesama mikrobianya, tetapi
juga dengan organisme tingkat tinggi yaitu dengan tanaman yang tumbuh di sekitarnya. Dalam
hal ini akar tanaman akan membebaskan sejumlah senyawa organik yang bermanfaat sebagai
sumber karbon dan energi bagi kehidupan mikrobia, sekalipun adakalanya terdapat pula
senyawa yang bersifat toksik bagi satu jenis mikrobia tertentu. Adanya senyawa toksik tersebut
menyebabkan pertumbuhan ataupun aktivitas mikrobia dalam memperbaiki tingkat ketersediaan
unsur hara bagi tanaman sekaligus penyerapannya oleh tanaman akan terhambat atau bahkan
terhenti.
Mikroba dan faktor fisik tanah
 Struktur Tanah
 Aerasi tanah
 Suhu Tanah
Struktur Tanah (1)
 Struktur tanah yang dimaksud disini dengan penekanan pada ruang
pori tanah dimana pergerakan air dan udara serta aktivitas
fisiologi mikroba terjadi melalui dan di dalam ruang pori tersebut.

 Dalam struktur tanah terdapat ruang pori dengan ukuran, distribusi,


dan pola keberadaan pori yang beragam.
 Pengamatan mikroskop elektron pada agregat tanah : ruang pori
tertutup ( bila terjadi kondisi anaerobik dan berlangsung reaksi
reduksi) dan terbuka ( sistem aerasi dan gerakan air yang baik)
 Satu tipe mikrobia dalam agregat tanah akan mendiami atau
menempati ruang pori yang berbeda dengan tipe mikrobia yang
lain. Fungi memilih di ruang yang terdapat di antara agregat tanah.
Bakteri aerobik lebih menyukai dan memilih pola ruang pori terbuka
yang terdapat di dalam agregat tanah. Di dalam ruang pori
tersebut, bakteri tidak hidup bebas tetapi melekat pada partikel
padatan tanah melalui jembatan kation multivalensi.
Soil Pore
Magnification of the open pore structure of biochar.
Each pore can hold nutrients and offer protection to
beneficial soil microorganisms.
Struktur Tanah (2)

 Dalam pola ruang pori terbuka, ukuran diameter pori memegang peran penting
dalam mempengaruhi fisiologi bakteri. Hal ini berkaitan dengan peran pori
sebagai ruang sirkulasi udara, sebagai lalu lintas pergerakan air, dan sebagai
jalan bakteri menuju ruang pori tempat hidupnya. Lynch (1983) menyebutkan
bahwa, agar mikrobia dapat tumbuh dan beraktivitas dengan bebas diperlukan
ukuran diameter pori lebih besar dari diameter sel bakteri.
 Beberapa hasil penelitian terakhir menunjukkan pengaruh struktur tanah terhadap
pertumbuhan dan aktivitas mikroba tidak saja melalui proses fisiologis, tetapi juga
melalui proses penyediaan sumber karbon dan nutrisi lain bagi mikrobia. Sebagai
mana diketahui bahwa tidak semua sumber karbon dan nutrisi lain yang diperlukan
mikroba terdapat dalam bentuk yang mudah dimanfaatkan. Sebagian substrat
berbentuk senyawa kompleks yang harus didegradasi terlebih dahulu, dalam mana
prosesnya adalah reaksi oksidasi ensimatis. Oleh karena itu pertumbuhan dan
aktivitas mikroba akan berlangsung secara optimum manakala struktur tanahnya
memiliki sistem aerasi dan pergerakan air yang memadai untuk mendukung
berlangsungnya degradasi senyawa tersebut merupakan pilihan tempat tinggal
yang baik bagi mikroba.
Aerasi Tanah
 Kehadiran oksigen di dalam tanah adalah penting bagi kehidupan mikroba. Oksigen tidak saja
diperlukan untuk respirasi, tetapi juga penting untuk melangsungkan reaksi oksidasi kimia dan atau
biologi di dalam tanah. Reaksi-reaksi mana akan mempengaruhi laju reaksi selular yang pada
gilirannya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba.
 Di dalam tanah, aerasi dan kelembaban merupakan dua faktor yang saling berkebalikan, makin
tinggi kandungan air makin kurang baik aerasi tanahnya. Tingkat aerasi yang nisbih baik
berlangsung pada kondisi lapang dengan tekanan kelembaban sekitar 0,01 megapascal (MPa).
 Pengaruh negatif dari aerasi yang buruk terhadap pertumbuhan dan aktivitas mikroba yang
bersifat aerobik telah lama diketahui. Dalam kondisi anaerob, reaksi yang berlangsung didominasi
oleh reaksi reduksi dengan hasil reaksi cenderung tidak menguntungkan bagi kehidupan mikroba.
Dalam hal ini tidak semua senyawa organik dirombak menjadi CO2, tetapi masih dalam bentuk
persenyawaan antara. Bentuk persenyawaan tersebut adalah asam laktat, ethanol, asetaldehida,
asam asetat dan asam butirat. Sebagian dari persenyawaan tersebut meracun bagi sebagian
mikrobia yang hidup di dalam tanah. Kondisi anaerob di dalam tanah terjadi, jika konsumsi oksigen
untuk respirasi mikroba lebih tinggi dibandingkan dengan masuknya oksigen dari udara ruang pori
tanah.
 Sekalipun kondisi anaerob tidak menguntungkan bagi sejumlah mikrobia aerob, di dalam tanah
terdapat pula beberapa mikrobia yang aktivitasnya berlangsung dengan baik jika berada pada
kondisi tegangan oksigen yang rendah (mikroaerofil). Contoh, bakteri penambat nitrogen non
simbiotik Azospirillum sp. Proses penambatan N udara olehAzospirillum sp. Berlangsung dalam
kondisi mikroaerofil, karena oksigen yang berlebihan menyebabkan kompleks nitrogenase menjadi
tidak aktif
Suhu Tanah (1)
 Suhu tanah tidak saja mengendalikan proses reaksi fisiologis sel, tetapi juga akan
mempengaruhi karakteristik fisikokimia lingkungan, seperti volume tanah, potensial
redoks, difusi gas, viskositas air, tegangan permukaan, dan kelarutan zat. Misalnya,
kelarutan CO2 dalam air pada kondisi suhu rendah adalah dua kali lipat dibanding
kelarutan CO2 dalam air panas. Kondisi lingkungan yang berubah-ubah akan
membawa pada laju pertumbuhan bakteri karena mempengaruhi laju semua reaksi
selular. Reaksi selular yang akan terganggu oleh perubahan suhu adalah respirasi,
permeabilitas membran sel dan aktivitas mikroba dalam menghasilkan metabolit
sekunder. Dalam hal ini, suhu akan mempengaruhi kesetabilan enzim. Pada suhu
optimum, sistem enzim berfungsi baik dan tetap stabil untuk waktu lama. Pada suhu
nisbi rendah, umumnya strukturnya tetap stabil, tetapi tidak dapat berfungsi sebagai
biokatalisator. Sementara pada suhu tinggi struktur enzim akan rusak sama sekali.
 Suhu minimum, maksimum dan optimum untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroba di
dalam tanah sangat beragam tergantung pada jenis, spesies dan strainnya. Hal ini
berkaitan dengan karakteristik spesifikasi protein pada masing-masing jenis dan
atau spesies mikroba, baik itu protein fungsional (ensim) dan atau protein struktural
(protein penyusun membran sel). Misalnya, protein penyusun flagela dan ribosom
pada bakteri termofilik lebih stabil menghadapi suhu tinggi dari pada protein pada
bakteri mesofilik. Beberapa bakteri psychrofil mampu tumbuh di bawah titik beku,
karena protein penyusun sitoplasmik dari bakteri tersebut mampu melindungi bagian
dalam sel untuk tidak membeku, sehingga proses metabolisme tetap berlangsung
dengan baik.
Tingkat suhu yang menyebabkan kematian beberapa
kelompok organisme tanah, didasarkan pada
pemanasan air selama 30 menit
Faktor Kimia Tanah-Reaksi Tanah
 Reaksi tanah merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menyatakan reaksi asam-asam
dalam tanah, yang dalam hal mana dinyatakan sebagai pH tanah. pH merupakan ukuran
aktivitas ion hidrogen. Secara umum mikrobia tanah tumbuh pada pH 1 sampai dengan pada
pH 11.
 Kelangsungan aktivitas enzim mikroba (satu sel bakteri mengandung kira-kira 1000 enzim)
bergantung pada ion H+, yang berarti pH tanah sangat berperan dalam mempengaruhi kerja
enzim. Reaksi tanah (pH) tertentu diperlukan oleh setiap macam enzim untuk tetap terjadi
protonisasi pada rantai samping asam amino yang terdapat dalam setiap enim, sehingga
enzim dapat berfungsi sebagai biokatalisator.
 Adanya variasi tingkat keasaman tanah memberikan keuntungan tersendiri bagi kehidupan di
alam ini. Keragaman pH tanah telah menghadirkan keragaman spesies dari satu tipe
mikrobia. Misalnya, Streptomyces sebagai salah satu aktinomisetes yang menghasilkan
antibiotik, umumnya tidak dapat tumbuh di bawah pH 7,5. Namun demikian, di tanah hutan
yang bereaksi asam tidak jarang ditemukan pula senyawa antibiotik bentukan Styreptomyces.
Peristiwa ini dapat berlangsung karena ada keragaman spesies yang toleran terhadap
keasaman tanah. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa terdapat beberapa
spesies Streptomyces asidofilik yang terlibat dalam proses dekomposisi bahan organik dan
NH4+ (salah satu hasil dekomposisi BO) akan mengubah suasana tanah dari reaksi asam
menjadi alkalin, sehingga Streptomyces neutrifilik dapat mensintesis antibiotik tersebut.
 Perlu diketahui bahwa kebanyakan bakteri tidak toleran terhadap pH yang ekstrim, tidak
seperti halnya dengan fungi, walaupun terdapat beberapa bakteri yang tumbuh baik pada
lingkungan dengan pH yang rendah (misalnya, Lactobacillus, Acetobacter, Thiobacillus).
Faktor Biologi
 Interaksi Antara Mikroba dengan Mikroba
 Interaksi Antara Mikroba dengan Tanaman
Interaksi Antara Mikroba dengan Mikroba

 Adanya asosiasi : netral, positif dan negatif


 Interaksi netral : selalu terjadi secara teratur, dan
bersifat sangat alami. Kehadiran satu populasi dalam
interaksi netral tidak mempunyai pengaruh langsung
terhadap kehidupan dan perkembangan populasi yang
lain.
 Interaksi saling positif-simbiosis : mutualistik atau
prokooperatif
 Interaksi antagonistik : parasitisme atau amensalisme
Interaksi Antara Mikroba dengan Mikroba (2)

 Di dalam tanah, gradasi dari bentuk asosiasi yang satu ke bentuk yang lain
dapat terjadi karena perjalanan waktu ataupun karena perubahan lingkungan.
Contoh : Laju pertumbuhan perindividu pemangsa (predator) yang paling
tinggi terjadi pada saat puncak densitas mangsa (prey) dan pada saat itu laju
pertumbuhan populasi mangsa (prey) menjadi negatif. Namun demikian, pada
saat populasi prey turun di bawah ambang batas, populasi predator juga turun
dan pada saat itu kompleksitas habitat memberikan kesempatan mereka hidup
secara bersama.

 Pengaruh asosiatif dan atau antagonistik di antara berbagai mikroba dalam


kehidupan dan perkembangannya di dalam tanah berlangsung sebagai akibat
dari :
1. Perubahan ketersediaan nutrisi
2. Perubahan faktor lingkungan
3. Ketergantungan hidup mikroba tertentu atas yang lain
Interaksi Antara Mikroba dengan
Mikroba (3)
Kehidupan bersama antara bakteri perombak sellulosa dengan bakteri autotrof dan atau
heterotrof yang lain merupakan bentuk asosiasi komensalisme yang berdasarkan pada
ketersediaan nutrisi. Bakteri perombak sellulosa akan menghasilkan produk senyawa
anorganik, asam organik serta produk senyawa antara yang esensial bagi kegiatan ragam
mikrobia non perombak sellulosa.
Kehidupan bersama antara bakteri anaerobik dengan bakteri aerobik merupakan contoh baik
untuk melihat pola komensalisme yang mendasarkan pada perubahan lingkungan. Bakteri
aerobik akan mengkonsumsi oksigen bebas alam tanah, sehingga tercipta kondisi yang baik
bagi pertumbuhan mikroba anerobik.
Kehidupan bersama antara bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter merupakan contoh
ketergantungan hidup mikrobia tertentu atas yang lain. Bakteri Nitrosomonasmengoksidasi
ammonia ke bentuk nitrit. Senyawa yang terakhir ini merupakan satu-satunya senyawa N yang
diperlukan bagi kegiatan bakteri Nitrobacter untuk membentuk nitrat. Bakteri ini tidak mampu
menggunakan sumber energi yang lain.

Persaingan dalam memperoleh nutrisi, sebagaimana yang terjadi antara bakteri dan fungi
merupakan contoh umum dari pengaruh antagonistik dalam pola kompetisi. Hal demikian
terjadi pula dalam golongan mikrobia yang sama, misal antara inokulum yang diintroduksi ke
dalam tanah (Azospirillum) dengan strain-strain Azospirillum yang terdapat di dalam tanah.
Interaksi Antara Mikroba dengan Tanaman
 Kehidupan bersama antara mikrobia dan tanaman berlangsung di rhizosfer
tanaman, karena di daerah inilah tersedia sejumlah senyawa yang diperlukan oleh
mikrobia untuk kehidupan dan aktivitasnya. Senyawa tersebut berupa eksudat akar
yang bermanfaat sebagai sumber C, N dan energi bagi mikroba, mulai dari bentuk
senyawa organik sederhana sampai dengan senyawa organik kompleks. Perbaikan
kehidupan dan perkembangan mikrobia sebagai akibat adanya eksudat akar
dikenal dengan rhizosfer effect. Umumnya macam mikrobi yang mendiami rhizosfer
tidak berbeda dengan mikroba yang tinggal di tanah (bulk soil), hanya saja
populasi di rhizosfer jauh lebih tinggi.
 Akar tanaman sangat mempengaruhi kehidupan bakteri dari pada pengaruhnya
terhadap fungi, khususnya bakteri gram negatif. Bakteri-bakteri gram positif
menunjukkan penurunan jumlah di rhizosfer. Pengaruh perakaran terhadap fungi
bersifat selektif, artinya akar tanaman hanya menstimulasi kehidupan fungi-fungi
tersebut.
 Di rhizosfer, tingkat kerapatan bakteri ini dapat berubah-ubah sejalan dengan
perubahan kondisi lingkungan di sekitarnya. Perubahan itu dapat terjadi karena
pemberian bahan pembenah tanah (misalkan bahan organik), aplikasi pupuk daun,
pemberian pestisida dan inokulasi bakteri pada benih ataupun langsung dalam
tanah
Interaksi Antara Mikroba dengan
Tanaman(2)
 Mikrobia yang berkembang di rhizosfer memiliki sifat hidup yang beragam yakni bersifat non
simbiotik dan simbiotik. Pola hidup bagi mikrobia yang non simbiotik dapat bersifat bebas
(yang dikenal dengan free living microorganiam), dan atau berasosiasi dengan tanaman.
Contoh, beberapa bakteri yang tergolong hidup bebas antara lainAzotobacter, Beijirinckia,
Mycobacterium, Arthrobacter, Bacillus (empat bakteri tersebut bersifat aerobik); Pseudomonas,
Klebsiella (dua bakteri tersebut termasuk anaerob fakultatif); dan Clostridium, Rhodospirillum.
Untuk kelompok mikroba ini, akan memanfaatkan berbagai macam senyawa organik (mulai
dari senyawa organik sederhana hingga yang komplek) sebagai sumber karbon dan energi.
Senyawa organik dimaksud antara lain mono, di dan poli sakarida; asam-asam organik dari
asam lemak, asam organik aromatik, ethyl alkohol, gliserol, mannitol serta asam-asam organik
yang mudah menguap (Rao, 1982 dalam Ma’shum 2003).
 Berbeda halnya dengan mikrobia yang hidup berasosiasi dengan tanaman. Asosiasi mikrobia
pada tanaman berlangsung di endorhizosfer dan atau di ektorhizosfer (Lynch, 1983).
Perkembangan dan aktifitas hidupnya sangat bergantung pada kesesuaian jenis tanaman.
Hal ini dikarenakan ada spesifikasi senyawa organik yang diperlukan oleh mikrobia sebagai
sumber C, N dan energi. Sementara senyawa dimaksud hanya terdapat dalam eksudat akar
tanaman tertentu. Suatu contoh, Azospirillum brasilensis akan terpacu perkembangan dan
aktivitasnya apabila berasosiasi dengan tanaman C4, karena dalam eksudat tanaman C4
terkandung asam malat yang berguna sebagai sumber energi utama (Rao, 1992 dalam
Ma’shum, 2003).
Bentuk interaksi –adaptasi nutrisi
(endofit)

1. Simbiosis dalam
fiksasi nitrogen
antara akar dan
bakteri
2. Simbiosis untuk
meningkatkan nutrisi
tanaman melalui
simbiosa asosiasi
Mycorrhizae
Makrofauna Dalam Kesuburan Tanah
 Organisme tanah (mikrofauna, makrofauna dan mikroflora) telah terbukti memiliki peranan penting
dalam kesuburan tanah. Aktivitasnya sebagai pengendali kesuburan tanah ditunjukkan dengan memperbaiki
beberapa sifat fisik tanah yang meliputi (1) struktur tanah, (2) tekstur dan kosestensi tanah, (3) retensi dan
pergerakan air, serta (4) pertukaran gas. Secara kimiawi terjadi pula perubahan sifat tanah yang meliputi
(1) kandungan hara tersedia, (2) meningkatnya kapasitas tukar kation, (3) pH dan kandungan C organik.
Perubahan sifat tanah tersebut merupakan akibat aktivitas makrofauna dalam mempengaruhi proses (1)
huminifikasi dan mineralisasi bahan organik tanah, (2) pencampuran dan pengadukan tanah, (3)
pembentukan pori makro dan total pori.
 Makrofauna sebagai pencampur dan pengaduk tanah, akan memacu perubahan struktur tanah
yang semula bersifat kompak dan masif menjadi tanah yang bertekstur remah. Pengadukan tanah bagian
bawahan dengan bagian atasan (bioturbasi) menyebabkan adanya translokasi fraksi tanah berukuran halus
dari bagian bawah ke permukaan tanah. Di samping itu, bekas tempat yang dilewatinya akan membentuk
liang-liang (lubang saluran), yang bermanfaat sebagai lalu lintas pertukaran udara dan pergerakan air
infiltrasi. Kesanggupan mikrobia sebagai pembenah sifat-sifat tanah, mengisyaratkan bahwa kehadiran
makrofauna dalam tanah sangat diperlukan untuk menjamin terciptanya lingkungan hidup yang nyaman
bagi tanaman dan mikrobia yang sedang tumbuh.
 Keberadaan makrofauna di dalam tanah mempercepat dekomposisi masukan bahan organik.
Bahan organik segar merupakan pakan bagi makrofauna. Melalui pencernaannya terjadi penguraian
bahan organik, dan sebagian hasil pengurainya dibebaskan kembali ke tanah dalam bentuk kotoran yang
dihasilkannya. Oleh karena itu kotoran makrofauna umumnya berkandungan C organik dan unsur
tersedia yang lebih tinggi dibandingkan tanah disekitarnya. Namun demikian komposisi kimia kotoran
makrofauna sangat beragam, bergantung pada jenis makrofaunanya, jenis dan jumlah pakannya serta jenis
tanahnya.

 Dewasa ini kajian mengenai manfaat makrofauna sebagai pembenah kesuburan tanah belum seintensif
pada mikrobia. Hanya terdapat beberapa makrofauna yang telah mendapatkan perhatian yang lebih
serius. Pada wilayah beriklim basah kajian mengenai makrofauna tersebut terpusat pada cacing tanah,
karena cacaing tanahlah yang merupakan makrofauna dominan pada lingkungan tersebut. Sekalipun
demikian densitas populasi, komposisi spesies dan sifat-sifat kotoran cacing sangat dipengaruhi oleh tingkat
kelembaban tanah, tipe tanah dan macam vegetasi. Pada wilayah beriklim kering, makrofauna yang telah
banyak mendapat perhatian adalah rayap, yang merupakan makrofauna dominan pada tempat tersebut.
Aktivitas rayap dalam membenahi sifat-sifat tanah sangat bergantung pada iklim, jenis tanah, jenis
tanaman dan penggunaan lahan.
 Beberapa sifat fisik tanah yang terbenahi oleh aktivitas cacing tanah adalah (1) terbentuknya pori makro
akibat dari terbentuknya liang cancing, (2) terciptanya struktur tanah yang remah, (3) menurunnya bobot isi
tanah dan meningkatnya daya simpan air. Terbentuknya liang cacing tanah mengakibatkan terciptanya
pori makro yang berkesinambungan dan stabil. Liang ini memfasilitasi pertukaran udara dan infiltrasi air.
kecepatan dan akumulasi infiltrasi pada tanah yang diberikan masukan cacing lebih besar dari pada
tanpa cacing tanah. Akumulasi air tersebut akan semakin besar apabila disertai pemberian mulsa.
 Melalui pergerakan cacing tanah akan terjadi perombakan struktur tanah yang semula bersifat
kompak dan masif menjadi tanah berstruktur reamh. Hal ini dapat dilihat dengan memperbandingkan
struktur pada tanah yang tidak didiami cacing dengan tanah yang didiami cacing. Pada tanah yang tidak
didiami cacing umumnya memiliki sifat-sifat sebagai berikut : (1) tanah berstruktur masif, (2) retensi air
rendah, (3) bobot isi tanah tinggi (Lal, 1987 dalam Ma’shum, 2003).
 Selain pergerakan cacing tanah, kotoran yang dihasilkannya juga
berpengaruh positif terhadap beberapa sifat fisik tanah, seperti
meningkatnya daya simpan air dan menurunnya bobot isi tanah.
Meningkatnya daya simpan air disebabkan oleh kandungan liat yang nisbi
tinggi disertai dengan total pori yang nisbi besar pada kotoran cacing jika
dibandingkan dengan tanah disekitarnya. Lal dan Oluwale, 1983 dalam
Ma’shum (2003) menunjukkan bahwa kotoran cacing mengandung air yang
lebih tinggi dari pada tanah disekitarnya pada tingkat tegangan air yang
sama. Masukan kotoran ccing mampu menurunkan bobot isi tanah sekitar 7
% dari tanah yang tampa masukan kotoran cacing.
 Cacing tanah juga berkerja sama dengan mikrobia dalam
pembentukan agregat. Hal ini terkait dengan adanya sisa-sisa organik
yang tidak dapat dicerna oleh cacing secara sempurna akan didegradasi
lanjut oleh bagi mikrobia tanah. Hasil dekomposisi oleh mikrobia dan atau
senyawa organik hasil bentukan mikrobia akan memantapkan pembentukan
struktur remah yang dilakukan oleh cacing.
 Masukan cacing ke dalam tanah mengakibatkan perubahan
beberapa sifat kimia tanah yang meliputi (1) meningkatnya kandungan
bahan organik, (2) kandungan unsur hara tersedia, dan (3) kapasitas tukar
kation. Hal ini disebabkan kotoran cacing tanah mengandung lebih banyak
unsur hara dan C organik dari pada tanah aslinya
Tea production with and without organic matter additions and earthworm

.
inoculation in Tamil Nadu, India (modified from Senapati et al., 1999)
 Terhadap sifat biologi tanah, kotoran cacing berpengaruh terhadap keragaman populasi mikrobia. Umunya tanah yang dihuni
cacing tanah, populasi bakteri (selulotik, hemisellulotik, pelarut fosfat, amonifikasi dan nitrifikasi) lebih besar jumlahnya dari
pada fungi. Sebagai akibatnya aktivitas ensim urease, fosfatase dan dihidrogenase meningkat. Bakteri-bakteri tersebut
umumnya berdomosili di sekitar liang-liang yang dibuat oleh cacing tersebut.
 Selanjutnya, sebagaimana disebut di atas bahwa biomassa makrofauna di lahan kering didominasi oleh rayap. Aktivitas rayap
dalam mempengaruhi pembentukan tanah terjadi melalui (1) perannya sebagai pencampur dan pengaduk tanah, (2)
menciptakan liang-liang yang dalam, dan (3) mendekomposisi sisa-sisa organik. Diperkirakan tingkat perubahan tanah akibat
aktivitas rayap berkisar dari 0,01 sampai 0,1 mm ha/tahun (lal, 1987 dalam Ma’shum, 2003). Rayap mampu mengangkut
fraksi tanah berukuran halus dari tanah bagian bawah ke permukaan tanah, fraksi halus tersebut digunakan sebagai bahan
penyusun gundukan tanah. Oleh karena itu material gundukan tanah memiliki tekstur yang halus jika dibandingkan dengan
tanah di sekitarnya.
 Gundukan tanah dibangun oleh rayap dengan cara merekatkan satu partikel dengan partikel lain, dengan bahan sementara
adalah air liur dan atau senyawa ekskresi yang lain. Gundukan ini memiliki ruang pori mikro yang nisbi banyak
jumlahnya, sehingga tingkat infiltrasi air pada gundukan tanah lebih kecil jika dibandingkan dengan pada tanah disekitarnya.
Sebagai akibat dari hal tersebut, air hujan pada tempat itu akan tersimpan lebih lama pada bagian permukaan, sedangkan
bagian tanah yang lebih bawah sering kali masih dalam kondisi kering. Infiltrasi air yang lamban berarti juga akan
mengurangi tingkat pencucian unsur hara, dan karena itu gundukan tanah umumnya berkandungan unsur hara yang lebih tinggi
dari tanah yang terdapat di dekatnya.
 Gundukan tanah yang dibangun oleh rayap umumnya memiliki kandungan liat yang nisbi tinggi, sehingga dia memiliki daya
simpan air yang lebih besar dari pada tanah disekitarnya. Lal, 1987 dalam Ma’shum (2003) menunjukkan bahwa pada
tegangan air yang sama gundukan tanah berkandungan air lebih besar dari pada tanah yang terdapat disekitarnya. Rayap
juga membuat liang-liang tanah yang secara vertikal cukup dalam dan secara horisontal cukup panjang, sehingga pada lokasi
tersebut akan terjadi sirkulasi udara yang nisbi baik. Disamping itu liang-liang tersebut juga dapat meningkatkan kecepatan
infiltrasi air. Infiltrasi air pada gundukan tanah nisbi lebih lamban jika dibandingkan dengan tanah di sekitarnya.
 Mengenai pengaruh aktifitas rayap terhadap sifat kimia tanah adalah sulit untuk digeneralisasikan, karena
pengaruhnya berubah-ubah bergantung pada sifat-sifat tanahnya, spesies rayap, umur gundukan, macam vegetasi dan
penggunaan lahan. Namun demikian umumnya rayap mengakumulasi bahan organik dalam gundukan tanah, sehingga pada
tempat tersebut terkandung kation-kation basa serta hara tanaman yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah di
sekitarnya. Oleh karena itu gundukan tanah yang dibangun oleh rayap ini banyak digunakan sebagai sumber kapur dan
rabuk bagi tanaman,
Biological mechanisms of soil
aggregate formation and turnover
(modified from Six et al., 2002)1
Mikroba Dalam Kesuburan Tanah
 Peranan mikrobia dalam kesuburan tanah ditunjukkan dengan aktivitasnya dalam memperbaiki (1)
struktur tanah dan (2) ketersediaan hara tanaman. Berkaitan dengan pembentukan struktur remah, mikrobia
berperan sebagai pembangun agregat tanah yang mantap. Tentu saja dalam proses agragasi tanah
diperlukan adanya bahan-bahan perekat anorganik (seperti Fe, liat, oksidasi besi, alumunium dan kapur)
dan organik (senyawa-senyawa organik bentukan mikrobia ataupun hasil dekomposisi bahan organik).
Senyawa-senyawa tersebut mengikat butiran tanah, baik dari bentuk koogulasi tanah ke dalam agregat
mikro, serta sementasi agregat mikro ke dalam agregat makro. Dalam kaitannya dengan peningkatan
ketersediaan hara, mikrobia berfungsi sebagai pemercepat dekomposisi bahan organik dan sebagai
pemacu tingkat kelarutan senyawa anorganik yang tidak tersedia menjadi bentuk tersedia. Hal ini dapat
berlangsung karena adanya metabolik skunder yang dihasilkan oleh mikrobia berupa ensim-ensim tanah
dan beberapa senyawa organik yang berguna sebagai pelarut.
 Pembentukan agregat tanah oleh mikroba, dapat terjadi (1) melalui pengikatan mekanik oleh sel
bakteri, aktinomesetes dan hifa fungi, dan (2) melalui pengikatan yang dipelantarai oleh senyawa-senyawa
organik yang dihasilkannya ataupun hasil dekomposisi bahan organik. Pengikatan secara mekanik terutama
dilakukan oleh fungi dan aktinomisetes, karena mikroba ini memiliki filamen yang berfungsi sebagai
pengikat partikel-partikel tanah untuk membentuk struktur yang remah. Hal ini tidak berarti bahwa kedua
mikoflora tersebut tidak menghasilkan bahan perekt kimiawi. Dalam Mulder (1971) disebutkan bahwa
mekanisme pembentukan agregat oleh fungi dan antinomisetes adalah 50 % berlangsung secara mekanik
dan 50 % lagi berlangsung dengan menggunakan bahan perekat dari senyawa oeganik yang
dihasilkannya. Berbeda halnya dengan fungi dan antinomisetes, bakteri lebih banyak melakukan pengikatan
partikel tanah dengan menggunakan senyawa organik yang dihasilkannya dari pada melakukan
pengikatan secara mekanik, dengan perbandingan 80 % dan 20 %.

 Efektivitas mikroba dalam pembentukan agregat tanah sangat
bergantung pada (1) sifat bahan organik yang tersedia, (2) jenis
mikrobia dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan dan aktivitasnya. Umumnya bahan organik yang
mudah terdekomposisi kurang efektif untuk agregasi tanah. Oleh
karenanya jika memasukkan bahan organik ke dalam tanah
dengan tujuan sebagai pembenah agregat, maka diperlukan
bahan organik yang bernisbah C/N tinggi disertai nisbah
lignin/selulose juga tinggi. Contah bahan organik berikut ini
memiliki urutan efektivitas dari yang tinggi ke rendah masing-
masing adalah jerami, pupuk kandang dan tanaman legum. Perlu
diketahui juga bahwa apabila bahan organik yang mudah
terdekomposisi dimasukkan ke dalam tanah, agregasi segera
berlangsung setelah waktu penambahan, tetapi dengan cepat,
setelah mencapai maksimum, agregasi menurun.
 Bahan organik yang lebih sukar terdekomposisi memerlukan
waktu yang lama untuk menunjukkan pengaruhnya, tetapi
efektivitas dapat berlangsung lebih lama (Baveret al., 1972
dalam Ma’shum, 2003). Persentase agregasi yang tinggi terjadi
ketika bahan organik mengandung kadar asam humat yang
tinggi, tetapi keberadaan polisakarida turut pula menentukan
besarnya agregasi tanah. Contoh, pembenaman daun kacang
tanah sebagai bahan pembenah struktur tanah regosol
menunjukkan sesaat setelah pembenaman agregasi berlangsung
lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan azolla dan
jerami. Hal ini disebabkan daun kacang tanah mengandung
polisakarida yang lebih banyak dibandingkan azolla dan jerami.
Sementara dalam waktu yang relatif lama, jerami memberikan
persentase agregasi yang lebih tinggi, karena asam humatnya
relatif lebih tinggi dari pada dua bahan yang lain. Keberadaan
polisakarida lebih berfungsi sebagai bahan pemantap agregat
dari pada pembentuk agregat. Hal ini mudah difahami karena
polisakarida memiliki daya adhesi dan kohesi yang kuat.

 Bahan organik yang lebih sukar terdekomposisi memerlukan waktu yang
lama untuk menunjukkan pengaruhnya, tetapi efektivitas dapat berlangsung
lebih lama (Baveret al., 1972 dalam Ma’shum, 2003). Persentase agregasi
yang tinggi terjadi ketika bahan organik mengandung kadar asam humat
yang tinggi, tetapi keberadaan polisakarida turut pula menentukan besarnya
agregasi tanah. Contoh, pembenaman daun kacang tanah sebagai bahan
pembenah struktur tanah regosol menunjukkan sesaat setelah pembenaman
agregasi berlangsung lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan azolla
dan jerami. Hal ini disebabkan daun kacang tanah mengandung polisakarida
yang lebih banyak dibandingkan azolla dan jerami. Sementara dalam waktu
yang relatif lama, jerami memberikan persentase agregasi yang lebih tinggi,
karena asam humatnya relatif lebih tinggi dari pada dua bahan yang lain.
Keberadaan polisakarida lebih berfungsi sebagai bahan pemantap agregat
dari pada pembentuk agregat. Hal ini mudah difahami karena polisakarida
memiliki daya adhesi dan kohesi yang kuat.

 Mulder et al., (1971) menjelaskan bahwa efek fisiko kimia dari mikrobia terhadap pemantapan agregat
dan kontribusinya dalam pembentukan struktur tanah yang remah bergantung pada (1) macam produk
hasil dekomposisi sisa tanaman atau binatang, (2) produk hasil bentukan mikrobia selama proses
dekomposisi bahan organik, (3) senyawa humus yang terbentuk selama dekomposisi bahan organik yang
ditambahkan. Sesaat setelah penambahan sisa tanaman, senyawa yang berperan dalam pembentukan
struktur tanah adalah kelompok (1) dan (2), setelah itu barulah senyawa yang banyak berpengaruh
terhadap pembentukan struktur adalah kelompok (3). Selanjutnya dijelaskan pula struktur tanah yang
remah tersusun dari suatu campuran 60-80 % pasir, 20-40 % liat, ditambah dengan kation-kation basa
dan senyawa gula sebagai sumber karbon dan energi bagi mikrobia penghasil lendir. Mikrobia dimaksut
yaitu dari kelompok bakteri antara lainAzotobacter indicum, Beijerinckia dan kelompok fungi
seperti Rhizopus nigricans danAspergillus niger.
 Berbagai mikrobia tanah dapat mengikat butiran tunggal tanah menjadi agregat. Namun
demikian tingkat agregasi tanah tidak saja ditentukan oleh jenis mikrobia, tetapi juga oleh macam spesies
dari masing-masing kelompok mikrobia. Umumnya jamur lebih efektif jika dibandingkan dengan bakteri.
Menurut Harris et al., 1966 dalam Ma’shum (2003), urutan efektivitas mikrobia dalam pembentukan
agregat tanah adalah jamur, streptomisetes, dan bakteri.
 Jamur yang efektif untuk pembentukan agregat adalah spesies jamur yang tumbuh dengan cepat
dan mengahasilkan miselium yang banyak, antara lain dari jenis Mucor, Rhizopus, Fusarium dan Aspergillus.
Selain itu aktivitasnya juga dipengaruhi oleh jenis bahan organik yang tersedia. Aspergillus,
Fusarium dan Mucor sp akan efektif jika tersedia sukrose sebagai sumber karbonnya,
sedangkan Alternaria akan menjadi efektif jika tersedia jerami.
 The role of soil organisms in soil fertility may involve the
following:
 helping soil to form from original parent rock material,
 contributing to the aggregation of soil particles,
 enhancing cycling of nutrients,
 transforming nutrients from one form to another,
 assisting plants to obtain nutrients from soil,
 degrading toxic substances in soil,
 causing disease in plants,
 minimizing disease in plants,
 assisting or hindering water penetration into soil.
Pencemaran Tanah
 Logam berat
 Minyak bumi
 Limbah domestik (limbah cair –reuse dan limbah
padat-lindi)
 Praktek pertanian ( pupuk dan pestisida)
Logam berat
 Sumber ( Turpeinen, 2002)
1. Pertambangan dan smelting (As, Cd, Pb, Hg)
2. Industri ( As, Cd, Cr,Co, Cu, Pb, Ni,Hg, Zn)
3. Deposisi atmosferik ( As, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg,
Uranium)
4. Pertanian ( As, Cd, Cu, Pb, Se, U, Zn)
5. Pembuangan limbah ( As, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg, Zn)
BIOMETHYLATION IS THE PATHWAY FOR CONVERTING SOME
HEAVY ELEMENTS INTO MORE MOBILE OR MORE LETHAL
DERIVATIVES THAT CAN ENTER THE FOOD CHAIN.

 Microbial methylation plays an important


role in the biogeochemical cycle of metals,
because methylated compounds are often
volatile.
 mercury [Hg(II)] can be biomethylated by a
number of different bacterial species (e.g.  The biomethylation of arsenic compounds
Pseudomonas sp., Escherichia sp., Bacillus starts with the formation of methanearsonates.
sp. and Clostridium sp.) to gaseous Thus, trivalent inorganic arsenic compounds
methylmercury (Pan-Hou and Imura, 1982; are methylated to give methanearsonate. S-
Compeau and Bartha, 1985; Pongratz and adenosylmethionine is the methyl donor. The
Heumann, 1999), which is the most toxic methanearsonates are the precursors to
and most readily accumulated form of dimethylarsonates, again by the cycle of
mercury (Nikunen et al., 1990). reduction (to methylarsonous acid) followed by
 Also, biomethylation of arsenic to gaseous a second methylation.[8]
arsines (Gao and Burau, 1997); selenium to  Related pathways apply to the biosynthesis
volatile dimethyl selenide (Flury, 1997; Guo of methylmercury.
et al., 1999; Martens and Suarez, 1999;
Zhang and Frankenberger, 1999; Dungan
and Frankenberger, 2000)
 microbiological processes can either solubilize
(melarutkan) metals, thereby increasing their
bioavailability and potential toxicity, or immobilize
them, and thereby reduce the bioavailability of metals.
 These biotransformations are important components of
biogeochemical cycles of metals and may also be
exploited in bioremediation of metal contaminated soils
(Lovley and Coates, 1997; Gadd, 2000; Barkay and
Schaefer, 2001; Lloyd and Lovley, 2001).
Metal contamination to soil microbe
 Walaupun banyak mikroba tanah yang dapat mentransformasi logam berat, namun
dalam konsentrasi tinggi logam berat dapat mempunyai efek yang merugikan bagi
aktivitas mikroba dan mengganggu fungsi mereka di ekosistem tanah.
 1. Pengurangan biomasa yang signifikan (Frostegård et al., 1993; Fliessbach et al.,
1994; Roane and Kellogg, 1996; Konopka et al., 1999)
 2. Gangguan proses respirasi tanah (Doelman and Haanstra, 1984; Bååth et al.,
1991; Hattori, 1992)
 Ditemukan saat perbandingan antara tanah yang terkontaminasi dan tidka
terkontaminasi
 3. Dapat menyebabkan perubahan dari komunitas mikroba yang sensitif menjadi
kurang sensitif (Malizewska et al., 1985, Capone et al., 1983; Bååth et al, 1989;
Said and Lewis, 1991; Roane and Kellogg, 1996; Dahlin et al., 1997; Bååth et al.,
1998a, 1998b; Khan and Scullion, 2000).
 4. Untuk menolak pengaruh toksik dari logam berat, mikroorganisme melibatkan
beberapa mekanisme resistensi untuk menolak toksisitas logam berat.
Konsekuensinya komposisi berubah dari yang resisten spesies menggantikan sensitif
spesies yang akhirnya menganggu secara umum proses respirasi tanah maupun
total biomassa. Contohnya peningkatan evolusi CO2 di tanah terpolusi logam berat.
Proses adaptasi yang dilakukan menyebabkan peningkatan aktivitas dari
mikrobiota yang mampu bertahan hidup
 5. Terjadi perubahan struktur komunitas mikroba dengan analisis PLFA
(Phospholipid Fatty Acid Analysis). Contohnya akumulasi Tembaga sebagai aplikasi
fungisida menghasilkan komunitas mikroba dengan pola PLFA yang berbeda bila
dibandingkan dengan yang tidak terkontaminasi
 Pada tanah yang terkontaminasi , terjadi peningkatan asam lemak
monounsaturated, penurunan konsentrasi rantai dan cabang metil asam lemak
yang diindikasikan dengan peningkatan jumlah bakteri gram negatif dan
penurunan proporsi bakteri gram positif dan actinomycetes.

 Studi lain (Hiroki (1992) and Frostegård et al. (1993) terjadi penurunan beberapa
cabang iso dan anteiso PLFA dan peningkatan citokinin 17:0 yang merupakan
karakter tipikal dari bakteri gram negatif, mengindikasikan dominansi gram negatif
diatas gram positif dalam tanah yang terkontaminasi logam berat
 Pada hutan pinus, penanda jamur menunjukkan penurunan seiring deposit jangka
panjang logam berat, walau jamur lebih resisten terhadap logam berat dibanding
bakteri. Ini dapat disebabkan oleh hilangnya vegetasi bawah hutan dan habitat
fizosfer k di tanah berkontaminasi logam berat, yang didominasi bakteri gram
negatif
 Di sisi ain, ada peningkatan jumlah actinomycetes untuk hutan pinus, tapi penurunan
di tanah subur sebagai reaksi/respon terhadap kehadiran logam berat. Jadi
spesies actinomycetes yang berbeda memberikan respon yang berbeda
Remediation
 Unlike organic pollutants, that can be mineralized to
harmless products such as CO2, arsenic and lead
cannot be biodegraded, but persist indefinitely,
complicating the remediation of contaminated soils.
Therefore, the main strategy is to reduce the
bioavailability, mobility and toxicity of the metal.
Biological methods for remediation of arsenic- and
leadcontaminated soils include detoxification,
bioleaching and phytoremediation.

Anda mungkin juga menyukai