PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Jerawat merupakan penyakit kulit peradangan kronik folikel polisebasea yang umumnya
terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis berupa komedo, papul, pustul, nodus dan kista
pada muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas dan lengan bagian atas (Wasitaatmadja,
2001). Jerawat terkadang menjadi masalah besar bagi sebagian orang, karena jerawat dapat
mengurangi rasa percaya diri dan merusak penampilan. Pengobatan jerawat dapat dilakukan
dengan menggunakan zat antibakteri seperti erytromisin, klindamisin, dan benzoil peroksida untuk
menurunkan jumlah koloni P. acnes yang merupakan bakteri penyebab jerawat (Septi, 2009).
Antibakteri yang dapat diperoleh dari alam adalah jeruk nipis (Citrus aurantifolia,
Swingle). Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia misalnya limonen, linalin asetat,
geranit asaetat, fellandren, sitral dan disamping itu jeruk nipis juga mengandung vit c. (Thomas
A.N.S., 1989). Jeruk nipis mempunyai khasiat sebagai obat batuk, disentri, mencret, ambeien, dan
jerawat (Sarwono, 2008).Pada penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Widianawati (2004),
dengan metode difusi padat didapatkan hasil bahwa minyak atsiri daun jeruk nipis mampu
menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dengan konsentrasi bunuh minimal 0,2% v/v dan
senyawa aktif yang terdapat di dalam minyak atsiri daun jeruk nipis yang berkhasiat sebagai
Untuk meningkatkan efektivitas penggunaan minyak atsiri pada kulit, dilakukan formulasi
minyak atsiri dalam sediaan krim dengan tipe minyak dalam air (M/A). Bentuk sediaan ini lebih
mudah digunakan, mudah dicuci dan mudah menyebar di kulit, sehingga banyak masyarakat yang
lebih memilih menggunakan produk kosmetik dalam bentuk krim dibandingkan sediaan lainnya.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk membuat sediaan krim dari minyak jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) untuk mengobati jerawat, sehingga masyarakat luas dapat memanfaatkan dan
B. Tujuan pembuatan
1. Diperoleh suatu produk krim ekstrak jeruk nipis yang dapat diterima oleh masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TEORI UMUM
Faktor utama yang terlibat dalam pembentukan jerawat adalah peningkatan produksi sebum,
peluruhan keratinosit, pertumbuhan bakteri dan inflamasi. Mikroorganisme penyebab jerawat ikut
berperan dalam patogenesis penyakit ini dengan cara memproduksi metabolit yang dapat bereaksi
dengan sebum sehingga meningkatkan proses inflamasi. Ada faktor-faktor penyebab lainnya
termasuk faktor genetik, usia, ras kulit putih, kosmetik, hormon, makanan, banyak pekerjaan dan
stres (Mitsui, 1997). Oleh sebab itu, pengobatan jerawat dapat dilakukan dengan menurunkan
populasi bakteri menggunakan suatu antibakteri.Sampai saat ini belum ada cara penyembuhan
yang tuntas terhadap jerawat, meskipun ada beberapa cara yang sangat menolong. Salah satunya
penggunaan antibiotik sebagai solusi untuk jerawat yang masih banyak diresepkan oleh dokter.
Namun obat yang diresepkan ini memiliki efek yang tidak diinginkan dalam penggunaannya
sebagai antijerawat antara lain iritasi, sementara penggunaan antibiotika jangka panjang dapat
menimbulkan resistensi (Robinson, 1995).
Masyarakat mulai beralih dengan mengunakan tanaman tradisional dibandingkan dengan
obat-obatan sintesis karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat-obatan sintesis.Pada
penelitian ini digunakan bahan yang berasal dari alam dengan harapan efek samping yang sering
ditimbulkan oleh obat antijerawat dengan bahan aktif sintesis dan antibiotik dapat dihindari. Bahan
alam ak dalam bentuk gel untuk mengetahui perbandingan aktivitas antibakteri pada bakteri
penyebab jerawat, khususnya Propionibacterium acnes dengan pembanding bahan sintesis benzoil
peroksida dalam bentuk gel sebagai kontrol positif. Penggunaan sari buah jeruk nipis yang
mengandung d-limonen sebagai antibakteri berfungsi untuk antijerawat akan meningkat
efektivitasnya apabila diformulasikan dalam sediaan topikal
Bahan alam yang digunakan pada penelitian ini adalah sari buah jeruk nipis karena selain tidak
membutuhkan proses ekstraksi dengan penambahan zat pelarut tambahan menggunakan metode
ekstraksi tertentu yang sesuai sehingga lebih efisien dari segi waktu dan biaya, sari buah jeruk
nipis mengandung vitamin C yang bisa menyamarkan noda bekas jerawat dan bersifat antioksidan.
Jeruk nipis memiliki aktivitas antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri atau
bersifat bakteriostatik. Selain antibakteri, jeruk nipis juga dapat menghaluskan kulit (Rukmana,
1996). Bahan aktif yang diduga sebagai antibakteri yang terkandung dalam buah jeruk nipis yaitu
d-limonen yang merupakan minyak atsiri, d-limonen dapat berfungsi sebagai antibakteri dengan
mekanisme kerja menembus dinding sel bakteri sehingga merusak permeabilitas membran
sitoplasma (Ajizah, 2004). D-Limonen umumnya memiliki karakteristik tidak larut dalam air (Kar,
2013).Telah dilakukan penelitian formulasi krim anti jerawat dari minyak jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) menggunakan variasi trietanolamin (2%, 3%, 4%). Kemudian dilakukan evaluasi
fisik yaitu organoleptis, penentuan tipe emulsi, homogenitas sediaan, penentuan pH, penentuan
stabilitas fisik, daya tercuci dan daya menyebar. Pada pengujian organoleptis untuk formula I, II,
dan III berbentuk setengah padat, halus, kaku dan lengket, warna putih, bau khas jeruk nipis. Pada
penentuan pH, ketiga formula krim memiliki pH 7. Pada pengujian homogenitas, ketiga formula
homogen. Pada pengujian stabilitas fisik, krim cukup stabil pada pendinginan. Pada pengujian
daya tercuci dan daya menyebar, ketiga formula mudah tercuci dan memiliki daya sebar yang
cukup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga formula memiliki kriteria krim yang baik
sebagai krim anti jerawat, namun formula II (trietanolamin 3%) lebih baik dari pada kedua formula
yang lainnya karena mudah tercuci dengan air yang lebih sedikit dan daya sebarnya lebih luas.
B. URAIAN BAHAN
1) Acid Stearin (FI III hal. 57)
Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur, putih atau kuning pucat,
mirip lemak lilin.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95%)P, dalam 2
bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dapat bercampur dengan etanol, dengan eter dan dengan
air dingin.
Kelarutan : bercampur dengan aseton, dalam benzene 1 : 24, larut dalam kloroform,
Konsentrasi : 2-4%
OTT : akan bereaksi dengan asam mineral menjadi bentuk garam kristal dan ester
Stabilitas : TEA dapat berubah menjadi warna coklat dengan paparan udara dan
cahaya.
3) . Cera Alba ( Farmakope Indonesia IV hal 186, Excipient 6th edition hal 558)
Pemerian : padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam keadaan lapis
tipis, bau khas lemah dan bebas bau tengik.
Kelarutan : Tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin. Larut
Konsentrasi : 1-20%
Pemerian : Putih atau kekuningan, massa berminyak, transparan dalam lapisan tipis
Kelarutan : tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol dingin, atau panas dan
dalam etanol mutlak dingin, mudah larut dalam benzene, karbon disulfit,
dalam kloroform, larut dalam heksan dalam sebagian besar minyak lemak
dan minyak atsiri.
Konsentrasi : 10-30%
OTT : merupakan bahan inert yang tidak dapat bercampur dengan banyak bahan.
Stabilitas : jika teroksidasi dapat menimbulkan warna dan bau yang tidak
Penyimpanan` : di tempat tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk dan
kering.
7) Propilenglikol
BAHAN
Oleum Citrus Aurantifolia,Asam Stearat,Trietanolamin, CeraAlba,VaselinAlbum,
Propilenglikol,Aquadest, Nipagin
B. TABEL FORMULASI
C.
1. Oleum citrus 4% 4% 4%
2. Trietanolamin 2 3 4
3. Asam Stearat 15 15 15
5. Vaselin album 8 8 8
6. Cera Alba 8 8 8
C. PROSEDUR KERJA
Emulsi ditambah larutan metilen biru (larut dalam air). Terjadi warna biru lalu dilihat dibawah
mikroskop, maka tipe emulsi M/A.
Pengujian pH
Krim diletakkan di atas kertas grafik, dilapisi kaca objek yang telah diketahui beratnya dan
didiamkan selama 30 detik, dihitung diameternya. Setelah itu, ditambahkan beban tertentu diatas
kaca objek, lalu dilakukan hal yang sama secara berkala.
Uji homogenitas krim dengan meletakkan krim pada kaca objek kemudian kaca objek lain
sebagai penutup dan diamati dengan lup, setelah pengamatan menunjukkan hasil bahwa krim
homogen yaitu tidak terlihatnya butiran-butiran dari zat aktif, hal ini menunjukan bahwa zat aktif
telah tersebar secara merata atau telah tercampur merata dalam krim.
Pemeriksaan daya tercuci dari sediaan dilakukan dengan mengambil sediaan sebanyak 1 gram
lalu dioleskan pada telapak tangan, lalu dicuci dengan air hingga tidak terdapat lagi noda berupa
minyak. Catat volum air yang dipakai.
BAB IV
A. Hasil
Dari hasil penelitian pembuatan formula krim anti jerawat dari minyak atsiri jeruk
nipis (Citrus aurantifolia) dengan variasi Trietanolamin yang berbeda, maka
didapatlah hasil berikut :
Dari uji organoleptis menunjukkan, ketiga krim memiliki bau khas jeruk nipis.
Krim memiliki warna putih keruh agak kekuningan, sedangkan bentuk sediaan
semipadat, halus. kental, kaku dan lengket.
Dari hasil pengujian tipe emulsi yang dilakukan pada ketiga formula krim dengan
menggunakan metilen blue dan diamati di bawah mikroskop, dapat disimpulkan
bahwa ketiga formula krim memiliki tipe emulsi M/A.
Dari hasil pengujian pH yang dilakukan pada ketiga formula krim dengan
menggunakan universal indicator, menunjukkan bahwa krim memiliki pH yang
sama yaitu pH 7.
Dari hasil pengujian yang dilakukan pada ketiga formula krim dengan cara
mengoleskan krim pada kaca objek dan mengamatinya dibawah mikroskop,
menunjukkan bahwa ketiga formula krim homogen.
Dari hasil pengujian stabilitas fisik krim terhadap suhu rendah yang dilakukan,
menujukkan bahwa ketiga formula krim cukup stabil pada suhu rendah.
Hasil pengujian daya sebar krim dengan menggunakan kaca objek dan
ditambahkan beban tertentu, didapat hasil sebagai berikut : Beban pertama
yaitu kaca benda dengan berat 139.6 g, dibiarkan selama 1 menit
diameternya adalah 17 mm, 18 mm dan 17 mm. Setelah itu diberikan beban
tambahan 2 g (total beban 141,6 g) dan dibiarkan selama 1 menit
diameternya adalah 19 mm, 20 mm dan 19 mm. Setelah diberikan beban
tambahan lagi sebanyak 5 g (jadi total beban 146,6 g) dan dibiarkan selama
1 menit diameternya adalah 21 mm, 22 mm dan 21 mm. Setelah diberikan
beban tambahan lagi sebanyak 10 g (jadi total beban 156,6 gr) dan
dibiarkan selama 1 menit diameternya adalah 23 mm, 24
B. PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, minyak atsiri yang digunakan yaitu minyak jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) yang diperoleh dari hasil ekstraksi menggunakan sampel buah
jeruk nipis segar. Penggunaan sampel yang segar bertujuan untuk menghindari
penguapan terhadap minyak atsiri dan rusaknya komponen minyak selama proses
pengeringan, selain itu penggunaan sampel segar juga bertujuan untuk menghindari
rusaknya sampel karena pengaruh jamur atau penguraian karena pengaruh enzim
bakteri selama proses pengeringan. Penggunaan sampel segar juga meningkatkan
efisiensi waktu karena tidak membutuhkan waktu yang lama untuk proses
pengeringan.
Uap yang menetes selama proses penyulingan ditampung di dalam botol. Setelah
proses destilasi selesai, minyak atsiri yang masih bercampur dengan air dipisahkan
dengan menggunakan corong pisah kemudian dihitung rendemen minyak atsiri
tersebut dengan menggunakan rumus :
Randemen Berattotal ekstak x BJ x100% Berat sampel
Dari buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia) didapatkan minyak atsiri sebanyak 8 ml
dengan BJ 0.668 (rendemen 0,178 % v/b).
Pengujian homogenitas krim dilakukan dengan cara mengoleskan krim pada kaca
objek, lalu diamati
Uji tipe krim dilakukan dengan cara meneteskan metilen blue pada krim yang
sebelumnya di oleskan pada kaca objek, lalu diamati penyebaran metilen blue pada
krim. Saat diamati dibawah mikroskop, metilen blue tesebar merata keseluruh krim,
terlihat partikel krim berwarna biru. Metilen blue merupakan zat yang mudah larut
dalam air, maka jika dengan mudah metilen blue menyebar pada krim, dapat
disimpulkan ketiga krim memiliki tipe emulsi minyak dalam air. Dimana minyak
menjadi fase dalam sedangkan air menjadi fase luarnya.
Untuk menguji kestabilan fisik krim terhadap pendinginan dilakukan dengan cara
meletakkan krim pada lemari pendingin dengan suhu 5˚ C selama 24 jam, lalu
setelah itu diletakkan kembali pada suhu kamar selama 24 jam. Setelah diamati,
tidak terlihat pemisahan pada ketiga formula krim yang diujikan, hal ini
menunjukkan ketiga formula krim memiliki stabilitas fisik yang baik terhadap
pendinginan.
Setelah melakukan penelitian formulasi krim anti jerawat dari minyak jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) dengan variasi trietanolamin 2%, 3%, dan 4%, maka didapatlah tiga formula krim.
Formula I, II, dan III kemudian di evaluasi dengan uji organoleptis, penentuan tipe krim,
penentuan pH, uji homogenitas, kestabilan fisik krim, uji daya menyebar dan daya tercuci. Dari
hasil pengujian, ketiga krim memiliki kriteria yang cocok untuk digunakan sebagai krim anti
jerawat, namun fomula II (TEA 3 %) lebih baik, lebih mudah menyebar dan tercuci dari pada
formula I dan III.
DAFTAR PUSTAKA
Astarini, Nilih Putu Febrina, R.Y. Perry Burhan, Yulfi Zetra. 2009. Minyak Atsiri Dari Kulit
Buah Citrus grandis, Citrus aurantium L., dan Citrus aurantifolia (Rutaceae) Sebagai Senyawa
Antibakteri dan Insektisida. Surabaya : ITS-Press.
Septi Intan Triayu. 2009. Formulasi Krim Obat Jerawat Dari Minyak Atsiri Daun Jeruk Nipis
(Citrus aurantifolia) dan Uji Efek Antibakteri Secara In Vitro. Surakarta : UMS-Press.
Sarwono, B. 2008. Khasiat dan Manfaat Jeruk Nipis. Jakarta : Agro Media.
Wasitaatmadja, S.M. 2001. Masalah Jerawat Pada Remaja. Dalam : Andi. 2009. Pengetahuan
dan Sikap Ramaja SMA Santo Thomas 1 Medan Terhadap Jerawat. Medan : USU-Press.
Widianawati. 2004. Uji Efek Antibakteri Dari Minyak Atsiri Daun Jeruk Nipis (Citrus
aurantifolia) Terhadap Bakteri S. Aureus Dengan Metode Difusi. Dalam : Septi Intan Triayu.
2009. Formulasi Krim Obat Jerawat
Dari Minyak Atsiri Daun Jeruk Nipis(Citrus aurantifolia) dan Uji Efek
Antibakteri Secara In Vitro.
Surakarta : UMS-Press.