Anda di halaman 1dari 30

Kejadian Luar Biasa Diare Puskesmas Kedondong

Gabriella Selara Pangarepo


102014085
D1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta
gabriellaselara@gmail.com

Pendahuluan

Kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular menjadi masalah kesehatan masyarakat
karena dapat menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar, menyerap
anggaran biaya yang besar dalam upaya penanggulangannya, berdampak pada sektor ekonomi,
pariwisata serta berpotensi menyebar luas lintas kabupaten/kota, propinsi bahkan internasional
yang membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya. Diare adalah penyakit yang pada
umumnya memiliki prognosis baik, namun jika tidak ditangani dengan baik dan dideteksi secara
dini, kemungkinan terjadinya KLB semakin besar. Dengan melakukan penyelidikan
epidemiologi, kita dapat mengumpulkan data, mengolah, menganalisis, melaporkan hasil data
cakupan program pelayanan kesehatan.1

Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu “diarroi”
yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu
frekuen.1

Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates definisi
diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja,

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila tinja
mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut WHO diare adalah berak cair lebih dari tiga
kali dalam 24 jam, dan lebih menitik beratkan pada konsistensi tinja dari pada menghitung
frekuensi berak. Ibu-ibu biasanya sudah tahu kapan anaknya menderita diare, mereka biasanya
mengatakan bahwa berak anaknya encer atau cair. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP,

PBL Blok 26 Community Medicine Page 1


diare adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari).

Di Indonesia penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang utama, dimana insidens diare pada tahun 2000 yaitu sebesar 301 per 1000 penduduk,
secara proporsional 55 % dari kejadian diare terjadi pada golongan balita dengan episode diare
balita sebesar 1,0 – 1,5 kali per tahun.1

Secara operasional diare balita dapat dibagi 2 klasifikasi, yaitu yang pertama diare akut
adalah diare yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih sehari) dan berlangsung kurang dari 14
hari, dan yang kedua yaitu diare bermasalah yang terdiri dari disentri berat, diare persisten, diare
dengan kurang energi protein (KEP) berat dan diare dengan penyakit penyerta.1

Beberapa hasil survei mendapatkan bahwa 76 % kematian diare terjadi pada balita, 15,5
% kematian bayi dan 26,4 % kematian pada balita disebabkan karena penyakit diare murni.
Menurut hasil survei rumah tangga pada tahun 1995 didapatkan bahwa setiap tahun terdapat
112.000 kematian pada semua golongan umur, pada balita terjadi kematian 2,5 per 1000 balita.1

Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2002 mendapatkan prevalensi diare
balita di perkotaan sebesar 3,3 % dan di pedesaan sebesar 3,2 %, dengan angka kematian diare
balita sebesar 23/ 100.000 penduduk pada laki-laki dan 24/100.000 penduduk pada perempuan,
dari data tersebut kita dapat mengukur berapa kerugian yang ditimbulkan apabila pencegahan
diare tidak dilakukan dengan semaksimal mungkin dengan mengantisipasi faktor risiko apa yang
mempengaruhi terjadinya diare pada balita.1

Faktor risiko yang sangat berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita yaitu status
kesehatan lingkungan (penggunaan sarana air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah,
pembuangan air limbah) dan perilaku hidup sehat dalam keluarga. Sedangkan secara klinis
penyebab diare dapat dikelompokkan dalam enam kelompok besar yaitu infeksi (yang meliputi
infeksi bakteri, virus dan parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan (keracunan bahan-bahan kimia,
keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi baik jasad renik, ikan, buah-buahan, sayur-
sayuran, algae dll), imunisasi, defisiensi dan sebab-sebab lain.1

PBL Blok 26 Community Medicine Page 2


Upaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit diare, terutama diare pada balita sudah
dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik melalui program proyek desa tertinggal
maupun proyek lainnya, namun sampai saat ini belum mencapai tujuan yang diharapkan, karena
kejadian penyakit diare masih belum menurun. Apabila diare pada balita ini tidak ditangani
secara maksimal dari berbagai sektor dan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi
masyarakatpun diharapkan dapat ikut serta menanggulangi dan mencegah terjadinya diare pada
balita ini, karena apabila hal itu tidak dilaksanakan maka dapat menimbulkan kerugian baik itu
kehilangan biaya untuk pengobatan yang cukup besar ataupun dapat pula menimbulkan kematian
pada balita yang terkena diare.1

Kejadian Luar Biasa

Sebelum memasuki penjabaran mengenai KLB, kita perlu memahami mengenai


penyebaran penyakit. Penyebaran penyakit terdiri atas:

1. Sporadic : penyakit yang dalam kurun waktu 1 tahun tidak muncul, mendadak
muncul
2. Endemic : penyakit yang muncul sepanjang tahun dengan angka kejadian menetap
3. Epidemic : penyakit yang pada suatu waktu mendadak mengalami peningkatan
angka
kejadian yang bermakna (minimal 2 kali dari biasa)
a) KLB : terjadi di wilayah local
b) Wabah : meliputi seluruh negara
4. Pandemic : wabah yang terjadi di seluruh dunia

Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) mengacu pada Keputusan Dirjen PPM & PLP
No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan
KLB. Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa bila terdapat unsur:2

 Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
 Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).

PBL Blok 26 Community Medicine Page 3


 Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan
angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
 Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
 Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan > 2 kali dibandingkan
angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
 CFR suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50 % atau
lebih dibanding CFR periode sebelumnya.
 Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan > 2
kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.
 Beberapa penyakit khusus, seperti kolera dan DHF/DSS: 1) Setiap peningkatan kasus dari
periode sebelumnya (pada daerah endemis); 2) Terdapat satu atau lebih penderita baru
dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari
penyakit yang bersangkutan.
 Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita, seperti keracunan makanan dan
keracunan pestisida.

KLB penyakit masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan
jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar sehingga perlu diantisipasi dan dicegah
penyebarannya dengan tepat dan cepat. Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi secara dini dan
diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi adanya ancaman KLB beserta kondisi
rentan yang memperbesar risiko terjadinya KLB agar dapat dilakukan peningkatan kewaspadaan
dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB, dan oleh karena itu perlu diatur dalam
pedoman Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB).

Penyelidikan Epidemiologi

Epidemiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari distribusi kejadian kesakitan dan
kematian, serta faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi kejadiannya pada kelompok dan
masyarakat.3 Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah rangkaian kegiatan untuk mengetahui suatu
kejadian baik sedang berlangsung maupun yang telah terjadi, sifatnya penelitian, melalui

PBL Blok 26 Community Medicine Page 4


pengumpulan data primer dan sekunder, pengolahan dan analisa data, membuat kesimpulan dan
rekomendasi dalam bentuk laporan. Pengertian istilah-istilah dalam penyelidikan epidemiologi
KLB, antara lain:

1. Infektifitas
Adalah kemampuan unsur penyebab masuk dan berkembang biak, dapat dianggap
dengan menghitung jumlah minimal dari unsur penyebab untuk menimbulkan infeksi
terhadap 50% pejamu spesies sama. Dipengaruhi oleh sifat penyebab, cara penularan,
sumber penularan, serta faktor pejamu seperti umur, sex dll.
2. Patogenesitas
Adalah kemampuan yang dimiliki oleh bibit penyakit untuk membuat orang
menjadi sakit, atau untuk membuat sekelompok penduduk yang terinfeksi menjadi sakit.4
Patogenesitas sangat dipengaruhi oleh infektivitas, sehingga penghitungannya
mengunakan formulasi yang sama dengan infektifitas (patogenesitas = infektifitas).
Dengan tingkatan penyakit berdasarkan gejala dibagi menjadi:
 A = tanpa gejala
 B = penyakit ringan
 C = penyakit sedang
 D = Penyakit Berat
 E = Mati

Maka, infektifitas = patogenesitas dapat dihitung yaitu (B+C+D+E / A+B+C+D+E)


artinya kasus infeksi dibagi dengan jumlah yang terkena infeksi. Pengertian patogenestias
= infektifitas adalah 50% pejamu spesies yang sama. Misalnya, dalam suatu kelompok
penyelidikan (individu-individu dalam suatu kelompok) telah memiliki gejala yang sama
diatas 50 % dari jumlah individu dalam suatu kelompok) maka dapat dipastikan bahwa
kelompok masyarakat dalam suatu penyelidikan epidemiologi sudah dapat diketahui
unsur penyebabnya alias sudah dapat ditetap diagnosa epidemiologi komunitasnya.

PBL Blok 26 Community Medicine Page 5


3. Virulensi
Adalah nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang berat (D+E) terhadap
seluruh penderita dengan gejala klinis yang jelas (B+C+D+E). Virulensi dipengaruhi oleh
dosis, cara masuk/penularan, faktor pejamu.

4. Reservoir
Adalah organisme hidup atau mati (misalnya tanah) dimana penyebab infeksi
biasanya hidup dan berkembang biak. Reservoir dapat berupa manusia, binatang,
tumbuhan serta lingkungan lainnya. Reservoir merupakan pusat penyakit menular, karena
merupakan komponen utama dari lingkaran penularan dan sekaligus sebagai sumber
penularan.
5. Bentuk KLB/Wabah didasarkan pada cara penularan dalam kelompok masyarakat.

Gambar 1. Betuk KLB/Wabah yang didasarkan pada cara penularan dalam kelompok masyarakat
Sumber: http://arali2008.wordpress.com/2017/07/17/pentingnya-penyelidikan-epidemiologi-
klbwabah/

6. Kasus adalah mereka dimana suatu agen infektif telah masuk dan tinggal dalam tubuh
mereka dan telah ada gejala infeksi.
7. Karier adalah mereka yang menyimpan agen infektif di dalam tubuhnya. Menurut jenis
dibagi menjadi: tanpa gejala (misalnya polio, hepatitis), karier dalam penyembuhan
(contoh: diphteriae), dan karier kronik (contoh: tifus).

Terdapat macam-macam penyelidikan epidemiologi, yaitu epidemiologi observasional


(dimana peneliti hanya mengamati dan tidak melakukan intervensi) dan epidemiologi

PBL Blok 26 Community Medicine Page 6


eksperimental (pembuktian bahwa suatu faktor sebagai penyebab terjadinya suatu keluaran
penyakit dengan diuji kebenarannya di laboratorium).4

Epidemiologi observasional dibagi menjadi dua, yaitu untuk menjelaskan masalah


kesehatan digunakan pendekatan epidemiologi deskriptif, sedangkan untuk mencari faktor
penyebab digunakan pendekatan epidemiologi analitik.3

Epidemiologi deskriptif adalah bagian dari ilmu epidemiologi yang mempelajari


distribusi penyakit atau masalah di dalam masyarakat berdasarkan orang (person), tempat
kejadian (place), dan waktu kejadiannya (time).3 Di dalam epidemiologi deskriptif dijelaskan
suatu kejadian berdasarkan karakteristik masyarakat yang terkena (who), daerah-daerah tempat
kejadian (where), kapan, berapa lama, atau bagaimana kecenderungan suatu kejadian ditinjau
dari aspek waktu timbulnya kejadian (when). Epidemiologi analitik berkaitan dengan upaya
epidemiologi untuk menganalisis faktor risiko dan faktor penyebab (determinan) masalah
kesehatan.

Kegiatan penyelidikan epidemiologi dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap Survei pendahuluan:


a) Menegakan diagnosa
b) Memastikan adanya KLB
c) Membuat hipotesa mengenai penyebab, cara penyebaran, dan faktor yang
mempengaruhinya
2. Tahap pengumpulan data:
a) Identifikasi kasus ke dalam variabel epidemiologi (orang, tempat, waktu)
b) Tentukan agen penyebab, cara penyebaran, dan faktor yang mempengaruhinya
c) Menentukan kelompok yang rentan atau beresiko.
3. Tahap pengolahan data:
a) Lakukan pengolahan data menurut variabel epidemiologi, ukuran epidemiologi:
ukuran frekuensi (proporsi, rate, ratio, mean, median, dan modus), ukuran
morbiditas (incidence rate, point prevalence rate, periode prevalence rate), dan
ukuran mortalitas (crude death rate, infant mortality rate, perinatal mortality rate,
neonatal mortality rate, post neonatal mortality rate, angka kematian bayi, cause

PBL Blok 26 Community Medicine Page 7


spesific mortality rate, maternal mortality rate, case fatality rate, proportional
mortality rate), dan nilai statistik (mean, median mode, dan deviasi)
b) Lakukan analisa data kemudian bandingkan nilai-nilai tersebut dengan kejadian
atau nilai-nilai yang sudah ada
c) Buat intepretasi hasil analisa
d) Buat laporan hasil penyelidikan epidemiologi
4. Tentukan tindakan penanggulangan dan pencegahannya:
a) Tindakan penanggulangan, terdiri dari pengobatan penderita dan isolasi kasus
b) Tindakan pencegahan, terdiri dari surveilans yang ketat, perbaikan mutu
lingkungan, proteksi diri, dan perbaikan status kesehatan masyarakat

Penyelidikan epidemiologi berkaitan dengan input, proses, output, dan efek. Input
berkaitan dengan jenis dan sumber data. Data yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi:

1. Data umum, meliputi jumlah penduduk, jumlah kelahiran, kesakitan, kematian, luas
wilayah, mata pencaharian, dan sebagainya. Pada kasus 1, data umum diperoleh dari
monografi Kecamatan Bojong Gede.
2. Data penduduk sasaran yang disesuaikan dengan program yang dibina. Pada kasus
campak, sasaran program imunisasi campak adalah balita. Pada kasus diare, sasaran
program kesehatan lingkungan adalah wilayah Kecamatan Bojong Gede.
3. Data sumber daya berupa sarana, dana, dan tenaga.
4. Data cakupan program adalah jumlah penduduk yang mendapat pelayanan di wilayah
kerja Puskesmas.

Setelah data dikumpulkan, data tersebut diolah dan dianalisa. Hal ini disebut proses. Di
tingkat pelaksana program (misalnya di Puskesmas), pengolahan data hanya dilakukan sampai
dengan analisis data sesuai dengan kegiatan program pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di
tempat tersebut. Untuk program pelayanan kesehatan terpadu, cakupan yang dihitung, antara
lain:5

1. Cakupan KIA dianalisis melalui perhitungan jumlah kunjungan baru ibu hamil, ibu
menyusui, bayi, dan anak balita dibagi dengan jumlah ibu hamil, ibu menyusui, bayi, atau
anak balita sebagai penduduk sasaran.5

PBL Blok 26 Community Medicine Page 8


2. Cakupan gizi berupa hasil bagi antara jumlah balita yang datang dan ditimbang (D)
dengan jumlah semua balita yang ada di wilayah kerja posyandu (S). Selain perhitungan
D/S tersebut, masih ada perhitungan lain yang dapat dipakai untuk menghitung cakupan
gizi. Hasil D/S ini dipakai untuk menilai tingkat partisipasi masyarakat. Rumus
perhitungan: Cakupan Gizi = (Jumlah D : Jumlah S) x 100%.5
3. Cakupan imunisasi adalah hasil pencapaian kegiatan imunisasi (bagian program P2M),
dengan membandingkan jumlah penduduk yang telah diberikan imunisasi DPT1, polio 3,
campak, BCG, dan TT2 dengan jumlah masing-masing penduduk sasaran imunisasi.
Penduduk sasaran untuk imunisasi TT adalah ibu hamil atau wanita usia subur (WUS),
dan penduduk sasaran untuk imunisasi dasar adalah bayi yang berumur 3 – 12 bulan.
Berdasarkan kasus 1, hasil cakupan imunisasi Kecamatan Bojong Gede sebesar 45%
masih rendah apabila dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan dalam buku
stratifikasi Puskesmas 1987, yaitu 80%. Contoh analisis cakupan kegiatan imunisasi
campak yang didasarkan pada buku catatan imunisasi didistribusikan berdasarkan tempat
(bagaimana penyebaran cakupan imunisasi campak di tiap-tiap desa di wilayah kerja
Puskesmas?), waktu (bagaimana penilaian hasil cakupan setiap bulan, triwulan, atau
enam bulan? kapan terjadi penurunan hasil cakupan atau kapan cakupan yang terendah?),
dan orang: (kelompok penduduk yang mana cakupan imunisasinya terendah). Hal ini
dapat dilihat dari latar belakang pekerjaan, pendidikan penduduk (sosial ekonominya) di
suatu wilayah atau yang lainnya. Rumus perhitungan:5
a) Cakupan Imunisasi TT : (Jumlah bumil yang mendapat TT : Jumlah
semua bumil) x 100%
b) Cakupan Imunisasi Dasar : (Jumlah bayi yang diimunisasi : Jumlah semua
bayi) x 100%
c) Cakupan Imunisasi Campak : (Jumlah bayi yang diimunisasi campak : Jumlah
semua bayi) x 100%
4. Cakupan program penanggulangan diare dianalisis dengan menghitung jumlah balita
yang menderita diare atau mencret dan mendapat pengobatan garam oralit dibagi dengan
semua balita yang menderita diare. Jumlah balita yang menderita didapatkan dari laporan
kader, kunjungan balita di posyandu, atau puskesmas. Laporan kejadian diare memang
leboh sukar didapatkan karena tidak semua penderita berobat kepada petugas Puskesmas

PBL Blok 26 Community Medicine Page 9


(provider), sehingga sering dipakai angka perkiraan berdasarkan besarnya angka insiden
diare di suatu wilayah. Sedangkan kasus yang berobat atau yang memperoleh oralit
dicatat dalam laporan mingguan puskesmas atau laporan posyandu. Rumus perhitungan:
Cakupan Diare = (Jumlah balita diare yang diobati / Jumlah semua balita yang diare) x
100%.5

Epidemiologi Diare

Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau
lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya serta berlangsung dalam waktu kurang dari dua minggu.6 Bila diare
berlangsung 2-4 minggu disebut diare persisten, namun jika berlangsung lebih dari 4 minggu
disebut sebagai diare kronik.

Dalam bidang epidemiologi, terdapat tiga model yang dikenal, yaitu segitiga
epidemiologi, jaring-jaring sebab akibat, dan roda. Segitiga epidemiologi merupakan teori dasar
yang terkenal sejak disiplin ilmu epidemiologi mulai digunakan di dunia. Segitiga epidemiologi
yang saling terkait satu sama lain, yaitu:

1. Agent-Host-Environment (AHE)
Segitiga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelaskan
konsep berbagai permasalahan kesehatan, termasuk terjadinya penyakit.

Gambar 2. Model Segitiga Epidemiologi


Sumber: Prasetyawati AE. Ilmu kesehatan masyarakat untuk kebidanan holistik (integrasi
commnity oriented ke family oriented). Yogyakarta : Nuha Medika; 2011. h. 253 – 61.

PBL Blok 26 Community Medicine Page 10


a) Agent
Agens (agent) adalah faktor yang menjadi penyebab suatu penyakit.
Penyebab penyakit dapat mencakup agent biologis, kimia, atau fisik. Dalam
kesehatan masyarakat, penyakit biasanya diklasifikasikan sebagai penyakit akut
atau kronis, atau sebagai penyakit menular (infeksius) atau tidak menular (non-
infeksius). Penyakit menular (infeksius) merupakan penyakit yang agent biologis
atau produknya menjadi penyebab dan yang dapat ditularkan dari satu individu ke
individu lain. Proses penyakit dimulai saat agens siap menetap dan tumbuh atau
bereproduksi dengan tubuh pejamu. Proses penetapan dan pertumbuhan
mikroorganisme atau virus di dalam tubuh pejamu adalah infeksi. Penyakit tidak
menular (non-infeksius) atau kesakitan merupakan penyakit yang tidak dapat
ditularkan dari orang yang terkena pada orang sehat yang rentan. Penetapan
penyebab penyakit tidak menular ini seringkali lebih sulit karena adanya beberapa
atau bahkan banyak faktor yang berkontribusi dalam perkembangan kondisi
kesehatan tidak menular.

Tabel 1. Etiologi diare akut infektif

b) Host
Pejamu (host) adalah manusia yang mudah terkena atau rentan
(susceptible) terinfeksi suatu bibit penyakit yang menyebabkan sakit. Faktor
utama pada host yang mempengaruhi mudah tidaknya ia terkena penyakit adalah
sistem kekebalan atau imunitas dan perilakunya sendiri.2 Sistem kekebalan sendiri

PBL Blok 26 Community Medicine Page 11


sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, status ekonomi, dan ras. Perilaku
atau gaya hidup host (seseorang) juga akan mempengaruhi timbulnya penyakit.
Untuk mengetahui apa yang diderita pasien, seorang dokter perlu melakukan
anamnesis. Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh
dari apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang
menyebabkan pasien mengadakan kunjungan ke dokter.7 Anamnesis bisa
langsung dilakukan kepada pasien (disebut autoanamnesis) atau kepada pihak
pengantar pasien (alloanamnesis). Komponen anamnesis komprehensif akan
menyusun informasi yang diperoleh dari pasien menjadi lebih sistematis. Akan
tetapi ulasan dibawah ini sebaiknya tidak mendikte rangkaian anamnesis yang
akan anda lakukan diklinik, karena biasanya wawancara akan lebih bervariasi dan
anamnesis harus lebih dinamis mengikuti kebutuhan pasien. Komponen
anamnesis komprehensif mencakup:
 Mencantumkan tanggal pengambilan anamnesis
Mencantumkan waktu pengambilan sangat penting dan pertama kali
dilakukan pada saat mencatat hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien,
terutama dalam keadaan darurat atau pada rumah sakit.

 Mengidentifikasi data pribadi pasien


Komponen ini mencakup nama, usia, dan jenis kelamin. Sumber informasi
dapat diperoleh dari pasien sendiri, anggota keluarga atau teman, atasan,
konsultan, atau data rekam medis sebelumnya.
 Tingkat Reliabilitas (dapat dipercaya atau tidak)
Sebaiknya dicatat jika dapat diketahui. Komponen ini penting untuk
menentukan kualitas dari informasi yang diberikan oleh pasien dan
biasanya ditentukan pada akhir anamnesis.
 Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan salah satu dari beberapa keluhan lainnya yang
paling dominan sehingga mengakibatkan pasien melakukan kujungan
klinik. Usahakan untuk mendokumentasikan kata-kata asli yang
dipaparkan oleh pasien.

PBL Blok 26 Community Medicine Page 12


 Anamnesis terpimpin
Anamnesis terpimpin merupakan infomasi yang lengkap, jelas, detail, dan
bersifat kronologik terkait dengan keluhan utama yang dialami pasien.
Komponen ini harus mencakupi onset keluhan, keadaan yang memicu
terjadinya keluhan, manifestasinya, dan pengobatan yang telah dilakukan.
Gejala yang didapatkan harus memiliki karakteristik yang menjelaskan (1)
lokasi; (2) kualitas; (3) kuantitas atau keparahan; (4) waktu yang
mencakup onset, durasi, dan frekuensi; (5) keadaan yang memicu
terjadinya keluhan; (6) faktor lain yang memperberat atau memperingan
gejala; (7) gejala lain yang terkait dengan keluhan utama. Pengobatan
yang telah dikonsumsi sebaiknya didokumentasi, termasuk nama obat,
dosis, cara pemberian, dan frekuensi. Jika ia telah atau pernah berhenti,
tanyakan sejak kapan ia berhenti dan seberapa lama.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit pada masa kecil seperti cacar, rubella, mumps, polio, dll perlu
ditanyakan dalam anamnesis. Termasuk penyakit kronis yang dialami
sejak masa kecil. Selain itu, informasi mengenai riwayat penyakit pada
masa dewasa perlu didapatkan dan mencakup empat hal yaitu sebagai
berikut:
i. Riwayat medis, tanyakan mengenai adanya diabetes, hipertensi,
asma, hepatitis, HIV, dan informasi riwayat opname.
ii. Riwayat operasi, tanyakan mengenai waktu, indikasi, dan jenis
operasi yang dilakukan.
iii. Riwayat ginekologis, tanyakan mengenai riwayat obstetrik, riwayat
menstruasi, keluarga berencana, dan fungsi seksual.
iv. Riwayat Psikiatrik, tanyakan mengenai waktu, diagnosis, riwayat
opname, dan pengobatan yang dijalani.
 Riwayat Penyakit Pada Keluarga
Dalam memperoleh informasi ini, tanyakan mengenai usia, penyebab
kematian, atau penyakit yang dialami oleh keluarga terdekat pasien seperti
orang tua, kakek-nenek, saudara, anak, atau cucu. Tanyakan mengenai

PBL Blok 26 Community Medicine Page 13


keberadaan penyakit atau keadaan yang dicantumkan berikut: hipertensi,
penyakit jantung koroner, dislipidemia, stroke, diabetes, gangguan tiroid
atau ginjal, kanker, arthritis, tuberkulosis, asma atau penyakit paru
lainnya, sakit kepala, kejang, gangguan mental, kecanduan obat-obatan,
dan alergi, serta keluhan utama yang dilaporkan oleh pasien.

Faktor pejamu yang dapat menimbulkan diare akut terdiri atas faktor-
faktor daya tangkis dan lingkungan intern traktus intestinalis, seperti keasaman
lambung, motilitas usus, imunitas, dan juga mencakup lingkungan mikroflora
usus, sekresi mukosa, dan enzim percernaan.6 Kejadian diare akut pada anak laki-
laki hampir sama dengan anak perempuan. Penderita gizi buruk akan mengalami
penurunan produksi antibodi serta terjadinya atropi pada dinding usus yang
menyebabkan berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan
masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh terutama penyakit diare. Pemberian
makanan berupa ASI sampai bayi mencapai usia 4-6 bulan, akan memberikan
kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah
cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari
berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu,
dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindungi
dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan
parasit.
c) Environment
Lingkungan (environment) adalah situasi atau kondisi di luar agens dan pejamu
yang memudahkan terjadinya sakit pada pejamu. Lingkungan dapat dibedakan
menjadi lingkungan biologis, fisik, kimia, dan sosial.3 Seperti pada kasus 4,
lingkungan terjadinya KLB diare adalah di Desa K. Penduduknya menggunakan
air hujan dan sungai sebagai sumber air, yang juga digunakan untuk mandi, cuci
dan kakus, dan sumber air minum. Dalam kasus ini, sungai dikatakan sebagai
lingkungan biologis yang memudahkan terjadinya sakit pada pejamu. Faktor
lingkungan yang berkaitan dengan penyebab terjadinya diare, meliputi sarana air
bersih (SAB), sanitasi jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas

PBL Blok 26 Community Medicine Page 14


bakteriologis air, dan kondisi rumah. Sanitasi yang buruk dituding sebagai
penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih yang dikonsumsi
masyarakat.

2. Person-Place-Time (PPT)
Person (individu) adalah karakteristik dari individu yang mempengaruhi
keterpaparan yang mereka dapatkan, berupa faktor genetik, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, kebiasaan, dan status sosial ekonomi. Place (tempat) berkaitan dengan
karakteristik geografis. Time (waktu) dapat dinyatakan dalam jam, hari, bulan, atau
tahun. Informasi waktu dapat menjadi pedoman tentang kapan kejadian timbul dalam
masyarakat.

3. Frekuensi –Distribusi-Determinan (FDD)


Frekuensi menunjuk pada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada
sekelompok masyarakat. Distribusi menunjuk pada pengelompokan masalah kesehatan
berdasarkan suatu keadaan tertentu. Determinan menunjuk pada faktor penyebab dari
suatu penyakit atau masalah kesehatan, baik yang menjelaskan frekuensi, penyebaran,
ataupun yang menerangkan penyebab munculnya masalah itu sendiri.
Model jaring-jaring sebab akibat ingin menunjukkan apabila terjadi perubahan
dari salah satu faktor akan mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat
bertambah atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini, suatu
penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri tetapi sebagai akibat dari
serangkaian proses ‘sebab akibat’. Dengan demikian, timbulnya penyakit dapat dicegah
atau dihentikan dengan memotong rantai pada berbagai titik.
Seperti halnya model jaring-jaring sebab akibat, model roda memerlukan
identifikasi dari berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak
begitu menekankan pentingnya agens. Di sini dipentingkan hubungan antara manusia
dengan lingkungan hidupnya.

PBL Blok 26 Community Medicine Page 15


Penanggulangan Kejadian Luar Biasa

Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita,


mencegah perluasan kejadian dan timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu kejadian
luar biasa yang sedang terjadi.1 Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem
Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan
penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB.
Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang
mendukung sikap tanggap atau waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan
status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari
penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB.
Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan
rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi.

Gambar 3. Program Penangggulangan KLB


Sumber: Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 949/Menkes/SK/VIII/2004. Pedoman
penyelengaraan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa. July 2017.

Tahapan penanggulangan KLB, yaitu:

1. Isolasi Kasus
Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau memproduksi toksin akan
menyebabkan diare sekretorik dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan, disertai

PBL Blok 26 Community Medicine Page 16


atau tanpa nyeri (kejang perut), dengan feses lembek/cair.6 Umumnya gejala diare
sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan/minum yang terkontaminasi. Diare
sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat
dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut.
Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
menjadi cekung, serta suara menjadi serak. Sedangkan kehilangan karbonas dan asam
karbonas berkurang yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam
(pernafasan Kussmaul). Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat
dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat (>120/menit), tekanan
darah menurun sampai tak terukur. Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang
disebut diare inflamasi dengan gejala mual, muntah, dan demam yang tinggi, disertai
nyeri perut, tenesmus, diare yang disertai lendir dan darah.

2. Mengobati kasus
Pada kasus diare, ada tiga tahapan penatalaksanaan, yaitu:
a) Rehidrasi oral
Penggunaan terapi rehidrasi oral (TRO) telah semakin luas diterima di seluruh
dunia karena merupakan terapi yang cepat, aman, efektif, dan murah untuk diare.
Larutan rehidrasi yang optimal harus dapat mengganti air, natrium, kalium, dan
bikarbonat, dan larutan tersebut juga harus isotonik atau hipotonik. Penambahan
glukosa ke dalam larutan meningkatkan penyerapan natrium dengan
memanfaatkan kotransportasi natrium yang digabungkan dengan glukosa, yang
maksimal apabila konsentrasi glukosa tidak lebih daripada 110 sampai 140
mmol/L. Kontraindikasi pemakaian TRO adalah syok, volume tinja lebih dari 10
mL/kg/jam, ileus, atau intoleransi monosakarida.7,8
b) Pemulihan diet
Setelah rehidrasi yang adekuat tercapai, masalah berikutnya yang perlu diatasi
adalah pemulihan makanan yang normal sesuai usia. Pilihan makanan awal
mungkin mencakup makanan yang mudah diserap, misalnya nasi dan mi gandum

PBL Blok 26 Community Medicine Page 17


serta makanan komplementer, seperti pisang (yang banyak mengandung
kalium).7,8
c) Obat antidiare
Terdapat tiga kategori obat diare, yaitu obat intralumen, antimotilitas, dan
antisekretorik. Obat intralumen yang paling luas digunakan adalah suspensi tanah
liat atau silikat yang berfungsi sebagai adsorben (penyerap). Opiat, termasuk
paregorik serta obat sintetik, seperti kodein, difenoksilat, dan loperamid sering
digunakan sebagai obat antimotilitas untuk pengobatan diare ringan pada orang
dewasa sehingga karena efek sampingnya jangan digunakan pada anak-anak.
Okteotrid sangat efektif dalam menghambat diare sekretorik yang berkaitan
dengan tumor penghasil hormon dan dalam mengurangi volume diare akibat
AIDS.7,8

3. Pencegahan Kasus
Ada tingkat pelaksanaan tindakan pencegahan dalam pengendalian penyakit, yaitu:
a) Pencegahan primer, tujuannya untuk mencegah awitan suatu penyakit selama
masa prapatogenesis. Pencegahan primer meliputi health promotion dan spesific
protection. Health promotion merupakan suatu tindakan preventif yang dilakukan
pada saat masih sehat sehingga tidak menjadi sakit, seperti perilaku sehat (cuci
tangan sebelum makan), olahraga, kebersihan lingkungan, dll). Spesific protection
merupakan tindakan preventif yang dilakukan pada saat masih sehat sehingga
tidak sakit dengan menggunakan suatu alat pelindung khusus, seperti melakukan
vaksinasi terhadap penyakit tertentu.
b) Pencegahan sekunder adalah diagnosis dini dan pengobatan segera penyakit
sebelum penyakit itu berkembang dan disabilitas menjadi parah. Salah satu
tindakan pencegahan sekunder yang paling penting adalah skrinning kesehatan.
Tujuan skrinning ini bukan untuk mencegah terjadinya tetapi lebih untuk
mendeteksi keberadaannya selama masa patogenesis awal, sehingga intervensi
(pengobatan) dini dan pembatasan disabilitas dapat dilakukan.
c) Pencegahan tersier bertujuan untuk melatih kembali, mendidik kembali, dan
merehabilitasi pasien yang mengalami disabilitas permanen. Tindakan

PBL Blok 26 Community Medicine Page 18


pencegahan tersier mencakup tindakan yang diterapkan setelah berlangsungnya
masa patogenesis.

4. Surveilans
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus
menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang
mempengaruhi risiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar
dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan. Tujuan surveilans adalah mengetahui perubahan
epidemiologi kasus, mengidentifikasi populasi risiko tinggi, memprediksi dan mencegah
terjadinya KLB, dan penyelidikan epidemiologi setiap KLB. Surveilans penyakit di
tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat desa, dengan
melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat
desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus. Pemantauan tidak
hanya sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu
penyakit.
Ada dua jenis surveilans, yaitu surveilens sindromik dan surveilens penyakit
menular. Surveilans sindromik merupakan awal dari sistem deteksi dini penyakit
menular. Surveilens sindromik itu penting karena dengan mencatat dan mendata secara
rapi, kemunculan penyakit menular dapat ditemukan sejak awal. Jika deteksi dini dapat
dilakukan, koordinasi dengan ahli pun dapat dilakukan dengan cepat, gangguan akibat
meluasnya wabah antara lain berupa penularan massal serta penularan sekunder dapat
dikendalikan sebelum meluas. Surveilans penyakit menular adalah pengamatan dan
analisis tren kemunculan penyakit menular dengan cara memahami kondisi munculnya
penyakit berdasarkan diagnose, peraturan perundang-undangan terkait pencegahan
penyakit menular dan pengobatan terhadap pasien penyakit menular. Jenis laporan
surveilans penyakit menular dapat berupa: W1 (KLB/Wabah), W2 dan EWARS
(mingguan), STP (bulanan). Strategi surveilans meliputi:

PBL Blok 26 Community Medicine Page 19


a) Surveilans Rutin
Surveilans rutin merupakan pengamatan epidemiologi kasus diare yang telah
dilakukan secara rutin selama ini berdasarkan sumber data rutin yang telah ada
serta sumber data lain yang mungkin dapat dijangkau pengumpulannnya.
b) SKD dan Respon KLB
Pelaksanaan SKD dan Respon KLB campak dilakukan setelah diketahui atau
adanya laporan 1 kasus pada suatu daerah serta pada daerah yang memiliki
populasi rentan lebih 5%.
c) Penyelidikan dan penanggulangan setiap KLB
Setiap KLB harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan secepatnya yang
meliputi pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan dengan antibiotika bila
terjadi komplikasi, pemberian vitamin A dosis tinggi, perbaikan gizi dan
meningkatkan cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi (program
cepat,sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.
d) Pemeriksaan laboratorium pada kondisi tertentu
Contoh: pada tahap reduksi campak dengan pencegahan KLB, pemeriksaan
laboratorium dilakukan terhadap 10 – 15 kasus baru pada setiap KLB. Pada tahap
eliminasi/eradikasi, setiap kasus campak dilakukan pemeriksaan laboratorium.
e) Studi epidemiologi
Melakukan survei cepat, penelitian operasional atau operational research (OR)
sebagai tindak lanjut hasil analisis surveilans untuk melengkapi data/informasi
surveilans yang diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam perbaikan
program (corrective action).

Pelayanan Kesehatan Primer

Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh (comprehensive health


care services) kepada seluruh masyarakat di wilayah kerjanya, Puskesmas menjalankan beberapa
usaha pokok (basic health care services) yang meliputi 12 program sebagai berikut: kesehatan
ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), pemberantasan penyakit menular (P2M),
peningkatan gizi, kesehatan lingkungan (kesling), pengobatan, penyuluhan kesehatan

PBL Blok 26 Community Medicine Page 20


masyarakat, laboratorium, kesehatan sekolah, perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan jiwa,
dan kesehatan gigi.3 Dari ke-12 program pokok Puskesmas, dipilihlah empat program yang
sesuai dengan kasus 4, yaitu:

1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)


Tujuan umum dari KIA adalah menurunkan kematian (mortality) dan kejadian
sakit (morbidity) di kalangan ibu serta meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui
pemantauan status gizi dan pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang
bisa dicegah dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal. Sasaran primernya adalah ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak (sampai dengan
usia 5 tahun), sedangkan sasaran sekunder adalah dukun beranak dan kader kesehatan.
Jumlah sasaran ibu hamil dan anak ditetapkan menggunakan dua cara, yaitu pendataan
langsung dan perkiraan (estimasi).
Kegiatan KIA terdiri dari kegiatan pokok dan kegiatan integratif. Kegiatan
integratif adalah kegiatan program lain (misalnya kegiatan imunisasi merupakan kegiatan
pokok P2M) yang dilaksanakan pada program KIA karena sasran penduduk program
P2M juga menjadi sasaran program KIA. Kegiatan KIA terdiri dari:
a) Memeriksa kesehatan ibu hamil (ANC).
b) Mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita (integrasi program
gizi).
c) Memberikan nasihat tentang makanan, mencegah timbulnya masalah gizi karena
kekurangan protein dan kalori.
d) Memperkenalkan jenis makanan tambahan (vitamin dan garam yodium) →
Integrasi program PKM dan gizi.
e) Memberikan pelayanan KB kepada pasangan usia subur → Integrasi program KB.
f) Merujuk para ibu atau anak-anak yang memerlukan pengobatan→ Integrasi
program pengobatan.
g) Memberikan pertolongan persalinan dan bimbingan selama nifas → Integrasi
dengan program perawatan kesehatan masyarakat.
h) Mengadakan latihan untuk dukun bersalin.

PBL Blok 26 Community Medicine Page 21


2. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
Di berbagai wilayah di Indonesia terdapat perbedaan tingkat dan jenis endemisitas
penyakit menular. Tujuan dari program P2M adalah menemukan kasus penyakit menular
sedini mungkin dan mengurangi berbagai risiko kesehatan masyarakat yang memudahkan
terjadinya penyebaran suatu penyakit menular.3 Sasaran primernya adalah ibu hamil,
balita, dan anak-anak sekolah untuk kegiatan imunisasi, sedangkan sasaran sekunder
adalah lingkungan pemukiman masyarakat.
3. Peningkatan Gizi
Masalah gizi masih cukup rawan di beberapa wilayah di Indonesia, terutama di
wilayah pemukiman kumuh. Tujuan program peningkatan gizi adalah meningkatkan
status gizi masyarakat melalui upaya pemantauan status gizi kelompok-kelompok
masyarakat yang mempunyai risiko tinggi, pemberian makanan tambahan, baik yang
bersifat penyuluhan maupun pemulihan.3 Sasarannya adalah ibu hamil, ibu menyusui,
anak-anak (sampai dengan usia 5 tahun).
4. Kesehatan Lingkungan
a) Menyediakan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan dasar yang dipergunakan sehari-hari untuk minum,
mandi, cuci, dan keperluan lainnya. Air merupakan suatu unsur yang sangat
penting dalam aspek kesehatan masyarakat, dimana air dapat menjadi sumber dan
tempat perindukan dan media kehidupan bibit penyakit. Banyak penyakit terkait
dengan air, baik air kotor dan bahkan juga air yang bersih secara fisik, seperti
diare. kimiawi. Secara fisik, air harus memenuhi syarat berikut: tidak berwarna
(bening/jernih), tidak keruh (bebas dari lumpur, sampah, busa, dll), tidak berasa
(asin, pahit, asam), tidak berbau (amis, anyir, busuk, belerang, dll). Kegiatan yang
dapat dilakukan, antara lain:
 Perlindungan terhadap sumber mata air yang digunakan penduduk,
misalnya dengan kaporitisasi sumur.
 Penyuluhan melalui demonstrasi tentang pembuatan sumur.
 Penyediaan sumur pompa tangan, baik dangkal maupun dalam, sarana air
minum, dan sebagainya.
 Mengadakan penyuluhan kesehatan tentang air minum sehat.

PBL Blok 26 Community Medicine Page 22


b) Memperbaiki sistem pembuangan kotoran manusia
Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat.
Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan, yaitu:
 Tidak mencemari air, artinya:
o Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar
lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum.
Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus
dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.
o Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
o Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air
kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
o Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam
selokan, empang, danau, sungai, dan laut
 Tidak mencemari tanah permukaan, artinya:
o Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun,
pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.
o Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras
kotorannya, atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang
galian.
 Bebas dari serangga
o Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya
dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah
bersarangnya nyamuk demam berdarah.
o Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat
menjadi sarang nyamuk.
o Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang
bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya.
o Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.
o Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
 Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan, artinya:

PBL Blok 26 Community Medicine Page 23


o Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup
setiap selesai digunakan.
o Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa
harus tertutup rapat oleh air.
o Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa
ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran.
o Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin.
Pembersihan harus dilakukan secara periodik.
 Aman digunakan oleh pemakainya, artinya:
o Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding
lubang kotoran dengan pasangan batau atau selongsong anyaman
bambu atau bahan penguat lai yang terdapat di daerah setempat.
 Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya,
artinya:
o Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran.
o Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke
saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran.
o Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran
karena jamban akan cepat penuh.
o Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan
pipa berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan
minimal 2:100.
 Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan, artinya:
o Jamban harus berdinding dan berpintu
o Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya
terhindar dari kehujanan dan kepanasan.

PBL Blok 26 Community Medicine Page 24


Gambar 5. Syarat Jamban Sehat
Sumber: http://promkes-banyuurip.blogspot.com/2017_07_07_archive.html

c) Pembuangan Sampah
Sampah adalah limbah yang bersifat padat, terdiri dari bahan yang bias
membusuk (organik) dan tidak membusuk (anorganik) yang dianggap sudah tidak
berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan
masyarakat. Sampah harus dikelola dengan baik dan benar, karena bila tidak akan
dapat menjadi tempat perindukan vektor bibit penyakit. Untuk pedesaan, pada
umumnya sampah biasanya ditangani dengan beberapa cara, yaitu dibakar,
dibuang ke lubang galian, atau dibuat kompos. Kegiatan pembuangan sampah
dilaksanakan bekerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat. Masyarakat
digerakkan untuk melakukan pembuangan sampah yang baik sehingga sampah
tidak lagi mencemari lingkungan pemukiman mereka.3

PBL Blok 26 Community Medicine Page 25


Namun dengan berkembangnya dunia usaha dan juga ilmu pengetahuan,
kini sampah dapat dikelola dengan lebih menguntungkan, yaitu yang dikenal
dengan istilah pendekatan 3R (reduce, reuse dan recycle). Reduce adalah upaya
pengelolaan sampah dengan cara mungurangi volume sampah itu sendiri. Cara ini
sifatnya lebih mengarah ke pendekatan pencegahan. Contoh: kalo beli sayuran
pilihlah sayuran yang sesedikit mungkin dibuang, kalo ambil makanan jangan
berlebihan, sehingga akan mengurangi makanan yang menjadi sampah. Reuse
adalah suatu cara untuk menggunakan kembali sampah yang ada, untuk keperluan
yang sama atau fungsinya yang sama. Contoh: botol sirop digunakan kembali
untuk botol sirop, atau untuk botol kecap. Tentunya proses ini harus dilakukan
dengan baik, missal dengan dicuci yang benar. Recycle adalah pemanfaatan
limbah melalui pengolahan fisik atau kimia, untuk menghasilkan produk yang
sama atau produk yang lain. Contoh: sampah organik diolah menjadi kompos,
besi bekas diolah kembali menjadi barang-barang seni dari besi, dll.
d) Pengawasan terhadap tempat-tempat umum
Pengawasan biasanya dilakukan di perusahaan-perusahaan penghasil
limbah cair, tempat pengolahan dan penjualan makanan, tempat-temapt umum,
dan sanitasi lingkungan. Kegiatan ini dikoordinasikan secara lintas sektoral
terutama dengan camat.3 Limbah cair rumah tangga dapat berasal dari kamar
mandi, peturasan, cucian barang/bahan dari dapur rumah tangga. Dalam
pengertian ini limbah cair ini tidak termasuk limbah cair yang berasal dari jamban
keluarga. Limbah cair dari kegiatan rumah tangga volumenya relatif sedikit
dibanding dengan luas lahan yang ada di desa tersebut. Namun demikian limbah
cair tersebut tetap harus dikelola, karena kalo dibuang sembarangan akan
membuat lingkungan kotor, berbau, dan mengurangi estetika dan kebersihan
lingkungan. Limbah cair harus dikelola dengan baik dan benar, karena bila tidak
akan dapat menjadi tempat perindukan vektor bibit penyakit penyakit.

PBL Blok 26 Community Medicine Page 26


Promosi Kesehatan

Dalam konteks kesehatan, promosi berarti upaya memperbaiki kesehatan dengan cara
memajukan, mendukung, dan menempatkan kesehatan lebih tinggi dari agenda, baik secara
perorangan maupun secara kelompok. Definisi WHO, berdasarkan piagam Ottawa/Ottawa
Charter (1986) mengenai promosi kesehatan sebagai hasil Konferensi Internasional Promosi
Kesehatan di Ottawa Canada adalah sebagai berikut: Health promotion is the process of enabling
people to control over and improve their health. To reach a state of complete physical, mental,
and social well-being, an individual or group must be able to identify and realize aspiration, to
satisfy needs, and to change or cope with the environment.9 Berdasarkan definisi tersebut, WHO
menekankan bahwa promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan memungkinkan
individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis
filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri.

Promosi kesehatan meliputi dan merangkum pengertian dari pendidikan kesehatan,


penyuluhan kesehatan, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE), dan istilah lainnya. Sasaran
promosi kesehatan terdiri dari sasaran primer, sekunder, dan tersier. Sasaran primer adalah
sasaran yang mempunyai masalah, yang diharapkan mau berperilaku sesuai harapan dan
memperoleh manfaat paling besar dari perilaku tersebut. Dalam kasus 4, sasaran primer adalah
penduduk yang terkena diare dan balita yang terkena campak. Sasaran sekunder adalah individu
atau kelompok yang memiliki pengaruh atau disegani oleh sasaran primer. Sasaran sekunder,
seperti ketua RT, RW, Lurah, dan Camat, diharapkan mampu mendukung pesan-pesan yang
disampaikan kepada sasaran primer. Sasaran tersier adalah para pengambil kebijakan,
penyandang dana, pihak-pihak yang berpengaruh di berbagai tingkatan pemerintahan.9

Kegiatan PKM dilaksanakan secara integratif dengan semua usaha pokok puskesmas
karena semua program memerlukan komponen kegiatan penyuluhan untuk kelompok-kelompok
sasaran program. Di tingkat kabupaten, disediakan tenaga koordinator PKM yang akan
membantu petugas PKM puskesmas mengembangkan usaha pokok kesehatan dalam rangka
peningkatan peran serta masyarakat. Bantuan tenaga PKM dari Dinkes tingkat II biasanya
diberikan apabila di wilayah kerja puskesmas timbul KLB penyakit menular. Karena kegiatan
PKM adalah bagian integral dari semua program pokok puskesmas, semua staf puskesmas harus
mampu melaksanakannya, baik sasarannya individu pasien maupun kelompok-kelompok

PBL Blok 26 Community Medicine Page 27


masyarakat sasaran program. Tetapi kenyataannya di puskesmas masih sulit mengembangkan
kegiatan PKM karena berbagai kendala, kecuali terjadi wabah (KLB). PKM sebaiknya
merupakan kegiatan rutin dilakukan oleh staf, jangan hanya dilaksanakan pada saat timbulnya
KLB penyakit menular. 9

Menurut Notoatmodjo (1993) dan WHO (1992), metode pendidikan kesehatan


diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu:3

1. Metode pendidikan individu


a) Bimbingan dan konseling (guidance and counseling) serta wawancara. Bimbingan
berisi penyampaian informasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan,
pekerjaaan, pribadi, dan masalah sosial yang disajikan dalam bentuk pelajaran.
Konseling memungkinkan peserta didik mengenal dan menerima diri sendiri serta
realistis dalam proses penyelesaian dengan lingkungannya.
b) Wawancara yang sebenarnya bagian dari bimbingan dan konseling.
2. Metode pendidikan kelompok
a) Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicara dalam waktu
yang terbatas di depan sekelompok pendengar biasanya orang dewasa yang
memahami kata-kata yang digunakan pembicara. Namun cara ini sulit diterapkan
pada anak-anak, kurang menarik minat, dan menghalangi respon pendengar.
b) Seminar adalah presentasi dari satu atau beberapa ahli tentang suatu topik yang
dianggap penting dan dianggap hangat di masyarakat. Metode ini hanya cocok
untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas.
c) Diskusi kelompok adalah percakapan terencana di antara tiga orang atau lebih dan
salah satunya sebagai pemimpin diskusi. Ini merupakan pendekatan demokratis
dan tiap anggota dapat mengemukakan pendapat.
d) Curah pendapat adalah semacam pemecahan masalah ketika tiap anggota
mengusulkan dengan cepat semua kemungkinan pemecahan yang dipikirkan.

PBL Blok 26 Community Medicine Page 28


Metode ini cocol digunakan untuk membangkitkan pikiran kreatif, merangsang
partisipasi, dan menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kelompok.
e) Snowball dilakukan dengan membagi secara berpasangan, mendiskusikan
masalah dan mencari kesimpulan. Selanjutnya, setiap dua pasang yang sudah
beranggotakan empat orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya,
demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
f) Buzz group dilakukan dengan membagi kelompok sasaran yang lebih besar
menjadi kelompok kecil, kemudian membahas suatu masalah dan melaporkan
hasilnya kepada kelompok besar.
g) Role play adalah permainan sebuah situasi dalam hidup manusia mengenai kasus
tertentu. Hal ini sulit diterapkan karena banyak yang tidak senang memainkan
peran dan dibutuhkan pemimpin yang terlatih.
h) Simulasi adalah suatu cara peniruan karakteristik atau perilaku sehingga para
peserta dapat bereaksi seperti pada keadaan sebenarnya.
3. Metode pendidikan massa dilakukan dengan ceramah umum yaitu memberikan pidato di
hadapan massa dengan sasaran yang sangat besar.

Kesimpulan

Dalam penyelidikan epidemiologi, setiap kasus penyakit yang dinyatakan sebagai


KLB/wabah dapat diketahui penyebab, tahu cara terjadinya, tahu sumber terjadinya dan tahu
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pada individu sebagai host dari kasus penyakit yang
terjadi. Dengan mengerti dan memahami ini semua maka upaya pencegahan dapat dilakukan,
kasus penyakit tidak akan muncul dengan penyebab yang sama.

PBL Blok 26 Community Medicine Page 29


Daftar Pustaka

1. Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Republik Indonesia No.


949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang pedoman penyelengaraan sistem kewaspadaan dini
kejadian luar biasa.
2. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999
tentang pedoman penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB.
3. Muninjaya AAG. Manajemen kesehatan. Jakarta : EGC; 1999. h. 115 – 38.
4. Prasetyawati AE. Ilmu kesehatan masyarakat untuk kebidanan holistik (integrasi
commnity oriented ke family oriented). Yogyakarta : Nuha Medika; 2011. h. 253 – 61.
5. Soegijanto S. Campak. Dalam : Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita
CB, Ismoedijanto, Soedjamtmiko. Pedoman imunisasi di Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta :
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 171 – 7.
6. Budi Setiawan. Diare akut karena infeksi. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid ke-3. Jakarta :
InternaPublishing; 2009. h. 2836 – 42.
7. Bickley LS. Bates : buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi ke-8.
Jakarta : EGC; 2009. h. 392 – 406.
8. Maulana HDJ. Promosi kesehatan. Jakarta : EGC; 2009. h. 13 – 42.
9. Cohen MB. Evaluasi pada anak dengan diare akut. Dalam : Alper A, et al. Buku ajar
pediatri rudolph. Edisi ke-20. Jakarta : EGC; 2006. h. 1142 – 7.

PBL Blok 26 Community Medicine Page 30

Anda mungkin juga menyukai