Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH FTS STERIL

Obat Tetes Telinga


(OTT)

Kelompok / Kelas / Semester : II / A / VI


Anggota :
1. Dircia M. G. Naibobe (154111005)
2. Elisabeth B. Fallo (154111008)
3. Isidorus Y. R. Koban (154111012)
4. Maria E. Benge (154111017)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA HUSADA MANDIRI
KUPANG
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan
penyertaan-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai
“Obat Tetes Telinga” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca, agar pada pembuatan makalah selanjutnya dapat
menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dalam memperluas wawasan dan pemahaman mengenai,
Obat Tetes Telinga.

Kupang, November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3


2.1 Pengertian Obat Tetes Telinga ................................................................ 3
2.2 Penggolongan Obat Tetes Telinga .......................................................... 4
2.3 Persyaratan Obat Tetes Telinga .............................................................. 5
2.4 Formulasi Obat Tetes Telinga ................................................................. 6
2.5 Cara Pembuatan Obat Tetes Telinga....................................................... 8
2.6 Pemilihan Wadah Obat Tetes Telinga .................................................... 9
2.7 Evaluasi Obat Tetes Telinga ................................................................. 10
2.8 Cara Penggunaan Obat Tetes Telinga .................................................. 21
2.9 Contoh Obat Tetes Telinga .................................................................. 22

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 24


3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 24
3.2 Saran .................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan IPTEK dalam bidang kesehatan yang semakin
pesat, menuntut farmasis untuk selalu mengembangkan pembuatan
obat dan formulasi sediaan obat. Peningkatan kualitas obat dan
efisiensi dalam pembuatan merupakan hasil yang ingin dicapai dari
pengembangan cara pembuatan dan cara formulasi suatu sediaan
obat, sehingga dapat lebih diterima dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Salah satu pengembangan obat tersebut yaitu dibuatlah
sediaan-sediaan yang digunakan pada permukaan luar telinga, hidung,
rongga mulut termasuk macam-macam dari sediaan farmasi dalam
bentuk larutan, suspensi dan salep yang semuanya dibuat dalam
keadaan steril sehingga disebut dengan sediaan steril. Tujuannya
untuk memperlihatkan lebih dekat tipe-tipe bentuk sediaan yang
digunakan dengan tempat pemakaiannya dan untuk menentukan dari
komponen dalam formulasi (Ansel, 2005).
Salah satu sediaan yang digunakan pada permukaan luar yaitu
sediaan untuk telinga atau dikenal juga sebagai sediaan otic atau aural.
Bentuk larutan paling sering digunakan pada telinga, suspensi dan
salep masih juga didapati dalam penggunaannya. Sediaan untuk telinga
biasanya diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil kedalam saluran
telinga untuk melepaskan kotoran telinga (lilin telinga) atau untuk
mengobati infeksi, peradangan atau rasa sakit (Ansel, 2005).
Berdasarkan uraian di atas, kelompok kami akan untuk membahas
lebih jauh mengenai sediaan untuk telinga khususnya obat tetes telinga
(OTT) mulai dari definisi, penggolongan, persyaratan, formulasi, cara
pembuatan dan evaluasi, cara penggunaan serta contoh sediaan OTT yang
ada dipasaran.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah-masalah yang
dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1) Apa itu obat tetes telinga?
2) Apa saja penggolongan obat tetes telinga?
3) Apa saja persyaratan obat tetes telinga?
4) Bagaimana formulasi obat tetes telinga?
5) Bagaimana cara pembuatan obat tetes telinga?
6) Bagaimana cara pemilihan wadah obat tetes telinga ?
7) Bagaimana evaluasi obat tetes telinga?
8) Bagaimana cara penggunaan obat tetes telinga ?
9) Apa sajakah contoh obat tetes telinga?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui pengertian obat tetes telinga.
2) Mengetahui penggolongan obat tetes telinga.
3) Mengetahui persyaratan obat tetes telinga.
4) Mengetahui formulasi obat tetes telinga.
5) Mengetahui cara pembuatan obat tetes telinga.
6) Mengetahui cara pemilihan wadah obat tetes telinga.
7) Mengetahui evaluasi obat tetes telinga.
8) Bagaimana cara penggunaan obat tetes telinga.
9) Mengetahui contoh obat tetes telinga.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Obat Tetes Telinga


Definisi tetes telinga menurut berbagai sumber yaitu :
1. Menurut FI edisi III : 10
Guttae auriculares (tetes telinga) adalah obat tetes yang
digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga.
Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan
pembawa bukan air. Cairan pembawa yang digunakan harus
mempunyai kekentalan yang cocok agar obat mudah menempel pada
dinding telinga, umumnya digunakan gliserol dan propylenglikol.
Dapat juga digunakan etanol 90%, heksilenglikol dan minyak nabati.
Zat pensuspensi dapat digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain
yang cocok. Kecuali dinyatakan lain pH tetes telinga 5,0–6,0 dan
disimpan dalam wadah tertutup rapat.

2. Menurut Ansel : 567


Tetes telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang
digunakan pada telinga dengan cara diteteskan atau dimasukkan dalam
jumlah kecil ke dalam saluran telinga untuk melepaskan kotoran telinga
(lilin telinga) atau untuk mengobati infeksi, peradangan atau rasa sakit.

3. Menurut DOM King : 153


Tetes telinga adalah bahan obat yang dimasukkan ke dalam
saluran telinga, yang dimaksudkan untuk efek lokal, dimana bahan-
bahan obat tersebut dapat berupa anestetik lokal, peroksida, bahan-
bahan antibakteri dan fungisida, yang berbentuk larutan, digunakan
untuk membersihkan, menghangatkan, atau mengeringkan telinga
bagian luar.

3
4. Menurut FI Edisi IV
Larutan tetes telinga atau larutan otic adalah larutan yang
mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi,
untuk penggunaan pada telinga luar misalnya larutan otic benzokain
dan antipirin, larutan otic neomisin dan polimiskin sulfat dan larutan
otic hidrokortison.

2.2 Penggolongan Obat Tetes Telinga


Secara garis besar obat tetes telinga digolongkan menjadi :
1. Preparat untuk melepaskan kotoran telinga
Kotoran telinga merupakan campuran sekresi kelenjar keringat
dan kelenjar sebase dari saluran telinga bagian luar. Preparat minyak
mineral encer, minyak nabati dan hydrogen peroksida biasa digunakan
unyuk melunakan kotoran telinga yang terjepit agar dikeluarkan.
Tatacara dalam membuang kotoran telinga biasanya dimulai dengan
menempatkan larutan otic pada saluran telinga dengan posisi kepala
pasien miring 450, lalu memasukan gumpalan kapas untuk menahan
obat dalam telinga selama 15-30 menit, disusul dengan menyemprotkan
saluran telinga dengan air hangat perlahan-lahan memakai penyemprot
telinga dari karet yang lunak (Ansel, 2005).

2. Preparat telinga untuk antiinfeksi


Obat-obat yang digunakan pada permukaan bagian luar telinga
untuk melawan infeksi adalah zat-zat seperti kloramfenikol, kolistin
sulfat, neomisin, polimiksin B sulfat dan nistatin untuk melawan infeksi
jamur. Pada umumnya zat-zat ini diformulasikan ke dalam bentuk tetes
telinga dalam gliserin anhidrida atau propilen glikol. Pembawa yang
kental memungkinkan kontak antara obat dengan jaringan telinga yang
lebih lama. Beberapa preparat otic antiinfeksi juga mengandung bahan
analgesik seperti antipirin dan anestesi local sepeti lidokain, dibukain,
dan benzokain (Ansel, 2005).

4
3. Preparat telinga untuk antiradang
Preparat cair telinga dengan zat anti radang hidrokortison dan
deksametason natrium fosfat dituliskan dalam resep untuk efeknya
terhadap pembengkakan dan peradangan yang sering disertai alergi dan
gatal-gatal pada telingan sebagaimana juga pada peradangan dan
pruritis (gatal-gatal) yang kadang-kadang menyusul setelah pengobatan
infeksi telinga (Ansel, 1989).

4. Preparat telinga untuk analgetik


Analgetik pada permukaan telinga biasanya berbentuk larutan
dan sering mengandung analgetikum antipirin dan anestesi lokal
benzokain dalam pelarut propilen glikol atau gliserin anhidrida.
Preparat ini biasanya digunakan untuk mengurangi gejala-gejala
akut pada otitis media. Dalam pembuatannya, beberapa preparat
telinga membutuhkan pengawet terhadap pertumbuhan mikroba.
Apabila pengawet diharuskan maka bahan yang umumnya dipakai
adalah klorbutanol (0,5%), timerosol (0,01%) dan kombinasi-kombinasi
paraben. Antioksidan seperti natrium disulfide dan penstabil lainnya
juga dimasukan ke dalam formulasi obat telinga, jika dibutuhkan.
Preparat untuk telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas atau plastik
berukuran kecil (5-15 ml) dengan memakai alat penetes (Ansel, 2005).

2.3 Persyaratan Obat Tetes Telinga


Sediaan obat tetes telinga memiliki persyaratan sebagai berikut :
1. Bahan dalam obat tetes telinga harus larut dan halus dan tidak boleh
adanya partikel kasar atau bahan tidak larut dalam obat tetes telinga
yang dapat menyebabkan iritasi atau infeksi pada telinga.
2. Bila tidak dinyatakan lain cairan pembawa yang digunakan adalah
bukan air, umumnya digunakan gliserol dan propylenglikol.
3. Obat tetes telinga harus kental agar dapat lebih lama bertahan di telinga.
4. Pada umumnya pembuatannya harus isotonis (tidak mutlak diperkukan)
dan larutan sedapat mungkin bebas dari bakteri dan jamur (steril).

5
5. Bila tidak dinyatakan lain pH tetes telinga 5,0–6,0 dan disimpan dalam
wadah tertutup rapat. Umumnya tidak dikehendaki dalam suasana basa
karena tak fisiologis dan malah memberikan medium optimum untuk
pertumbuhan bakteri atau terjadi infeksi.
6. Preparat untuk telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas atau plastik
berukuran kecil (5-15 ml) dengan memakai alat penetes.

2.4 Formulasi Obat Tetes Telinga


1. Formula Umum
R / Zat aktif
Bahan tambahan :
a. Pengental
b. Pensuspensi (untuk bentuk sediaan suspensi)
c. Pengawet
d. Antioksidan
e. Pelarut atau cairan pembawa

2. Teori Bahan Aktif dan Bahan Tambahan


a. Zat aktif
Zat aktif yang digunakan untuk sediaan tetes telinga biasanya
adalah sebagai berikut :
1) Untuk melunakkan kotoran telinga, misalnya : minyak mineral
encer, minyak nabati, asam peroksida
2) Sebagai antiinfeksi, misalnya : kloramfenikol, neomisin,
kolistin fosfat, polimiksin B sulfat, gentamicyn
3) Sebagai aniseptik dan anestesi, misalnya : fenol, AgNO3,
lidokain HCl, dan benzokain
4) Sebagai antiradang, misalnya : natrium fosfat, hidrokortison
dan deksametazone.
5) Untuk membersihkan telinga, misalnya : spiritus (Ansel, 2005).

6
b. Cairan pembawa atau pelarut
Cairan pembawa yang dapat digunakan yaitu cairan yang
mempunyai kekentalan yang cocok agar mudah menempel pada
dinding telinga. Umumnya digunakan propilenglikol atau gliserin.
Keuntungan pelarut ini adalah karena viskositas yang cukup tinggi
hingga kontak dengan permukaan mukosa telinga akan lebih lama.
Selain itu dapat juga dipakai etanol 90%, heksilen glikol, dan
minyak lemak nabati (Anief, 2000).
Sifat higroskopis dari pelarut ini menyebabkan terjadinya
proses penarikan lembab, sehingga mengurangi pembengkakan
jaringan dan pertumbuhan mikroorganisme dengan cara membuang
lembab yang tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme yang
ada. Contoh pelarut yang digunakan gliserin, propileglikol, etanol,
minyak nabati, dan heksilenglikol (Syamsuni, 2006).

c. Pensuspensi
Zat pensuspensi ditambahkan ke medium dispersi untuk
menghasilkan struktur yang membantu terdispersinya fase
dalam suspensi (Ansel, 2008:361). Contoh pensuspensi yang dapat
digunakan yaitu sorbitan (Span), polisorbat (Tween) atau surfaktan
lain yang cocok (Syamsuni, 2006).

d. Pengental
Dapat ditambahkan pengental agar viskositas larutan cukup
kental. Viskositas larutan yang meninggi membantu memperkuat
kontak antara sediaan dengan permukaan yang terkena infeksi atau
mukosa telinga (Ansel, 2005).

e. Pengawet
Pengawet umumnya ditambahkan ke dalam sediaan tetes
telinga, kecuali sediaan itu sendiri memiliki aktivitas
antimikroba. Pengawet yang biasanya digunakan adalah

7
klorobutanol (0,5%), timerosal (0,01%), dan kombinasi paraben-
paraben (Ansel, 2008:569).

f. Antioksidan
Jika diperlukan antioksidan dapat ditambahkan ke dalam
sediaan tetes telinga, misalnya Na-Disulfida atau Na-Bisulfit
(Ansel, 2008:569). Selain itu, contoh antioksidan lain yang
digunakan yaitu alfa tokoferol, asam askorbat (Syamsuni, 2006).

2.5 Cara Pembuatan Obat Tetes Telinga


Pembuatan sediaan suspensi steril dilakukan secara aseptik, di mana
semua bahan yang akan dibuat sediaan disterilisasi dulu dengan cara yang
sesuai, kemudian dicampur di bawah Laminar Air Flow (LAF).
Metode ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap
suhu tinggi (thermolabil) yang dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan
kerja farmakologinya. Metode aseptik bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan
suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah
kontaminasi jasad renik dan partikulat dalam sediaan jadi selama proses
pembuatan sediaan. Metode pembuatan sediaan steril obat tetes telinga adalah
sebagai berikut :
1. Semua alat dan wadah disterilisasi dengan caranya masing-masing.
2. Zat aktif ditimbang di atas kaca arloji steril dan cairan pembawa diukur
dengan gelas ukur steril.
3. Zat aktif yang telah ditimbang dilarutkan di dalam gelas kimia dengan
cairan pembawa. Diaduk dengan batang pengaduk hingga melarut
sempurna.
4. Larutan disaring dengan membran 0,45 µm dan membran 0,22 µm.
5. Larutan disaring dengan kertas saring.
6. Masukan sediaan ke dalam wadah obat tetes telinga secara aseptic
dengan menggunakan spuit steril yang sudah dibilas dengan larutan
sediaan sebanyak 10,7 mL.

8
7. Pasang tutup wadah yang telah disiapkan.
8. Setelah sediaan jadi, maka penandaan pada etiket harus juga tertera
“Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah tutup dibuka”.

2.6 Pemilihan Wadah Obat Tetes Telinga


Obat tetes telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas yang gelap
atau plastik tertutup rapat yang berukuran kecil (5-15 mL) dengan memakai
alat penetes (Ansel, 2008:569). Wadah untuk obat tetes telinga termasuk
wadah yang tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisik
maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau
kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu
penanganan, pengangkutan, penyimpanan, penjualan, dan penggunaan.
Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan
terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera
dalam masing-masing monografi (FI IV, 1995: 10). Bagaimanapun bentuk
dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah
stabilitas sediaan, bahan partikulat, dan sumber pirogen.
Keuntungan wadah gelas :
1. Mempunyai daya tahan kimia yang baik sehingga tidak bereaksi dengan
kandungan wadah dan tidak mengabsorbsi atau mengeluarkan senyawa
organik.
2. Bersifat tidak permeabel sehingga apabila ditutup dengan baik maka
pemasukan atau hilangnya gas-gas dapat diabaikan.
3. Wadah gelas mudah dicuci karena permukannya licin
4. Bersifat transparan sehingga dapat diamati kandungannya dalam wadah.
5. Mempunyai sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil.
6. Tahan terhadap tusukan dan dapat divakumkan, dapat dipanaskan pada
suhu 121ºC pada sterilisasi uap dan 260 ºC pada sterilisasi kering tanpa
mengalami perubahan bentuk.
Kerugian wadah gelas :
1. Mudah pecah.
2. Bobotnya relatif berat.

9
Selain itu, wadah obat tetes telinga dapat juga digunakan wadah yang
terbuat dari plastik. Wadah plastik merupakan bahan yang mengandung
polimer. Wadah plastik untuk sediaan obat tetes telinga yang biasanya
digunakan dalam wadah plastik yang lebih lentur (poliolefin dan PVC yang
diplastisasi), wadah plastik lentur ini tidak saja tahan pecah, tetapi
kemampuannya kempis, meniadakan bahaya dari udara tidak steril yang
memasuki kantong sewaktu produk digunakan.
Keuntungan wadah plastik :
1. Kedap udara dan air.
2. Lebih elatis.
3. Tidak mudah rusak atau bocor.

Kerugian wadah gelas :


1. Tidak ramah lingkungan.
2. Mengandung bahan kimia.
3. Susah hancur.

2.7 Evaluasi Obat Tetes Telinga


Evaluasi yang dilakukan untuk sediaan steril obat tetes telinga adalah :
1. Evaluasi In Process Control (IPC)
a. Larutan :
1) Penetapan pH (FI IV <1071>, hal 1039-1040)
Mengetahui pH sediaan OTT untuk mengetahui
Tujuan kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah
disesuaikan
Pengukuran terhadap pH OTT menggunakan pH
Prinsip
meter yang telah dikalibrasi dengan larutan dapar
Penafsiran
Sesuai dengan persyaratan pH pada monografi
Hasil

10
2) Uji Kejernihan dan Warna (Goeswin Agoes, hal 201-203)
Memastikan bahwa setiap larutan OTT jernih dan
Tujuan
bebas pengotor
Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu
dengan menyinari wadah dari samping dengan latar
Prinsip belakang hitam untuk menyelidiki pengotor
berwarna putih dan latar belakang putih untuk
menyelidiki pengotor berwarna
Penafsiran Memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor
Hasil dalam larutan

3) Kejernihan Larutan (FI IV, 998)


Tujuan Memastikan larutan terbebas dari pengotor.
Membandingkan kejernihan larutan uji dengan
suspensi padanan, dilakukan di bawah cahaya yang
Prinsip
terdifusi tegak lurus ke arah bawah tabung dengan
latar belakang hitam
Sesuatu cairan dikatakan jernih jika kejernihannya
sama dengan air atau pelarut yang digunakan bila
diamati di bawah kondisi seperti tersebut di atas
Penafsiran
atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari
Hasil
suspensi padanan I. Persyaratan untuk derajat
oplesensi dinyatakan dalan suspensi padanan I, II,
dan III.

4) Viskositas Larutan (Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika


2002, hlm 13-15)
Tujuan Mengetahui harga viskositas suatu sediaan
Mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan
Prinsip dalam tabung pada temperatur tetap
Menggunakan alat : Viscometer Hoeppler

11
Viskositas cairan dihitung dengan rumus :
η = B (ρ1 – ρ2 ) t
ket : η = viskositas cairan
Penafsiran B = konstanta bola
Hasil ρ1 = bobot jenis bola
ρ2 = bobot jenis cairan
t = waktu yang dibutuhkan bola untuk
menempuh jarak tertentu

b. Suspensi :
1) Penetapan pH (FI IV <1071>, hal 1039-1040)
Mengetahui pH sediaan OTT untuk mengetahui
Tujuan kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah
disesuaikan
Pengukuran terhadap pH OTT menggunakan pH
Prinsip
meter yang telah dikalibrasi dengan larutan dapar
Penafsiran
Sesuai dengan persyaratan pH pada monografi
Hasil

2) Homogenitas (Goeswin Agoes, 127)


Tujuan Menjamin kehomogenitasan sediaan emulsi
Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah
partikel maupun distribusi ukuran partikelnya
dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat
Prinsip menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih
akurat atau jika sulit dilakukan atau membutuhkan
waktu yg lama, homogenitas dapat ditentukan
secara visual.
Suspensi yang homogen akan memperlihatkan
Penafsiran
jumlah atau distribusi ukuran partikel yang relatif
Hasil
hampir sama pada berbagai tempat pengambilan

12
sampel

3) Penetapan Viskositas (Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika


2002, hlm 13-15)
Tujuan Mengetahui harga viskositas suatu sediaan
Mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan
Prinsip dalam tabung pada temperatur tetap.
Alat :Viskometer Brookfield RV
Viskositas cairan dihitung dengan rumus :
η = B (ρ1 – ρ2 ) t
Ket : η = viskositas cairan
Penafsiran B = konstanta bola
Hasil ρ1 = bobot jenis bola
ρ2 = bobot jenis cairan
t = waktu yang dibutuhkan bola untuk
menempuh jarak tertentu

2. Evaluasi Sediaan Akhir


Dilakukan setelah sediaan disterilkan dan sebelum wadah dipasang etiket
dan dikemas.
a. Evaluasi Fisika
1. Evaluasi Organoleptik (Diktat kuliah Teknologi Farmasi
sediaan likuida dan semisolid, hal 127)
Menjamin OTT yang dibuat tidak mengalami
Tujuan
perubahan bau dan warna
Mengamati perubahan penampilan emulsi dari
Prinsip
segi bau dan warna, OTT secara makroskopis

Penafsiran OTT memenuhi syarat bila tidak terjadi


Hasil perubahan warna, dan bau

13
2. Uji Kejernihan (FI IV, hal 998)
Tujuan Menentukan kejernihan larutan OTT
Membandingkan kejernihan larutan uji dengan
Suspensi Padanan, pengamatan dilakukan di bawah
Prinsip
cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah
tabung, dengan latar belakang hitam
Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya
Penafsiran sama dengan air atau pelarut yg diamati atau jika
Hasil opalesensinya tidak lebih nyata dari Suspensi
Padanan I.

3. Penentuan bobot jenis ( FI IV <981>, hal 1030)


Menjamin sediaan memiliki bobot jenis yang sesuai
Tujuan dengan spesifikasi dari produk yang telah
ditetapkan.
Membandingkan bobot zat uji di udara terhadap
bobot air dengan volume dan suhu yang sama
Prinsip dengan menggunakan piknometer (bila tidak
disebutkan dalam monografi, maka pengukuran
pada suhu 25)
Penafsiran
Sesuai dengan yang tertera pada monografi
Hasil

4. Penetapan pH (FI IV <1071>, hal 1039)


Mengetahui pH OTT untuk mengetahui
Tujuan
kesesuaiannya dengan persyaratan yang ditetapkan.
Pengukuran terhadap pH OTT menggunakan pH
Prinsip
meter yang telah dikalibrasi dengan larutan dapar
Penafsiran
Sesuai dengan persyaratan pH pada monografi
Hasil

14
5. Uji volume terpindahkan (FI IV <1261>, hal 1089)

Menjamin bahwa larutan oral dan suspensi, yang


dikemas dalam wadah dosis ganda dengan volume
Tujuan yang tertera di etiket tidak lebih dari 250 ml, jika
dipindahkan dari wadahnya akan memberikan
volume sediaan seperti yang tertera pada etiket

Melihat kesesuaian volume sediaan, jika


Prinsip dipindahkan dari wadah asli, dengan volume yang
tertera pada etiket
 Volume rata-rata campuran larutan, suspensi, atau
sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang
dari 100%, dan tidak satupun volume wadah
kurang dari 95% dari volume pada etiket.
 Jika kondisi A (volume rata-rata dengan isi antara
95-100% dari yang tertera di etiket) dan B (tidak
lebih dari satu wadah bervolume antara 90-95%
Penafsiran
dari yang tertera di etiket) terjadi, maka dilakukan
Hasil
uji tambahan terhadap 20 wadah tambahan, maka
persyaratan :
Volume rata-rata larutan, suspensi, atau
sirup yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang
dari 100% dari yang tertera di etiket, dan tidak
lebih dari 1 dari 30 wadah bervolume 90-95%
dari yang tertera di etiket.

6. Penentuan viskositas dan aliran (Modul Praktikum Farmasi


Fisika, 2002, hal 17-18)
Mengetahui viskositas dan sifat aliran emulsi dan
Tujuan
menjamin kenyamanan penggunaan
Prinsip Melakukan pengukuran viskositas dalam berbagai

15
kecepatan dengan viscometer Brookfield untuk
mendapatkan viskositas dan diagram aliran emulsi
Penafsiran Viskositas dan sifat aliran memenuhi spesifikasi
Hasil

7. Distribusi ukuran partikel (Farmasi Fisika, hal 430-431)


Menentukan distribusi ukuran partikel OTT
Tujuan
suspensi
Menghitung frekuensi ukuran partikel dengan
Prinsip menggunakan mikroskop dan membuat plot antara
frekuensi ukuran terhadap range ukuran partikel

Penafsiran Distribusi ukuran yang baik adalah yang


Hasil menghasilkan kurva distribusi normal

8. Homogenitas (Goeswin Agus, 127)

Tujuan Menjamin kehomogenitasan sediaan OTT


Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah
partikel maupun distribusi ukuran partikelnya
dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat
Prinsip menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih
akurat atau jika sulit dilakukan atau membutuhkan
waktu yang lama, homogenitas dapat ditentukan
secara visual
Suspensi yang homogen akan memperlihatkan

Penafsiran jumlah atau distribusi ukuran partikel yang relatif


Hasil hampir sama pada berbagai tempat pengambilan
sampel.

9. Volume sedimentasi (Disperse System Vol 2 1989, hal 303)


Tujuan Melihat kestabilan suspensi yang dihasilkan
Prinsip Perbandingan antara volume akhir (Vu) sedimen

16
dengan volume asal (Vo) sebelum terjadi
pengendapan
Semakin besar nilai Vu atau nilai F=1 atau
mendekati 1, semakin baik suspendibilitasnya dan

Penafsiran kurva yang terbentuk antara F terhadap waktu


Hasil membentuk garis yang horisontal atau sedikit
curam. Bila F>1 terjadi flok sangat longgar dan
halus maka perlu zat tambahan

10. Kemampuan redispersi (Disperse System Vol 2 1989, hal 304)


Mengamati kemampuan meredispersi kembali dalam
memperkirakan penerimaan pasien terhadap suatu
suspensi di mana endapan yang terbentuk harus
Tujuan
dengan mudah didispersikan kembali dengan
pengocokan sedang agar menghasilkan sistem yang
homogen.
Penentuan kemampuan redispersi dilakukan dengan
mengendapkan suspensi menggunakan pengocok
Prinsip
mekanik dalam kondisi yang terkendali kemudian
diredispersikan kembali.
Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah
Penafsiran terdispersi sempurna dengan pengocokan tangan
Hasil
maksimum 30 detik

b. Evaluasi Biologi
1) Uji Sterilitas (FI IV <71>, hal 855-863)
Prosedur uji sterilitas digunakan untuk menetapkan
apakah bahan/sediaan farmakope yang harus steril
Tujuan
memenuhi syarat berkenaan dengan uji sterilitas
seperti yang tertera pada masing-masing monografi.
Prinsip Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada

17
tidaknya pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan
uji menggunakan cara inokulasi langsung atau
filtrasi dalam medium Tioglikonat cair dan Soybean
Casein Digest menggunakan teknik inokulasi
langsung ke dalam media pada 30-35oC selama tidak
kurang dari 7 hari
TAHAP PERTAMA
 Bahan uji memenuhi syarat jika tidak ada
pertumbuhan mikroba selama interval waktu
inkubasi.
 Jika ditemukan pertumbuhan mikroba tetapi
peninjauan dalam pemantauan fasilitas pengujian
sterilitas, bahan yang digunakan, prosedur
pengujian dan kontrol negatif menunjukan tidak
memadai atau teknik aseptik yang salah
digunakan dalam pengujian, tahap pertama
dinyatakan tidak absah dan dapat diulang.
 Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak
Penafsiran
Hasil terbukti uji tahap pertama tidak absah, lakukan
tahap ke dua.

TAHAP KEDUA
 Jumlah spesimen uji yang diseleksi minimum
dua kali jumlah Tahap pertama. Volume
minimum tiap spesimen yang diuji dan media
dan periode inkubasi sama sepeti yang tertera
pada Tahap pertama.
 Jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba,
bahan yang diuji memenuhi syarat. Jika
ditemukan pertumbuhan, hasil yang diperoleh
membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi

18
syarat.
 Jika dapat dibuktikan bahwauji pada Tahap
kedua tidak absah karena kesalahan atau teknik
aseptik yang tidak memadai, maka Tahap kedua
dapat diulang.

2) Uji Efektivitas Pengawet (FI IV <61>, hal 854-855)


(khusus untuk formula yang menggunakan pengawet)
Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang
ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang dibuat
Tujuan dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti
produk-produk parenteral, telinga, hidung dan mata
yang dicantumkan pada etiket produk yang berkaitan
Inokulasi mikroba pada sediaan untuk mengetahui
efektifitas pengawet pada sediaan dengan cara
menginkubasi tabung bakteri (Candida albicans,
Prinsip Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus) biologis yang berisi sample
dari inokula pada suhu 20 atau 25 C dalam media
Soybean-Casein Digest Agar.
Suatu pengawet dinyatakan efektif bila :
a. Jumlah bakteri viable pada hari ke-14 berkurang
hingga tidak lebih dari 0,1 % dari jumlah awal
Penafsiran b. Jumlah kapang dan khamir viable selama 14 hari
Hasil pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah awal
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28
hari pengujian adalah tetap atau kurang dari
bilangan yang disebut pada a dan b

19
3) Penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi (FI
IV<131>, hal 891-899)
(untuk zat aktif antibiotik)
Memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah
Tujuan selama proses pembuatan dan menunjukkan daya
hambat antibiotik terhadap mikroba
Menentukan aktivitas antibiotik dengan melihat dua
parameter, yaitu konsentrasi hambat minimum
Prinsip
(KHM) dan diameter hambat, dengan menggunakan
metode turbidimetri atau lempeng silinder.
Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan
metode garis lurus transformasi log dengan prosedur
penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas
Penafsiran
(FI IV, hal 898). Harga KHM yang makin rendah,
Hasil
makin kuat potensinya. Pada umumnya antibiotik
yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang
rendah dan diameter hambat yang besar

4) Kandungan zat antimikroba (FI IV<441> hal 939-942)


(untuk formula yang menggunakan pengawet)
Khusus Pengawet :
Metode I  Kromatografi gas (Benzil alkohol, Klorbutanol,
Fenol, Nipagin-Nipasol).
Metode II  Polarigrafi (Fenil Raksa (II) Nitrat, Timerosal).

Menentukan kadar pengawet terendah yang masih


efektif dan ditujukan untuk zat-zat yang paling
Tujuan umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat
yang tertera memang ada, tetapi tidak lebih dari 20%
dari jumlah yang tertera di etiket.
Prinsip Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan

20
kromatografi gas atau polarografi (sesuaikan dengan
pengawet yang digunakan).
Persyaratan : Produk harus mengandung sejumlah
zat antimikroba seperti yang tertera pada etiket
± 20%.
Penafsiran Kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan
Hasil b/v atau v/v.

c. Evaluasi Kimia
1) Uji Identifikasi
Dilakukan uji organoleptis dengan cara mengamati warna, bau,
rasa, bentuk dari masing-masing bahan kemudian disesuaikan
dengan masing-masing monografi.

2) Penetapan Kadar (sesuai dengan monografi sediaan masing-


masing).

2.8 Cara Penggunaan Obat Tetes Telinga


1. Bersihkan telinga dengan kapas wajah yang basah kemudian keringkan
telinga.
2. Cuci tangan dengan sabun dan air.
3. Hangatkan tetes telinga mendekati suhu tubuh dengan cara memegang
wadahnya dalam tangan selama beberapa menit.
4. Jika tetes telinga merupakan suspensi yang berkabut, gojok botol dengan
baik selama 10 detik.
5. Periksa ujung penetes untuk meyakinkan bahwa tidak pecah atau retak.
6. Tarik obat kedalam penetes.
7. Miringkan telinga yang terinfeksi ke atas atau kesamping
8. Hindari menyentuh ujung penetes pada telinga atau apapun,tetes telinga
dan penetesnya harus tetap terjaga bersih.
9. Teteskan sejumlah yang benar ke telinga kemudian tarik penetesnya dari
telinga agar tetesannya dapat turun ke saluran telinga.

21
10. Tahan agar telinga tetap miring selama beberapa menit atau masukkan
kapas telinga yang lembut kedalam telinga.
11. Letakkan kembali penetessnya pada botol dan tutup kencang
penutupnya.
12. Cuci tangan untuk menghilangkan bahan-bahan obat yang mungkin ada.

2.9 Contoh Obat Tetes Telinga


1. Contoh Formula
a. Tetes telinga kloramfenikol (Fornas, hal. 64)
Kloramfenikol 1g
Propilenglikol hingga 10 mL

b. Tetes telinga Natrium subkarbonat (Fornas, hal. 207)


Natrium subkarbonat 500 mg
Gliserin 3 mL
Aquadest hingga 10 mL

c. Tetes telinga fenol (Fornas, hal. 238)


Fenol liq. 800 mg
Gliserin hingga 10 g

d. Tetes telinga Hidrogenperoksida (Fornas, hal 157)


Hidrogen peroksida solutio dilutum 5g
Etanol 90% hingga 10 mL

e. Tetes telinga Hidrokortison Oksitetrasiklin Polimiksina


(Fornas, hal 154)
Oksitetrasiklin hidroklorida 50 mg
Polimiksin B sulfat 100.000 UI
Hidrokortison asetas 150 mg
Pembawa yang cocok secukupnya

f. Tetes telinga Kanamisin (Fornas, hal 171)


Kanamisina Sulfas 200 mg
Pembawa yang cocok hingga 10 mL

22
g. Tetes telinga Fenol (Husa’s, hal 275)
Fenol 5%
Gliserin q.s 30 cc

h. Tetes telinga Antipirin (Husa’s, hal 275)


Antipirin 6%
Benzokain 1,7%
Gliserol q.s 30 cc

2. Contoh-contoh dari beberapa preparat telinga dalam perdagangan


(Ansel, 2008: 570)
Nama Pabrik Bahan
Pembawa Indikasi
Produk Pembuat Aktif
Auralgan Otic Antipirin, Gliserin
Ayerst Otitis media akut
Solution Benzokain dehidrat
Unsur
Trietanolamin, cerumenolitik
Cerumenex Purdue Propilen-
polipeptida untuk
Drops Frederick glikol
oleatkondensat membersihkan
kotoran telinga
Chloromycetin Parke- Propilen-
Kloramfenikol Antiinfeksi
Otic Davis glikol
Polimiksin B Gliserin,
Burroughs sulfat, propilen-
Cortisporin Infeksi bakteri
Wellcome neomisin glikol, air
Otic Solution Superficial
sulfat, untuk
hidrokortison injeksi
Karbamid Gliserin Pembersih lilin
Debrox Drops Marion
peroksida anhidrat telinga
Na
Metreton
Schering prednisolon Air Antiinflamasi
Ophthalmic
fosfat
Propilen-
Otobiotic Otic Polimiksin B Infeksi bakteri
Schering glikol,
Solution sulfat superficial
gliserin, air
Antibakteri atau
VoSol Otic Propilen-
Wallace Asam asetat antiifungi
Solution glikol

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Obat tetes telinga adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau
pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan pada telinga luar
dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga
2. Berdasarkan fungsinya OTT digolongkan untuk melepaskan kotoran
telinga, antiinfeksi, antiradang dan sebagai analgetik
3. Persyaratan OTT yaitu bahan dalam OTT harus larut dan halus, harus
kental, isotonis (tidak mutlak diperkukan), harus steril, pH tetes telinga
5,0–6,0 dan disimpan dalam wadah tertutup rapat dalam wadah gelas
atau plastik berukuran kecil (5-15 ml) dengan memakai alat penetes.
4. Formula umum OTT yaitu zat aktif dan bahan tambahan (pengental,
pensuspensi, pengawet, antioksidan, dan pelarut atau cairan pembawa).
5. Cara pembuatan OTT dilakukan secara aseptik, di mana semua bahan
yang akan dibuat sediaan disterilisasi dulu dengan cara yang sesuai,
kemudian dicampur di bawah Laminar Air Flow (LAF).
6. Obat tetes telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas yang gelap atau
plastik tertutup rapat berikuran 5-15 mL dengan memakai alat penetes
7. Evaluasi yang dilakukan untuk sediaan steril OTT adalah evaluasi IPC
(untuk larutan dan suspensi) dan evaluasi sediaan akhir (terdiri dari
evaluasi fisika, biologi dan kimia).
8. Cara penggunaan OTT yaitu diteteskan pada telinga bagian dalam
dengan penetes telinga kemudian dibiarkan beberapa menit. Lalu
letakkan kembali penetesnya pada botol dan tutup kencang penutupnya.
9. Adapun beberapa contoh formula tetes telinga seperti kloramfenikol,
fenol, Na-subkarbonat, dll. Selain itu, contoh dari beberapa preparat
telinga dalam perdagangan seperti auralgan otic sulutio, cerumenex
drops, dll.

24
3.2 Saran
Perlu dilakukan praktikum FTS steril untuk pembuatan OTT, agar
mahasiswa lebih memahami dan menguasai formulasi dan evaluasi sediaan
obat tetes telinga (OTT).

25
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Goeswin. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi, Edisi Revisi dan


Perluasan. Bandung: Penerbit ITB

Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 1978. Formularium Nasional, Edisi II. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV.


Jakarta : Universitas Indonesia.

Syamsuni, H.A,. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.

26

Anda mungkin juga menyukai