Abstrak
Pada daerah penelitian merupakan prospek emas dengan tipe sulfida rendah yang terletak di
daerah Kalirejo, Kokap, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pegunungan Kulon Progo
merupakan kelanjutan dari Pegunungan Serayu Selatan (Suyanto dan Roskamil, 1975). Keberadaan
prospek emas disebabkan keberadaan gunung api purba yang mengendapkan mineral logam dan
berasosiasi dengan mineral sulfida dalam urat kuarsa. Berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat
litologi batuan berupa intrusi andesit yang telah mengalami alterasi tipe propilitik dan argilik pada
formasi Kebo Butak. Urat kuarsa telah mengalami alterasi dan mineralisasi sehingga terisi dengan
mineral bijih pirit (FeS2), kalkopirit (CuFeS2), galena (PbS), perak, dan emas (Suyono, 2004).
Struktur geologi yang mengontrol adanya alterasi dan mineralisasi memiliki arah umum barat daya
– timur laut.
Terdapat analisis petrografi, X-RD, kimia mineral dan inklusi fluida. Mineralisasi yang
berkembang umumnya berupa urat dan stock work silika-kuarsa yang diikuti pembentukan mineral
ubahan lempung argilik disekitarnya, dengan intensitas lemah-sedang. Urat silika-kuarsa
mempunyai ketebalan 10-30 cm, dengan kadar Au berkisar 50-2.608 ppb. Hasil analisis XRD dan
petrografi dijumpai adanya asosiasi mineral kuarsa, pirit, barit, muskovit dan serisit. Hasil
pengamatan dengan metoda inklusi fluida pada urat kuarsa menunjukan fasa tunggal dan ganda,
umumnya mengalami necking dengan kandungan NaCl: 2,5 - 3,9 % berat, suhu homogenisasi antara
157oC hingga 225oC. Sehingga dapat mengidentifikasikan alterasi dan mineralisasi di daerah daerah
Kalirejo, Kokap, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kata kunci : Alterasi, mineralisasi, emas
Abstract
The research area is the prospect of low sulfide type gold located in the Kalirejo area, Kokap,
Kulon Progo, Special Region of Yogyakarta. Kulon Progo Mountains are a continuation of the
Southern Serayu Mountains (Suyanto and Roskamil, 1975). The existence of the gold prospect is due
to the existence of ancient volcanoes which deposited metal minerals and associated with sulfide
minerals in quartz veins. Based on observations in the field there is rock lithology in the form of
andesite intrusion which has undergone a propylitic and argillic type alteration in the Kebo Butak
formation. Quartz veins have undergone alteration and mineralization so that they are filled with
pyrite ore (FeS2), chalcopyrite (CuFeS2), galena (PbS), silver, and gold (Suyono, 2004). The
geological structure that controls alteration and mineralization has a general direction southwest -
northeast.
There are petrographic analyzes, X-RD, mineral chemistry and fluid inclusions. The
mineralization that develops is generally in the form of veins and stock work of silica-quartz which
is followed by the formation of minerals around the surrounding argillic clay, with a moderate-
moderate intensity. Silica-quartz veins have a thickness of 10-30 cm, with Au content ranging from
50-2,608 ppb. XRD and petrographic analysis results were found to be associated with quartz,
pyrite, barite, muscovite and sericite minerals. The results of observations with fluid inclusion
methods on quartz veins showed single and multiple phases, generally experiencing necking with a
NaCl content: 2.5 - 3.9% by weight, homogenizing temperature between 157oC to 225oC. So that it
can identify alteration and mineralization in the Kalirejo area, Kokap, Kulon Progo, Special Region
of Yogyakarta.
Keywords : Alteration, mineralization, gold
1
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Indonesia terdapat 3 penunjaman lempeng tektonik (Lempeng Eurasia,
Lempeng Hindia-Australia, dan Lempeng Pasifik). Penunjaman tersebut
mengakibatkan suhu dan tekanan yang tinggi yang mengakibatkan sebagian dari
batuan tersebut mengalami pelelehan / partial melting menjadi magma, kemudian
keluar melalui bidang-bidang lemah berupa rekahan-rekahan (struktur geologi).
Apabila magma tersebut keluar ke permukaan, akan menjadi gunungapi. Namun
jika tidak mencapai permukaan bumi akan menjadi batuan beku intrusi yang dalam
keadaan tertentu akan menghasilkan mineral-mineral logam, misalnya Au, Ag, Cu,
Zn, dan Pb, yang biasanya hadir bersamaan dengan batuan beku intrusi intermediet-
asam.
Eksplorasi terhadap bahan galian emas merupakan salah satu komoditas yang
cukup menguntungkan karena memiliki harga jual yang tinggi. Pada daerah
penelitian yang dilakukan di daerah Sangon, Kulon Progo, Daerah Istimewa
Yogyakarta sudah terdapat adanya penambangan rakyat dengan prospek emas
disebabkan keberadaan gunung api purba yang mengendapkan mineral logam dan
berasosiasi dengan mineral sulfida dalam urat kuarsa.
Morfologi Pegunungan Serayu Selatan Bagian Timur dikontrol oleh struktur
antiklin yang memanjang ke arah timur membentuk antiklinorium Karangsambung
dan morfologi kubah mulai dari Purworejo menerus hingga lembah Sungai Progo
yang dikenal sebagai Pegunungan Kulon Progo (Asikin dkk., 1992). Indikasi
keberadaan aktivitas vulkanisme di Kulon Progo dapat diamati dari citra satelit
maupun peta topografi. Aktivitas vulkanisme tersebut menghasilkan batuan
vulkanik di Kulon Progo yang berkembang pada jalur busur magmatik Sunda –
Banda selama Oligosen – Miosen (Soeria Atmaja dkk., 1994).
Keberadaan beberapa gunung api purba menyerupai gumuk serta intrusi
Gunung Agung berpengaruh terhadap proses alterasi-mineralisasi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kemungkinan terbentuknya alterasi dan mineralisasi
yang berkembang di sekitar tubuh intrusi Gunung Agung sebagai indikasi
terjadinya proses hidrotermal serta suhu dan posisi mineralisasinya. Berdasarkan
2
geologi daerah penelitian terdapat struktur geologi yang mengontrol adanya alterasi
dan mineralisasi memiliki arah umum barat daya – timur laut.
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Geologi Daerah Penelitian
Menurut van Bemmelen (1949), Pegunungan Kulon Progo diinterpretasikan
sebagai kubah besar dengan bagian puncak datar dan lereng curam. Inti dari kubah
ini terdiri dari tiga gunungapi andesit tua yang bekas dapur magmanya sekarang
tersingkap. Gunung Gajah yang terletak di bagian tengah dome, merupakan
2 gunungapi tertua yang menghasilkan andesit hiperstein augit basaltik. Gunung Ijo
yang menghasilkan andesit piroksen basaltik. Gunung Menoreh merupakan
gunungapi termuda yang menghasilkan andesit augit hornblende. Selain itu
Pegunungan Kulon Progo merupakan kelanjutan dari Pegunungan Serayu Selatan
(Suyanto dan Roskamil, 1975).
Daerah penelitian terletak di daerah Sangon dan Plampang, Kecamatan Kokap,
Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Di daerah
penelitian terdapat banyak lokasi tambang rakyat aktif yang telah mengendapkan
mineral logam.
3
Gambar 1. Peta Fisiografi Tektonik Jawa Tengah Selatan (Suyanto dan Roskamil, 1975)
Hasil analisis menunjukkan bahwa stratigrafi daerah penelitian termasuk ke
dalam Formasi Kebo Butak dengan litologi batuan berupa intrusi andesit yang telah
mengalami alterasi tipe propilitik dan argilik. Daerah penelitian memiliki 2 satuan
geomorfologi yang dibagi berdasarkan mofometri dan morfogenesanya yaitu satuan
perbukitan vulkanik dan satuan perbukitan structural. Urat kuarsa telah mengalami
alterasi dan mineralisasi sehingga terisi dengan mineral bijih pirit (FeS2), kalkopirit
(CuFeS2), galena (PbS), perak, dan emas (Suyono, 2004). Struktur geologi yang
mengontrol adanya alterasi dan mineralisasi memiliki arah umum barat daya –
timur laut. Sistem bukaan urat berupa en echelon tension veins.
Gambar 2. Batuan pada Zona Mineralisasi di Daerah Penelitian dengan Mineral Penyerta
Emas Seperti Enargit (En), Pirit (Pyr), Kalkopirit (Cal), dan Galena (Gal) (Priyadi,
dkk.,2017)
Daerah penelitian dibagi menjadi 3 jenis alterasi berdasarkan himpunan
mineral dominannya yaitu zona alteras lilit-smektit-illit/smektit-karbonat-kuarsa-
serisit, zona alterasi klorit-smektit-smektit/klorit-karonat ± kuarsa, dan zona
alterasi kuarsa-muskovit-serisit±pirit-karbonat. Pola arah urat yang berkembang
4
di daerah penelitian dibagi menjadi 2 yaitu arah barat laut-tenggara dan arah timur
laut-barat daya. Pembagian struktur urat dibagi menjadi beberapa yaitu stockwork,
vein swarm, massive vein dan brecciated. Pada daerah penelitian memiliki beberapa
jenis tekstur urat seperti bladded, comb, cockade dan normal banded. Jenis mineral
bijih yang berkembang berupa emas, elektum, pirit, kalkopirit, arsenopirit, spalerit,
dan hematit.
Alterasi yang terbentuk pada daerah Plampang dan Sangon, Kokap, Kulon
Progo adalah batuan beku lava yang terubah menjadi propilitik dan filik (Harjanto,
2008). Selan itu terdapat alterasi potasik pada bagian samping sepanjang urat
termineralisasi dengan himpunan mineral alterasi yang ditemukan antara lain k-
feldspar, klorit, kuarsa, dan kalsit. Pada daerah penelitian didapatkan tiga altersi
utama yaitu argilik dan propilitik serta pada bagaian utara dan timur daerah
penelitian terdapat lava andesit yang relatif tidak terubah (Priyadi, dkk.,2017)
.
Gambar 3. Peta Zona Ubahan Hidrotermal Daerah Plampang, Sangon, Kokap, Kulon
Progo
5
4. Hasil dan Diskusi
4.1. Geologi Daerah Penelitian
Pegunungan Kulon Progo me-rupakan bagian dari Kompleks Pegunungan
Serayu Selatan yang terletak diujung bagian Timur (Van Bemmelen, 1949).
Kompleks Pegunungan Serayu Selatan secara umum berarah Barat – Timur,
sedangkan Pegunungan Kulon Progo berarah hamper Selatan–Utara atau
Baratdaya–Timurlaut yang berlainan dengan arah umum kompleks tersebut.
Pegunungan Kulon Progo merupakan suatu kubah atau dome berbentuk empat
persegi panjang (Van Bemmelen, 1949). Sumbu panjang kubah (± 32 Km) berarah
Selatan Baratdaya–Utara Timurlaut, sedangkan Sumbu pendek (± 20 Km) berarah
Barat Baratlaut–Timur Tenggara. Bagian atas kubah merupakan suatu pedataran
tinggi (859 m, dpl) yang terkenal dengan nama plato Jonggrangan.
Secara fisiografis Pegunungan Kulon Progo termasuk ke dalam dome atau
bagian tengah zona depresi yang berada di bagian timur zona Pegunungan Serayu
Selatan dengan arah yang agak berbeda mengarah Baratdaya-Timurlaut dari arah
umum Barat-Timur. Bentuk wilayah ini akibat proses periode tektonik yang
berbeda dengan melibatkan formasi-formasi batuan yang berlainan, dan tektonik
aktif yang terlihat dari pola deformasinya (Budiadi, 2008).
Menurut Rahardjo dkk (1977), endapan paling tua adalah Formasi Nanggulan
yang berumur Eosen – Oligosen dan tersusun oleh napal, batu pasir, batu lempung
sisipan lignit. Di atasnya diendapkan secara tidak selaras Formasi Kebo-Butak yang
disebut juga Formasi Andesit Tua. Formasi ini tersusun oleh breksi andesit, tufa,
lapilli, aglomerat, lava dan intrusi andesit berumur Oligo-Miosen. Pada Miosen
Akhir hingga Pliosen secara tidak selaras di atasnya diendapkan batugamping
Formasi Jonggrangan yang menjemari dengan Formasi Sentolo. Endapan paling
muda berumur Kuarter, dengan susunan bagian bawah berupa endapan vulkanik
Merapi muda, sedangkan di bagian atasnya secara tidak selaras diendapkan aluvium
dan koluvium (Gambar 4). Sedangkan tatanan stratigrafi berdasarkan penelitian
terdahulu ditunjukkan pada Gambar 5.
Sutanto (2000) melakukan penelitian batuan vulkanik Pegunungan Kulon Progo
dengan pendekatan geokronologi dan geokimia. Hasil penanggalan radiometrik K-
Ar menunjukkan bahwa proses vulkanisme di daerah ini aktif pada Kala Oligosen
6
Akhir sampai Miosen Tengah (29–22 Ma), dengan komposisi produk batuannya
yang bervariasi dari basalt, andesit dan dasit, tetapi sebagian besar berkomposisi
andesit.
Pembentukan gunungapi yang sudah diawali sejak Oligosen Akhir merupakan
respon atas penunjaman kerak Samudera Hindia. Akmaluddin (2005 dalam Didit,
2006) melakukan penanggalan radiometrik K-Ar di Pegunungan Menoreh
(Pegunungan Kulon Progo bagian utara) dan menghasilkan umur 12.434 ±0.749
Ma (daerah Gunung Gandul) dan 17 ± 2 Ma (daerah lereng Selatan Pegunungan
Menoreh). Sedangkan intrusi Dasit Curug tersingkap memanjang di sekitar
Sekuning, Curug, Karangtalun dan Sijagu yang mengintrusi tubuh intrusi Andesit
Gunung Agung.
Gambar 4. Peta Geologi dan lokasi pengamatan di Kubah Kulonprogo, digambar ulang
berdasarkan peta geologi lembar Yogyakarta (Raharjo dkk, 1977)
7
Harjanto A (2008) berumur 8,10 - 1,19 juta tahun yang lalu (Miosen Akhir -
Kuarter).
8
membentuk zona alterasi sekitar 50 cm, terpotong oleh veinlet kuarsa dan
berasosiasi dengan zona ubahan mineral lempung. Mineralisasi pada batuan
samping berasosiasi dengan mineral sulfida (pirit) yang menyebar tidak merata dan
mineral klorit dalam jumlah kecil.
a. b.
Gambar 6. a). Zona alterasi silisifikasi berasosiasi dengan barit berstruktur lattice
dengan veinlet kuarsa berarah N 1000E/65,
b). Lempung pada zona alterasi
Pola kekar yang berkembang di lokasi pengamatan umumnya berupa kekar gerus
berarah utama N 285 0E/85, N 240 0E/69, N 85 0E/65, N 40 0E/76 . Sedangkan
urat kuarsa umumnya berarah N 230 0E pada urat ini dimanfaatkan sebagai lubang
kerja sekaligus lubang produksi penambangan emas rakyat. (Gambar 8-a dan 8-b).
9
a. b.
Gambar 7. Lubang bekas penambangan emas rakyat (4-a) serta urat kuarsa (4-b).
a. b.
10
a. b.
Gambar 9. Vuggy silika setebal 40 cm (a) dan alterasi argilik disekitarnya (b).
a b
Gambar 10. a). Zona urat kuarsa berarah N 220 0E/80 dengan intensitas alterasi kuat,
serta Zona oksida besi mengisi rekahan b). Struktur crustiform-colloform dan sulfida
yang berkembang pada silica
11
Sedangkan urat silika-kuarsa pada lokasi LP-9 berwarna putih susu, dengan
tebal 10-15 cm, berarah N 350 oE/85, memanjang 2 meter ke arah vertikal
berasosiasi dengan zona alterasi silisifikasi dengan intensitas lemah-sedang,
manganis setempat, oksida besi pada bagian permukaan. Di dalam sayatan tipis
(Gambar 8-b) berwarna putih, nikol bersilang berwarna abu-abu, terpotong oleh
alur-alur agregat kalsedonik kriptokristalin yang membentuk pola memanjang 1-2
mm, gelapan bergelombang (60 %), disekitarnya dijumai serisit berwarna abu-abu
gelap, subhedral, berukuran 0.1 mm – 0.2 mm, tidak merata (40%).
a. b.
Gambar 11. a). Plagioklas pada andesit lokasi LP-10 yang terubah menjadi serisit,
b). Urat kuarsa pada lokasi LP-9 yang tersusun oleh agregat kalsedon serta serisit.
12
Gambar 12. Pola XRD lempung pada zona alterasi lokasi LP-7 (a) dan LP-10 (b)
13
milky dengan beberapa bagian bening. Pada kristal kuarsa dan barit sering dijumpai
detritus mineral berukuran halus.
Inklusi fluida hanya dijumpai pada kristal barit, umumnya bertipe fasa tunggal
kaya air (tidak mengandung gelembung udara), berbentuk hedral – subhedral
memanjang, sebagian necking, tersebar secara acak tidak terorientasi (Gambar 13).
Pada inklusi fluida fase ganda mineral barit dilakukan pengukuran
mikrotermometri, dimana hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Hasil analisis kimia batuan di daerah penelitian
Gambar 13. Foto mikroskop barit lokasi LP- 7, inklusi fasa ganda (lingkaran merah),
inklusi fasa tunggal kaya air (lingkaran kuning).
14
Tabel 2. Hasil Pengukuran mikrotermometri inklusi fase ganda pada Barit
5. Penutup
5.1. Kesimpulan
Melalui penelitian dengan menggunakan di Kalirejo, Kokap, Kulon Progo,
Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melakukan indentifikasi struktur pengontrol
alteraasi dan mineralisasi maka mendapatkan beberapa kesimpulan seperti :
Pada daerah penelitian terdapat batuan induk berupa batuan beku yang berasal
dari aktivitas vulkanik Gunung Merapi dengan litologi batu andesit dengan urat
kuarsa yang mengandung pirit, kalkopirit, dan lainnya yang mengisi struktur
geologi pada batuan induk tersebut.
Berdasarkan stratigrafi daerah penelitian termasuk kedalam Formasi Kebo Butak
yang berupa lava andesit dan breksi yang berumur Oligosen Akhir sampai
Miosen Tengah (Harjanto, 2008).
Alterasi yang berkembang di sekitar Gunung Agung adalah silisifikasi dan
argilik dengan tingkat ubahan lemah. Mineralisasi emas berkadar rendah (50 –
2608 ppb), dengan asosiasi mineral barit dan sulfide. Diperkirakan terbentuk
dalam dua pada suhu 40 – 2500C dan 2800C – 3400 C, bertipe mineralisasi
sulfida rendah.
Alterasi lemah diindikasikan oleh munculnya mineral sulfida serta ubahan
mineral lain dalam jumlah sedikit (<25%).
Sedangkan alterasi menengah diindikasikan oleh munculnya zona alterasi
silisifikasi hingga argilik yang diikuti oleh mineralisasi logam mulia, logam
dasar dan sulfida, dengan volume mineral sekunder berkisar 25-75 %. Zona
alterasi dengan intensitas menengah muncul pada lokasi LP 7, 8, 9, 10 di sekitar
15
Plampang, Kokap serta lokasi LP 24 dan 25 di Desa Sumorejo, Bagelen.
5.2. Saran
Dalam melakukan penelitian di lapangan sebelumnya terlebih dahulu telah
menyiapkan kemampuan dalam memahami kondisi lapangan sebenarnya dengan
mempelajari mengenai studi literatur dan penelitian terdahulu. Supaya dapat
mengetahui dan mencermati fenomena-fenomena di lapangan lebih cermat dan
detail. Selain itu mempersipakan alat-alat pengukuran yang dibutuhkan di lapangan
sehingga penelitian menjadi lebih cepat dan mudah.
Daftar Pustaka
Guilbert dan Park, 1986. The Geology of Ore Deposits. New York : W.H. Freeman.
Harjanto, 2008. Disertasi. Magmatisme dan Mineralisasi di daerah Kulon Progo
dan Sekitarnya. Jawa Tengah. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Priyadi, G.I, et al., 2017. Intergrasi Model Geologi Permukaan Dan Bawah
Permukaan Cebakan Mineralisasi Sulfida Tinggi Di Daerah Kalirejo,
Kokap, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta : Fakultas
Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta.
Soeria Atmaja R., Maury R.C., Bellon H., Pringgoprawiro H., Polve M., and Priadi
B., 1994, “The Tertiary Magmatic Belt in Java” Journal of South East Asian
Earth Sciences, Vol 9, No ½, p 13 – 27
Sutanto 2000. Batuan Vulkanik Daerah Kulon Progo, geokronologi dan geokimia,
Buletin Tekmira Nomor 14 .
Rahardjo, W., Sukandarrumidi, & Rosidi, H.M.S. 1995. Peta Geologi Lembar
Yogyakarta skala 1 : 100,000. Puslitbang Geologi, Bandung
Telford W.M., Geldart L.P., Sheriff R. 1990. Applied Geophysics. New York
Cambridge University Press, Second Edition. Hal 140 - 279.
Van Bemmelen R.W. (1949), The Geology of Indonesia. The Haque Martinus
Nijnhoff, Vol. IA, 653-732.
16