A. Konsep Teoritis
1. Definisi
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala
dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara
lain:
AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau
kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV (Doenges, 2014)
AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil
akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia, 2015)
2. Anatomi fisiologi
Imunologi System
1. Sistem imun
sistem pertahanan internal tubuh yang berperan dalam mengenali dan
menghancurkan bahan yang bukan “normal self” (bahan asing atau abnormal
cells)
3. Etiologi
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III)
atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari
famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2
adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh
dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek
siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu
bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti
oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan
mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan
meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum
dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan
penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1
(Sylvia, 2015)
4. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS
diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang
yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan
mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus
lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target
dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel,
dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus
dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus
berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel
virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya
dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel
limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau
Hipertermi
Diare
Kerusakan
Merangsang Integritas Kulit
Refluks vagus
Nyeri Akut
Mual Muntah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom
retroviral akut, demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS.
Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan
jumlah CD4.(Mansjoer, 2015)
a. Infeksi retroviral akut
Frekuensi gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis
menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri
tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare,
leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan neorologi
seperti mrningitis asepik, sindrom Gillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini
biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.
b. Masa asimtomatik
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi
limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa
jendela (window period).
c. Masa gejala dini
Pada masa ini julah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah
akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster,
leukoplakia, ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related
Complex (ARC)
d. Masa gejala lanjut
Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini
menyebabkan risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan.
7. Cara Penularan
Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :
a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
b. Melalui darah, yaitu:
1) Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
2) Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%
3) Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051%
4) Transmisi dari ibu ke anak :
1) Selama kehamilan
2) Saat persalinan, risiko penularan 50%
3) Melalui air susu ibu (ASI) 14%
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Mansjoer, 2015) adalah:
a. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan
AIDS.
b. Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
c. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait.
Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
d. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan
pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah
CD4, protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi
sitomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.
Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500
maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka
diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis
carinii. Pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah CD4.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal
pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.
Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi
atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah
limfosit total)-8.
9. Penatalaksanaan Medis
a. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya
yaitu (Endah Istiqomah, 2015):
1) Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis
harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
3. Rencana Keperawatan
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
o
1. Hipertermia NOC: NIC : 1. Memantau perkembangan
Berhubungan dengan : Thermoregulasi status hipertermi pasien
a. Penyakit/ trauma
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna dan suhu kulit 2. Warna dan suhu kulit dapat
b. Peningkatan Setelah dilakukan tindakan
3. Monitor tekanan darah, nadi dan digunakan sebagai indikator
metabolisme keperawatan
RR status hipertermi pasien
c. Aktivitas yang berlebih selama………..pasien
d. Dehidrasi menunjukkan : 4. Monitor penurunan tingkat 3. Memantau perkembangan dan
Suhu tubuh dalam batas kesadaran keadaan umum pasien
DO/DS: normal dengan kreiteria hasil: 5. Monitor intake dan output
4. Penurunan tingkat kesadaran
1. Kenaikan suhu tubuh 6. Berikan anti piretik
1. Suhu 36 – 37C merupakan sebagai idikator
diatas rentang normal 7. Berikan cairan intravena ketidak mampuan tubuh dalam
2. Nadi dan RR dalam rentang
2. Serangan atau konvulsi 8. Kompres pasien pada lipat paha merespon panas
normal
(kejang) dan aksila
3. Tidak ada perubahan warna 5. Menilai status hedrasi pasien
3. Kulit kemerahan
kulit dan tidak ada pusing,
4. Pertambahan RR 6. Antipiretik dapat menurunkan
merasa nyaman
5. Takikardi panas
6. Kulit teraba panas/ hangat
7. Pemberian terapi intravena
membantu memenuhi intake
pasien
8. Kompres pada lipatan
membantu mempercepat proses
evaporasi kerena banyaknya
pembuluh darah periver
2. Diare berhubungan dengan NOC: NIC : 1. Membantu membedakan
1. Psikologis: stress dan a. Bowl Elimination Diare Management penyakit individu dan
cemas tinggi b. Fluid Balance 1. Kaji dan observasi pola BAB mengkaji beratnya tiap
2. Situasional: efek dari c. Hidration (frekuensi, warna, konsistensi, defekasi
medikasi, kontaminasi, d. Electrolit and Acid Base
4. Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan NIC Label : Pain Management NIC Label: Pain Management
dengan: keperawatan asuhan 1. Kaji secara komprehensip 1. Untuk mengetahui tingkat
Agen injuri (biologi, kimia, keperawatan selama …x 2 terhadap nyeri termasuk lokasi, nyeri pasien
fisik, psikologis), kerusakanjam, nyeri yang dirasakan karakteristik, durasi, frekuensi, 2. Untuk mengetahui tingkat
jaringan klien berkurang dengan criteria kualitas, intensitas nyeri dan ketidaknyamanan dirasakan
hasil : faktor presipitasi oleh pasien
DS: NOC label : Pain Control 2. Observasi reaksi ketidaknyaman 3. Untuk mengalihkan perhatian
Laporan secara verbal 1. Klien melaporkan nyeri secara nonverbal pasien dari rasa nyeri
DO: berkurang 3. Gunakan strategi komunikasi 4. Untuk mengetahui apakah
1. Posisi untuk menahan 2. Klien dapat mengenal terapeutik untuk nyeri yang dirasakan klien
nyeri lamanya (onset) nyeri mengungkapkan pengalaman berpengaruh terhadap yang
2. Tingkah laku berhati- 3. Klien dapat nyeri dan penerimaan klien lainnya
hati menggambarkan faktor terhadap respon nyeri 5. Untuk mengurangi factor yang
3. Gangguan tidur (mata penyebab 4. Tentukan pengaruh pengalaman dapat memperburuk nyeri
sayu, tampak capek, sulit 4. Klien dapat menggunakan nyeri terhadap kualitas hidup( yang dirasakan klien
atau gerakan kacau, teknik non farmakologis napsu makan, tidur, 6. untuk mengetahui apakah
menyeringai) 5. Klien menggunakan aktivitas,mood, hubungan terjadi pengurangan rasa nyeri
4. Terfokus pada diri analgesic sesuai instruksi sosial) atau nyeri yang dirasakan
sendiri Pain Level 5. Tentukan faktor yang dapat klien bertambah.
5. Fokus menyempit 1. Klien melaporkan nyeri memperburuk nyeriLakukan 7. Pemberian “health education”
(penurunan persepsi berkurang evaluasi dengan klien dan tim dapat mengurangi tingkat
waktu, kerusakan proses 2. Klien tidak tampak kesehatan lain tentang ukuran kecemasan dan membantu
berpikir, penurunan mengeluh dan menangis pengontrolan nyeri yang telah klien dalam membentuk
interaksi dengan orang 3. Ekspresi wajah klien tidak dilakukan mekanisme koping terhadap
dan lingkungan) menunjukkan nyeri 6. Berikan informasi tentang nyeri rasa nyer
6. Tingkah laku distraksi, 4. Klien tidak gelisah termasuk penyebab nyeri, 8. Untuk mengurangi tingkat
contoh : jalan-jalan, berapa lama nyeri akan hilang, ketidaknyamanan yang
menemui orang lain antisipasi terhadap dirasakan klien.
dan/atau aktivitas, ketidaknyamanan dari prosedur 9. Agar nyeri yang dirasakan
aktivitas berulang-ulang) 7. Control lingkungan yang dapat klien tidak bertambah.
7. Respon autonom (seperti mempengaruhi respon 10. Agar klien mampu
diaphoresis, perubahan ketidaknyamanan klien( suhu menggunakan teknik
tekanan darah, ruangan, cahaya dan suara) nonfarmakologi dalam
perubahan nafas, nadi 8. Hilangkan faktor presipitasi memanagement nyeri yang
dan dilatasi pupil) yang dapat meningkatkan dirasakan.
8. Perubahan autonomic pengalaman nyeri klien 11. Pemberian analgetik dapat
dalam tonus otot (ketakutan, kurang mengurangi rasa nyeri pasien
(mungkin dalam rentang pengetahuan)
dari lemah ke kaku) 9. Ajarkan cara penggunaan terapi
9. Tingkah laku ekspresif non farmakologi (distraksi,
(contoh : gelisah, guide imagery,relaksasi)
merintih, menangis, 10.Kolaborasi pemberian analgesic
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
10. Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
luka, tekanan, restraint) 1. Integritas kulit yang baik kulit dengan hati-hati dan taburi 4. Mempercepat proses
5. Immobilitas fisik bisa dipertahankan (sensasi,
6. Radiasi elastisitas, temperatur, bedak yang tidak iritatif. rehabilitasi pasien
7. Usia yang ekstrim hidrasi, pigmentasi) 4. Berikan prioritas untuk 5. Untuk mempercepat
8. Kelembaban kulit 2. Tidak ada luka/lesi pada meningkatkan kenyamanan dan penyembuhan.
9. Obat-obatan kulit
Internal : 3. Perfusi jaringan baik kehangatan pasien
1. Perubahan status 4. Menunjukkan pemahaman 5. Kolaborasi dengan dokter dalam
metabolik dalam proses perbaikan kulit pemberian obat-obatan
2. Tonjolan tulang dan mencegah terjadinya
3. Defisit imunologi sedera berulang
4. Berhubungan dengan 5. Mampu melindungi kulit dan
dengan perkembangan mempertahankan
5. Perubahan sensasi kelembaban kulit dan
6. Perubahan status nutrisi perawatan alami
(obesitas, kekurusan) 6. Menunjukkan terjadinya
7. Perubahan status cairan proses penyembuhan luka
8. Perubahan pigmentasi
9. Perubahan sirkulasi
10. Perubahan turgor
(elastisitas kulit)
DO:
1. Gangguan pada bagian
tubuh
2. Kerusakan lapisa kulit
(dermis)
3. Gangguan permukaan
kulit (epidermis)
DAFTAR PUSTAKA