BLOK 26 - SKEN 4 (Gabriella)
BLOK 26 - SKEN 4 (Gabriella)
Pendahuluan
Kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular menjadi masalah kesehatan masyarakat
karena dapat menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar, menyerap
anggaran biaya yang besar dalam upaya penanggulangannya, berdampak pada sektor ekonomi,
pariwisata serta berpotensi menyebar luas lintas kabupaten/kota, propinsi bahkan internasional
yang membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya. Diare adalah penyakit yang pada
umumnya memiliki prognosis baik, namun jika tidak ditangani dengan baik dan dideteksi secara
dini, kemungkinan terjadinya KLB semakin besar. Dengan melakukan penyelidikan
epidemiologi, kita dapat mengumpulkan data, mengolah, menganalisis, melaporkan hasil data
cakupan program pelayanan kesehatan.1
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu “diarroi”
yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu
frekuen.1
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates definisi
diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja,
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila tinja
mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut WHO diare adalah berak cair lebih dari tiga
kali dalam 24 jam, dan lebih menitik beratkan pada konsistensi tinja dari pada menghitung
frekuensi berak. Ibu-ibu biasanya sudah tahu kapan anaknya menderita diare, mereka biasanya
mengatakan bahwa berak anaknya encer atau cair. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP,
Di Indonesia penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang utama, dimana insidens diare pada tahun 2000 yaitu sebesar 301 per 1000 penduduk,
secara proporsional 55 % dari kejadian diare terjadi pada golongan balita dengan episode diare
balita sebesar 1,0 – 1,5 kali per tahun.1
Secara operasional diare balita dapat dibagi 2 klasifikasi, yaitu yang pertama diare akut
adalah diare yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih sehari) dan berlangsung kurang dari 14
hari, dan yang kedua yaitu diare bermasalah yang terdiri dari disentri berat, diare persisten, diare
dengan kurang energi protein (KEP) berat dan diare dengan penyakit penyerta.1
Beberapa hasil survei mendapatkan bahwa 76 % kematian diare terjadi pada balita, 15,5
% kematian bayi dan 26,4 % kematian pada balita disebabkan karena penyakit diare murni.
Menurut hasil survei rumah tangga pada tahun 1995 didapatkan bahwa setiap tahun terdapat
112.000 kematian pada semua golongan umur, pada balita terjadi kematian 2,5 per 1000 balita.1
Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2002 mendapatkan prevalensi diare
balita di perkotaan sebesar 3,3 % dan di pedesaan sebesar 3,2 %, dengan angka kematian diare
balita sebesar 23/ 100.000 penduduk pada laki-laki dan 24/100.000 penduduk pada perempuan,
dari data tersebut kita dapat mengukur berapa kerugian yang ditimbulkan apabila pencegahan
diare tidak dilakukan dengan semaksimal mungkin dengan mengantisipasi faktor risiko apa yang
mempengaruhi terjadinya diare pada balita.1
Faktor risiko yang sangat berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita yaitu status
kesehatan lingkungan (penggunaan sarana air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah,
pembuangan air limbah) dan perilaku hidup sehat dalam keluarga. Sedangkan secara klinis
penyebab diare dapat dikelompokkan dalam enam kelompok besar yaitu infeksi (yang meliputi
infeksi bakteri, virus dan parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan (keracunan bahan-bahan kimia,
keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi baik jasad renik, ikan, buah-buahan, sayur-
sayuran, algae dll), imunisasi, defisiensi dan sebab-sebab lain.1
1. Sporadic : penyakit yang dalam kurun waktu 1 tahun tidak muncul, mendadak
muncul
2. Endemic : penyakit yang muncul sepanjang tahun dengan angka kejadian menetap
3. Epidemic : penyakit yang pada suatu waktu mendadak mengalami peningkatan
angka
kejadian yang bermakna (minimal 2 kali dari biasa)
a) KLB : terjadi di wilayah local
b) Wabah : meliputi seluruh negara
4. Pandemic : wabah yang terjadi di seluruh dunia
Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) mengacu pada Keputusan Dirjen PPM & PLP
No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan
KLB. Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa bila terdapat unsur:2
Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
KLB penyakit masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan
jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar sehingga perlu diantisipasi dan dicegah
penyebarannya dengan tepat dan cepat. Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi secara dini dan
diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi adanya ancaman KLB beserta kondisi
rentan yang memperbesar risiko terjadinya KLB agar dapat dilakukan peningkatan kewaspadaan
dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB, dan oleh karena itu perlu diatur dalam
pedoman Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB).
Penyelidikan Epidemiologi
Epidemiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari distribusi kejadian kesakitan dan
kematian, serta faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi kejadiannya pada kelompok dan
masyarakat.3 Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah rangkaian kegiatan untuk mengetahui suatu
kejadian baik sedang berlangsung maupun yang telah terjadi, sifatnya penelitian, melalui
1. Infektifitas
Adalah kemampuan unsur penyebab masuk dan berkembang biak, dapat dianggap
dengan menghitung jumlah minimal dari unsur penyebab untuk menimbulkan infeksi
terhadap 50% pejamu spesies sama. Dipengaruhi oleh sifat penyebab, cara penularan,
sumber penularan, serta faktor pejamu seperti umur, sex dll.
2. Patogenesitas
Adalah kemampuan yang dimiliki oleh bibit penyakit untuk membuat orang
menjadi sakit, atau untuk membuat sekelompok penduduk yang terinfeksi menjadi sakit.4
Patogenesitas sangat dipengaruhi oleh infektivitas, sehingga penghitungannya
mengunakan formulasi yang sama dengan infektifitas (patogenesitas = infektifitas).
Dengan tingkatan penyakit berdasarkan gejala dibagi menjadi:
A = tanpa gejala
B = penyakit ringan
C = penyakit sedang
D = Penyakit Berat
E = Mati
4. Reservoir
Adalah organisme hidup atau mati (misalnya tanah) dimana penyebab infeksi
biasanya hidup dan berkembang biak. Reservoir dapat berupa manusia, binatang,
tumbuhan serta lingkungan lainnya. Reservoir merupakan pusat penyakit menular, karena
merupakan komponen utama dari lingkaran penularan dan sekaligus sebagai sumber
penularan.
5. Bentuk KLB/Wabah didasarkan pada cara penularan dalam kelompok masyarakat.
Gambar 1. Betuk KLB/Wabah yang didasarkan pada cara penularan dalam kelompok masyarakat
Sumber: http://arali2008.wordpress.com/2017/07/17/pentingnya-penyelidikan-epidemiologi-
klbwabah/
6. Kasus adalah mereka dimana suatu agen infektif telah masuk dan tinggal dalam tubuh
mereka dan telah ada gejala infeksi.
7. Karier adalah mereka yang menyimpan agen infektif di dalam tubuhnya. Menurut jenis
dibagi menjadi: tanpa gejala (misalnya polio, hepatitis), karier dalam penyembuhan
(contoh: diphteriae), dan karier kronik (contoh: tifus).
Penyelidikan epidemiologi berkaitan dengan input, proses, output, dan efek. Input
berkaitan dengan jenis dan sumber data. Data yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Data umum, meliputi jumlah penduduk, jumlah kelahiran, kesakitan, kematian, luas
wilayah, mata pencaharian, dan sebagainya. Pada kasus 1, data umum diperoleh dari
monografi Kecamatan Bojong Gede.
2. Data penduduk sasaran yang disesuaikan dengan program yang dibina. Pada kasus
campak, sasaran program imunisasi campak adalah balita. Pada kasus diare, sasaran
program kesehatan lingkungan adalah wilayah Kecamatan Bojong Gede.
3. Data sumber daya berupa sarana, dana, dan tenaga.
4. Data cakupan program adalah jumlah penduduk yang mendapat pelayanan di wilayah
kerja Puskesmas.
Setelah data dikumpulkan, data tersebut diolah dan dianalisa. Hal ini disebut proses. Di
tingkat pelaksana program (misalnya di Puskesmas), pengolahan data hanya dilakukan sampai
dengan analisis data sesuai dengan kegiatan program pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di
tempat tersebut. Untuk program pelayanan kesehatan terpadu, cakupan yang dihitung, antara
lain:5
1. Cakupan KIA dianalisis melalui perhitungan jumlah kunjungan baru ibu hamil, ibu
menyusui, bayi, dan anak balita dibagi dengan jumlah ibu hamil, ibu menyusui, bayi, atau
anak balita sebagai penduduk sasaran.5
Epidemiologi Diare
Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau
lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya serta berlangsung dalam waktu kurang dari dua minggu.6 Bila diare
berlangsung 2-4 minggu disebut diare persisten, namun jika berlangsung lebih dari 4 minggu
disebut sebagai diare kronik.
Dalam bidang epidemiologi, terdapat tiga model yang dikenal, yaitu segitiga
epidemiologi, jaring-jaring sebab akibat, dan roda. Segitiga epidemiologi merupakan teori dasar
yang terkenal sejak disiplin ilmu epidemiologi mulai digunakan di dunia. Segitiga epidemiologi
yang saling terkait satu sama lain, yaitu:
1. Agent-Host-Environment (AHE)
Segitiga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelaskan
konsep berbagai permasalahan kesehatan, termasuk terjadinya penyakit.
b) Host
Pejamu (host) adalah manusia yang mudah terkena atau rentan
(susceptible) terinfeksi suatu bibit penyakit yang menyebabkan sakit. Faktor
utama pada host yang mempengaruhi mudah tidaknya ia terkena penyakit adalah
sistem kekebalan atau imunitas dan perilakunya sendiri.2 Sistem kekebalan sendiri
Faktor pejamu yang dapat menimbulkan diare akut terdiri atas faktor-
faktor daya tangkis dan lingkungan intern traktus intestinalis, seperti keasaman
lambung, motilitas usus, imunitas, dan juga mencakup lingkungan mikroflora
usus, sekresi mukosa, dan enzim percernaan.6 Kejadian diare akut pada anak laki-
laki hampir sama dengan anak perempuan. Penderita gizi buruk akan mengalami
penurunan produksi antibodi serta terjadinya atropi pada dinding usus yang
menyebabkan berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan
masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh terutama penyakit diare. Pemberian
makanan berupa ASI sampai bayi mencapai usia 4-6 bulan, akan memberikan
kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah
cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari
berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu,
dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindungi
dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan
parasit.
c) Environment
Lingkungan (environment) adalah situasi atau kondisi di luar agens dan pejamu
yang memudahkan terjadinya sakit pada pejamu. Lingkungan dapat dibedakan
menjadi lingkungan biologis, fisik, kimia, dan sosial.3 Seperti pada kasus 4,
lingkungan terjadinya KLB diare adalah di Desa K. Penduduknya menggunakan
air hujan dan sungai sebagai sumber air, yang juga digunakan untuk mandi, cuci
dan kakus, dan sumber air minum. Dalam kasus ini, sungai dikatakan sebagai
lingkungan biologis yang memudahkan terjadinya sakit pada pejamu. Faktor
lingkungan yang berkaitan dengan penyebab terjadinya diare, meliputi sarana air
bersih (SAB), sanitasi jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas
2. Person-Place-Time (PPT)
Person (individu) adalah karakteristik dari individu yang mempengaruhi
keterpaparan yang mereka dapatkan, berupa faktor genetik, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, kebiasaan, dan status sosial ekonomi. Place (tempat) berkaitan dengan
karakteristik geografis. Time (waktu) dapat dinyatakan dalam jam, hari, bulan, atau
tahun. Informasi waktu dapat menjadi pedoman tentang kapan kejadian timbul dalam
masyarakat.
1. Isolasi Kasus
Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau memproduksi toksin akan
menyebabkan diare sekretorik dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan, disertai
2. Mengobati kasus
Pada kasus diare, ada tiga tahapan penatalaksanaan, yaitu:
a) Rehidrasi oral
Penggunaan terapi rehidrasi oral (TRO) telah semakin luas diterima di seluruh
dunia karena merupakan terapi yang cepat, aman, efektif, dan murah untuk diare.
Larutan rehidrasi yang optimal harus dapat mengganti air, natrium, kalium, dan
bikarbonat, dan larutan tersebut juga harus isotonik atau hipotonik. Penambahan
glukosa ke dalam larutan meningkatkan penyerapan natrium dengan
memanfaatkan kotransportasi natrium yang digabungkan dengan glukosa, yang
maksimal apabila konsentrasi glukosa tidak lebih daripada 110 sampai 140
mmol/L. Kontraindikasi pemakaian TRO adalah syok, volume tinja lebih dari 10
mL/kg/jam, ileus, atau intoleransi monosakarida.7,8
b) Pemulihan diet
Setelah rehidrasi yang adekuat tercapai, masalah berikutnya yang perlu diatasi
adalah pemulihan makanan yang normal sesuai usia. Pilihan makanan awal
mungkin mencakup makanan yang mudah diserap, misalnya nasi dan mi gandum
3. Pencegahan Kasus
Ada tingkat pelaksanaan tindakan pencegahan dalam pengendalian penyakit, yaitu:
a) Pencegahan primer, tujuannya untuk mencegah awitan suatu penyakit selama
masa prapatogenesis. Pencegahan primer meliputi health promotion dan spesific
protection. Health promotion merupakan suatu tindakan preventif yang dilakukan
pada saat masih sehat sehingga tidak menjadi sakit, seperti perilaku sehat (cuci
tangan sebelum makan), olahraga, kebersihan lingkungan, dll). Spesific protection
merupakan tindakan preventif yang dilakukan pada saat masih sehat sehingga
tidak sakit dengan menggunakan suatu alat pelindung khusus, seperti melakukan
vaksinasi terhadap penyakit tertentu.
b) Pencegahan sekunder adalah diagnosis dini dan pengobatan segera penyakit
sebelum penyakit itu berkembang dan disabilitas menjadi parah. Salah satu
tindakan pencegahan sekunder yang paling penting adalah skrinning kesehatan.
Tujuan skrinning ini bukan untuk mencegah terjadinya tetapi lebih untuk
mendeteksi keberadaannya selama masa patogenesis awal, sehingga intervensi
(pengobatan) dini dan pembatasan disabilitas dapat dilakukan.
c) Pencegahan tersier bertujuan untuk melatih kembali, mendidik kembali, dan
merehabilitasi pasien yang mengalami disabilitas permanen. Tindakan
4. Surveilans
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus
menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang
mempengaruhi risiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar
dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan. Tujuan surveilans adalah mengetahui perubahan
epidemiologi kasus, mengidentifikasi populasi risiko tinggi, memprediksi dan mencegah
terjadinya KLB, dan penyelidikan epidemiologi setiap KLB. Surveilans penyakit di
tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat desa, dengan
melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat
desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus. Pemantauan tidak
hanya sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu
penyakit.
Ada dua jenis surveilans, yaitu surveilens sindromik dan surveilens penyakit
menular. Surveilans sindromik merupakan awal dari sistem deteksi dini penyakit
menular. Surveilens sindromik itu penting karena dengan mencatat dan mendata secara
rapi, kemunculan penyakit menular dapat ditemukan sejak awal. Jika deteksi dini dapat
dilakukan, koordinasi dengan ahli pun dapat dilakukan dengan cepat, gangguan akibat
meluasnya wabah antara lain berupa penularan massal serta penularan sekunder dapat
dikendalikan sebelum meluas. Surveilans penyakit menular adalah pengamatan dan
analisis tren kemunculan penyakit menular dengan cara memahami kondisi munculnya
penyakit berdasarkan diagnose, peraturan perundang-undangan terkait pencegahan
penyakit menular dan pengobatan terhadap pasien penyakit menular. Jenis laporan
surveilans penyakit menular dapat berupa: W1 (KLB/Wabah), W2 dan EWARS
(mingguan), STP (bulanan). Strategi surveilans meliputi:
c) Pembuangan Sampah
Sampah adalah limbah yang bersifat padat, terdiri dari bahan yang bias
membusuk (organik) dan tidak membusuk (anorganik) yang dianggap sudah tidak
berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan
masyarakat. Sampah harus dikelola dengan baik dan benar, karena bila tidak akan
dapat menjadi tempat perindukan vektor bibit penyakit. Untuk pedesaan, pada
umumnya sampah biasanya ditangani dengan beberapa cara, yaitu dibakar,
dibuang ke lubang galian, atau dibuat kompos. Kegiatan pembuangan sampah
dilaksanakan bekerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat. Masyarakat
digerakkan untuk melakukan pembuangan sampah yang baik sehingga sampah
tidak lagi mencemari lingkungan pemukiman mereka.3
Dalam konteks kesehatan, promosi berarti upaya memperbaiki kesehatan dengan cara
memajukan, mendukung, dan menempatkan kesehatan lebih tinggi dari agenda, baik secara
perorangan maupun secara kelompok. Definisi WHO, berdasarkan piagam Ottawa/Ottawa
Charter (1986) mengenai promosi kesehatan sebagai hasil Konferensi Internasional Promosi
Kesehatan di Ottawa Canada adalah sebagai berikut: Health promotion is the process of enabling
people to control over and improve their health. To reach a state of complete physical, mental,
and social well-being, an individual or group must be able to identify and realize aspiration, to
satisfy needs, and to change or cope with the environment.9 Berdasarkan definisi tersebut, WHO
menekankan bahwa promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan memungkinkan
individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis
filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri.
Kegiatan PKM dilaksanakan secara integratif dengan semua usaha pokok puskesmas
karena semua program memerlukan komponen kegiatan penyuluhan untuk kelompok-kelompok
sasaran program. Di tingkat kabupaten, disediakan tenaga koordinator PKM yang akan
membantu petugas PKM puskesmas mengembangkan usaha pokok kesehatan dalam rangka
peningkatan peran serta masyarakat. Bantuan tenaga PKM dari Dinkes tingkat II biasanya
diberikan apabila di wilayah kerja puskesmas timbul KLB penyakit menular. Karena kegiatan
PKM adalah bagian integral dari semua program pokok puskesmas, semua staf puskesmas harus
mampu melaksanakannya, baik sasarannya individu pasien maupun kelompok-kelompok
Kesimpulan