Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KEGIATAN

DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

BAB II

TINJAUAN PUASTAKA

10. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas

perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan

seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan indra

pengelihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai

intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi

dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni:

a. Tahu

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah

ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa buah

tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat

membuang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan

nyamuk Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahuai atau

mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-

pertanyaan misalnya: apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa

penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan PSN

(pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 6
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

b. Memahami

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,

tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam

berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M (mengubur, menutup,

dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus

menutup, menguras, dan sebagainya, tempat-tempat penampungan air

tersebut.

c. Aplikasi

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya sesorang yang telah

paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat

perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja atau di mana saja,

orang yang telah paham metodologi penelitian, ia akan mudah membuat

proposal penelitian di mana saja, dan seterusnya.

d. Analisis

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen

yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi

bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis

adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau

memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap

pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 7
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

nyamuk Aedes Agepty dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram

(flow chart) siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya.

e. Sintesis

Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau

meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi

yang telah ada. Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan kata-

kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau

didengar, dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah

dibaca.

f. Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini

dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya

seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita

malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga

berencana bagi keluarga, dan sebagainya.

Pengetahuan tentang kesehatan dapat diukur berdasarkan jenis

penelitiannya, kuantitatif atau kualitatif:

1. Penelitian kuantitatif:

Penelitian kuantitatif pada umum akan mencari jawab atas fenomena,

yang menyangkut berapa banyak, berapa sering, berapa lama, dan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 8
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

sebagainya. Metode yang digunakan untuk melakukan penelitian

kuantitatif :

a) Wawancara tertutup atau wawancara terbuka, dengan

menggunakan instrument (alat pengukur/pengumpul data)

kuesioner. Wawancara tertutup adalah suatu wawancara dimana

jawaban responden atas pertanyaan yang diajukan telah tersedia

dalam opsi jawaban, responden tinggal memilih jawaban mana

yang mereka anggap paling bener atau paling tepat. Sedangkan

wawancara terbuka, dimana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

bersifat terbuka, sedangkan responden boleh menjawab apa saja

sesuai dengan pendapat atau pengetahuan responden sendiri.

b) Angket tertutup atau terbuka. Seperti halnya wawancara, angket

juga dalam bentuk tertutup dan terbuka. Instrumen atau alat

ukurnya seperti wawancara, hanya jawaban responden disampaikan

lewat tulisan. Metoda pengukuran melalui angket ini sering disebut

“selfadministered” atau metode mengisi sendiri.

2. Penelitian Kualitatif

Pada umumnya penelitian kualitatif bertujuan untuk menjawab

bagaimana suatu fenomena itu terjadi, atau mengapa terjadi. Misalnya

penelitian kesehatan tentang demam berdarah di suatu komunitas

tertentu. Penelitian kuantitatif mencari jawaban seberapa besar kasus

demam berdarah tersebut, dan berapa sering demam berdarah ini

menyerang penduduk di komunitas ini. Sedangkan penelitian kualitatif

akan mencari jawaban mengapa masyarakat tidak mau melakukan 3M,

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 9
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

dan seterusnya. Metode-metode pengukuran pengetahuan dalam metode

penelitian kualitatif ini antara lain:

1. Wawancara mendalam:

Mengukur variable pengetahuan dengan menggunakan metode

wawancara mendalam, adalah peneliti mengajukan suatu pertanyaan

sebagai pembuka, yang akhirnya memancing jawaban yang sebanyak-

banyaknya dari responden. Jawaban responden akan diikuti

pertanyaan yang lain, terus menerus, sehingga diperoleh informasi

atau jawaban responden sebanyak-banyaknya dan sejelas-jelasnya.

2. Diskusi Kelompok Terfokus (DKT):

Diskusi kelompok terfokus dalam ,menggali informasi dari beberapa

orang responden sekaligus dalam kelompok. Peneliti mengajukan

pertanyaan-pertanyaan, yang akan memperoleh jawaban yang

berbeda-beda dari semua responden dalam kelompok tersebut. Jumlah

kelompok dalam diskusi kelompok terfokus tidak terlalu banyak,

tetapi juga tidak terlalu sedikit, anatara 6-10 orang.

11. Sikap

1. Pengertian

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan

sebagainya). Campbell seperti yang dikutip dari notoadmodjo

mendefinisikan sangat sederhana, yakni: “An individual’s attitude is

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 10
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

syndrome of responseconsistency with regard to object”. Jadi jelas disini

dikatakan bahwa sikap itusuatu sindrom atau kumpulan gejala dalam

merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran,

perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa

sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum

merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan

predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup.

2. Komponen Pokok Sikap

Menurut Allport seperti yang dikutip dari Notoadmodjo sikap itu

terdiri dari 3 komponen pokok, yakni:

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya

bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap

objek. Sikap orang terhadap penyakit Diabetes melitus misalnya, berarti

bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit

Diabetes melitus.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya

bagaimana penilaian penilaian (terkandung di dalamnya faktor

emosi)orang tersebut terhadap objek. Seperti contoh butir a berarti

bagaimana orang menilai terhadap penyakit Diabetes melitus, apakah

penyakit yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah

merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 11
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

Sikap adalah merupakan ancang-ancang untuk bertindak atau

berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya tentang contoh sikap terhadap

penyakit. Diabetes melitus di atas, adalah apa yang dilakukan seseorang

bila ia menderita penyakit Diabetes melitus.

Ketiga komponen tersebut di atas secara bersama-sama membentuk

sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini,

pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Contoh: seorang ibu mendengar (tahu) penyakit Demam berdarah

(penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya, dan sebagainya).

Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berfikir dan berusaha supaya

keluarganya, terutama anaknya tidak kena penyakit demam berdarah. Dalam

berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut ikut bekerja sehingga ibu

tersebut berniat (kecenderungan bertindak untuk melakukan 3M agar

anaknya tidak terserang demam berdarah. Ibu ini mempunyai sikap tertentu

(berniat melakukan 3M) terhadap objek tertentu yakni penyakit demam

berdarah.

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat

berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut.

a. Menerima

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus

yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap periksa hamil

(ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran ibu untuk

mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care di lingkungannya.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 12
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

b. Menanggapi

Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan

terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya seorang ibu

yang mengikuti penyuluhan ante natal tersebut ditanya atau diminta

menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau menanggapinya.

c. Menghargai

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang

postif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan

orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan

orang lain merespons. Contoh butir a tersebut, ibu itu mendiskusikan ante

natal care dengan suaminya, atau bahkan mengajak tetangganya untuk

mendengarkan penyuluhan ante natal care.

d. Bertanggung jawab

Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab terhadap

apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap

tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko

bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain. Contoh

tersebut, ibu yang sudah mau mengikuti penyuluhan ante natal care, ia

harus berani untuk mengorbankan waktunya, atau mungkin kehilangan

penghasilannya, atau diomelin oleh mertuanya karena meninggalkan

rumah, dan sebagainya.

3. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap

seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan

sesuatu mengenai objek sikap yang diungkap. Pernyataan sikap mungkin

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 13
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap, yaitu

kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap. Pernyataan

ini disebut dengan pernyataan yang favorable. Sebaliknya penyataan sikap

mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sifat yang bersifat tidak

mendukung maupun kontra terhadap objek sikap. Pernyataan seperti ini

disebut dengan pernyataan unfavorable. Suatu skala sikap dapat mungkin

diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorable dan unfavorable dalam

jumlah yang seimbang.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak

langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana

pendapat/pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung

dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian

dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner.

12. Diabetes Melitus

1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh

berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap

insulin.

Selain itu Diabetes Melitus juga merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada

diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau

kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 14
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah

merumuskan bahwa Diabetes Melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat

dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara

umumdapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan

kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin

absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.

2. Etiologi dan Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus disebabkan oleh kekurangan insulin yang bersifat

absolut atau relatif, dan diantara beberapa akibatnya menyebabkan

peningkatan konsentrasi glukosa plasma. Penyakit ini dapat diklasifikasikan

menjadi beberapa tipe, tergantung dari penyebab dan perjalanan

penyakitnya.

a. Diabetes Melitus Tipe I

Pada Diabetes Melitus tipe I (Diabetes Melitus yang tergantung

insulin/insulin dependent diabetes melitus/IDDM), sebelumnya disebut

diabetes juvenilis, terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien

membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi

pada sel beta pankreas karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan

tertentu dipicu oleh infeksi virus. Pulau pankreas diinfiltrasi oleh limfosit

T dan dapat ditemukan autoantibodi terhadap jaringan pulau (antibodi sel

pulau/ICA) dan insulin (autoantibodi insulin/IAA). ICA pada beberapa

kasus dapat dideteksi selama bertahun-tahun sebelum onset penyakit.

Setelah kematian sel beta, ICA akan menghilang kembali. Sekitar 80%

pasien membentuk antibodi terhadap glutamat dekarboksilase yang

diekspresikan di sel beta. Diabetes melitus tipe I terjadi lebih sering pada

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 15
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini

berarti terdapat disposisi genetik.

b. Diabetes Melitus Tipe II

Diabetes Melitus tipe II (Diabetes Melitus yang tidak tergantung

insulin/Non Insulin Dependent Diabetes Melitus/NIDDM), sebelumnya

disebut Diabetes dengan onset dewasa, hingga saat ini merupakan

Diabetes yang paling sering terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga

berperan penting. Namun, terdapat defisiensi insulin relatif, pasien tidak

mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat

normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitivitas

yang berkurang terhadap insulin.

Sebagian besar pasien Diabetes Melitus tipe II memiliki berat badan

berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang

terlalu banyak, dan aktivitas fisik yang terlalu sedikit.

Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan

konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan

menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya,

terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatkan pelepasan

insulin. Akibat regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin

semakin meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang penting, namun

bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II. Penyebab yang lebih

penting adalah adanya disposisi genetik yang menurunkan sensitivitas

insulin. Seringkali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal.

Beberapa gen telah diidentifikasi sebagai gen yang meningkatkan

terjadinya obesitas dan Diabetes Melitus tipe II. Diantara beberapa

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 16
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

faktor, kelainan genetik pada protein yang memisahkan rangkaian di

mitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika terdapat disposisi

genetik yang kuat, Diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda (onset

maturitas diabetes pada usia muda/MODY).

Penurunan sensitivitas insulin terutama mempengaruhi efek insulin

pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada metabolisme

lemak dan protein tetap dipertahankan dengan baik. Jadi, Diabetes tipe II

cenderung menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan

metabolisme lemak.

c. Diabetes Melitus Tipe Lain

Diabetes jenis ini dahulu kerap disebut Diabetes sekunder. Etiologi

Diabetes jenis ini, meliputi:

a) Penyakit pada pankreas yang merusak sel β, seperti hemokromatosis,

pankreatitis, fibrosis kistik,

b) Sindrom hormonal yang mengganggu sekresi dan/atau menghambat

kerja insulin, seperti akromegali, feokromositoma dan sindrom

cushing,

c) Obat-obat yang mengganggu sekresi insulin (fenitoin/dilantin) atau

menghambat kerja insulin (estrogen dan glukokortikoid),

d) Kondisi tertentu yang jarang terjadi seperti kelainan pada reseptor

insulin, dan

e) Sindrom genetik.

f) Diabetes Melitus pada Kehamilan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 17
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

Diabetes Melitus pada Kehamilan atau disebut juga dengan Diabetes

Gestasional didefinisikan sebagai setiap intoleransi glukosa yang

timbul atau terdeteksi pada kehamilan pertama, tanpa memandang

derajat intoleransi serta tidak memperhatikan apakah gejala ini lenyap

atau menetap selepas melahirkan. Diabetes jenis ini biasanya muncul

pada kehamilan trimester kedua atau ketiga. Kategori ini mencakup

Diabetes Melitus yang terdiagnosis ketika hamil (sebelumnya tidak

diketahui). Wanita yang sebelumnya diketahui telah mengidap

Diabetes Melitus, kemudian hamil, tidak termasuk ke dalam kategori

ini.

3. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Patofisiologi pada Diabetes Mellitus khususnya Tipe 2 disebabkan

karena dua hal yaitu (1). Penurunan respons jaringan perifer terhadap

insulin, peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin, dan (2).

Kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respons

terhadap beban glukosa. Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan

reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri (self regulation)

dengan menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. Hal ini

membawa dampak pada penurunan respons reseptornya dan lebih lanjut

mengakibatkan terjadinya resistensi insulin.

Di lain pihak, kondisi hiperinsulinemia juga dapat mengakibatkan

desentisisasi reseptor insulin pada tahap postreseptor, penurunan aktivasi

kinase reseptor, translokasi glucose transporter dan aktivasi glycogen

synthase. Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin.

Padaresistensi insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 18
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

penggunaan glukosa sehingga mengakibatkan peningkatan kadar glukosa

darah (hiperglikemik). Pada tahan ini sel β pankreas mengalami adaptasi diri

sehingga responsnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang sensitif, dan

pada akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin.

4. Gejala dan Tanda Diabetes Melitus

Adanya penyakit Diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan

dantidakdisadariolehpenderita.Beberapa

keluhandangejalayangperlumendapat perhatian ialah :

A. Keluhan Klasik :

a) Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah

Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus

menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan

penurunan prestasi di sekolah dan lapangan olahraga juga mencolok.

Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam

sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga.

Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari

cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita

kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

b) Banyak kencing (poliuria/peningkatan pengeluaran urin)

Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan

peningkatan pengeluaran urin. Pengeluaran urin yang sering dan

dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama

pada waktu malam hari.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 19
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

c) Banyak minum (polidipsia/peningkatan rasa haus)

Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan

yang keluar melalui urin. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan.

Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja

yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum

banyak.

d) Banyak makan (polifagia/peningkatan rasa lapar)

Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolismekan

menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan,

penderita selalu merasa lapar.

B. Keluhan Lain :

a) Gangguan saraf tepi/kesemutan : penderita mengeluh rasa sakit

atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga

mengganggu tidur, hal ini diakibatkan terjadinya neuropati. Pada

penderita Diabetes Melitus regenerasi sel persarafan mengalami

gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari

unsur protein.Akibatnya banyak sel persarafan terutama perifer

mengalami kerusakan.

b) Gangguan penglihatan : Pada fase awal penyakit Diabetes sering

dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk

mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat

dengan baik. Gangguan penglihatan ini biasanya disebabkan

karena katarak ataupun gangguan refraksi akibat perubahan pada

lensa oleh hiperglikemia.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 20
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

c) Gatal/bisul : Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah

kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah

payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang

lama sembuhnya.

d) Gangguan ereksi : Penderita DM mengalami penurunan produksi

hormon seksual akibat kerusakan testosteron dan sistem yang

berperan.

e) Keputihan : Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan

yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-

satunya gejala yang dirasakan.

Manifestasi klinis Diabetes Melitus dikaitkan dengan konsekuensi

metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak

dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau

toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat

dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria.

Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan

pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena

glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori

negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar

(polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien

mengeluh lelah dan mengantuk.

5. Faktor Resiko Diabetes Melitus

Menurut PERKENI, yang termasuk dalam faktor resiko Diabetes Melitus

yaitu:

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 21
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

a. Faktor resiko yang tidak bisa di modifikasi:

1) Ras dan etnik

2) Riwayat keluarga dengan diabetes

3) Umur.

Resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat dengan sering

dengan meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan Diabetes

Melitus.

4) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram , atau

riwayat pernah menderita Diabetes Melitus gestasional.

5) Riwayat lahir dengan BB rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir

dengan BB rendah mempunyai resiko yang lebih tinggi dibanding

dengan bayi lahir dengan BB normal.

b. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi:

1) Berat badan lebih (IMT>23kg/m2

2) Kurangnya aktivitas fisik

3) Hipertensi (>140/90 mmHg)

4) Dislipidemia (HDL<35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL)

5) Merokok

Merokok telah lama diketahui memperburuk prognosis pasien

diabetes.Merokok merupakan faktor risiko utama untuk komplikasi

makrovaskular dan mikrovaskular. Radikal bebas dalam rokok akan

memicu penurunan fungsi endotel. Akibat penurunan fungsi tersebut,

sel-sel inflamasi, trombosit dan LDL akan mudah melekat ke dinding

pembuluh darah. Apabila paparan radikal bebas terjadi secara terus

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 22
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

menerus akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah dan

gangguan sirkulasi.

Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi Diabetes

MelitusTipe 2 antara lain:

a. Kelainan genetik

Diabetes dapat menurun dari riwayat keluarga yang beresiko terkena

Diabetes, karena gen yangmengakibatkan tubuh tidak dapat

menghasilkan insulin dengan baik.

b. Usia

Umumnya penderita Diabetes Melitus tipe 2 mengalami perubahan

fungsi yang drastis, Diabetes Melitus tipe 2 sering muncul pada usia 45

tahun ke atas dan yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya

tidak peka terhadap insulin.

c. Gaya hidup stress

Stress kronis cenderung membuat seseorang memakan makanan yang

manis-manis dan menyebabkan meningkatnya kadar lemak serotonin

otak. Serotonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk

meredakan stress. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagi mereka yang

beresiko terkena penyakit Diabetes Melitus tipe 2.

d. Pola makan yang salah

Pola penderita Diabetes Melitus tipe 2 terjadi obesitas (gemuk

berlebihan) yang dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi

insulin). Obesitas bukan karena makanan yang manis atau kayak lemak,

tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga

candangan gula darah yang disimpan dalam tubuh sangat berlebihan.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 23
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

Sekitar 80% pasien Diabetes Melitus tipe 2 adalah mereka yang

tergolong gemuk.

6. Diagnosis Diabetes Mellitus

PERKENI membagi alur diagnosis Diabetes Melitus menjadi dua

bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas Diabetes Melitus. Gejala

khas Diabetes Melitus terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat

badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas

Diabetes Melitus diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh,

gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita).

Apabila ditemukan gejala khas Diabetes Melitus, pemeriksaan glukosa

darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis,

namun apabila tidak ditemukan gejala khas Diabetes Melitus, maka

diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis

Diabetes Melitus dapat ditegakkan melalui cara pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus

1 Gejala klasik Diabetes Melitus + glukosa plasma sewaktu > 200

mg/dL (11,1 mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada

suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

2 Atau

Gejala klasik Diabetes Melitus + glukosa plasma puasa >126 mg/dL

(7,0 mmol/L)

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 24
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8

jam

3 Glukosa plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dL 911,1 mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban

glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang

dilarutkan ke dalam air

Cara pelaksanaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) (WHO 1994):

a. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari

(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani

seperti biasa

b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan

c. Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa

d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-

anak), dilarutkan dalam air 250mL dan diminum dalam waktu 5 menit

e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan

2 jam setelah minum larutan glukosa selesai

f. Diperiksa glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa

g. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan

tidak merokok

7. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 25
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

Diabetes Melitus tipe II jika tidak dikelola dengan baik akan

mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit menahun seperti penyakit

serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah

tungkai, penyulit pada mata, ginjal, dan syaraf. Tujuan penatalaksanaan

Diabetes Melitus tipe II jangka pendek yaitu menghilangkan keluhan dan

gejala, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai glukosa darah yang

terkendali. Sedangkan, pengelolaan jangka panjang bertujuan untuk

mencegah dan menghambat timbulnya penyakit komplikasi diabetes.

Tujuan akhir pengelolaan Diabetes Melitus tipe II yaitu untuk menurunkan

morbiditas dan mortalitas Diabetes Melitus. Terdapat empat pilar utama

dalam pengelolaan Diabetes Melitus tipe II ini, yaitu edukasi, perencanaan

makan (diet), latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.

a. Edukasi

Diabetes Melitus tipe II umumnya terjadi karena pola gaya hidup

dan perilaku. Pemberdayaan penyandang Diabetes memerlukan

partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat serta tim kesehatan

juga harus mendampingi pasien. Hal tersebut dilakukan bertujuan

untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku. Oleh karena itu

dibutuhkan edukasi yang komperhensif dan upaya peningkatan

motivasi bagi penyandang Diabetes Melitus.

b. Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama

dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang

seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-

masing individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 26
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah

kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat

yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.

1) Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:

a) Karbohidrat

 Karbohidrat yang dianjurkan sebesar45-65% total

asupan energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.

 Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.

 Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga

penyandang diabetes dapat makan sama dengan makanan

keluarga yang lain.

 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

 Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti

glukosa, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian

(Accepted Daily Intake/ADI).

 Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat

diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan

lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

b) Lemak

 Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan

kalori, dan tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan

energi.

 Komposisi yang dianjurkan:

- Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.

- Lemak tidak jenuh ganda < 10 %.


KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 27
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

- Selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak

mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain

daging berlemak dan susu fullcream.

 Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200mg/hari.

c) Protein

 Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energy.

 Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi,

daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah

lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.

 Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan

asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari

kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai

biologik tinggi. Kecuali pada penderita DM yang sudah

menjalani hemodialisis asupan protein menjadi 1-1,2 g/kg

BB perhari.

d) Natrium

 Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama

dengan orang sehat yaitu <2300 mg perhari.

 Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu

dilakukan pengurangan natrium secara individual.

 Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin,

soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan

natrium nitrit.

e) Serat
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 28
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

 Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari

kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber

karbohidrat yang tinggi serat.

 Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang

berasal dari berbagai sumber bahan makanan.

f) Pemanis Alternatif

 Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak

melebihi batas aman (Accepted Daily Intake/ADI).

 Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis

berkalori dan pemanis tak berkalori.

 Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan

kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti

glukosaalkohol dan fruktosa.

 Glukosa alkohol antara lain isomalt,lactitol, maltitol,

mannitol, sorbitol dan xylitol.

 Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang

DM karena dapat meningkatkan kadar LDL, namun tidak

ada alasan menghindari makananseperti buah dan sayuran

yang mengandung fruktosa alami.

 Pemanistakberkaloritermasuk:aspartam, sakarin,

acesulfame potassium, sukralose, neotame.

2) Kebutuhan Kalori
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 29
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang

dibutuhkan penyandang DM, antara lain dengan

memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30

kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau

dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin,

umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara

perhitungan berat badan ideal adalah sebagai berikut :

a) Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus

Broca yang dimodifikasi:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg

 Bagi pria dengan tinggi badan di bawah160 cm dan wanita

di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :

Berat Badan Ideal (BBI) = (TB dalam cm – 100) x 1kg

BB normal : BB ideal ± 10 %

Kurus: kurang dari BBI - 10 %

Gemuk: lebih dari BBI + 10 %

b) Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh

(IMT) :

Indeks Massa Tubuh ( IMT) merupakan rumus matematis

yang dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi

dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Penggunaan

rumus ini hanya dapat diterapkan pada seseorang berusia 19

hingga 70 tahun, berstruktur tulang belakang normal,bukan

atlet atau binaragawan, atau bukan ibu hamil atau menyusui.

IMT = BB(kg)/TB(m2)
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 30
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

Klasifikasi IMT

 BB Kurang <18,5

 BB Normal 18,5-22,9

 BB Lebih ≥23,0

Dengan resiko 23,0 – 24,9

Obes 1 : 25,0 – 29,9

Obes 2 : > 30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:

a) Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori basal perhari untukperempuan sebesar 25

kal/kgBB sedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.

b) Umur

 Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi

5% untuk setiap dekade antara 40 dan 59 tahun.

 Pasien usia diantara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.

 Pasien usia diatas usia 70 tahun, dikurangi 20%.

c) Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

 Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas

aktivitas fisik.

 Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan

pada keadaan istirahat.

 Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas

ringan: pegawai kantor, guru, ibu rumah tangga.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 31
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

 Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang:

pegawai industri ringan, mahasiswa, militer yang sedang

tidak perang.

 Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani,

buruh, atlet, militer dalam keadaan latihan.

 Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat:

tukang becak, tukang gali.

d) Stress Metabolik

 Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress

metabolik (sepsis, operasi, trauma).

e) Berat Badan

 PenyandangDM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi

sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan.

 Penyandang DM kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar

20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan

BB.

 Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal

perhari untuk wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk

pria.

Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang

terhitung dan komposisi tersebut di atas, dibagi dalam 3 porsi besar

untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi

makanan ringan (10-15%) di antaranya. Tetapi pada kelompok

tertentu perubahan jadwal, jumlah dan jenis makanan dilakukan sesuai

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 32
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

dengan kebiasaan. Untuk penyandang DM yang mengidap penyakit

lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyerta.

c. Latihan Jasmani

Untuk mengontrol kadar glukosa darah, penderita Diabetes Melitus

sebaiknya menghindari bermalas-malasan (kurang gerak) dengan cara

melakukan latihan jasmani dan aktivitas secara teratur. Latihan

jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30

menit.

d. Intervensi Farmakologis

Jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan

makan (diet) dan latihan jasmani, maka intervensi farmakologis

ditambahkan dapat berupa : (a) Obat hiperglikemik oral (OHO), (b)

Insulin, (c) Penghambat Glukoneogenesis dan (d) Penghambat

Glukosidase (Acarbose).

e. Kontrol Rutin

Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan Diabetes Melitus tipe

2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis,

pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang

dapat dilakukan adalah:

a) Pemeriksaan kadar glukosa darah

Tujuan pemeriksaan glukosa darah adalah untuk mengetahui

apakah sasaran terapi telah tercapai dan untuk melakukan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 33
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi. Guna

mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar

glukosa darah puasa, glukosa 2 jam post prandial, atau glukosa

darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan

kebutuhan.

b) Pemeriksaan HbA1C

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai

glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi, merupakan cara

yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu

sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil

pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan HbA1C dianjurkan

untuk dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun.

c) Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM)

Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah dapat

dipakai darah kapiler. Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur

kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana

dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah

memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kaliberasi

dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai

dengan standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan

dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara

konvensional. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan

insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM

bervariasi, tergantung pada tujuan pemeriksaan yang pada

umumnya terkait dengan terapi yang diberikan. Waktu yang

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 34
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan

(menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur

(untuk menilai resiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur

(untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa

gejala), atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemicspells.

d) Pemeriksaan glukosa urin

Pengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak

langsung. Hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat atau

tidak mau memeriksakan kadar glukosa darah. Batas ekskresi

glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat bervariasi pada

beberapa pasien, bahkan pada pasien yang sama dalam jangka

waktu lama. Hasil pemeriksaan sangat bergantung pada fungsi

ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan

terapi.

8. Komplikasi

Komplikasi-komplikasi pada Diabetes dapat dibagi menjadi dua,

yaitu:

A. Komplikasi yang bersifat akut

a. Koma hipoglikemia. Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian

obat-obat diabetik yang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga

terjadi penurunan glukosa dalam darah. Glukosa yang ada sebagian

besar difasilitasi untuk masuk kedalam sel.

b. Ketoasidosis. Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan

sel mencari sumber alternatif untuk dapat memperoleh energy sel.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 35
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

Kalau tidak ada glukosa maka benda-benda keton yang dipakai sel.

Kondisi ini akan mengakibatkan penumpukan residu

pembongkaran benda- benda keton yang berlebihan yang dapat

mengakibatkan asidosis.

c. Koma hiperosmolar nonketotik. Koma ini terjadi karena penurunan

komposisi cairan intrasel dan ekstrasel karena banyak dieksresi

lewat urin.

B. Komplikasi yang bersifat kronik

a. Makroangiopati yang melibatkan pembuluh darah besar, pembuluh

darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

Perubahan pada pembuluh darah besar dapat mengalami

atherosclerosis sering terjadi pada NIDDM. Komplikasi

makroangiopati adalah penyakit vaskuler otak, penyakit arteri

koronaria, dan penyakit vaskuler perifer.

b. Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati

diabetik, nefropati diabetik. Perubahan-perubahan mikrovaskuler

yang ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran diantara

jaringan dan pembuluh darah sekitar.

c. Neuropati diabetika. Akumulasi orbital didalam jaringan dan

perubahan metabolik mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik

saraf menurun, kehilangan sensori mengakibatkan penurunan

persepsi nyeri.

d. Rentan infeksi seperti Tuberculosis paru, gingivitis dan infeksi

saluran kemih.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 36
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

e. Kaki diabetik. Perubahan mikroangiopati, makroangiopati dan

neuropati menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah.

Komplikasinya dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi,

ganggren, penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf sensorik

dapat menunjang terjadi trauma atau tidak terkontrolnya infeksi

yang mengakibatkan gangren.

9. Lanjut Usia

Seseorang dikatakan lanjut usia (Lansia) apabila usianya 60 tahun ke

atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dan suatu

proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk

beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai

oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap

kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya

kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual.

Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah

memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Proses penuaan adalah

siklus kehidupan yang ditandai dengan menurunnya berbagai fungsi organ

tubuh dan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit

yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler

dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya.

Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi

perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.

Perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduran kesehatan

fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 37
LAPORAN KEGIATAN
DINAS KESEHATAN PROVNSI SUMATERA UTARA

sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily

living.

Pengelompokan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu

berbeda. Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun.

b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun.

c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun.

d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun.

Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2013)

pengelompokkan lansia terdiri dari :

a. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45 – 59 tahun.

b. Lansia ialah seseorang yang berusia ≥ 60-69 tahun.

c. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia ≥ 70 tahun.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
04 DESEMBER 2018 – 20 DESEMBER 2018 38

Anda mungkin juga menyukai