TRADISIONAL
Sejarah tanaman obat didunia
• Tanaman obat ialah jenis tanaman yang berkhasiat sebagai penyembuh, dapat
digunakan sebagai obat, dan secara empiris terbukti efektifitasnya. Secara
naluriah, manusia akan berusaha untuk memelihara kesehatan dan mengobati
penyakitnya. Usaha itu tentu menghasilkan temuan-temuan yang kemudian
diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi menjadi suatu sistem
kesehatan dan pengobatan yang baku. Hal ini telah terjadi selama berabad-abad,
sejak masa prasejarah sampai masa sejarah.
• Pada jaman mesir kuno, para budak diberi ransum bawang setiap hari untuk
membantu menghilangkan banyak penyakit demam dan infeksi yang umum
terjadi pada masa itu. Sejak itu catatan pertama tentang penulisan tanaman obat
dan berbagai khasiatnya telah dikumpulkan oleh orang-orang mesir kuno.
Dimana saat itu para pendeta Mesir kuno telah melakukan dan mempraktekkan
pengobatan herbal. Dari abad 1500 SM telah tercatat berbagai tanaman obat,
termasuk jintan dan kayu manis.
• Bangsa Yunani kuno juga banyak menyimpan catatan mengenai penggunaan
tanaman obat yaitu Hyppocrates (Tahun 466 Sebelum Masehi), Theophrastus
(Tahun 372 Sebelum Masehi) dan Pedanios Dioscorides (Tahun 100 Sebelum
Masehi) membuat himpunan keterangan terinci mengenai ribuan tanaman obat
dalam De Materia Medica. Orang-orang Yunani kuno juga telah melakukan
pengobatan herbal. Mereka menemukan berbagai tanaman obat baru, seperti
rosemary dan lavender pada saat mengadakan perjalanan ke berbagai daratan lain.
• Bangsa Yunani dan bangsa Roma kuno melakukan penggunaan tanaman herbal untuk
penyembuhan.Sebagaimana tertulis dalam catatan Hipocrates, terutama Galen praktek
bangsa Yunani dan Roma dalam pengobatan herbal menjadi acuan dalam pelaksanaan
pengobatan di barat pada kemudian hari.Yunani dan praktek-praktek Roma yang berhubung
dengan obat, seperti yang dipelihara di dalam tulisan Hippocrates dan – terutama -Kekasih,
yang dengan syarat polapola untuk pengobatan barat yang kemudiannya. Hippocrates
menganjurkan pemakaian herbal yang sederhana, seperti udara yang sehat, segar dan
bersih, istirahat dan diet yang wajar.Sedangkan Galen menganjurkan penggunaan dosis-
dosis yang besar dari campuran-campuran obat termasuk tumbuhan, binatang, dan
ramuan-ramuan mineral.
• Para ahli kedokteran bangsa Yunani merupakan orang Eropa yang pertama yang membuat acuan
penggunaan-penggunaan dari tumbuhan obat, De Materia Medica.Pada abad pertama sesudah
masehi, Dioscorides menulis suatu ringkasan dari lebih 500 tumbuhan yang menjadi bahan
acuan selama abad ke 17. Sama pentingnya bagi ahli pengobatan herbal dan ahli tumbuhan di
temukan buku dari bangsa Yunani, Historia Theophrastus Plantarum, yang ditulis pada abad ke 4.
• Tahun 2007 telah dicanangkan oleh pemerintah bahwa Jamu adalah Brand Indonesia, walau
pada kenyataannya masih dianggap strata paling bawah dalam pengobatan karena belum
teruji secara ilmiah.
• Dunia Kedokteran Indonesia sendiri secara perlahan mulai membuka diri menerima herbal
sabagai pilihan untuk pengobatan, bukan sekedar sebagai pengobatan alternatif saja, ini
terbukti dengan berdirinya beberapa organisasi seperti Badan Kajian Kedokteran Tradisional
dan Komplementer Ikatan Dokter Indonesia pada Muktamar IDI XXVII tahun 2009, Persatuan
Dokter Herbal Medik Indonesia [PDHMI], Persatuan Dokter Pengembangan Kesehatan Timur
[PDPKT] dan beberapa organisasi sejenis lainnya.
• Ini semua menggambarkan dunia kedokteran walau masih belum terbuka lebar tetapi para
pelakunya, yaitu para dokter mulai melihat potensi yang besar dan ternyata bisa
dikembangkan dalam pengobatan berbasis obat herbal, tidak hanya untuk menangani
penyakit yang ringan saja tetapi juga untuk mengatasi penyakit yang berat.Ketergantungan
masyarakat terhadap obat konvensional kedokteran diharapkan bisa secara pasti diganti
dengan masuknya obat herbal, saat ini ternyata 95% bahan baku obat konvensional masih
di import, berapa banyak devisa yang bisa dihemat bila peralihan ini berjalan mulus.
• Memasuki tahun 2010, Badan Litbang Depkes mempelopori suatu usaha yang sangat
terpuji dan patut didukung penuh yaitu dengan membuat model “Rumah Sehat” atau
“Klinik Jamu”, model ini akan menerapkan penggunaan jamu sebagai obat yang diberikan
dokter untuk pasiennya, suatu terobosan yang didukung oleh kebijakan pemerintah dan
akan diuji coba didaerah Jawa Tengah pada awal tahun 2010. Dipilihnya Jawa Tengah
mungkin juga dengan pertimbangan saat ini banyak perusahaan Jamu dalam skala kecil
sampai besar yang berlokasi di Jawa Tengah serta kebiasaan orang jawa meminum jamu
sejak dulu.
• Bekerjasama dengan GP Jamu [Gabungan Pengusaha Jamu] sebagai
penyedia kebutuhan obat herbal, Rumah Sehat ini akan dipimpin oleh
Dokter sebagai penanggung jawab dan yang menggembirakan ternyata
sudah cukup banyak para dokter yang berminat dan terdaftar untuk
mempelajari serta mendalami pengobatan herbal.Memang masih
memerlukan banyak persiapan, baik secara mental dari para dokter yang
memberikan obat serta merubah persepsi pasien bahwa pengobatan
herbal atau “minum jamu” itu ketinggalan jaman, kita harus bisa menerima
kenyataan bahwa jaman sudah berubah, mencontoh Cina yang dengan
berani memberikan pilihan kepada pasien untuk menggunakan pengobatan
dengan obat konvensional atau tradisional.Saatnya juga bagi perusahaan
jamu yang peduli dengan khasiat serta mutu untuk mulai menerapka
standar yang berlaku seperti GMP, SNI, CPOTB sampai HACCP agar
keyakinan masyarakat atas mutu produk yang dihasilkan bisa diperoleh.
• Dukungan dari semua pihak, baik para pelaku petani yang
diharapkan memberikan hasil olahan tanaman herbal dengan
kualitas tinggi, keterlibatan dunia perguruan tingga dan
swasta untuk melakukan uji coba khasiat obat herbal,
kemudahan peraturan dan dukungan penuh pemerintah
dalam hal ini Departemen Kesehatan dan BPOM akan
menjadikan Indonesia menjadi salah satu Negara terkemuka
yang menghasilkan Obat Herbal bermutu tinggi dan
menjadikan Pengobatan Tradisional terutama Herbal
bukanlah sekedar Pengobatan Alternative
Sejarah obat tradisiona
• Tidak ada yang luar biasa dalam kisah ini. Para dokter Eropa, setidaknya sampai akhir
abad ke-19, tertarik pada praktik pengobatan herbal yang banyak dilakukan penduduk
Pribumi. Blume yang saat itu menjabat pula sebagai Direktur Kebun Raya Bogor
menggantikan Caspar Reinwardt, juga melakukan penyelidikan secara sistematis terkait
jenis tumbuh-tumbuhan yang ada di Nusantara dan kegunaannya, baik untuk
kepentingan kedokteran maupun komersial.
Lanjutan
Dalam hal ini dapat di formulasikan menjadi 5 hal fokok yang harus diperhatikan yaitu
1.Etnomedicine,
5.Pembinaan dan pengawasan produksi atau pemasaran bahan dan produk obat tradisional.
ETNOMEDICINE
• Etnomdisine merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang yang harus dikembangkan,
dikaji secara ilmiah dan dicatat /didokumentasikan sebaik mungkin sebelum mengalami
kepunahan atau hilang. Adapun Etnomedicine yang digunakan sebagai acuan adalah :
2.Ayur weda,
3.Usada Bali,
• (3)Fitofarmaka.
1.Jamu
• Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam
bentuk serbuk seduhan atau cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang
menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada
umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang
disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara
5 – 10 macam bahkan lebih.Saat ini ada beberapa kemasan jamu yang beredar
seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini :
2.Obat Herbal Terstandar (OHT)
• Acuan standar untuk menguji efikasi suatu jenis terapi atau pengobatan adalah uji
klinik acak (RCT = randomized clinical trial). Demikian halnya dengan obat herbal.
Sebelum memanfaatkan atau menggunakan suatu obat herbal, hendaknya pasien,
dokter atau apoteker mengecek tingkat pembuktikan/klaim efikasi (khasiat) suatu obat
herbal atau tumbuhan obat. Di Indonesia, fitofarmaka adalah kelompok obat herbal
yang aman dan memiliki efikasi tertinggi karena telah memiliki data klinik seperti
halnya obat seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Data klinik (evidence-based) ini
merupakan tuntutan utama sebagian besar dokter terhadap obat herbal. Sayangnya,
tidak semua dokter dan apoteker Indonesia memiliki informasi yang cukup mengenai
fitofarmaka. Bahkan produk terakhir yang memiliki registrasi fitofarmaka tidak mereka
ketahui. Minimnya kemampuan untuk mengakses informasi terkini suatu obat herbal
atau tumbuhan obat adalah salah satu masalah dalam pembelajaran obat herbal yang
perlu ditangani sejak dini. Mahasiswa farmasi dan kedokteran harus dibekali dengan
teknik mengakses informasi terkait obat herbal baik melalui internet maupun buku
teks, buku acuan standar ataupun jurnal-jurnal terkait dengan obat herbal dan
fitoterapi
• Contoh obat herbal yang memiliki efikasi
berdasarkan uji klinik misalnya : penggunaan
ginkgo (Ginkgo biloba) untuk demensia dan
klaudikasi intermiten, serta penggunaan kava
(Piper methysticum) untuk ansietas (Tuso,
2002).
Pengelompokan Obat Tradisional atau Jenis-jenis Obat
Tradisional
Berdasarkan Pengobatan Tradisional Bali yang khusus untuk bahan obat atau obat-obatan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan (Taru Premana), Obat Tradisional Bali di kelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :
• 1. Anget (panas)
• 2. Dumelada (sedang)
• 3. Tis (dingin)
Tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang bunganya berwarna putih, kuning atau hijau dikelompokkan kedalam
kelompok tanaman yang berkhasiat anget (panas). Bunganya yang berwarna merah atau biru dikelompokkan
kedalam tanaman yang berkhasiat tis (dingin) sedangkan bila warna bunganya beragam dikelompokkan
kedalam kelompok tanaman yang berkhasiat sedang. Bila ditinjau dari rasa obatnya maka kalau rasanya manis
atau asam maka dikelompokkan kedalam kelompok tanaman yang panas dan bila rasanya pahit, pedas dan
sepat dikelompokkan kedalam kelompok dingin. Obat minum (jamu cair) yang berasa pahit amat baik untuk
mengobati panas pada badan dan sakit perut karena dapat mendinginkan badan akibat panas di dalam perut.
Bahkan ada pula tanaman atau tumbuhan yang mempunyai ketiga khasiat tersebut yaitu akar (dingin), kulit
batangnya (sedang) dan daun (panas), tanaman ini adalah Tanaman Kepuh.
Peraturan Perundang-undangan dalam Obat
Tradisional
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan dan Instansi terkait selalu mengawasi
pengembangan Obat Traddisional mulai dari bahan baku, proses pembuatan, proses pengemasan dan
pemasarannya agar masyarakat terhindar dari efek negatif Obat Tradisional dengan mengeluarkan
Peraturan Perundang-undangan baik itu berupa UU, PP dan Intruksi atau Keputusan Bersama
diantaranya yaitu :
8.PP No. 72/1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
9.Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 56/Menkes/SK/I/2000 tentang Pedoman Pelaksanaaan Uji Klinik Obat Tradisional
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/PER/VI/2000 tentang Pengertian Obat Tradisional
11.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 381/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KONTRANAS)
13.Peraturan Pemerintah RI No. 51/2009 tentang Sediaan Farmasi : obat (modern/sintetik), bahan obat, obat tradisional dan
kosmetik
15.Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 88/2013 tentang Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional
Standarisasi Obat Tradisional/obat herbal
• Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga. Simplisia dapat berupa bahan segar atau serbik
kering yang sesuai dengan standar farmakope. Simplisia dapat berupa simplisia
nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.Simplisia nabati adalah
simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman.
Eksudat adalah ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,Simplisia hewani adalah simplisia yang
berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan mineral
adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau
telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.Pengontrolan
yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi (pemilihan bibit, pengontrolan lahan
penanaman, saat panen, pengeringan dan atau pengontrolan terhadap setiap tahap
proses dari bahan baku sampai dengan bentuksediaan jadi) dapat diharapkan
terwujudnya suatu homogenitas bahan obat / sediaan fitofarmaka.
Peran Ilmu Kimia dalam Penelitian dan Pengembangan Obat Tradisional
3.Standarisasi obat
4.Uji bioaktivitas
Interaksi Obat-Herbal
Interaksi obat dengan herbal merupakan salah satu topik yang perlu disampaikan kepada mahasiswa
famasi dan kedokteran. Suatu herbal dapat memiliki efek yang menyerupai, memperkuat atau melawan
efek yang ditimbulkan obat (Ebadi, 2002). Interaksi obat dengan herbal dapat menyebabkan perubahan
ketersediaan hayati (bioavailability) dan efikasi obat (Tuso, 2002). Penggunaan obat herbal secara sering
dapat menjadi penyebab terjadinya efek toksik yang tidak diketahui penyebabnya atau berkurangnya
efikasi obat (Newall & Phillipson, 1998).Bagi calon dokter, pengetahuan tentang interaksi obat-herbal
berkaitan erat dengan keberhasilan terapi menggunakan obat (farmakoterapi) atau tindakan medis
lainnya seperti operasi. Komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien perlu dilakukan terkait dengan
penggunaan obat herbal oleh pasien untuk menghindari efek samping atau akibat fatal dari interaksi
obat-herbal tersebut (Tuso, 2002). Contoh interaksi obat-herbal yang dapat berakibat fatal misalnya
interaksi antara warfarin dengan ginkgo, bawang putih (Allium sativum) dan dong quai (Angelica sinensis).
Interaksi tersebut berpotensi menimbulkan perdarahan (Ebadi, 2002; Newall & Phillipson, 1998). Dokter
dan Apoteker harus memastikan bahwa pasien yang akan mendapatkan tindakan operatif tidak
mengkonsumsi obat herbal yang mengandung tanaman-tanaman tersebut; atau menunda tindakan
operatif setidaknya 2 minggu terhitung dari konsumsi terakhir obat herbal tersebut (Tuso, 2002). Contoh
lain misalnya interaksi antara obat antidepresan trisiklik dengan yohimbin (Pausinystalia yohimbe).
Interaksi tersebut meningkatkan resiko hipertensi penggunaan yohimbin (Ebadi, 2002). Yohimbin
merupakan senyawa alkaloid yang memiliki efek afrodisiak, yang terdapat dalam Irex®, Irex Max®,
Neohormoviton®, dan lain sebagainya.
TERIMA KASIH