Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan
penyertaan-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai
“Obat Tetes Telinga” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca, agar pada pembuatan makalah selanjutnya dapat
menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dalam memperluas wawasan dan pemahaman mengenai,
Obat Tetes Telinga.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah-masalah yang
dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1) Apa itu obat tetes telinga?
2) Apa saja penggolongan obat tetes telinga?
3) Apa saja persyaratan obat tetes telinga?
4) Bagaimana formulasi obat tetes telinga?
5) Bagaimana cara pembuatan obat tetes telinga?
6) Bagaimana cara pemilihan wadah obat tetes telinga ?
7) Bagaimana evaluasi obat tetes telinga?
8) Bagaimana cara penggunaan obat tetes telinga ?
9) Apa sajakah contoh obat tetes telinga?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
4. Menurut FI Edisi IV
Larutan tetes telinga atau larutan otic adalah larutan yang
mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi,
untuk penggunaan pada telinga luar misalnya larutan otic benzokain
dan antipirin, larutan otic neomisin dan polimiskin sulfat dan larutan
otic hidrokortison.
4
3. Preparat telinga untuk antiradang
Preparat cair telinga dengan zat anti radang hidrokortison dan
deksametason natrium fosfat dituliskan dalam resep untuk efeknya
terhadap pembengkakan dan peradangan yang sering disertai alergi dan
gatal-gatal pada telingan sebagaimana juga pada peradangan dan
pruritis (gatal-gatal) yang kadang-kadang menyusul setelah pengobatan
infeksi telinga (Ansel, 1989).
5
5. Bila tidak dinyatakan lain pH tetes telinga 5,0–6,0 dan disimpan dalam
wadah tertutup rapat. Umumnya tidak dikehendaki dalam suasana basa
karena tak fisiologis dan malah memberikan medium optimum untuk
pertumbuhan bakteri atau terjadi infeksi.
6. Preparat untuk telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas atau plastik
berukuran kecil (5-15 ml) dengan memakai alat penetes.
6
b. Cairan pembawa atau pelarut
Cairan pembawa yang dapat digunakan yaitu cairan yang
mempunyai kekentalan yang cocok agar mudah menempel pada
dinding telinga. Umumnya digunakan propilenglikol atau gliserin.
Keuntungan pelarut ini adalah karena viskositas yang cukup tinggi
hingga kontak dengan permukaan mukosa telinga akan lebih lama.
Selain itu dapat juga dipakai etanol 90%, heksilen glikol, dan
minyak lemak nabati (Anief, 2000).
Sifat higroskopis dari pelarut ini menyebabkan terjadinya
proses penarikan lembab, sehingga mengurangi pembengkakan
jaringan dan pertumbuhan mikroorganisme dengan cara membuang
lembab yang tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme yang
ada. Contoh pelarut yang digunakan gliserin, propileglikol, etanol,
minyak nabati, dan heksilenglikol (Syamsuni, 2006).
c. Pensuspensi
Zat pensuspensi ditambahkan ke medium dispersi untuk
menghasilkan struktur yang membantu terdispersinya fase
dalam suspensi (Ansel, 2008:361). Contoh pensuspensi yang dapat
digunakan yaitu sorbitan (Span), polisorbat (Tween) atau surfaktan
lain yang cocok (Syamsuni, 2006).
d. Pengental
Dapat ditambahkan pengental agar viskositas larutan cukup
kental. Viskositas larutan yang meninggi membantu memperkuat
kontak antara sediaan dengan permukaan yang terkena infeksi atau
mukosa telinga (Ansel, 2005).
e. Pengawet
Pengawet umumnya ditambahkan ke dalam sediaan tetes
telinga, kecuali sediaan itu sendiri memiliki aktivitas
antimikroba. Pengawet yang biasanya digunakan adalah
7
klorobutanol (0,5%), timerosal (0,01%), dan kombinasi paraben-
paraben (Ansel, 2008:569).
f. Antioksidan
Jika diperlukan antioksidan dapat ditambahkan ke dalam
sediaan tetes telinga, misalnya Na-Disulfida atau Na-Bisulfit
(Ansel, 2008:569). Selain itu, contoh antioksidan lain yang
digunakan yaitu alfa tokoferol, asam askorbat (Syamsuni, 2006).
8
7. Pasang tutup wadah yang telah disiapkan.
8. Setelah sediaan jadi, maka penandaan pada etiket harus juga tertera
“Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah tutup dibuka”.
9
Selain itu, wadah obat tetes telinga dapat juga digunakan wadah yang
terbuat dari plastik. Wadah plastik merupakan bahan yang mengandung
polimer. Wadah plastik untuk sediaan obat tetes telinga yang biasanya
digunakan dalam wadah plastik yang lebih lentur (poliolefin dan PVC yang
diplastisasi), wadah plastik lentur ini tidak saja tahan pecah, tetapi
kemampuannya kempis, meniadakan bahaya dari udara tidak steril yang
memasuki kantong sewaktu produk digunakan.
Keuntungan wadah plastik :
1. Kedap udara dan air.
2. Lebih elatis.
3. Tidak mudah rusak atau bocor.
10
2) Uji Kejernihan dan Warna (Goeswin Agoes, hal 201-203)
Memastikan bahwa setiap larutan OTT jernih dan
Tujuan
bebas pengotor
Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu
dengan menyinari wadah dari samping dengan latar
Prinsip belakang hitam untuk menyelidiki pengotor
berwarna putih dan latar belakang putih untuk
menyelidiki pengotor berwarna
Penafsiran Memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor
Hasil dalam larutan
11
Viskositas cairan dihitung dengan rumus :
η = B (ρ1 – ρ2 ) t
ket : η = viskositas cairan
Penafsiran B = konstanta bola
Hasil ρ1 = bobot jenis bola
ρ2 = bobot jenis cairan
t = waktu yang dibutuhkan bola untuk
menempuh jarak tertentu
b. Suspensi :
1) Penetapan pH (FI IV <1071>, hal 1039-1040)
Mengetahui pH sediaan OTT untuk mengetahui
Tujuan kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah
disesuaikan
Pengukuran terhadap pH OTT menggunakan pH
Prinsip
meter yang telah dikalibrasi dengan larutan dapar
Penafsiran
Sesuai dengan persyaratan pH pada monografi
Hasil
12
sampel
13
2. Uji Kejernihan (FI IV, hal 998)
Tujuan Menentukan kejernihan larutan OTT
Membandingkan kejernihan larutan uji dengan
Suspensi Padanan, pengamatan dilakukan di bawah
Prinsip
cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah
tabung, dengan latar belakang hitam
Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya
Penafsiran sama dengan air atau pelarut yg diamati atau jika
Hasil opalesensinya tidak lebih nyata dari Suspensi
Padanan I.
14
5. Uji volume terpindahkan (FI IV <1261>, hal 1089)
15
kecepatan dengan viscometer Brookfield untuk
mendapatkan viskositas dan diagram aliran emulsi
Penafsiran Viskositas dan sifat aliran memenuhi spesifikasi
Hasil
16
dengan volume asal (Vo) sebelum terjadi
pengendapan
Semakin besar nilai Vu atau nilai F=1 atau
mendekati 1, semakin baik suspendibilitasnya dan
b. Evaluasi Biologi
1) Uji Sterilitas (FI IV <71>, hal 855-863)
Prosedur uji sterilitas digunakan untuk menetapkan
apakah bahan/sediaan farmakope yang harus steril
Tujuan
memenuhi syarat berkenaan dengan uji sterilitas
seperti yang tertera pada masing-masing monografi.
Prinsip Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada
17
tidaknya pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan
uji menggunakan cara inokulasi langsung atau
filtrasi dalam medium Tioglikonat cair dan Soybean
Casein Digest menggunakan teknik inokulasi
langsung ke dalam media pada 30-35oC selama tidak
kurang dari 7 hari
TAHAP PERTAMA
Bahan uji memenuhi syarat jika tidak ada
pertumbuhan mikroba selama interval waktu
inkubasi.
Jika ditemukan pertumbuhan mikroba tetapi
peninjauan dalam pemantauan fasilitas pengujian
sterilitas, bahan yang digunakan, prosedur
pengujian dan kontrol negatif menunjukan tidak
memadai atau teknik aseptik yang salah
digunakan dalam pengujian, tahap pertama
dinyatakan tidak absah dan dapat diulang.
Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak
Penafsiran
Hasil terbukti uji tahap pertama tidak absah, lakukan
tahap ke dua.
TAHAP KEDUA
Jumlah spesimen uji yang diseleksi minimum
dua kali jumlah Tahap pertama. Volume
minimum tiap spesimen yang diuji dan media
dan periode inkubasi sama sepeti yang tertera
pada Tahap pertama.
Jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba,
bahan yang diuji memenuhi syarat. Jika
ditemukan pertumbuhan, hasil yang diperoleh
membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi
18
syarat.
Jika dapat dibuktikan bahwauji pada Tahap
kedua tidak absah karena kesalahan atau teknik
aseptik yang tidak memadai, maka Tahap kedua
dapat diulang.
19
3) Penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi (FI
IV<131>, hal 891-899)
(untuk zat aktif antibiotik)
Memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah
Tujuan selama proses pembuatan dan menunjukkan daya
hambat antibiotik terhadap mikroba
Menentukan aktivitas antibiotik dengan melihat dua
parameter, yaitu konsentrasi hambat minimum
Prinsip
(KHM) dan diameter hambat, dengan menggunakan
metode turbidimetri atau lempeng silinder.
Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan
metode garis lurus transformasi log dengan prosedur
penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas
Penafsiran
(FI IV, hal 898). Harga KHM yang makin rendah,
Hasil
makin kuat potensinya. Pada umumnya antibiotik
yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang
rendah dan diameter hambat yang besar
20
kromatografi gas atau polarografi (sesuaikan dengan
pengawet yang digunakan).
Persyaratan : Produk harus mengandung sejumlah
zat antimikroba seperti yang tertera pada etiket
± 20%.
Penafsiran Kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan
Hasil b/v atau v/v.
c. Evaluasi Kimia
1) Uji Identifikasi
Dilakukan uji organoleptis dengan cara mengamati warna, bau,
rasa, bentuk dari masing-masing bahan kemudian disesuaikan
dengan masing-masing monografi.
21
10. Tahan agar telinga tetap miring selama beberapa menit atau masukkan
kapas telinga yang lembut kedalam telinga.
11. Letakkan kembali penetessnya pada botol dan tutup kencang
penutupnya.
12. Cuci tangan untuk menghilangkan bahan-bahan obat yang mungkin ada.
22
g. Tetes telinga Fenol (Husa’s, hal 275)
Fenol 5%
Gliserin q.s 30 cc
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Obat tetes telinga adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau
pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan pada telinga luar
dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga
2. Berdasarkan fungsinya OTT digolongkan untuk melepaskan kotoran
telinga, antiinfeksi, antiradang dan sebagai analgetik
3. Persyaratan OTT yaitu bahan dalam OTT harus larut dan halus, harus
kental, isotonis (tidak mutlak diperkukan), harus steril, pH tetes telinga
5,0–6,0 dan disimpan dalam wadah tertutup rapat dalam wadah gelas
atau plastik berukuran kecil (5-15 ml) dengan memakai alat penetes.
4. Formula umum OTT yaitu zat aktif dan bahan tambahan (pengental,
pensuspensi, pengawet, antioksidan, dan pelarut atau cairan pembawa).
5. Cara pembuatan OTT dilakukan secara aseptik, di mana semua bahan
yang akan dibuat sediaan disterilisasi dulu dengan cara yang sesuai,
kemudian dicampur di bawah Laminar Air Flow (LAF).
6. Obat tetes telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas yang gelap atau
plastik tertutup rapat berikuran 5-15 mL dengan memakai alat penetes
7. Evaluasi yang dilakukan untuk sediaan steril OTT adalah evaluasi IPC
(untuk larutan dan suspensi) dan evaluasi sediaan akhir (terdiri dari
evaluasi fisika, biologi dan kimia).
8. Cara penggunaan OTT yaitu diteteskan pada telinga bagian dalam
dengan penetes telinga kemudian dibiarkan beberapa menit. Lalu
letakkan kembali penetesnya pada botol dan tutup kencang penutupnya.
9. Adapun beberapa contoh formula tetes telinga seperti kloramfenikol,
fenol, Na-subkarbonat, dll. Selain itu, contoh dari beberapa preparat
telinga dalam perdagangan seperti auralgan otic sulutio, cerumenex
drops, dll.
24
3.2 Saran
Perlu dilakukan praktikum FTS steril untuk pembuatan OTT, agar
mahasiswa lebih memahami dan menguasai formulasi dan evaluasi sediaan
obat tetes telinga (OTT).
25
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
26