Anda di halaman 1dari 25

TRANSCULTURAL NURSING

DISCOVERY LEARNING

“AGAMA, KEPERCAYAAN, BUDAYA DALAM PERSPECTIVE ISLAM”

DISUSUN OLEH:

Kelompok 1 PSIK A 2016

1. Ernidya Damayanti 11161040000009

2. Annisa putri utami 11161040000013

3. Mia nurjanah 11161040000021

4. Cindy januar fitri 11161040000029

5. Pugi wahyuni 11161040000033

6. Manda rahmanda 11161040000035

7. Dwi nur royha 11161040000079

8. Dawda Kairaba Kijera11161040000089

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
APRIL/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat,
sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan
di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta
harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen Modul
Keperawatan Transcultural yang telah membantu kami, sehingga makalah Discovery Learning
1 ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam
hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya
menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang
membangun untuk lebih menyempurnakan makalah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa
yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang
ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari makalah ini, sebagai
tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Ciputat, April 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................... 3
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................................. 4
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 4
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 4
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 4
BAB II : PEMBAHASAN .............................................................................................. 5
2.1. Agama ................................................................................................................ 5
2.2. Kepercayaan ........................................................................................................ 8
2.3. Budaya ................................................................................................................ 11
2.4. Fungsi Agama, Kepercayaan dan Budaya ......................................................... 16
2.5. Hubungan Agama dan Kepercayaan ................................................................. 17
2.6. Hubungan Agama dan Budaya .......................................................................... 18
2.7. Hubungan Islam dengan Budaya Lokal ............................................................ 20
BAB III : PENUTUP ..................................................................................................... 24
3.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 24
3.2. Saran ................................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 25

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Islam menurut bahasa, islam memiliki arti ; selamat, kedamaian, sentausa, sedangkan dalam
istilah syar'i islam berserah diri, tunduk patuh, dengan kesadaraan yang tinggi tanpa paksaan.
Sedangkan islam secara makna, maka akan menjadi sangat luas jika dikaitkan dengan beberapa
arti di atas. Makna dalam arti kata selamat, maka islam adalah jalan hidup (way of life) satu-
satunya yang paling selamat mengantarkan manusia sampai tujuan akhirnya..yaitu kehidupan
akhirat. Dalam konteks perjalanan, tujuan hanya dapat dicapai melalui jalan yang ditempuh.
Sedangkan sebuah jalan, ia memiliki cara dan aturan. Setiap Negara didunia memiliki budaya
yang beragam. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa: “ budaya” adalah
pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan
batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Secara umum arti
kebudayaan ialah suatu hasil daya pemikiran dan pemerahan tenaga lahir manusia, ia adalah
gabungan antara tenaga fikiran dengan tenaga lahir manusia ataupun hasil daripada gabungan
tenaga batin dan tenaga lahir manusia. Yang dimaksudkan gabungan antara tenaga batin (daya
pemikiran) dengan tenaga lahir ialah suatu pemikiran manusia yang dilaksanakan dalam bentuk
perbuatan. Maka hasil daripada gabungan inilah yang dikatakan kebudayaan. Karena setiap
Negara memiliki budaya yang beragam, maka agar terhindar dari berbagai konflik kami
sebagai penyusun makalah ingin menyajikan pembahasan tentang budaya dalam pandangan
Islam, guna menambah wawasan dan menjaga perdamaian antar manusia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maslah diatas, penyusun merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut:
1) Apa Pengertian Islam dan budaya?
2) Bagaimana asal usul budaya?
3) Bagaimana kebudayaan dalam Islam?
1.3. Tujuan Penulisan
1) Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan:
2) Pengertian Islam dan budaya
3) Asal usul budaya
4) Kebudayaan dalam Islam

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. AGAMA

Definisi

Mengenai arti agama secara etimologi terdapat perbedaan pendapat, diantaranya ada yang
mengatakan bahwa kata agama berasal dari bahasasansekerta yang terdiri dari dua suku kata
yaitu : “a” berarti tidak dan “gama”berarti kacau, jadi berarti tidak kacau.
Kata agama dalam bahasa Indonesia sama dengan “diin” (dari bahasa Arab) dalam bahasa
Eropa disebut “religi”, religion (bahasa Inggris), lareligion (bahasa Perancis), the religie
(bahasa Belanda), die religion, (bahasaJerman). Kata “diin” dalam bahasa Semit berarti
undang-undang (hukum),sedang kata diin dalam bahasa Arab berarti menguasi, menundukkan,
patuh, hutang, balasan, kebiasaan.
Meskipun terdapat perbedaan makna secara etimologi antara diin dan agama, namun umumnya
kata diin sebagai istilah teknis diterjemahkan dalam pengertian yang sama dengan “agama”.
Dari pengertian agama dalam berbagai bentuknya itu maka terdapat bermacam-macam definisi
agama. Harun Nasution telah mengumpulkan delapan macam definisi agama yaitu:
1) Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus
dipatuhi.
2) Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
3) Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu
sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan
manusia.
4) Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5) Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari suatu kekuatan gaib.
6) Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu
kekuatan gaib.
7) Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut
terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8) Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.

Terdapat berbagai teori tentang asal muasal kata agama. Ada teori yang berasal dari kata din
yang dalam bahasa semit berarti undang-undang atau hukum; atau dalam bahasa arab yang
mengandung arti menguasai , menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Dalam
bahasa Eropa, utuk menunjukkan agama digunakan kata religi yang berarti mengikat; dan
agama dari bahasa Sanskrit, yang berarti a: tidak, dan gam: pergi, tidak pergi, tetap di tempat,
diwarisi turun menurun. Isi dari agama adalah undang-undang atau hukum; fungsinya
menguasai, menundukkan, membuat orang agar patuh, berutang, memberikan balasan dan
membiasakan. Adapun sifatnya yaitu abadi, diwarisi, atau turun-menurun. Sifat agama yang
tetap hidup ini , oleh para ulama dan sarjana di hubungkan dengan fitrah manusia sendiri,

5
sebagai mahluk yang mempuyai potensi mempercayai adanya kekuatan diluar dirinya yang
disebut Tuhan, Dewa, atau sebutan lainnya.
Will Durant, adalah seorang penulis yang tidak mempercayai agama manapun, sebagaimana
dikutip dari Murthada Muthahhari misalnya mengatakan : “agama memiliki seratus jiwa.
segala sesuatu jika telah dibunuh pada kali pertama itu pun ia sudah mati untuk selama-
lamanya. Kecuali agama. Sekiranya ia seratus kali dibunuh, ia akan muncul lagi dan kembali
hidup setelah itu.”

Asal-usul Agama
Masalah asal mula dan inti dari suatu unsur universal seperti religi atau agama itu, tegasnya
masalah mengapakah manusia percaya kepada suatu kekuatan yang dianggap lebih tinggi
daripadanya, dan masalah mengapakah manusia melakukan berbagai hal dengan cara-cara
yang beraneka warna untuk mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah menjadi
obyek perhatian para ahli pikir sejak lama. Adapun mengenai soal itu ada berbagai pendirian
dan teori yang berbeda-beda. Teori-teori yang terpenting adalah :
a. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mulai sadar
akan adanya faham jiwa.
b. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mengakui
adanya banyak gejala yang tidak dapat diterangkan dengan akalnya.
c. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi dengan maksud untuk
menghadapi krisis-krisis yang ada dalam jangka waktu hidup manusia.
d. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena kejadian-kejadian yang
luar biasa dalam hidupnya, dan dalam alam sekelilingnya.
e. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena suatu getaran atau emosi
yang ditimbulkan dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai
warga masyarakatnya.
f. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena manusia mendapat
suatu firman dari Tuhan.

Selanjutnya, terapat agama yang bersifat samawy (langit) yakni agam yang diturunkan dari
langit, yaitu agama Islam, Yahudi, Nasrani: dan ada agama yang bersifat ardhy (Bumi), yakni
agama yang merupakan hasil pengalaman batin dan renungan seorang tokoh, seperti agama
Majusi, Hindu, Budha, Sikh dan Konghucu. Agama samawi merupakan undang-undang dari
Tuhan yang mendorong orang berakal dengan usahanya sendiri , ia memilihnya guna
keahagiaan hidupnya di dunia dan diakhirat. Islam sebagai salah satu ciri dari agama samawi
yang bertujuan untuk memelihara jiwa atau nyawa (hifdz al-nafs), memelihara akal (hifdz al-
‘aql), memelihara agama (hifdz addin), memelihara harta (Hifdz maal), dan memelihara
keturunan (Hifdz al-nasl). Dalam rangka memelihara jiwa, agama berisi ajaran yang melarang
seseorang yang membunuh dan menghilangkan nyawa orang lain, menyakiti, mendzalimi,
menyiksa, dan sebagainya. Ketika ia terserang penyakit maka ia harus mengobati dirinya agar
sembuh, atau ketika ada wabah atau bencana yang mengancam , maka ia harus
menghindarinya. Ia juga harus berupaya mencari makan dan minum, dan lainnya agar
berlangsung kelangsungan hidupnya. Dan dalam kaitan ini, agama memberikan hak hidup atau

6
tempat tinggal yang ia kehendaki. Dalam rangka memelihara akal, agama berisi ajaran yang
memerintahan manusia agar menjaga akalnya agar tidak rusak, atau hilang akal, karena akal
merupakan kekuatan yang melahirkan berbagai pemikiran, gagasan, ilmu pengetahuan,
teknologi, kebudayaan dan peradaban yang membawa kemajuan. Dan diperitahkan pula
mengisi akalnya dengan wawasan ilmu pengetahuan sesuai pilihannya. Selanjutnya dalam
rangka memelihara agama, agama menyuruh manusia agar beragama sesuai pilihannya dan
mengamalkan dengan tulus dan iklas. Selanjutnya dalam memelihara harta, agama menyuruh
manusia agar bekerja atau berusaha agar mendapatkan harta guna memeprtahankan
kelangsungan hidupnya dan memanfaatkannya sesuai dengan kehendaknya namun penuh
dengan tanggung jawab. Dalam rangka pemeliharaan keturunan, agama memerintahka
manusia agar membangun kehidupan rumah tangga.
Bentuk-Bentuk Agama
Pada dasarnya bentuk Agama ada yang bersifat primitif dan ada pula yang dianut oleh
masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama yang terdapat dalam
masyarakat primitif ialah Dinamisme, Animisme, Monoteisme, Henoteisme, Politeisme, dll,
adapun pengertiannya adalah sebagai berikut :

 Pengertian Agama Dinamisme

Agama yang mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Dalam faham ini
ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan
manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada pula yang bersifat jahat.
Dan dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib itu disebut ‘mana’ dan dalam bahasa Indonesia ‘tuah
atau sakti’. Dalam ajaran agama ini mana atau kekuatan gaib dapat dikendalikan oleh seorang
ahli kekuatan gaib yang di Indonesia sering disebut tukang sihir atau dukun. Mana dari alam
sekitar akan dipindahkan oleh sang dukun kedalam benda tertentu yang kemudian diikatkan
pada anggota badan seseorang sebagai penjaga keselamatannya.

 Pengertian Agama Animisme

Agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa,
mempunyai roh. Bagi masyarakat primitif roh masih tersusun dari materi yang halus sekali
yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh dari benda-benda tertentu adakalanya mempunyai
pengaruh yang dasyat terhadap kehidupan manusia, Misalnya: Hutan yang lebat, pohon besar
dan berdaun lebat, gua yang gelap dll. Manusia diajarkan untuk menjaga hubungan baik dengan
roh-roh yang ada disekitarnya agar kehidupannya menjadi aman dan nyaman sehingga manusia
harus selalu menyenagkan hati para roh-roh tersebut dengan menyerahkan sesajen bagi para
roh.

 Pengertian Agama Politeisme

Paham kepercayaan pada dewa-dewa. Dalam paham ini semua penganutnya bukan lagi hanya
memberi sesajen untuk menjaga keamanan diri mereka dari mala-petaka yang dapat
ditimbulkan oleh roh-roh namun mereka mulai menyembah sang dewa karena dewa diyakini
memiliki kuasa yang melebihi roh-roh yang dipercayai oleh penganut animisme, dewa meiliki
kuasanya masing-masing dalam mengatur alam lain halnya dengan roh-roh yang sifatnya masih
sangat luas dan cenderung tidak terlalu memiliki kuasa.

7
 Pengertian Agama Henoteisme

Paham yang mempercayai satu Tuhan untuk satu bangsa, dan bangsa-bangsa lain memiliki
Tuhannya masing-masin.. Yang mengandung paham Tuhan nasional yang terdapat dalam
perkembangan paham keagamaan masyarakat yahudi. Bangsa yahudi menganggap bahwa
dewa Yahweh telah mengalahkan semua dewa-dewa bangsa yahudi lain sehingga mereka
memutuskan dewa Yahweh sebagai Tuhan nasional bangsa yahudi.

 Pengertian Agama Monoteisme

Paham agama ini telah meninggalkan fase keprimitifan dengan adanya pengakuan yang hakiki
bahwa Tuhan satu, Tuhan Maha Esa, Pencipta alam semesta dan seluruh isi kehidupan ini baik
yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Dalam ajaran ini Tuhan bersifat Esa dan menjadi
satu-satunya yang dapat mengendalikan alam berbeda halnya dengan paham dinamisme,
animism dan politeisme yang masih membagi-bagi kuasa dari Tuhan mereka. Disini tidak lagi
menyembah Tuhannya dengan cara yang mereka inginkan dan mereka buat-buat sesuai
kehendak mereka, namun dalam ajaran agama ini Tuhan lah yang menentukan bagaimana cara
mengibadahiNya dan manusia harus tunduk kepada “kemauan” Tuhan bukan sebalaiknya
seperti yang terjadi pada ajaran dinamisme, animism, politeisme, dan henotisme.

2.2. KEPERCAYAAN

Definisi
Ajaran-ajaran tentang kepercayaan (the spirit of trust) adalah beberapa aksi yang mencakup
perilaku positif dan berdampak pada adanya sebuah reaksi, yaitu kepercayaan yang transenden
(transcendental trust). Beberapa variabel aksi tersebut yang merupakan ajaran tentang
kepercayaan, mencakup bagaimana seharusnya seseorang memandang, berbicara, berprilaku,
dan bekerja.
Bentuk-Bentuk Kepercayaan
Agama Islam lahir di awal abad ke-7 Masehi, oleh seorang yang bernama Muhammad. Yang
mendapat kunjungan dari malaikat Jibril. Selama kunjungan malaikat ini, yang berlangsung
selama 23 tahun sampai wafatnya Muhammad, malaikat ini dipercayai mewahyukan
kepadanya firman Allah.
Wahyu yang didiktekan ini nantinya akan menjadi isi Qur'an, kitab suci Islam. Islam
mengajarkan bahwa Qur'an merupakan otoritas tertinggi dan wahyu terakhir Allah. Orang-
orang Muslim, penganut Islam, percaya bahwa Qur'an itu menupakan firman Allah yang
terakhir dan sempurna. Selain itu, banyak orang Muslim yang menolak Qur'an dalam versi
bahasa lainnya_ Terjemahan bukanlah versi yang sah dari Qur'an; yang hanya tersedia dalam
bahasa Arab.
Meskipun Qur'an merupakan kitab suci yang utama, Sunnah dipandang sebagai sumber kedua
untuk pengajaran agama. Sunnah ditulis oleh sahabat-sahabat Muhammad tentang apa yang
dikatakan, dilakukan dan disetujui oleh Muhammad.

8
Kepercayaan utama Islam itu menyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah; yang esa dan
sejati, dan Muhammad merupakan rasul Allah. Cukup dengan mengucapkan kepercayaan ini,
seseorang langsung dianggap memeluk agama Islam. Kata "Muslim" itu sendiri berarti "orang
yang takluk kepada Allah." Islam menganggap diri sebagai satu-satunya agama yang Wenar
yang menjadi sumber dari semua agama lain, termasuk Yudaisme dan kekristenan.
Orang-orang Muslim mendasari kehidupan mereka pada lima rukun:
1) Pernyataan iman/syahadat: "Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah
Utusan (Rasul) Allah."
2) Sholat: sholat lima kali dalam sehari
3) Zakat: manusia harus memberi kepada mereka yang miskin, karena semuanya yang ada
pada mereka merupakan pemberian Allah.
4) Puasa: selain berpuasa pada waktu tertentu, semua orang Muslim hams berpuasa Saat
merayakan Ramadan (bulan kesembilan dalam kalender Islam).
5) Haji: berziarah ke Mekkah paling sedikit sekali seumur hidup (pada bulan kedua Belas
dalam kalender Islam).

Kelima dasar ini, kerangka dari ketaatan orang Muslim, diperlakukan dengan serius dan
harafiah_ Masuknya seorang Muslim ke tirdaus itu dianggap bergantung pada ketaatannya
kepada kelima rukun ini.
Dalam islam, ada 6 hal yang harus diimani oleh seorang Muslim yang biasa disebut dengan
rukun iman. Rukun iman tersebut adalah sebagai berikut :
1) Iman kepada Allah

Tidaklah ada seseorang mengatakan beriman kepada Allah sampai dia mengimani 4 perkara
yakni:
a. Mengimani bahwa adanya Allah Swt
b. Mengimani rububiah Allah, bahwa tidak ada lagi yang menguasai, mengatur dan
mencipta alam semesta terkecuali Allah
c. Mengimani pada uluhiah Allah bahwa tak ada sesembahan yang berhak untuk
disembah kecuali Allah dan meniadakan segala sesembahan selain Allah Swt.
d. Mengimani untuk semua dan segala sifat Allah yang Allah sudah tetapkan untuk
diriNya dan yang Nabi Muhammad Saw yang telah tetapkan untuk Allah, serta selalu
menjauhi Tahrif, takyif, tamtsil dan tathil. 2.

2) Iman kepada Para Malaikat

Adapun maksud kita wajib untuk membenarkan bahwa para malaikat tersebut memiliki
wujudnya dimana Allah Swt telah menciptakan mereka dari cahayaNya. Mereka ialah makhluk
dan hamba Allah yang senantiasa patuh dan beribadah selalu kepadaNya. Allah Swt berfirman:
Artinya: “Dan malaikkat-malaikat yang di sisiNya, merekka tiada memiliki rasa anggkuh untuk
menyyembahNya dan tiada (pula) merassa letih. mereka sellalu bertasbih malam dan sianng
tiada henti-henttinya” (QS. Al-Anbiya: 19-20)

9
Kita mesti wajib untuk mengimani secara rinci pada setiap malaikat yang kita sudah ketahui
namanya semisal Jibril, Mikail dan Israil. Adapun yang kita tak ketahui namanya maka kita
mengimani hal tersebut secara universal. Diantara bentuk beriman kepada mereka ialah
mengimani pada setiap tugas dan amalan mereka yang tersebut didalam Al-Quran dan hadits
yang sahih, semisal mengantar wahyu, mencabut nyawa, menurunkan hujan dan seterusnya.
3) Iman kepada kitab-kitab

Allah Kita mengimani bahwa untuk seluruh kitab Allah ialah kalamNya, dan kalamullah itu
bukanlah makhluk karena kalam merupakan sebuah sifat Allah dan sifat Allah itu bukanlah
makhluk Kita juga mesti wajib dalam mengimani secara merinci untuk semua kitab yang
namanya telah disebutkan didalam Al-Quran semisal taurat, injil, zabur, suhhuf ibrahim dan
suhhuf musa. Sementara yang tak kita ketahui tentang namanya maka kita hanya bisa
mengimaninya secara universal bahwa Allaw Swt memiliki kitab lain selain daripada apa yang
telah diterangkan untuk kita. Secara khusus mengenai Al-Quran bahwa kita hanya wajib
mengimani bahwa dia adalah penghapus hukum dari semua kitab suci yang telah turun
sebelumnya. Sesuai dengan firman Allah Swt:
Artinya: “Dan kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu
ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.”(QS Al-Maidah:48).
4) Iman kepada para nabi dan rasul

Allah Penjelasan tentang rukun iman yang keempat yakni mengajak kita untuk mengimani
bahwa terdapat diantara laki-laki yang ada dikalangan manusia yang telah dipilih oleh Allah
Swt menjadi perantara untuk diri-Nya bersama dengan para makhluknya. Namun, mereka
semua tetaplah menjadi manusia biasa yang sama sekali tidak memiliki sifat-sifat dan hak-hak
persoalan ketuhanan, karenanya dengan menyembah para nabi dan rasul ialah kebatilan yang
nyata. Wajib mengimani berarti semua wahyu nabi dan rasul tersebut itu benar dan memiliki
sumber dari Allah Swt. Karena itu siapa saja yang telah mendustakan kenabian dari salah
seorang diantara mereka maka itu sama saja bahwa dia telah mendustakan semua nabi yang
lainnya. Karena itu Allah Swt mengafirkan nasrani dan yahudi tatkala tidak mengimani kepada
Nabi Muhammad aw dan Allah telah mendustakan untuk keimanan mereka kepada Isa dan
Musa As, karena itu mereka tak beriman kepada Nabi Muhammad Saw.
5) Iman kepada Hari Akhir

Disebut sebagai hari akhir sebab dia merupakan hari terakhir untuk dunia ini, tak ada lagi untuk
hari esok. Hari akhir merupakan hari dimana Allah Swt telah mewakafkan untuk seluruh
makhluk yang masih hidup pada saat itu kecuali yang Allah perkecuallikan, lalu mereka semua
akan dibangkitkan untuk bisa mempertanggungjawabkan amalan yang telah mereka lakukan.
Allah Swt berfirman:
” sebagaimanan Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan
mengulanginya, janji dari Kami, sesungguhnya Kami pasti akan melakukannya.” (QS. Al-
Anbiya: 104)

10
Asal-usul Kepercayaan
Sejarah awal kesempurnaan agama Islam di Arab, adalah dimulai sejak Nabi Muhammad Saw.
mendapatkan wahyu pertama di Gua Hira, pada 17 Ramadhan tahun 13 sebelum hijriyah, atau
lebih tepatnya pada tanggal 6 Agustus 610 masehi. Kalam Allah yang pertama turun, melalui
malaikat Jibril, adalah Surat al-Alaq ayat 1 sampai dengan 5. Iqra, bacalah.
Sepulang dari Gua Hira, Nabi Muhammad Saw. menceritakan apa yang telah dialami kepada
Khadijah. Setelah Rasulullah Saw. tenang, Khadijah pergi untuk menemui salah satu
keluarganya, yaitu Waraqah, paman Khadijah, untuk menceritakan dan menanyakan perihal
apa kira – kira yang terjadi. Waraqah sendiri adalah seorang Nasrani dan memiliki banyak
pengetahuan tentang naskah kuno.
Dari keterangan Waraqah, dapat disimpulkan bahwa yang datang itu adalah Namus, sebutan
lain Jibril. Waraqah juga memberi tahu Khadijah, bahwa akan datang masa ketika suaminya
akan diusir dari kampungnya sendiri. Surat al-Muddatsir turun, ketika Rasulullah Saw. sedang
tidur. Sejak saat itu, dimulailah dakwah Rasulullah Saw. untuk menyebarkan agama Islam

2.3. BUDAYA

Definisi

Kata “Budaya” berasal dari Bahasa Sansekerta “Buddhayah”, yakni bentuk jamak dari “Budhi”
(akal). Jadi, budaya adalah segala hal yang bersangkutan dengan akal. Selain itu kata budaya
juga berarti “budi dan daya” atau daya dari budi. Jadi budaya adalah segala daya dari budi,
yakni cipta, rasa dan karsa.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang
rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan,
dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,


hukum, adat dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh sekumpulan anggota masyarakat.

Al-Qur’an memandang kebudayaan itu sebagai suatu proses, dan meletakan kebudayaan
sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayaan merupakan suatu totalitas kegiatan manusia
yang meliputi kegiatan akal hati dan tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan. Oleh karena

11
itu, secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan
karya manusi

Budaya dalam Islam dikenal dengan istilah urf. Urf adalah sebuah kebiasaan yang
sudah turun temurun tetapi tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagai contoh, jual beli
dengan jalan serah terima, tanpa mengucapkan ijab-qabul

Secara etimologis, Nasrun Haroen menyebutkan bahwa Urf kebiasaan mayoritas umat
baik dalam perkataan maupun perbuatan. Amir Syarifuddin mengatakan bahwa Urf adalah
segala hal yang sudah menjadi kebiasaan dan diikuti oleh orang banyak, baik dalam bentuk
ucapan ataupun perbuatan, berulang-ulang dilakukan, sehingga membekas didalam jiwa
mereka dan diterima baik oleh akal mereka.

Bentuk-Bentuk

Berdasarkan aspek keabsahan hukumnya,Urf terbagi ke dalam dua macam yaitu:

1. Urfsahih, yang dilakukan secara berulang-ulang, diterima oleh orang banyak, diakui
oleh orang banyak, tidak bertentangan dengan norma- norma agama, sopan santun, dan
budaya yang luhur. Misalnya, memberikan cinderamata/ hadiah kepada orang tua dan
kawan dekat pada waktu tertentu dan bersedekah kepada anak-anak saat mereka datang
ke rumah waktu Idul Fitri.
2. Urf fasid, adalah adat atau kebiasaan yang berlaku meskipun sertamerta
pelaksanaannya, tetapi bertentangan dengan norma agama, undang- undang negara dan
sopan santun. Misalnya, tradisi judi pada malam pra pelaksanaan resepsi pernikahan,
pesta dengan menghidang minuman dan makanan yang haram dan memabukkan,
kumpul kebo (pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan tanpa ada ikatan
perkawinan secara syariah).

Dasar Urf dalam Islam dinyatakan oleh Nabi, bahwa “suatu kebiasaan atau tradisi yang baik
bagi umat Islam maka baik pula bagi Allah dan sebaliknya jika tradisi atau kebudayaan yang
burukbagi umat Islam maka buruk pula bagi Allah”. (HR.Abu Ya’la, Al-Hakim, dan Ahmad).
Selain hadis Nabi di atas didalam kitab suci al-quran disebutkan juga dasar/dalil dari Urf
sebagaimana terdapat pada surah Al-Hajj ayat 78 berikut ini:

12
Artinya : “ Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia
telah memilihkamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian
orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu
menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah
Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.” (QS. Al-Hajj :
78)

Adapun urf dalam kaidah fiqh disebutkan “al adatu muhakamatun/adat atau kebiasaan
bisa/dapat menjadi dasar hukum” dengan demikian bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu
masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam
penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-
hal yang belum ada ketentuannya dalam syariah.

Berdasarkan beberapa uraian di atas tentang budaya/urf dalam perspektif Islam dapat
ditarik kesimpulan budaya dan agama tidak dapat disamaratakan atau diposisikan sama, karena
agama merupakan ajaran yang bersumber langsung dari Allah SWT sedangkan budaya
merupakan hasil karya, pemikiran dan pendapat manusia. Namun demikian, antara agama dan
budaya tidak sama namun didalam kehidupan masyarakat kedua hal ini sering dikaitkan atau
dihubungkan, ini tidak bisa dipungkiri karena sudah menjadi darah daging oleh masyarakat.
Tetapi perlu ditegaskan, bahwa agama menempatkan posisi tertinggi dibandingkan dengan
budaya.

13
Budaya boleh diterapkan dan dikembangkan ditengah kehidupan masyarakat, tetapi
dengan syarat tidak bertentangan dengan aturan hukum undang-undang berlaku, norma agama,
sopan santun dan tidak menimbulkan keresahan didalam masyarakat.

Unsur-Unsur

Pendapat yang dikemukakan oleh Melville J. Herskovits bahwa unsur pokok


kebudayaan terbagia menjadi empat bagian yaitu: Alat-alat teknologi, Sistem ekonomi,
keluarga, dan kekuasaan politik. Sedangkan Bronislaw Malinowski, menyebut unsur-unsur
kebudayaan antara lain:

a. Sistem normal yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di
dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
b. Organisasi ekonomi.
c. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan, perlu diingat bahwa keluarga
merupakan lembaga pendidikan yang utama.
d. Organisasi kekuatan.

Tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai culture universal, yaitu:

a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian perumahan, alat-alat rumah


tangga, senjata, alat-alat produksi, transpor dan sebagainya.
b. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem
produksi, sistem distribusi dan sebagainya).
c. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem
perkawinan).
d. Bahasa (lisan maupun tertulis).
e. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya).
f. Sistem pengetahuan.
g. Religi (sistem kepercayaan).

Selain itu, beberapa unsur-unsur budaya atau kebudayaan, diantaranya adalah sebagai
berikut:

a. Kebudayaan Material (Kebendaan), adalah wujud kebudayaan yang berupa benda-


benda konkret sebagai hasil karya manusia, seperti rumah, mobil, candi, jam, benda-
benda hasil teknologi dan sebagainya.

14
b. Kebudayaan nonmaterial (rohaniah) ialah wujud kebudayaan yang tidak berupa benda-
benda konkret, yang merupakan hasil cipta dan rasa manusia, seperti:
1. Hasil cipta manusia, seperti filsafat serta ilmu pengetahuan, baik yang berwujud
teori murni maupun yang telah disusun untuk diamalkan dalam kehidupan
masyarakat (pure sciences dan applied sciences).
2. Hasil rasa manusia, berwujud nilai-nilai dan macam-macam norma kemasyarakatan
yang perlu diciptakan untuk mengatur masalah-masalah sosial dalam arti luas,
mencakup agama (religi, bukan wahyu), ideologi, kebatinan, dan semua unsur yang
merupakan hasil ekspresi jiwa manusia sebagai anggota masyarakat.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah. Merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal berkaitan dengan budi
dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture. Berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa juga diartikan mengolah tanah atau
bertani. Kata culture, juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.

Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur universal dari semua kebudayaan yang ada di dunia ini
adalah:

1. Sistem religi dan upacara keagamaan,


2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan,
3. Sistem pengetahuan,
4. Bahasa,
5. Kesenian,
6. Sistem mata pencaharian hidup, dan
7. Sistem teknologi dan peralatan.

Dari ketujuh macam ini bila diperdalam terkandung nilai-nilai pendidikan dalam konteks
kehidupan sosial.

Asal Usul Budaya

Dalam Islam, istilah ini disebut dengan adab. Islam telah menggariskan adab-adab
Islami yang mengatur etika dan norma-norma pemeluknya. Adab-adab Islami ini meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia. Tuntunannya turun langsung dari Allah swt melalui wahyu
kepada Rasul-Nya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai teladan terbaik dalam hal etika dan adab ini.

15
Sebelum kedatangan Islam, yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Arab ketika itu
ialah budaya jahiliyah. Di antara budaya jahiliyah yang dilarang oleh Islam, misalnya
tathayyur, menisbatkan hujan kepada bintang-bintang, dan lain sebagainya.

Dinul-Islam sangat menitik beratkan pengarahan para pemeluknya menuju prinsip


kemanusiaan yang universal, menoreh sejarah yang mulia dan memecah tradisi dan budaya
yang membelenggu manusia, serta mengambil intisari dari peradaban dunia modern untuk
kemaslahatan masyarakat Islami. Allah berfirman dalam surat ‘Ali Imran : 84-85 :

Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan
yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak-anaknya, dan apa yang
diberikan kepada Musa, ‘Isa dan para nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membeda-bedakan
seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri”. Barang siapa
mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” [‘Ali ‘Imran/3:84-85]

2.4. FUNGSI AGAMA DAN BUDAYA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Allah SWT telah menurunkan agama dengan perantaraan rasul-Nya (nabi-utusan


Tuhan Yang Maha Esa), berisi hukum dan bimbingan suci dalam bidang aqidah, amaliah, dan
akhlak, supaya manusia memperoleh keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki dan abadi
(duniawi dan ukhrawi). Agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW pada hakekatnya
merupakan nikmat karunia Ilahi yang terbesar bagi kita. Sebab dengan mengimani Allah SWT
dan menta’ati-Nya sebagaimana yang dititahkan-Nya, kita memperoleh pegangan dan
pedoman keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki dan abadi dalam seluruh kehidupan yang
kita tempuh, baik kehidupan duniawi maupun ukhrawi.

Adapun fungsi agama dalam kehidupan manusia yaitu:

a. Sebagai Pembimbing Dalam Hidup, Pengendali utama kehidupan manusia adalah


kepribadiannya yang mencakup segala unsure pengalaman pendidikan dan keyakinan
yang didapatnya sejak kecil.
b. Penolong Dalam Kesukaran, Orang yang kurang yakin akan agamanya (lemah
imannya) akan menghadapi cobaan/kesulitan dalam hidup dengan pesimis, bahkan
cenderung menyesali hidup dengan berlebihan dan menyalahkan semua orang. Beda

16
halnya dengan orang yang beragama dan teguh imannya, orang yang seperti ini akan
menerima setiap cobaan dengan lapang dada. Dengan keyakinan bahwa setiap cobaan
yang menimpa dirinya merupakan ujian dari tuhan (Allah) yang harus dihadapi dengan
kesabaran karena Allah memberikan cobaan kepada hambanya sesuai dengan
kemampuannya.
c. Penentram Batin, Jika orang yang tidak percaya akan kebesaran tuhan tak peduli orang
itu kaya apalagi miskin pasti akan selalu merasa gelisah.
d. Pengendali Moral, Setiap manusia yang beragama yang beriman akan menjalankan
setiap ajaran agamanya. Terlebih dalam ajaran Islam, akhlak amat sangat
diperhatikandan di junjung tinggi dalam Islam. Pelajaran moral dalam Islam sangatlah
tinggi, dalam Islam diajarkan untuk menghormati orang lain, akan tetapi sama sekali
tidak diperintah untuk meminta dihormati. neraka. Ini hanya contoh kecil peraturan
Islam yang berkaitan dengan moral. Masih

Adapun fungsi budaya dalam kehidupan manusia sebagaimana yang diungkapkan oleh
Musa Asy’ari yang dikutip dari Koentjaraningrat, bahwa hal itu melalui tahapan kebudayaan
sebagai suatu proses dan kebudayaan sebagai suatu produk. Dalam tahap produk kebudayaan
dapat berwujud sebagai: (1) gagasan, konsep, atau pikiran, (2) aktivitas, dan (3) benda-benda.
Kebudayaan dapat pula merupakan penjelmaan dari nilai-nilai, yaitu nilai teori (ilmu, ekonomi,
agama, seni, politik, dan sosial (solidaritas).

Oleh karena itu, penjelmaan nilai-nilai agama dalam kaitan ini adalah aktivitas
keagamaan atau kebudayaan agama sebagai penjelmaan dari nilai-nilai yang ada dalam wahyu,
karena agama dalam pengertian wahyu adalah bukan kebudayaan. Wahyu berasal dari Tuhan,
karenanya secara ontologis agama wahyu juga berasal dan berpusat pada Tuhan, sedangkan
kebudayaan berasal dan berpusat pada manusia. Dengan demikian, fungsi agama untuk dita’ati,
sedangkan kebudayaan berfungsi sebagai kreasi manusia untuk melengkapi kehidupannya.

2.5. HUBUNGAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN


Terdapat beragam kepercayaan pada adanya kekuatan supernatural, sehingga perlu
diaplikasikan dalam bentuk ritual yang merupakan kegiatan untuk mendapatkan kepuasan
spiritual. Agama juga mengajarkan adanya benda yang sakral. Ritual penghormatan kepada
yang sakral dilakukan oleh umat penganut agama. Kata agama juga diterjemahkan kedalam
bahasa inggris menjadi religion.

17
Beragama adalah corak suatu kelompok masyarakat dalam menghayati dan mengamalkan
ajaran agama yang berasal dari kekuatan atau wujud gaib (relationship between humans and
supernatural/ forces or beings). Cara manusia beragama sangat bervariasi sejalan dengan
kecenderungan masing-masing kelompok. Kecenderungan ini dipengaruhi latar belakang
budaya sejarah, dan kecenderungan pemimpin aliran atau salute masing-masing.
Sepanjang sejarah kehidupannya manusia selalu diwarnai dengan kepercayaan terhadap Tuhan.
Kebenaran ungkapan ini dibuktikan dengan tumbuh dan berkembangnya berbagai kepercayaan
dan agama yang dianut dan dipeluk oleh umat manusia dari masa prasejarah sampai zaman
modern ini. Setiap manusia sadar bahwa selain dunia yang fana ini, ada suatu alam dunia yang
tak tampak olehnya, dan berada di luar batas akalnya. Dunia itu adalah dunia Supernatural atau
dunia alam gaib.
Kepercayaan ini diyakini oleh manusia sejak turun temurun dan dunia gaib itu biasanya dihuni
oleh berbagai makhluk dan kekuatan yang tak dapat ditaklukkan oleh manusia dengan cara-
cara biasa. Nenek moyang kita pada dasarnya meskipun secara primitif percaya akan adanya
hal-hal yang hebat dan melebihi kekuatan mereka.Pada dasarnya kepercayaan dibagi atas dua
macam yaitu :
1) Kepercayaan akan roh yang disebut Animisme,
2) Kepercayaan akan kekuatan gaib yang disebut Dinamisme (Suwondo, 1978 : 13).
Sistem kepercayaan itu ada yang berupa konsepsi mengenai paham-paham yang terbentuk
dalam pikiran para individu penganut suatu agama, tetapi dapat juga berupa konsepsi-konsepsi
serta paham-paham yang dibakukan di dalam dongeng-dongeng serta aturan-aturan. Dongeng-
dongeng dan aturan-aturan ini biasanya merupakan kesusasteraan suci yang dianggap kramat
(Koentjaraningrat, 1998)

2.6. HUBUNGAN AGAMA DAN BUDAYA

Mengenai agama dan budaya, secara umum dapat dikatakan bahwa agama bersumber dari
Allah, sedangkan budaya bersumber dari manusia. Agama adalah “karya” Allah, sedangkan
budaya adalah karya manusia. Dengan demikian, agama bukan bagian dari budaya dan budaya
pun bukan bagian dari agama. Ini tidak berarti bahwa keduannya terpisah sama sekali,
melainkan saling berhubungan erat satu sama lain. Melalui agama, yang dibawa oleh para nabi
dan rasul, Allah Sang Pencipta menyampaikan ajaran-ajaran-Nya mengenai hakekat Allah,
manusia, alam semesta dan hakekat kehidupan yang harus dijalani oleh manusia. Ajaran-ajaran

18
Allah, yang disebut agama itu, mewarnai corak budaya yang dihasilkan oleh manusia-manusia
yang memeluknya.
Di tengah masyarakat, kita melihat praktek-praktek keberagamaan yang bagi sebagian orang
tidak terlalu jelas apakah ia merupakan bagian dari agama atau budaya. Ambil contoh tradisi
tahlilan. Tidak sedikit di kalangan umat Islam yang beranggapan bahwa upacara tahlilan adalah
kewajiban agama, yang harus mereka selenggarakan meskipun untuk itu harus berhutang.
Mereka merasa berdosa kalau tidak mengadakan tahlilan ketika ada anggota keluarga yang
meninggal dunia. Padahal yang diperintahkan oleh agama berkaitan dengan kematian adalah
“memandikan, mengkafani, menyalatkan, mengantar ke makan, memakamkan, dan
mendoakan”. Sangat simple dan hampir tidak memerlukan biaya. Ini berarti bahwa upacara
tahlilan pada dasarnya adalah tradisi, bagian dari budaya bangsa, yang mungkin telah ada
sebelum datangnya Islam, yaitu tradisi kumpul-kumpul di rumah duka, yang kemudian
diislamkan atau diberi corak Islam. Yang perlu dilakukan dalam hal ini adalah membenahi
pemahaman dan penyikapan umat terhadap praktek-praktek keberagamaan seperti itu secara
proporsional.
Al Baihaqi mengatakan, “Bab berisi riwayat tentang ucapan selamat ketika hari ied dengan
kata-kata taqabbalallahu minna wa minka”. Namun, dalam budaya Indonesia biasa digunakan
doa “Minal `aidzin wa-l faizin”. Doa yang biasa diucapkan umat Islam Indonesia pada hari
Raya Idul Fitri, yang kalau diterjemahkan secara lengkap adalah “Semoga Anda termasuk dari
kelompok orang-orang yang kembali kepada fitrah dan berbahagia/beruntung”. Ucapan
selamat atau saling mendoakan ini bukan ibadah mahdhah. Tetapi, termasuk bagian dari
muamalah. Bisa doa apa saja, bisa bahasa apa saja yang penting bisa dipahami/dimengerti oleh
yang diberikan ucapan selamat/doa tersebut. Sehingga, dalam aplikasinya, metode tersebut
tidak merusak esensi Islam sendiri.
Pada prinsipnya, Islam datang ke suatu daerah (termasuk ke jazirah Arabia sebagai tempat
kelahirannya) tidak untuk menghapuskan semua produk budaya termasuk tradisi yang sudah
hidup di tengah masyarakat. Ada tradisi Arab (masa jahiliah) yang dilarang, ada yang
dibiarkan, ada yang dikembangkan, dan ada yang diislamkan dan dijadikan bagian dari ajaran
Islam.
Sehingga, pada hakikatnya dalam pendakwahannya Islam justru merangkul budaya untuk
menyampaikan esensi ajarannya. Karena, dengan merangkul budaya, Islam jadi lebih mudah
diterima di masyarakat. Budaya bisa/boleh saja digunakan untuk metode dakwah, selama tidak
bertentangan dengan nilai-nilai dalam Islam. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat al-
Baqarah, “Dan janganlah kau campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu
19
sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.” (QS. al-Baqarah: 42)

2.7. HUBUNGAN ISLAM DENGAN BUDAYA LOKAL

Agama yang benar itu bagaikan lampu yang menerangi umat untuk berjalan menuju ke arah
kemajuan. Mengamalkan ajaran-ajaran agama adalah petunjuk jalan untuk seluruh umat
manusia. Agama adalah ciptaan Allah SWT, maka akan terasa janggal bagi akal sehat, jika
sekiranya Allahmemerintahkan kepada hamba-Nya untuk berbuat kejahatan yang dapat
menyebabkan mereka terhambat untuk mencapai kehidupan yang layak dan diridhai-Nya.
Tidak ada sesuatu pun yang dapat membahagiakan manusia, kecuali mengamalkan agama dan
tidak ada sesuatu pun yang dapat mencelakakan mereka kecuali mengabaikan agama atau
berpegang dengan bagian luar (kulit) agama dan meninggalkan inti ajarannya.

Agama ibarat pedang bermata dua, dua sisi sama-sama tajam. Apabila ada orang yang mengaku
beragama, berusaha mengamalkan agama sebagaimana mestinya, maka agama akan menjadi
penolong baginya dalam menghadapi segala kesulitan, menjadi petunjuk jalan di kala dalam
keadaan kebingungan serta menjadi lentera yang bersinar dalam kegelapan.

Sedangkan apabila orang yang mengaku beragama akan tetapi salah dalam mengamalkan
ajaran agamanya, maka akan membawa petaka baginya dan orang lain. Oleh sebab itu, dalam
mengamalkan agama haruslah benar dan sesuai dengan aturan syariat yang ada. Sehingga
agama tidak hanya sebatas pengamalan saja akan tetapi menjadi menarik untuk diteliti dan
dikaji bersama.

Kita sadari bahwa agama dapat menjadi sumber moral dan etika serta bersifat absolut, tetapi
pada sisi lain juga menjadi sistem kebudayaan, yakni ketika wahyu itu direspon oleh manusia
atau mengalami proses transformasi dalam kesadaran dan sistem kognisi manusia. Dalam
konteks ini agama disebut sebagai gejala kebudayaan. Sebagai sistem kebudayaan, agama
menjadi establishment dan kekuatan mobilisasi yang sering kali menimbulkan konflik. Di
sinilah ketika agama (sebagai kebudayaan) difungsikan dalam masyarakat secara nyata maka
akan melahirkan realitas yang serba paradoks.

Agama Islam membiarkan kearifan lokal dan produk-produk kebudayaan lokal yang produktif
dan tidak mengotori aqidah untuk tetap eksis.

Jika memang terjadi perbedaan yang mendasar, agama sebagai sebuah naratif yang lebih besar
bisa secara pelan-pelan menyelinap masuk ke dalam “dunia lokal” yang unik tersebut. Mungkin

20
untuk sementara akan terjadi proses sinkretik, tetapi gejala semacam itu sangat wajar, dan in
the long run, seiring dengan perkembangan akal dan kecerdasan para pemeluk agama, gejala
semacam itu akan hilang dengan sendirinya Islam tidak pernah membeda-bedakan budaya
rendah dan budaya tinggi, budaya kraton dan budaya akar rumput yang dibedakan adalah
tingkat ketakwaannya. Disamping perlu terus menerus memahami Al Quran dan Hadist secara
benar, perlu kiranya umat Islam merintis cross cultural understanding (pemahaman lintas
budaya) agar kita dapat lebih memahami budaya bangsa lain.

Meluasnya Islam ke seluruh dunia tentu juga melintas aneka ragam budaya lokal. Islam
menjadi tidak “satu”, tetapi muncul dengan wajah yang berbeda-beda. Hal ini tidak menjadi
masalah asalkan substansinya tidak bergeser. Artinya, rukun iman dan rukun Islam adalah
sesuatu yang tidak bisa di tawar lagi. Bentuk masjid kita tidak harus seperti masjid-masjid di
Arab. Atribut-atribut yang kita kenakan tidak harus seperti atribut-atribut yang dikenakan
bangsa Arab. Festival-festival tradisional yang kita miliki dapat diselenggarakan dengan
menggunakan acuan Islam sehingga terjadi perpaduan yang cantik antara warna Arab dan
warna lokal. Lihat saja, misalnya, perayaan Sekaten di Yogyakarta, Festival Wali Sangan, atau
perayaan 1 Muharram di banyak tempat.

Islam memandang budaya, tradisi/adat yang ada di masyarakat sebagai hal yang memiliki
kekuatan hukum. Seperti dalam salah satu kaidah fiqh yang sering digunakan dalam menjawab
berbagai pertanyaan mengenai hukum adat pada masyarakat, yaitu al-‘adah al-muhakkamah
(adat itu bisa dijadikan patokan hukum).

Perlu diketahui bersama bahwa teori adat ini diambil dari adanya realitas sosial
kemasyarakatan bahwa semua cara hidup dan kehidupan itu dibentuk oleh nilai-nilai yang
diyakini sebagai norma kehidupan, sedang setiap individu dalam bermasyarakat dalam
melakukan sesuatu itu karena sesuatu tersebut dianggap bernilai, sehingga dalam komunitas
mereka memiliki pola hidup dan kehidupan mereka sendiri secara khusus berdasarkan nilai-
nilai yang sudah dihayati bersama.

Oleh sebab itu, jika ditemukan suatu masyarakat meninggalkan perbuatan yang selama ini
sudah biasa dilakukan, maka mereka sudah dianggap telah mengalami pergeseran nilai, dan
nilai-nilai seperti inilah yang dikenal degan sebutan adat-istiadat, budaya, tradisi dan
sebagainya. Oleh karena itulah kebudayaan itu bisa dianggap sebagai perwujudan aktifitas
nilai-nilai dan hasilnya.

21
Dari faktor itulah, Islam dalam berbagai bentuk ajaran yang ada di dalamnya, menganggap
adat-istiadat atau ‘urf sebagai patner dan elemen yang harus diadopsi secara selektif dan
proporsional, sehingga bisa dijadikan sebagai salah satu alat penunjang hukum-hukum syara’,
bukan sebagai landasan hukum yuridis yang berdiri sendiri dan akan melahirkan produk hukum
baru, akan tetapi ia hanya sebagai suatu ornament untuk melegitimasi hukum-hukum syara’
sesuai dengan perspektifnya yang tidak bertentangan dengan nash-nash syara’. Dengan
demikian tercetuslah teori yang obyek pembahasannya terfokus hanya kepada kasus-kasus adat
kebiasaan atau tradisi, yaitu teori ‘urf sebagai berikut:

Maka dari itu, para ahli hukum Islam menggunakan dua istilah ‘urf-adat. Nampak adanya
konsep ‘urf sebagai salah satu dalil dari segi prakteknya, yang di situ jelas ada yang
memberlakukannya sebagai salah satu patokan hukum.

Dengan demikian, proses pembentukan adat adalah akumulasi dari pengulangan aktivitas yang
berlangsung terus-menerus, dan ketika pengulangan tersebut bisa membuat tertanam dalam
hati individu, maka ia sudah bisa dimasuki wilayah muta’arrof, dan di saat ini pulalah, adat
berubah menjadi ‘urf (haqiqat ‘urfiyyah), sehingga adat merupakan unsur yang muncul
pertama kali dan dilakukan berulang-ulang, lalu tertanam dalam hati, kemudian menjadi ‘urf.

Dasar Hukum Teori Adat

a. Al-Qur’an

Artinya: Dan suruhlah orang untuk mengerjakan yang ma’ruf dan berpalinglah dari orang-
orang yang bodoh

Artinya: Dan bergaullah dengan mereka secara patut (dengan baik)

22
Artinya: Dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. orang yang
mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), Yaitu
pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang
berbuat kebajikan.

b. Al-Hadits

Hadits tentang adat, yaitu:

Artinya: … takaran itu, takarannya penduduk Madinah, dan timbangan itu, timbangannya
penduduk Madinah …

Artinya: pemilik kebun itu harus merawat kebunnya di siang hari dan pemilik ternak piaraan
itu harus menjaga ternaknya di malam hari …

Substansi yang terkandung di dalam makna kedua hadits ini adalah bahwa ajaran Islam benar-
benar sangat memperhatikan keberadaan unsur-unsur kebudayaan, sehingga Islam tidak
memiliki maksud untuk menghapusnya, melainkan mengajak bekerjasama secara sinergi untuk
memahami kebutuhan-kebutuhan masyarakat, problem-problemnya serta tantangan-
tantangannya ke depan.

23
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata “Islam” berasal dari bahasa Arab: salima yang
artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan
patuh. Secara terminologis (istilah, maknawi) dapat dikatakan, Islam adalah agama wahyu
berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad Saw sebagai utusanNya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana
pun dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Secara umum
arti kebudayaan ialah suatu hasil daya pemikiran dan pemerahan tenaga lahir manusia, ia
adalah gabungan antara tenaga fikiran dengan tenaga lahir manusia ataupun hasil daripada
gabungan tenaga batin dan tenaga lahir manusia. Islam telah menggariskan adab-adab Islami
yang mengatur etika dan norma-norma pemeluknya. Adab-adab Islami ini meliputi seluruh
aspek kehidupan manusia. Tuntunannya turun langsung dari Allah melalui wahyu kepada
Rasul-Nya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan Rasul-Nya Shallallahu
'alaihi wa sallam sebagai teladan terbaik dalam hal etika dan adab ini. Islam tidak bisa
dianggap kebudayaan karena Islam bukan hasil dari pemikiran dan ciptaan manusia. Agama
Islam adalah sesuatu yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW yang
mengandung peraturan-peraturan untuk jadi panduan hidup manusia agar selamat di dunia dan
akhirat. Tetapi agama-agama (yang telah banyak mengalami perubahan) selain Islam memang
kebudayaan, sebab agama-agama tersebut adalah hasil ciptaan dan daya pemikiran manusia.
Walaupun bukan kebudayaan tetapi agama islam sangat mendorong, bahkan turut mengatur
penganutnya untuk berkebudayaan. Agama Islam mendorong umatnya berkebudayaan dalam
semua aspek kehidupan termasuk dalam bidang ibadah.

3.2. Saran
Sejalan dengan kesimpulan diatas, penyusun merumuskan saran sebagai berikut : 1.Perbedaan
budaya Negara seharusnya tidak dijadikan sebagai pertikaian Konflik. 2.Dan seharusnya
dengan beda agama tetap memiliki rasa menghormati dan saling menghargai.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsoyo. (2009). Pengantar Antropologi; Bandung: Penerbit Putra A Bardin


2. Koentjaraningrat. (2009). Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Jakarta: Penerbit
PT Gramedia.
3. Koentjaraningrat.2015. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Cetakan ke 21
Jakarta : Gramedia
4. Asy’ari, Musa. 1991. Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Quran. Yogyakarta :
Lembaga Studi Filsafat Islam
5. Miftah Fathoni, Ahmad. 2010. Pengantar Studi Islam. Semarang : Gunung Jati
6. Dali, Zulkarnain. 2016. Hubungan Antara Manusia, Masyarakat, dan Budaya dalam
Perspektif Islam. Vol. IX. No. 1
7. Soerjono, Soekanto. 2009. Sosiologi SuatU Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers

25

Anda mungkin juga menyukai