Anda di halaman 1dari 11

MEWUJUDKAN VISI KEMAJUAN INDONESIA MANDIRI MELALUI

SEMANGAT GEPYOK GANGSAL GROUP (3G) DAN PRIHATIN


GAGE SAMPAH (PRIGAPAH)

Karya Ini Disusun untuk Mengikuti


Lomba National Essay Competition 2017
“Menuju Untuk Indonesia Mandiri”

Disusun Oleh :
Hanifah Hikmawati

PROGRAM STUDI MAGISTER KAJIAN BUDAYA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017

0|3G dan Prigapah


I. PENDAHULUAN
Dewasa ini, masyarakat telah berubah sedemikian rupa, yang selayaknya
disadari dan ditanggapi dalam kerja lapangan para pemuda. Partisipasi kepemudaan
dalam mewujudkan kemajuan dan kemandirian Indonesia adalah ijtihad penting
yang harus disadari dari sekarang. Apalagi, keadaan kondisi angka kemiskinan dan
pengangguran semakin mencolok dan menjadi bumerang yang belum terselesaikan.
Sudah saatnya pemuda yang mencakup aktivis, akademisi, sosialis, terjun bersama
membantu keadaan demikian ini sebagai peran partisipasi gethok tular gotong
royong menuju Indonesia lebih baik. Setidaknya, dapat memberi ruang-ruang vital
dalam menekan angka kemiskinan dan pengangguran melalui hal-hal sederhana.
Inilah kemudian yang dikatakan sebagai respon atas berbagai legitimasi budaya
sebagai sistem kelangsungan hidup yang disahkan kelompok dalam proporsi
masyarakat (Brown, 1993:659). Adanya motivasi tindakan terhadap visi menuju
kemajuan dan kemandirian Indonesia, dapat diwujudkan perlahan dengan adanya
kesadaran kolektif terhadap perihal persawahan dan persampahan. Dua hal besar
yang menjadi identitas bangsa, sama-sama kita harapkan dapat memberi rangsangan
pemikiran kita untuk melahirkan berbagai tindakan perubahan.
Sumber daya alam yang melimpah ruah menganugerahi bangsa dan bumi
pertiwi ini, tidak serta merta menjadikan kita makhluk serakah yang justru
meniadakan rasa syukur untuk merawatnya. Sawah dan padi adalah salah satu
mediator kita merawatnya untuk kemudian menjadi hasil pangan dalam kehidupan
sehari-hari. Keberadaan sawah perlu dilestarikan, sebagai penyokong kehidupan
manusia dari generasi ke generasi, sekaligus sebagai pertahanan hidup manusia
terhadap kebutuhan pokok pangan. Begitu halnya dengan sampah, salah satu
masalah terbesar sepanjang sejarah, sampah menjadi ruang manusia untuk menebar
ketidaksadaran atas kebersihan yang ditegaskan di semua ajaran agama. Secara
leluasa manusia membuang sampah sembarangan, tanpa ada sedikitpun rasa
bersalah dan berdosa karena telah merajalelakan sikap arogansi dan egosentrisme
terhadap persampahan yang justru dapat membunuh secara perlahan. Timbul banjir,
lingkungan kotor, sarang nyamuk, memunculkan berbagai penyakit, membudayakan
sikap acuh tak acuh. Bahaya-bahaya demikian ini rupanya kian mengancam dari
waktu ke waktu. Perlu adanya revitalisasi sikap kemanusiaan dalam membangun

1|3G dan Prigapah


kembali kewajiban dan tugas manusia atas kemanusiaannya, salah satunya adalah
berlaku prihatin.
Atas dua hal: sawah dan sampah tersebut di atas, penting untuk kita bersama
prihatin. Bentuk kerpihatinan ini dimulai dari menumbuhkan semangat generasi “no
gengsi” melakukan motivasi semangat Gepyok Gangsal Group (3G) dan Prihatin
Gage Sampah (Prigapah). Motivasi dan tindakan ini menjadi jihad sebagai peran
normatif yang dibutuhkan dalam merepresentasikan hirarki penilaian moral atas
pengetahuan yang berlaku. Tindakan ini sekaligus sebagai upaya membantu dan
mengatasi problematika angka kemiskinan dan pengangguran yang terus melanda
bangsa. Sebagai pendukungnya, butuh kesadaran, pemahaman, pelatihan, dan
realisasi tindakan konkret untuk mendukung dua motivasi ini sebagai langkah
menuju Indonesia mandiri.

II. ISI
Melihat kenyataan masyarakat Indonesia sangat heterogen, sudah tentu
tidaklah mudah untuk menciptakan kondisi yang selaras dengan tujuan
pembangunan nasional. Ada kemungkinan karena mereka dapat menerima
pembaharuan atau modernisasi, baik yang berasal dari program-program
pembangunan maupun yang diperoleh melalui arus informasi akibat desakan
globalisasi yang terjadi pada saat ini. Sebab-sebab munculnya heterogenitas
masyarakat (W.F. Obgurn, dalam Suryono, 1942:33):

Adanya kemungkinan Adanya kelas Kebanyakan


kebutuhan perubahan Perubahan yang sosial yang permasalahan
hanya ada pada suatu terjadi, adanya menjadi salah ini terjadi pada
kepentingan satu penyebab masyarakat
kelompok tertentu, kelas yang tidak adanya modern
padahal perubahan kaya dan tidak ketertinggalan daripada
harus terjadi pada berkuasa budaya masyarakat
seluruh masyarakat adaptif bersahaja

Maka, bentuk pembaharuan perlu diciptakan dari ide-ide dasar dan


sederhana sebagai upaya nyata dalam mewujudkan Indonesia mandiri. Kreativitas
dan mentalitas warga perlu untuk diberdayakan agar segala hal tidak hanya
menunggu intruksi dari pemerintah. Bentuk solidaritas dan loyalitas mencintai
bangsa adalah kewajiban bersama, tidak ada batasan level dan kelas. Apalagi,
semangat ini menyangkut kesejahteraan dan kemaslahatan umat tanpa harus melihat

2|3G dan Prigapah


bagaimana latar belakang dan kelas sosial. Adanya semangat 3G dan Prigapah,
selain menjadi upaya menanggulangi angka kemiskinan dan pengangguran, upaya
ini sekaligus menjadi pengenalan konsep etos kerja dan gotong royong terhadap
sesama masyarakat dan generasi muda sebagai identitas Indonesia.

Gambar 2.1 : Prosentase kondisi angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia hingga
tahun 2014 (sumber: Economic Inequality in Indonesia, Badan Pusat Statistik.com)

Prosentase tersebut menunjukkan bahwa kondisi kemiskinan dan


pengangguran bangsa ini masih tergolong tinggi. Perlu upaya optimal untuk
mewujudkan realisasi kemandirian Indonesia, dimulai dari bentuk prihatin atas hal-
hal yang sudah membudaya dan mengakar kuat lekat dalam diri kita. Sawah dan
sampah, adalah dua hal dari sekian banyak hal yang dapat bersama-sama kita benahi.
2.1 Gepyok Gangsal Group (3G)
Gepyok Gangsal merupakan istilah dari bahasa Jawa; “Gepyok” artinya
kalimat aktif merujuk pada aktivitas bertani yang dilakukan saat musim panen
tiba. Para pekerja tani menebas padi yang telah menguning untuk kemudian

3|3G dan Prigapah


diblower (selep) menjadi gabah. Kemudian “Gangsal” mempunyai arti bilangan,
yaitu angka lima. Dari kedua istilah tersebut, “Gepyok Gangsal” dapat diartikan
sebagai lima punggawa tani dalam satu group. Istilah “gepyok” menjadi
perwakilan aktivitas bertani, dan dengan terbentuknya Gepyok Gangsal Group (3
G) ini, para pemuda dapat berinovatif untuk menekan gengsi demi sebuah
perubahan kemandirian bangsa.

Gambar 2.1.1 : Potret aktivitas memanen padi “gepyok” (diambil dari google.com)

Sistem manual bertani seperti ini akan menjadi mediator lapangan kerja
sederhana yang dikembangkan di pemukiman persawahan, biasanya terdapat di
desa-desa. Dengan mengapresiasi tenaga kerja yang dimiliki manusia, lalu
menyeimbangkannya dengan upah gaji yang sepadan, maka kesejahteraan rakyat
dapat dirasakan secara merata. Sistem managemen dibentuk untuk mengelola
semangat 3G agar sawah dan padi tidak hanya berhenti pada orangtua. Sudah
saatnya kaum muda melakukan realisasi sebagai generasi penerus bangsa,
menjaga tanah sawah, mengelolanya, menjadikannya sebagai mediator
pemenuhan kebutuhan primer.
Banyak lulusan sarjana pertanian, tidak mewujudkan realisasi sistem
bertani dan cocok tanam sebagaimana yang diharapkan masyarakat tani. Harapan
besar agar kaum muda dapat turut serta „nyemplung sawah‟, kian hanya menjadi
wilayah abu-abu yang tak tahu kapan dapat terwujud. Adanya gengsi berlebih
yang memandang bahwa “gepyok” adalah pekerjaan ndesani dan ora njamani,
memunculkan kelas sosial yang mengakibatkan kesenjangan tiada batas. Lagi
lagi, rakyat cilik yang menjadi korban sasarannya, dan mendapatkan hak tidak
sebagaimana mestinya.

4|3G dan Prigapah


Perlu diketahui bersama, hidup di desa bukan lantas menjadikan kita
„ndeso‟ dan „ora njamani‟. Para leluhur mengajarkan hidup sederhana, hidup ala
desa yang mengunggulkan etos kerja kondusif, penyantun, penyayang, perangkul,
dan penyemangat. Stigma “ndeso itu katrok” seolah menerjemahkan bahwa
kehidupan yang erat kaitannya dengan sawah, lumpur, tidak mempunyai
kedudukan dan kehormatan. Kalau pemahaman demikian ini dipelihara, sudah
pasti manusia mulai kehilangan kemanusiaannya. Mari bersama melakukan
representasi kesadaran kolektif atas pentingnya hidup bersosial, saling menopang,
tidak ada unsur superior dan inferior yang dapat memunculkan kesenjangan.
Melalui semangat 3G ini, setidaknya sekaligus menjadi upaya pemertahan sumber
daya alam untuk dipelihara. Tidak termakan oleh nafsu manusia yang ingi
merusaknya. Sawah tetap terjaga. Padi tetap memenuhi kebutuhan pangan.
Waktu saat panen tiba, menjadi waktu penting yang dibutuhkan para
petani, dan biasanya waktu ini gepyok dan mesin blower menjadi bulan-bulanan
diburu kesana kesini oleh banyak pihak. Maka dari itu, inovasi yang dapat
dilakukan pada semangat 3G ini, di antaranya, seperti membentuk team kreatif
dan managemen untuk mengelola aktivitas panen padi. Membentuk struktur
organisasi paguyuban tani setempat, membentuk group, membagi jadwal kerja
yang akan dirolling di berbagai tempat pemanenan, memfasilitasi atribut bertani;
sabit, caping, kaos tani, kaos tangan, berbagai obat-obatan, dan pompa air.
Kegiatan bertani seperti Gepyok Gangsal Group (3G) ini sudah selayaknya
diperhatikan. Jika hal demikian ini dikoordinir sistematis, maka masyarakat tetap
akan mendapat pekerjaan. Terutama kaum muda, menjadi motor penggerak atas
kehidupan masyarakat setempat, tanpa harus mengunggulkan gengsi. Adanya
kegiatan 3G ini juga membantu menekan laju radikalisme bebas. Dengan turut
menjaga dan memelihara sawah dan padi lewat tenaga dan pikiran, maka akan
meminimalisir budaya konsumerisme berupa kecanggihan teknologi yang dapat
menimbulkan polusi dan pemborosan bahan bakar. Dengan memakai tenaga etos
kerja secara bersama-sama, maka pekerjaan dirasakan ringan.
2.2 Prihatin Gage Sampah (Prigapah)
Prihatin Gage Sampah (Prigapah) diambil dari kosa kata bahasa Jawa,
yang artinya “Bersegera Perhatian terhadap Sampah”. Semangat Prigapah ini

5|3G dan Prigapah


sebagai upaya menanggulangi problematika sampah yang telah menjadi budaya
“acuh tak acuh” oleh masyarakat Indonesia. Kurangnya kesadaran akan
kebersihan lingkungan, menjaga alam, memelihara kesejahteraan bersama,
menjadikan manusia dengan leluasa membuang sampah sembarangan, dan yang
paling memprihatinkan, hal demikian ini ditujukan pada aliran sungai, selokan,
dan tempat-tempat tertentu yang dapat menyebabkan bahaya dan ancaman
kesehatan maupun kerusakan lingkungan.

Gambar 2.2.1 : Pengadaan Bank Sampah yang telah terbentuk dan berjalan di kelurahan
Selosari, kecamatan Magetan, Jawa Timur (dokumen pribadi, Agustus 2014)

Adanya Bank Sampah “Bhakti Kusuma” yang berada di Selosari, Magetan


ini merupakan salah satu contoh upaya dari adanya kemajuan budaya pada
perubahan kondisi materiil kebudayaan adaptif. Penyesuaian pada perubahan ini
membutuhkan kesadaran yang dibangun secara kolektif dalam suatu masyarakat,
hingga akhirnya Bank Sampah ini dapat berdiri, berjalan, dan dilakukan bersama
oleh warga setempat. Tata tertib pun menjadi pedoman bersama untuk
membangun kesadaran, yang meliputi struktur organisasi, visi misi tujuan
dibentuknya bank sampah, sanksi bagi warga yang tidak menyetor sampah, dan
alur penyetoran sampah hingga pendapatan ekonomi yang dialokasikan bersama.
Potret adanya Bank Sampah, menjadi upaya yang harus kita realisasikan
bersama sebagai generasi muda. Agar tidak menjadi bumerang dan dilema,
sampah harus dipahami sejak dini. Dengan menerapkan konsep Bank Sampah di
setiap desa ataupun kelurahan, maka problematik sampah setidaknya dapat
dikelola secara baik, bahkan menjadi media menambah pemasukan ekonomi

6|3G dan Prigapah


rumah tangga. Membentuk Bank Sampah dari tingkat paling rendah; RT, RW, dan
kelurahan. Membuat struktur organisasi, menjelaskan alur penyetoran sampah
dimulai dari pemilahan dari rumah, disetor ke pengurus bank sampah setiap dua
kali dalam seminggu sekaligus mengambil keuntungan dari penyetoran sampah
tersebut, kemudian petugas mencatat hasil penjualan sampah. Selain itu,
menerapkan sanksi berdasar kesepakatan bersama bagi warga yang tidak
menyetor sampah. Semangat Prihatin Gage Sampah (Prigapah) berupa realisasi
Bank Sampah dapat dikenalkan kepada masyarakat, dimulai dari pengenalan
sampah organik dan anorganik. Sampah organik merupakan limbah sisa makhluk
hidup atau alam, seperti manusia, hewan dan tumbuhan. Sampah organik
termasuk sampah ramah lingkungan yang mudah mengalami penguraian dan
pembusukan. Sedangkan sampah anorganik merupakan limbah yang sulit diurai
bakteri, butuh waktu sangat lama bahkan ratusan tahun untuk dapat
menguraikannya, seperti limbah plastik dari bekas sabun, botol mineral, besi,
kaca, kaleng, dan limbah pabrik atau industri lainnya.
Untuk mencegah penumpukan sampah plastik, kita bisa mencoba
mengurangi dampak buruknya. Salah satu caranya adalah dengan
memanfaatkannya kembali. Sampah plastik bisa diolah menjadi barang-barang
bermanfaat, seperti Vas Bunga, Gantungan Kunci, Dompet Canti, Map, Clemek,
dan lain - lain. Kerajinan dari sampah plastik merupakan kerajinan yang bisa
menjadi alternatif peluang usaha di sekeliling kita sekaligus sebagai penghasilan
tambahan pendapatan. Seperti diketahui plastik merupakan bahan kebutuhan yang
banyak dipergunakan dalam kehidupan manusia modern. Penggunaan plastik
dalam kehidupan sehari-hari justru semakin meningkat sehinga permasalahan
sampah kian semakin kompleks. Solusinya adalah dengan mengurangi
penggunaan bahan yang berasal dari plastik atau mendaur ulang sampah plastik
menjadi barang yang bermanfaat. Sampah plastik bisa diolah menjadi aneka
kerajinan yang memiliki potensi ekonomi yang cukup baik. Peluang usaha
kerajinan sampah plastik ini disamping mendatangkan rezeki juga mengurangi
polusi plastik dan radikal bebas.

7|3G dan Prigapah


Gambar 2.2.2 : Pengadaan kerajinan homemade sampah plastik yang
diberdayakan bersama anak-anak PAUD dan TK di kelurahan Selosari, kecamatan
Magetan, Jawa Timur (dokumen pribadi, Agustus 2014)

Selain pengadaan Bank Sampah sebagai pengkoordinir sampah-sampah


Rumah Tangga, pengadaan kreativitas homemade sampah anorganik limbah plastik
dapat dikerjakan sebagai tambahan penghasilan. Kreativitas semacam ini dapat
dikenalkan kepada anak-anak usia dini, selain mengajarkan pentingnya merawat
sampah, membuang sampah pada tempatnya, kegiatan ini sekaligus sebagai
mediator pengembangan kreativitas anak dalam berkreasi. Melalui pembuatan
kerajinan homemade, hasil kreativitas yang dilakukan bisa menjadi lahan atau
mediator bisnis untuk dijual.

Dua semangat menuju Indonesia Mandiri; Gepyok Gangsal Group (3G) dan
Prihatin Gage Sampah (Prigapah) tersebut di atas adalah upaya sederhana sebagai
bentuk konservasi alam yang sangat erat dengan kehidupan kita. Upaya inilah yang
kemudian sama-sama kita realisasikan atas pemanfaatan sumber daya alam (SDA) dan
sumber daya manusia (SDM) sebagai upaya integritas dari bentuk etos kerja. Jika
permasalahan sawah dan sampah bisa diatasi bersama dengan bergotong royong,

8|3G dan Prigapah


menekan rasa gengsi, maka perlahan-lahan masyarakat akan terbiasa memelihara alam
sebagai bagian penting dari hidup kita.

The Role Indonesia Mandiri

Gepyok Gangsal Group


Upaya Pengentasan Kemiskinan (3G) dan Prihatin Gage
Culture dan Pengangguran Sampah (Prigapah)

Pemuda
• Masyarakat

Action

Gambar 2.2 : Skema 3 aspek kekuatan perubahan dan 3 tujuan realisasi


Semangat Gepyok Gangsal Group (3G) dan Prihatin Gage Sampah (Prigapah) menuju
Indonesia Mandiri

Semangat demikian ini perlu untuk ditanamkan sebagai pengetahuan dan


kesadaran dalam memelihara keseimbangan kehidupan alam dan manusia. Gepyok
Gangsal Group (3G) dan Prihatin Gage Sampah (Prigapah) menjadi alat sederhana
sebagai jembatan upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia.
Sawah yang merupakan lahan produksi kebutuhan pangan dan sampah yang
merupakan limbah kehidupan manusia sehari-hari, adalah dua poin besar yang
dianggap kecil dan remeh. Perlu adanya perubahan yang dilandasi kesadaran.
Sebagaimana yang dikatakan Abdullah (2010:15), perubahan disebabkan oleh berbagai
kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar, lalu menyebabkan apa yang dikatakan
masyarakat dan kebudayaan itu berbeda. Namun dengan adanya perbedaan ini, dapat
memunculkan pemikiran kritis terhadap perbedaan yang ada tersebut untuk dikaji lebih
mendalam, sebagaimana (Williams, 2003:67) kebudayaan itu sendiri berupaya untuk
menjelaskan tradisi, menegaskan kembali prinsip-prinsip dan memandang teori
kebudayaan sebagai hubungan antar unsur-unsur dalam kehidupan sehari-hari. Unsur-
unsur dalam kehidupan tersebut ialah segala yang mencakup aspek yang ada dalam
masyarakat, termasuk unsur-unsur kehidupan masyarakat dalam melakukan aksi nyata
memelihara lingkungan alam.

9|3G dan Prigapah


III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Polemik bangsa yang sering disepelekan adalah pegiat tani ladang sawah dan
sampah. Maka dari itu, dalam mendukung upaya menuju Kemajuan Indonesia
Mandiri, dua polemik tersebut dapat diperhatikan bersama sebagai peningkatan etos
kerja dan integritas masyarakat pribumi dengan merealisasikan semangat Gepyok
Gangsal Group (3G) dan Prihatin Gage Sampah (Prigapah). Dua semangat ini selain
menjadi motor penggerak upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran, juga
sebagai ajang mediasi generasi muda dalam mempertahankan budaya nusantara atas
sumber daya alam yang dimiliki, serta meminimalisir penggunaan konsumerisme
teknologi yang kian mengeksploitasi alam.
3.2 Saran
Realitas problematik bangsa merupakan tugas bersama untuk
memperbaikinya. Hal ini dimulai dari kesadaran dan rasa kemanusiaan, dengan
memahami bahwa Tuhan menciptakan manusia untuk saling mengasihi. Semangat
Gepyok Gangsal Group (3G) dan Prihatin Gage Sampah (Prigapah) yang digagas
penulis dalam esai ini tentu perlu banyak perbaikan dan utamanya dukungan. Untuk
itu, saran yang membangun sangat diharapkan menuju Kemajuan Indonesia Mandiri.

IV. DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, Irwan. 2010. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Brown, Richard Harvey. 1993. Cultural Representation and Ideological Domination.
Oxford Journals, Vol. 71, No.3 (Mar. 1993) pp. 657-676, Oxford University
Press.
Hanifah Hikmawati, Dyane P, dkk. 2014. Laporan Pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata
di Kelurahan Selosari, Magetan. Periode 2011 – tahun 2014. Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Suryono, Sukanto. 1942. W.F. Obgurn: Ketertinggalan Kebudayaan. Jakarta:
Rajawali.
Williams, Raymond. Dalam Carl Bambang Kukuh – Budaya dan Masyarakat:
Hyperdialogue with The Imagined Raymond Williams – Jurnal Ilmu Humaniora
RETORIK. 2002/2003 Universitas Sanata Dharma.
Badan Pusat Statistik (BPS). www.google.com. Diakses 13 Januari 2017, Pkl: 11.00
WIB.

10 | 3 G d a n P r i g a p a h

Anda mungkin juga menyukai