Anda di halaman 1dari 48

SEJARAH OBAT HERBAL/OBAT

TRADISIONAL
Sejarah tanaman obat didunia
• Tanaman obat ialah jenis tanaman yang berkhasiat sebagai penyembuh, dapat
digunakan sebagai obat, dan secara empiris terbukti efektifitasnya. Secara
naluriah, manusia akan berusaha untuk memelihara kesehatan dan mengobati
penyakitnya. Usaha itu tentu menghasilkan temuan-temuan yang kemudian
diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi menjadi suatu sistem
kesehatan dan pengobatan yang baku. Hal ini telah terjadi selama berabad-abad,
sejak masa prasejarah sampai masa sejarah.

• Pada jaman mesir kuno, para budak diberi ransum bawang setiap hari untuk
membantu menghilangkan banyak penyakit demam dan infeksi yang umum
terjadi pada masa itu. Sejak itu catatan pertama tentang penulisan tanaman obat
dan berbagai khasiatnya telah dikumpulkan oleh orang-orang mesir kuno.
Dimana saat itu para pendeta Mesir kuno telah melakukan dan mempraktekkan
pengobatan herbal. Dari abad 1500 SM telah tercatat berbagai tanaman obat,
termasuk jintan dan kayu manis.
• Bangsa Yunani kuno juga banyak menyimpan catatan mengenai penggunaan
tanaman obat yaitu Hyppocrates (Tahun 466 Sebelum Masehi), Theophrastus
(Tahun 372 Sebelum Masehi) dan Pedanios Dioscorides (Tahun 100 Sebelum
Masehi) membuat himpunan keterangan terinci mengenai ribuan tanaman obat
dalam De Materia Medica. Orang-orang Yunani kuno juga telah melakukan
pengobatan herbal. Mereka menemukan berbagai tanaman obat baru, seperti
rosemary dan lavender pada saat mengadakan perjalanan ke berbagai daratan lain.

• Sementara itu, di China, penggunaan tanaman obat berlangsung sekitar 3.000


tahun yang lalu, ketika muncul penyembuhan kerapuhan tulang oleh dukun Wu.
Pada waktu itu, penyakit ini diyakini disebabkan oleh kekuatan jahat, sehingga
menurut dukun Wu diperlukan obat dari tanaman untuk mengusir kekuatan jahat
itu. Bahkan, bahan penyembuhan tertua dalam sejarah telah ditemukan di China, di
mana makam seorang bangsawan Han ditemukan untuk menyimpan data medis
yang ditulis pada gulungan sutra. Gulungan sutra berisi daftar 247 tumbuh-
tumbuhan dan bahan-bahan yang digunakan dalam menyembuhkan penyakit.
• Di Inggris, penggunaan tanaman obat dikembangkan bersamaan dengan didirikannya biara-
biara di seluruh negeri. Setiap biara memiliki tamanan obat masing-masing yang digunakan
untuk merawat para pendeta maupun para penduduk setempat. Pada beberapa daerah,
khususnya Wales dan Skotlandia, orang-orang Druid dan para penyembuh Celtik
menggunakan obat-obatan dalam perayaan agama dan ritual mereka. Pengetahuan tanaman
obat semakin berkembang dengan terciptanya mesin cetak pada abad ke 15, sehingga
penulisan mengenai Tanaman-Tanaman Obat dapat dilakukan. Sekitar tahun 1630, John
Parkinson dari London menulis mengenai tanaman obat dari berbagai tanaman. Nicholas
Culpepper ( 1616-1654 ) dengan karyanya yang paling terkenal yaitu The Complete Herbal
and English Physician, Enlarged, diterbitkan pada tahun 1649.[2] Pada tahun 1812, Henry
Potter telah memulai bisnisnya menyediakan berbagai tanaman obat dan berdagang lintah.
Sejak saat itu banyak sekali pengetahuan tradisional dan cerita rakyat tentang tanaman obat
dapat ditemukan mulai dari Inggris, Eropa, Timur Tengah, Asia, dan Amerika, sehingga Potter
terdorong untuk menulis kembali bukunya Potter’s Encyclopaedia of Botanical Drug and
Preparatians, yang sampai saat inipun masih diterbitkan. Tahun 1864, National Association of
Medical Herbalists didirikan dengan tujuan mengorganisir pelatihan para praktisi pengobatan
secara tradisional, serta mempertahankan standar-standar praktek pengobatan.
Sejarah obat herbal di dunia
• Di catatan sejarah, studi mengenai tumbuh-tumbuhan herbal dimulai
pada 5.000 tahun yang lalu pada bangsa Sumerians, yang telah
menggunakan tumbuh-tumbuhan herbal untuk kepentingan
pengobatan, seperti pohon salam, sejenis tanaman pewangi.
• Orang-orang Mesir dari 1000 BC. dikenal untuk menggunakan
bawang putih, candu, minyak jarak, ketumbar, permen,
warna/tanaman nila, dan tumbuh-tumbuhan herbal lain untuk
pengobatan.
• Pada zaman Rasulullah SAW, beliau menggunakan obat-obat herbal
seperti habbatussaudah yang saat ini masih banyak digunakan untuk
mengobati beberapa penyakit seperti meningkatkan stamina,
mencegah alergi, mengontrol tekanan darah kadar gula dalam darah,
memecah batu ginjal, dll.
• Dalam dokumen Kuno juga menyebutkan penggunaan tanaman/jamu herbal, termasuk
tanaman mandrak (beracun), vetch, sejenis tanaman pewangi, gandum, jewawut, dan
gandum hitam.Buku mengenai tumbuhan herbal dari Cina tercatat sekitar tahun 200 SM
yang memuat 365 tumbuhan obat dan penggunaan-penggunaan tumbuhan herbal
tersebut, diantaranya disebutkan termasuk ma-Huang, yang memperkenalkan efedrina
kepada pengobatan modern.

• Bangsa Yunani dan bangsa Roma kuno melakukan penggunaan tanaman herbal untuk
penyembuhan.Sebagaimana tertulis dalam catatan Hipocrates, terutama Galen praktek
bangsa Yunani dan Roma dalam pengobatan herbal menjadi acuan dalam pelaksanaan
pengobatan di barat pada kemudian hari.Yunani dan praktek-praktek Roma yang berhubung
dengan obat, seperti yang dipelihara di dalam tulisan Hippocrates dan – terutama -Kekasih,
yang dengan syarat polapola untuk pengobatan barat yang kemudiannya. Hippocrates
menganjurkan pemakaian herbal yang sederhana, seperti udara yang sehat, segar dan
bersih, istirahat dan diet yang wajar.Sedangkan Galen menganjurkan penggunaan dosis-
dosis yang besar dari campuran-campuran obat termasuk tumbuhan, binatang, dan
ramuan-ramuan mineral.
• Para ahli kedokteran bangsa Yunani merupakan orang Eropa yang pertama yang membuat acuan
penggunaan-penggunaan dari tumbuhan obat, De Materia Medica.Pada abad pertama sesudah
masehi, Dioscorides menulis suatu ringkasan dari lebih 500 tumbuhan yang menjadi bahan
acuan selama abad ke 17. Sama pentingnya bagi ahli pengobatan herbal dan ahli tumbuhan di
temukan buku dari bangsa Yunani, Historia Theophrastus Plantarum, yang ditulis pada abad ke 4.

• Perkembangan pengobatan dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat telah dicapai


seiring dengan perkembangan kedokteran barat yang telah diakui dunia internasional.
Penggunaan obat herbal atau tanaman obat sebagai obat dikatakan sama tuanya dengan umur
manusia itu sendiri. Sejak jaman dahulu makanan dan obat-obatan tidak dapat dipisahkan dan
banyak tumbuh-tumbuhan dimakan karena khasiatnya yang menyehatkanPada jaman mesir
kuno, dimana para budak diberi ransum bawang setiap hari untuk membantu menghilangkan
banyak penyakit demam dan infeksi yang umum terjadi pada masa itu. Sejak itu Catatan
pertama tentang penulisan tanaman obat dan berbagai khasiatnya telah dikumpulkan oleh
orang-orang mesir kuno. Dimana saat itu para pendeta Mesir kuno telah melakukan dan
mempraktekkan pengobatan herbal. Dari abad 1500 SM telah dicatat membuat berbagai
tanaman obat, termasuk jintan dan kayu manis.
• Orang-orang Yunani dan Romawi kuno juga telah melakukan pengobatan herbal.
Disaat mereka mengadakan perjaalanan ke berbagai daratan yang baru para
dokter mereka menemukan berbagai tanaman obat baru seperti rosemary dan
lavender. Hal itupun langsung diperkenalkan pada berbagai daerah baru. Berbagai
kebudayaan yang lain yang memiliki sejarah penggunaan pengobatan dengan
menggunakan tanaman obat atau herbal adalah orang Cina dan India.
• Di Inggris, penggunaan tanaman obat di kembangkan bersamaan dengan
didirikannya biara-biara di seluruh negeri, dan memiliki tamanan obat masing-
masing yang digunakan untuk merawat para pendeta maupun para penduduk
setempat. Pada beberapa daerah, khususnya Wales dan Skotlandia, orang-orang
Druid dan para penyembuh Celtik memiliki tradisi lain tentang herbalisme,
dimana obat-obat dicampur adukkan dengan agama dan ritual. Semakin
berkembangnya pengetahuan herbal dan seiring dengan terciptanya mesin cetak
pada abad ke 15 telah ada pendistribusian yang pertama tentang penulisan ”
tanaman-tanaman Obat
• Sekitar tahun 1630, John Parkinson dari London menulis tanaman obat dari berbagai
tanaman yang sangat berguna. Nicholas Culpepper ( 1616-1654 ) dengan karyanya yang
paling terkenal yaitu ” The Complete Herbal and English Physician, Enlarged, diterbitkan
pada tahun 1649. pada tahun 1812, Henry Potter telah memulai bisinsnya menyediakan
berbagai tanaman obat dan berdagang lintah. Disaat itulah banyak sekali pengetahuan
tradisional dan cerita rakyat tentang tanaman obat dapat ditemukan mulai dari Inggris,
Eropa, Timur Tengah, Asia, dan Amerika. Sehingga Potter terdorong untuk menulis kembali
bukunya ” Potter’s Encyclopaedia of Botanical Drug and Preparatians “, yang sampai saat
inipun masih diterbitkan.
• Tahun 1864 National Association of Medical Herbalists didirikan, untuk mengorganisir
pelatihan para praktisi pengobatan herbal serta mempertahankan standart-standar praktek
pengobatan. Hingga awal abad ini banyak institute telah berdiri untuk mempelajari
pengobatan herbal. Berkembangnya penampilan obat-obatan herbal yang lebih alami telah
menyebabkan tumbuhnya dukungan dan popularitasnya. Obat-obatan herbal dapat
dipandang sebagai pendahuluan farmakologi modern, tetapi sekarang obat-obatan herbal
ini terus sebagai metode yang efektif dan lebih alami untuk menyembuhkan dan mencegah
penyakit.
Sejarah tanaman herbal di indonesia
• Di negara Asia lainnya terutama Cina, Korea dan India untuk penduduk pedesaan, obat
herbal masuk dalam pilihan pertama untuk pengobatan, dinegara maju pun saat ini
kecenderungan beralih kepengobatan tradisional terutama herbal menunjukan gejala
peningkatan yang sangat signifikan.
• Dari hasil Susenas tahun 2007 menunjukan di Indonesia sendiri keluhan sakit yang
diderita penduduk Indonesia sebesar 28.15% dan dari jumlah tersebut ternyata 65.01%
nya memilih pengobatan sendiri menggunakan obat dan 38.30% lainnya memilih
menggunakan obat tradisional, jadi kalau penduduk Indonesia diasumsikan sebanyak
220 juta jiwa maka yang memilih menggunakan obat tradisional sebanyak kurang lebih
23,7 juta jiwa, suatu jumlah yang sangat besar.Pengobatan tradisional sendiri menurut
Undang-undang No 36/2009 tentang Kesehatan melingkupi bahan atau ramuan berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian [galenik] atau campuran
dari bahan-bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan. Sesuai dengan pasal 100 ayat (1) dan (2), sumber obat tradisional yang
sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan akan tetap dijaga kelestariannya dan
dijamin Pemerintah untuk pengembangan serta pemeliharaan bahan bakunya.
• Indonesia sendiri yang terletak didaerah tropis memiliki keunikan dan kekayaan hayati yang
sangat luar biasa, tercatat tidak kurang dari 30.000 jenis tanaman obat yang tumbuh di
Indonesia walaupun yang sudah tercatat sebagai produk Fitofarmaka [bisa diresepkan] baru
ada 5 produk dan produk obat herbal terstandar baru ada 28 produk. Terlihat potensi yang
masih belum digali masih sangat besar dalam pengembangan obat herbal terutama yang
merupakan produk herbal asli Indonesia.

• Tahun 2007 telah dicanangkan oleh pemerintah bahwa Jamu adalah Brand Indonesia, walau
pada kenyataannya masih dianggap strata paling bawah dalam pengobatan karena belum
teruji secara ilmiah.

• Dunia Kedokteran Indonesia sendiri secara perlahan mulai membuka diri menerima herbal
sabagai pilihan untuk pengobatan, bukan sekedar sebagai pengobatan alternatif saja, ini
terbukti dengan berdirinya beberapa organisasi seperti Badan Kajian Kedokteran Tradisional
dan Komplementer Ikatan Dokter Indonesia pada Muktamar IDI XXVII tahun 2009, Persatuan
Dokter Herbal Medik Indonesia [PDHMI], Persatuan Dokter Pengembangan Kesehatan Timur
[PDPKT] dan beberapa organisasi sejenis lainnya.
• Ini semua menggambarkan dunia kedokteran walau masih belum terbuka lebar tetapi para
pelakunya, yaitu para dokter mulai melihat potensi yang besar dan ternyata bisa
dikembangkan dalam pengobatan berbasis obat herbal, tidak hanya untuk menangani
penyakit yang ringan saja tetapi juga untuk mengatasi penyakit yang berat.Ketergantungan
masyarakat terhadap obat konvensional kedokteran diharapkan bisa secara pasti diganti
dengan masuknya obat herbal, saat ini ternyata 95% bahan baku obat konvensional masih
di import, berapa banyak devisa yang bisa dihemat bila peralihan ini berjalan mulus.

• Memasuki tahun 2010, Badan Litbang Depkes mempelopori suatu usaha yang sangat
terpuji dan patut didukung penuh yaitu dengan membuat model “Rumah Sehat” atau
“Klinik Jamu”, model ini akan menerapkan penggunaan jamu sebagai obat yang diberikan
dokter untuk pasiennya, suatu terobosan yang didukung oleh kebijakan pemerintah dan
akan diuji coba didaerah Jawa Tengah pada awal tahun 2010. Dipilihnya Jawa Tengah
mungkin juga dengan pertimbangan saat ini banyak perusahaan Jamu dalam skala kecil
sampai besar yang berlokasi di Jawa Tengah serta kebiasaan orang jawa meminum jamu
sejak dulu.
• Bekerjasama dengan GP Jamu [Gabungan Pengusaha Jamu] sebagai
penyedia kebutuhan obat herbal, Rumah Sehat ini akan dipimpin oleh
Dokter sebagai penanggung jawab dan yang menggembirakan ternyata
sudah cukup banyak para dokter yang berminat dan terdaftar untuk
mempelajari serta mendalami pengobatan herbal.Memang masih
memerlukan banyak persiapan, baik secara mental dari para dokter yang
memberikan obat serta merubah persepsi pasien bahwa pengobatan
herbal atau “minum jamu” itu ketinggalan jaman, kita harus bisa menerima
kenyataan bahwa jaman sudah berubah, mencontoh Cina yang dengan
berani memberikan pilihan kepada pasien untuk menggunakan pengobatan
dengan obat konvensional atau tradisional.Saatnya juga bagi perusahaan
jamu yang peduli dengan khasiat serta mutu untuk mulai menerapka
standar yang berlaku seperti GMP, SNI, CPOTB sampai HACCP agar
keyakinan masyarakat atas mutu produk yang dihasilkan bisa diperoleh.
• Dukungan dari semua pihak, baik para pelaku petani yang
diharapkan memberikan hasil olahan tanaman herbal dengan
kualitas tinggi, keterlibatan dunia perguruan tingga dan
swasta untuk melakukan uji coba khasiat obat herbal,
kemudahan peraturan dan dukungan penuh pemerintah
dalam hal ini Departemen Kesehatan dan BPOM akan
menjadikan Indonesia menjadi salah satu Negara terkemuka
yang menghasilkan Obat Herbal bermutu tinggi dan
menjadikan Pengobatan Tradisional terutama Herbal
bukanlah sekedar Pengobatan Alternative
Sejarah obat tradisiona

• Perkembangan pengobatan dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat


telah dicapai seiring dengan perkembangan kedokteran barat yang telah diakui
dunia internasional. Penggunaan herbal atau tanaman obat sebagai obat
dikatakan sama tuanya dengan umur manusia itu sendiri. Sejak jaman dahulu
makanan dan obat-obatan tidak dapat dipisahkan dan banyak tumbuh-
tumbuhan dimakan karena khasiatnya yang menyehatkan.
• Pada jaman mesir kuno, dimana para budak diberi ransum bawang setiap hari
untuk membantu menghilangkan banyak penyakit demam dan infeksi yang
umum terjadi pada masa itu. Sejak itu Catatan pertama tentang penulisan
tanaman obat dan berbagai khasiatnya telah dikumpulkan oleh orang-orang
mesir kuni. Dimana saat itu para pendeta Mesir kuno telah melakukan dan
mempraktekkan pengobatan herbal. Dari abad 1500 SM telah dicatat
membuat berbagai tanaman obat, termasuk jintan dan kayu manis.
• Oran-orang Yunani dan Romawi kuno juga telah melakukan pengobatan herbal.
Disaat mereka mengadakan perjaalanan ke berbagai daratan yang baru para
dokter mereka menemukan berbagai tanaman obat baru seperti rosemary dan
lavender. Hal itupun langsung diperkenalkan pada berbagai daerah baru. Berbagai
kebudayaan yang lain yang memiliki sejarah penggunaan pengobatan dengan
menggunakan tanaman obat atau herbal adalah orang Cina dan India.
• Di Inggris, penggunaan tanaman obat di kembangkan bersamaan dengan
didirikannya biara-biara di seluruh negeri, dan memiliki tamanan obat masing-
masing yang digunakan untuk merawat para pendeta maupun para penduduk
setempat. Pada beberapa daerah, khususnya Wales dan Skotlandia, orang-orang
Druid dan para penyembuh Celtik memiliki tradisi lain tentang herbalisme,
dimana obat-obat dicampur adukkan dengan agama dan ritual. Semakin
berkembangnya pengetahuan herbal dan seiring dengan terciptanya mesin cetak
pada abad ke 15 telah ada pendistribusian yang pertama tentang penulisan ”
tanaman-tanaman Obat”.
• Sekitar tahun 1630, John Parkinson dari London menulis
tanaman obat dari berbagai tanaman yang sangat berguna.
Nicholas Culpepper ( 1616-1654 ) dengan karyanya yang paling
terkenal yaitu ” The Complete Herbal and English Physician,
Enlarged, diterbitkan pada tahun 1649. pada tahun 1812, Henry
Potter telah memulai bisinsnya menyediakan berbagai tanaman
obat dan berdagang lintah. Disaat itulah banyak sekali
pengetahuan tradisional dan cerita rakyat tentang tanaman
obat dapat ditemukan mulai dari Inggris, Eropa, Timur Tengah,
Asia, dan Amerika. Sehingga Potter terdorong untuk menulis
kembali bukunya ” Potter’s Encyclopaedia of Botanical Drug and
Preparatians “, yang sampai saat inipun masih diterbitkan.
• Tahun 1864 National Association of Medical Herbalists didirikan, untuk
mengorganisir pelatihan para praktisi pengobatan herbal serta mempertahankan
standart-standar praktek pengobatan. Hingga awal abad ini banyak institute
telah berdiri untuk mempelajari pengobatan herbal. Berkembangnya
penampilan obat-obatan herbal yang lebih alami telah menyebabkan tumbuhnya
dukungan dan popularitasnya. Obat-obatan herbal dapat dipandang sebagai
pendahuluan farmakologi modern, tetapi sekarang obat-obatan herbal ini terus
sebagai metode yang efektif dan lebih alami untuk menyembuhkan dan
mencegah penyakit.
• Secara global, obat-obatan herbal lebih umum dipraktekkan daripada obat-
obatan konvensional. Di berbagai daerah pedesaan pengobatan herbal terus
tumbuh subur dalam berbagai cerita rakyat, tradisi, dan praktek local. Kemajuan
yang sangat pesat sampai saat ini dimana banyak sekali para herbalis
mengandalkan pengetahuan mereka tentang obat-obatan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan untuk merawat dan mengobati penyakit.
• Sejarah tanaman obat atau herbal di Indonesia berdasarkan fakta sejarah adalah obat asli
Indonesia. Catatan sejarah menunjukkan bahwa di wilayah nusantara dari abad ke 5
sampai dengan abab ke 19, tanaman obat merupakan sarana paling utama bagi
masyarakat tradisional kita untuk pengobatan penyakit dan pemeliharan kesehatan.
Kerajaan di wilayah nusantara seperti Sriwijaya, Mojopahit dan Mataram mencapai
beberapa puncak kejayaan dan menyisakan banyak peninggalan yang dikagumi dunia,
adalah produk masyarakat tradisional yang mengandalkan pemeliharaan kesehatannya
dari tanaman obat.
• Banyak jenis tanaman yang digunakan secara tunggal maupun ramuan terbukti sebagai
bahan pemelihara kesehatan. Pengetahuan tanaman obat yang ada di wilayah Nusantara
bersumber dari pewarisan pengetahuan secara turun-temurun, dan terus-menerus
diperkaya dengan pengetahuan dari luar Nusantara, khususnya dari China dan India.
Tetapi dengan masuknya pengobatan modern di Indonesia, dengan didirikannya sekolah
dokter jawa di Jakarta pada tahun 1904, maka secara bertahap dan sistematis
penggunaan tanaman obat sebagai obat telah ditinggalkan. Dan telah menggantungkan
diri pada obat kimia modern, penggunaan tanaman obat dianggap kuno, berbahaya dan
terbelakang.
• Sebagai akibatnya masyarakat pada umumnya tidak mengenal tanaman obat dan
penggunaannya sebagai obat. Namun masih ada sebenarnya upaya yang melestarikan
dan memanfaatkan tanaman obat dalam dokumentasinya seperti K. Heyne, menulis
buku ” Tanaman Berguna Indonesia “,. Dr. Seno Sastroamidjojo, dengan bukunya ”
Obat Asli Indonesia “. Dan beberapa upaya mengembangankan pengetahuan tanaman
obat Indonesia dan aplikasinya dalam pengobatan. Saat ini obat herbal digunakan di
klinik pengobatan Tradisional RS.Dr.,Sutomo Surabaya dan beberapa rumah sakit besar
di Jakarta juga sudah menyediakan obat herbal.
• Beberapa dekade terakhir ini terdapat kecenderungan secara global untuk kembali ke
alam. Kecenderungan untuk kembali ke alam atau ” back to nature “, dalam bidang
pengobatan pada herbal ini sangat kuat di Negara-negara maju dan berpengaruh besar
di Negara-negara berkembang seperti Indonesia. Lembaga-lembaga pendidikan
pelatihan herbalpun kini telah banyak diminati masyarakat. Pentingnya Kepedulian kita
akan tanaman obat atau herbal yang telah sejak jaman dulu kala perlu di lestarikan
dan di terapkan seperti negara-negara lain yang telah menggunakan herbal sebagai
obat leluhur
Pengertian obat herbal
Obat herbal merupakan obat yang berasal dari
tumbuhan yang diproses sedemikian rupa
sehingga menjadi serbuk, pil atau cairan yang
dalam prosesnya tidak menggunakan zat kimia.
Obat herbal dapat membantu menyembuhkan
penyakit dengan efek samping yang minim
karena dibuat dari bahan-bahan alami.
Obat herbal juga disebut phytomedicine atau
obat botani, bahan-bahan dasar obat-obatan
herbal adalah seluruh atau sebagian tanaman
yang bisa dijadikan obat. Kualitas obat herbal
sangat tergantung pada alam tempat tanaman
herbal itu tumbuh, cara panen dan cara proses
pembuatannya.
Penelitian yang dilakukan oleh WHO
mendapatkan bahwa sekitar 80 persen
manusia menggunakan tumbuh-tumbuhan
sebagi obat herbal untuk perawatan kesehatan
utama mereka.
Sejarah obat herbal era kolonial
• Pada 8 Februari 1825, Carl Ludwig Blume, pejabat Dinas Kesehatan Masyarakat Hindia
Belanda, menulis surat kepada Residen Cirebon. Blume menceritakan bagaimana
penduduk pribumi menggunakan ramuan dari tumbuh-tumbuhan untuk mengobati
penyakit diare.

• Tumbuhan yang dimaksud adalah krastoelang (chloranthus officinalis)—tumbuhan liar


yang menurutnya banyak ditemui di pulau Jawa. Dalam surat itu dijelaskan juga
bagaimana penduduk pribumi mengolah krastoelang sampai bisa disajikan sebagai obat.

• Tidak ada yang luar biasa dalam kisah ini. Para dokter Eropa, setidaknya sampai akhir
abad ke-19, tertarik pada praktik pengobatan herbal yang banyak dilakukan penduduk
Pribumi. Blume yang saat itu menjabat pula sebagai Direktur Kebun Raya Bogor
menggantikan Caspar Reinwardt, juga melakukan penyelidikan secara sistematis terkait
jenis tumbuh-tumbuhan yang ada di Nusantara dan kegunaannya, baik untuk
kepentingan kedokteran maupun komersial.
Lanjutan

• Sembilan tahun sebelumnya, Thomas Horsfield, dokter berkebangsaan Amerika,


menerbitkan sebuah artikel berjudul “Short Account of the Medicinal Plants of
Jawa” dalam Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap der Kunsten en
Wetenschappen (1816). Dalam artikel ini, sang dokter yang juga bekerja untuk
Thomas Stamford Raffles, Letnan-Gubernur Inggris di Jawa, menulis jenis-jenis
tumbuhan yang digunakan sebagai obat oleh penduduk pribumi. Horsfield juga
menyinggung krastoelang sebagai tumbuhan yang biasa dipergunakan sebagai
obat. Hanya saja, soal kegunaannya sedikit berbeda dengan apa yang
disampaikan Blume. Menurutnya, tumbuhan ini merupakan obat untuk penyakit
kelamin, dan sampai batas tertentu juga bisa mengobati demam.Empat tahun
setelah Blume mengirim surat kepada Residen Cirebon, F.A.C. Waitz, dokter
keturunan Jerman yang bertugas di Hindia Belanda, menerbitkan sebuah buku
tipis berjudul Praktische waarnemingen over eenige Javaansche geneesmiddelen
(1829). Waitz menjelaskan berbagai tumbuhan yang digunakan penduduk
pribumi sebagai obat.
• Selain untuk urusan pengobatan, penyelidikan dalam kerangka sejarah alam
(natural history) ini juga bertujuan untuk mengumpulkan informasi tanaman
yang memiliki nilai ekonomi untuk pasar Eropa. Bagaimana pun, tujuan utama
kolonialisme adalah mencari keuntungan ekonomi sebanyak-banyaknya. Dan
itu dilakukan dengan mengeksploitasi kekayaan alam, lalu mengubahnya
menjadi komoditas ekonomi. Pada titik ini, para dokter yang menyelidiki
sejarah alam berada di garda depan untuk memastikan keuntungan ekonomi
kolonialisme berjalan lancar. Tapi ini adalah cerita lain tentu saja.Penggunaan
obat-obatan dari tumbuhan lokal yang diapresiasi para dokter Eropa juga
cukup populer di kalangan kaum indo. Sampai batas tertentu, sebagaimana
diceritakan Hans Pols dalam artikel “European Physicians and Botanists,
Indigenous Herbal Medicine in the Dutch East Indies, and Colonial Networks of
Mediation” yang dimuat di jurnal East Asian Science, Technology and Society:
an International Journal (2009), merekalah yang kerap mempromosikan
penggunaan obat-obatan tradisional ini.
• Menjinakkan Malaria di Zaman Kolonial
Seorang perempuan indo bernama J. Kloppenburg-Versteegh (1862-1948) adalah salah
satu contoh paling penting. Pada 1907 ia menerbitkan Indische planten en haar
geneeskracht. Sesuai judulnya, buku itu membahas tumbuh-tumbuhan yang ada di
Hindia beserta kegunaannya untuk kesehatan. Buku tersebut kemudian diterjemahkan
ke dalam bahasa Jawa dengan judul Bab toetoewoehan ing tanah Indija miwah
dajanipoen kangge djampi (1911). Beberapa tahun kemudian buku itu diterbitkan pula
dalam bahasa Melayu dengan judul Boekoe obat-obat (1916) dan Boekoe djampi
(1916).Sebetulnya Kloppenburg tidak memiliki latar belakang keilmuan soal obat-obatan.
Dorongan untuk menulis karya itu lebih didasarkan pada pengalaman pribadi yang
begitu suram: kematian putrinya pada 1899. Setelah itu ia bertekad menyusun buku soal
obat-obatan untuk menolong sesama manusia.Pendekatan yang ia lakukan dalam
menyusun buku itu bisa dikatakan mengikuti prosedur keilmuan. Ia mengumpulkan
jenis-jenis tumbuhan dan khasiatnya, sebagaimana dilakukan para dokter-naturalis di
awal abad ke-19. Inilah yang membuatnya cukup bisa diterima dalam kerangka ilmu
kedokteran masa itu.
Lanjutan
• Meskipun sebab pasti malaria belum diketahui, tetapi orang Eropa sudah tahu obat
penangkalnya. Obat itu diperoleh dengan mengekstrak sari pati kulit pohon kina yang
disebut kinine. Sayangnya, pohon kina saat itu hanya bisa ditemukan di pegunungan Andes
di Amerika Selatan.Pada awal abad ke-19, produksi kinine dari Amerika Selatan
dikendalikan Peru dan Bolivia. Pasokannya sedikit dan hanya orang-orang tertentu saja
yang mampu membelinya. Padahal, pada 1840-an, pengobatan malaria dengan kinine
menjadi praktik standar di koloni Inggris di Afrika. Penggunaan kinine kemudian menyebar
pula ke Asia, termasuk Hindia Belanda.Karena itu, aklimatisasi pohon kina di Jawa lantas
jadi obsesi pemerintah kolonial. Selain menjanjikan keuntungan ekonomis, produksi kina
juga berguna untuk menekan epidemi malaria di tanah jajahan.Seturut penelusuran
Andrew Goss dalam Belenggu Ilmuwan dan Pengetahuan: Dari Hindia Belanda sampai Orde
Baru (2014), adalah botanikus J.K. Hasskarl yang berhasil membawa bibit pohon kina dari
Peru ke Jawa pada 1854. Usaha Hasskarl itu lalu dilanjutkan Franz Wilhelm Junghuhn,
botanikus Belanda kelahiran Jerman, yang cukup berhasil mengembangkan perkebunan
kina di dataran tinggi Malabar. “Selama delapan tahun berikutnya Junghuhn bekerja tanpa
kenal lelah—menanam stek, menguji kulit batang, dan menulis buku petunjuk—semuanya
demi menghasilkan lebih banyak lagi pohon kina,” tulis Goss
Meyibak potensi pasar obat herbal
tradisional
• Di negara-negara sedang berkembang, sebagian besarpenduduknya
masih terus menggunakan obat tradisional, terutama untuk pemenuhan
kebutuhan kesehatan dasarnya. Menurut resolusi Promoting the Role of
Traditional Medicine in HealthSystem: Strategy for the African Region,
sekitar 80% .masyarakat di negara–negara anggota WHO (World Health
Organization) di Afrika menggunakan obat tradisional untuk keperluan
kesehatan. Beberapanegara Afrika melakukan pelatihan obat tradisional
kepada farmasis, dokter dan para medik. Demikian pula penggunaan
obat tradisional di Asia, terus meningkat meskipun banyak tersedia dan
bereda obat-obat entitas kimia. Di RRC (Republik Rakyat.China),
penggunaan obat tradisional mencapai 90%.penduduk di Jepang 60
sampai dengan 70% doktermeresepkan obat tradional ”kampo” untuk
pasienmereka. Di Malaysia, obat tradisional Melayu, TCM
• dan obat tradisional India digunakan secara luas oleh
masyarakatnya. Sementara itu, Kantor Regional WHO wilayah
Amerika (AMOR/PAHO) melaporkan 71% penduduk Chile dan 40%
penduduk Kolombia menggunakan obat tradisional. Di negara-
negara maju, penggunaan obat tradisional tertentu sangat populer.
Beberapa sumber menyebutkan penggunaan obat tradisional oleh
penduduk di Perancis mencapai 49%, Kanada 70%, Inggris 40% dan
Amerika Serikat 42%.Beberapa produk ekstrak herbal mempunyai
pasar global dengan nilai yang besar. Ginko Biloba,Ginseng, Garlic
dan Echinacae adalah ekstrak yang memiliki pasar tergolong
terbesar di dunia. Di Amerika Serikat, penjualan dan penggunaan
obat herbal berupa dietary supplement juga meningkat cukup
signifikan.
Pengembangan Obat Tradisional atau Obat
Bahan Alam Indonesia
• Pemeliharaan & Pengembangan Pengobatan tradisional sebagai warisan budaya bangsa
(ETNOMEDISINE) terus ditingkatkan dan didorong pengembangannya melalui penggalian,
penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan termasuk budidaya
tanaman obat tradisional yang secara medis dapat dipertanggungjawabkan

Dalam hal ini dapat di formulasikan menjadi 5 hal fokok yang harus diperhatikan yaitu

1.Etnomedicine,

2.Agroindustri tanaman obat,

3.Iftek kefarmasian dan kedokteran,

4.Teknologi kimia dan proses,

5.Pembinaan dan pengawasan produksi atau pemasaran bahan dan produk obat tradisional.
ETNOMEDICINE

• Etnomdisine merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang yang harus dikembangkan,
dikaji secara ilmiah dan dicatat /didokumentasikan sebaik mungkin sebelum mengalami
kepunahan atau hilang. Adapun Etnomedicine yang digunakan sebagai acuan adalah :

1.Cabe Puyang warisan nenek moyang,

2.Ayur weda,

3.Usada Bali,

4.Atlas tumbuhan obat Indonesia (Dalimarta),

5.Tumbuhan Obat Indonesia (Hembing), dan

6.Tumbuhan Berguna Indonesia (Heyne).


Pengelompokan Obat Tradisional atau Jenis-jenis Obat
Tradisional di indonesia

• berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim


penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat
Bahan Alam Indonesia dikelompokkan secara
berjenjang menjadi 3 kelompok
• (1)Jamu;

• (2)Obat Herbal Terstandar;

• (3)Fitofarmaka.
1.Jamu
• Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam
bentuk serbuk seduhan atau cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang
menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada
umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang
disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara
5 – 10 macam bahkan lebih.Saat ini ada beberapa kemasan jamu yang beredar
seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini :
2.Obat Herbal Terstandar (OHT)

• Obat Herbal Terstandar (OHT) juga tidak sama dengan


fitofarmaka. Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat
tradisional yang berasal dari ekstrak bahan tumbuhan, hewan
maupun mineral. Perlu dilakukan uji pra-klinik untuk
pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan bahan yang
berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar
pembuatan obat yang higienis dan uji toksisitas akut maupun
kronis seperti halnya fitofarmaka.Dalam proses pembuatannya,
OHT memerlukan peralatan yang lebih kompleks dan berharga
mahal serta memerlukan tenaga kerja dengan pengetahuan dan
keterampilan pembuatan ekstrak, yang hal tersebut juga
diberlakukan sama pada fitofarmaka.
3.Fitofarmaka
• Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji
klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi. Pada
dasarnya sediaan fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-jamuan
karena juga berasal dari bahan-bahan alami, meskipun demikian
jenis sediaan obat ini masih belum begitu populer di kalangan
masyarakat, dibandingkan jamu-jamuan dan herba terstandar.
Khasiat dan penggunaan fitofarmaka dapat lebih dipercaya dan
efektif daripada sediaan jamu-jamuan biasa, karena telah memiliki
dasar ilmiah yang jelas, Dengan kata lain fitofarmaka menurut ilmu
pengobatan merupakan sediaan jamu-jamuan yang telah tersentuh
oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Monografi Herbal
• Secara sederhana monografi dapat diartikan sebagai uraian yang menyeluruh dari suatu
obat atau sediaan obat mengenai pemerian, sifat fisika, sifat kimia, sifat fisikokimia, efek
farmakologi, toksisitas, stabilitas, penyimpanan dan lain sebagainya sebagai
acuan/standar dalam kontrol kualitas obat atau sediaan obat. Monografi tercantum dalam
buku acuan/standar resmi yang dikeluarkan pemerintah seperti Farmakope, Formularium,
Kodeks dan lain sebagainya. Untuk obat herbal, buku standar yang digunakan adalah
Materia Medika Indonesia, Farmakope Indonesia dan Ekstra Farmakope Indonesia. Selain
itu dapat digunakan literatur dari negara lain yang memiliki uraian yang lebih
komprehensif dalam monografinya seperti buku-buku standar herbal yang dikeluarkan
oleh WHO atau asosiasi bidang herbal dan fitoterapi lainnya seperti ESCOP (The European
Scientific Cooperative On Phytotherapy), ASP (American Society of Pharmacognosy) dan
lain sebagainya. Salah satu kelebihan literatur asing tersebut ialah dicantumkannya data
pra klinik ataupun data klinik di setiap monografi suatu herbal/simplisia. Perlu juga
ditekankan kepada mahasiswa pentingnya untuk mencari informasi terkini mengenai
data-data tersebut dari jurnal-jurnal Internasional di bidang herbal seperti Planta Medica,
Fitoterapia, Phytomedicine, Natural Products, Phytochemistry dan lain sebagainya.
Bentuk Sediaan
• Bentuk sediaan obat herbal seperti : teh obat, serbuk
terstandar, ekstrak dan lain sebagainya perlu disampaikan
kepada mahasiswa farmasi dan kedokteran. Perbedaan
pembelajaran di antara keduanya adalah adanya uraian
yang lebih luas terutama bidan formulasi/pembuatan
sediaan obat herbal beserta kontrol kualitasnya pada
mahasiswa farmasi. Perlu juga disampaikan landasan
pemilihan bentuk sediaan obat herbal terkait dengan sifat
komponen aktif dalam ekstrak atau simplisia asal suatu
herbal serta aspek lain yang berpengaruh pada proses
terapi seperti akseptabilitas dan stabilitas
Lanjutan
• Di samping itu untuk obat herbal yang memiliki bentuk sediaan seperti
obat konvensional (bentuk sediaan farmasi) seperti tablet, kapsul, pil,
larutan, suspensi dan lain sebagainya perlu diuraikan metode manufaktur
standar/resmi seperti CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan CPOTB
(Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik). CPOB merupakan ketentuan
yang mengikat atau yang harus dilaksanakan (mandatory) oleh suatu
industri obat/farmasi untuk memproduksi sediaan obat yang diedarkan di
Indonesia. CPOTB merupakan pedoman yang harus dilaksanakan untuk
memproduksi sediaan obat herbal atau sediaan obat bahan alam lainnya
oleh Industri Obat Tradisional (IOT) atau Industri Kecil Obat Tradisional
(IKOT) (Badan POM, 2005-c; Depkes 1991). Untuk mahasiswa kedokteran,
uraian tentang CPOB dan CPOTB dibahas secara singkat. Sedangkan untuk
mahasiswa farmasi, uraian tentang CPOB dan CPOTB dibahas lebih
mendalam pada mata kuliah atau pokok bahasan lain.
Efikasi

• Acuan standar untuk menguji efikasi suatu jenis terapi atau pengobatan adalah uji
klinik acak (RCT = randomized clinical trial). Demikian halnya dengan obat herbal.
Sebelum memanfaatkan atau menggunakan suatu obat herbal, hendaknya pasien,
dokter atau apoteker mengecek tingkat pembuktikan/klaim efikasi (khasiat) suatu obat
herbal atau tumbuhan obat. Di Indonesia, fitofarmaka adalah kelompok obat herbal
yang aman dan memiliki efikasi tertinggi karena telah memiliki data klinik seperti
halnya obat seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Data klinik (evidence-based) ini
merupakan tuntutan utama sebagian besar dokter terhadap obat herbal. Sayangnya,
tidak semua dokter dan apoteker Indonesia memiliki informasi yang cukup mengenai
fitofarmaka. Bahkan produk terakhir yang memiliki registrasi fitofarmaka tidak mereka
ketahui. Minimnya kemampuan untuk mengakses informasi terkini suatu obat herbal
atau tumbuhan obat adalah salah satu masalah dalam pembelajaran obat herbal yang
perlu ditangani sejak dini. Mahasiswa farmasi dan kedokteran harus dibekali dengan
teknik mengakses informasi terkait obat herbal baik melalui internet maupun buku
teks, buku acuan standar ataupun jurnal-jurnal terkait dengan obat herbal dan
fitoterapi
• Contoh obat herbal yang memiliki efikasi
berdasarkan uji klinik misalnya : penggunaan
ginkgo (Ginkgo biloba) untuk demensia dan
klaudikasi intermiten, serta penggunaan kava
(Piper methysticum) untuk ansietas (Tuso,
2002).
Pengelompokan Obat Tradisional atau Jenis-jenis Obat
Tradisional

Berdasarkan Pengobatan Tradisional Bali yang khusus untuk bahan obat atau obat-obatan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan (Taru Premana), Obat Tradisional Bali di kelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :

• 1. Anget (panas)

• 2. Dumelada (sedang)

• 3. Tis (dingin)

Tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang bunganya berwarna putih, kuning atau hijau dikelompokkan kedalam
kelompok tanaman yang berkhasiat anget (panas). Bunganya yang berwarna merah atau biru dikelompokkan
kedalam tanaman yang berkhasiat tis (dingin) sedangkan bila warna bunganya beragam dikelompokkan
kedalam kelompok tanaman yang berkhasiat sedang. Bila ditinjau dari rasa obatnya maka kalau rasanya manis
atau asam maka dikelompokkan kedalam kelompok tanaman yang panas dan bila rasanya pahit, pedas dan
sepat dikelompokkan kedalam kelompok dingin. Obat minum (jamu cair) yang berasa pahit amat baik untuk
mengobati panas pada badan dan sakit perut karena dapat mendinginkan badan akibat panas di dalam perut.
Bahkan ada pula tanaman atau tumbuhan yang mempunyai ketiga khasiat tersebut yaitu akar (dingin), kulit
batangnya (sedang) dan daun (panas), tanaman ini adalah Tanaman Kepuh.
Peraturan Perundang-undangan dalam Obat
Tradisional
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan dan Instansi terkait selalu mengawasi
pengembangan Obat Traddisional mulai dari bahan baku, proses pembuatan, proses pengemasan dan
pemasarannya agar masyarakat terhindar dari efek negatif Obat Tradisional dengan mengeluarkan
Peraturan Perundang-undangan baik itu berupa UU, PP dan Intruksi atau Keputusan Bersama
diantaranya yaitu :

1.RENSTRA Kementrian Kesehatan RI dengan PP 17/1986 tentang Kewenangan Pengaturan Obat


Tradisional di Indonesia

2.Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 246/Menkes/Per/V/1990, Izin Usaha Industri Obat


Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional

3.Undang Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

4.Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 760/MENKES/PER/IX/1992 tentang Fitofarmaka

5.Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 761/MENKES/PER/IX/1992 tentang Pedoman Fitofarmaka


Lanjutan
6.GBHN 1993 tentang Pemeliharaan& Pengembangan Pengobatan tradisional sebagai warisan budaya bangsa (ETNOMEDISINE).

7.Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional

8.PP No. 72/1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

9.Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 56/Menkes/SK/I/2000 tentang Pedoman Pelaksanaaan Uji Klinik Obat Tradisional

10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/PER/VI/2000 tentang Pengertian Obat Tradisional

11.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 381/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KONTRANAS)

12.Undang Undang No.36/2009 tentang Kesehatan Pengobatan Tradisional

13.Peraturan Pemerintah RI No. 51/2009 tentang Sediaan Farmasi : obat (modern/sintetik), bahan obat, obat tradisional dan
kosmetik

14.Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 003/2010 tentang Saintifikasi Jamu

15.Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 88/2013 tentang Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional
Standarisasi Obat Tradisional/obat herbal

Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) adalah suatu


persyaratan yang dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas
farmasetik maupun terapetik. Dalam upaya standardisasi tersebut perlu
ditentukan persyaratan standard yang diharuskan Peraturan dan Perundang-
undangan yang berlaku. Pada pelaksanaan standardisasi perlu juga dilakukan
dengan berbagai macam metode (pengujian multifaktorial). Standardisasi suatu
sediaan obat (ekstrak atau simplisia) tidaklah sulit bila senyawa aktif yang
berperan telah diketahui dengan pasti. Pada prinsipnya standardisasi dapat
didasarkan atas senyawa aktif, kelompok senyawa aktif maupun atas dasar
senyawa karakter (bila senyawa aktif belum diketahui dengan pasti). Bila
digunakan senyawa karakter pada upaya standardisasi, maka dalam hal ini
hanyalah bertujuan untuk dapat membantu menentukan kualitas bahan obat
tersebut. Senyawa karakter yang dipakai haruslah spesifik dan digunakan selama
senyawa aktif belum diketahui dengan pasti. Standardisasi dapat dilakukan seara
fisika, kimia, maupun biologik.
Bahan Baku Obat Tradisional/obat herbal

Tanaman atau bahan baku yang dipergunakan dalam


pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif dapat
berupa :

• 1.Bahan mentah atau simplisia yang dapat berupa


bahan segar, serbuk kering atau diformulasi

• 2.Ekstrak yang dapat berupa cairan segar, ekstrak atu


rebusan, tingtur, galenik, atau formula ekstrak kering
seperti tablet, kapsul, dan sirup,
Simplisia pelikan atau Bahan Mentah atau Simplisia

• Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga. Simplisia dapat berupa bahan segar atau serbik
kering yang sesuai dengan standar farmakope. Simplisia dapat berupa simplisia
nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.Simplisia nabati adalah
simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman.
Eksudat adalah ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,Simplisia hewani adalah simplisia yang
berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan mineral
adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau
telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.Pengontrolan
yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi (pemilihan bibit, pengontrolan lahan
penanaman, saat panen, pengeringan dan atau pengontrolan terhadap setiap tahap
proses dari bahan baku sampai dengan bentuksediaan jadi) dapat diharapkan
terwujudnya suatu homogenitas bahan obat / sediaan fitofarmaka.
Peran Ilmu Kimia dalam Penelitian dan Pengembangan Obat Tradisional

Ilmu kimia sangat penting perannya dalam penelitian dan


pengembangan obat tradisional agar dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah ataupun medis. Adapun peran ilmu kimia dalam penelitian
dan pengembangan obat tradisional adalah :

1.Eksplorasi dalam penemuan senyawa obat atau bahan obat baru

2.Penyiapan bahan baku obat

3.Standarisasi obat

4.Uji bioaktivitas
Interaksi Obat-Herbal

Interaksi obat dengan herbal merupakan salah satu topik yang perlu disampaikan kepada mahasiswa
famasi dan kedokteran. Suatu herbal dapat memiliki efek yang menyerupai, memperkuat atau melawan
efek yang ditimbulkan obat (Ebadi, 2002). Interaksi obat dengan herbal dapat menyebabkan perubahan
ketersediaan hayati (bioavailability) dan efikasi obat (Tuso, 2002). Penggunaan obat herbal secara sering
dapat menjadi penyebab terjadinya efek toksik yang tidak diketahui penyebabnya atau berkurangnya
efikasi obat (Newall & Phillipson, 1998).Bagi calon dokter, pengetahuan tentang interaksi obat-herbal
berkaitan erat dengan keberhasilan terapi menggunakan obat (farmakoterapi) atau tindakan medis
lainnya seperti operasi. Komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien perlu dilakukan terkait dengan
penggunaan obat herbal oleh pasien untuk menghindari efek samping atau akibat fatal dari interaksi
obat-herbal tersebut (Tuso, 2002). Contoh interaksi obat-herbal yang dapat berakibat fatal misalnya
interaksi antara warfarin dengan ginkgo, bawang putih (Allium sativum) dan dong quai (Angelica sinensis).
Interaksi tersebut berpotensi menimbulkan perdarahan (Ebadi, 2002; Newall & Phillipson, 1998). Dokter
dan Apoteker harus memastikan bahwa pasien yang akan mendapatkan tindakan operatif tidak
mengkonsumsi obat herbal yang mengandung tanaman-tanaman tersebut; atau menunda tindakan
operatif setidaknya 2 minggu terhitung dari konsumsi terakhir obat herbal tersebut (Tuso, 2002). Contoh
lain misalnya interaksi antara obat antidepresan trisiklik dengan yohimbin (Pausinystalia yohimbe).
Interaksi tersebut meningkatkan resiko hipertensi penggunaan yohimbin (Ebadi, 2002). Yohimbin
merupakan senyawa alkaloid yang memiliki efek afrodisiak, yang terdapat dalam Irex®, Irex Max®,
Neohormoviton®, dan lain sebagainya.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai