Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

CRONIK KIDNEY DEASES (CKD)

Dengan HIPERTENSI

A. KONSEP CRONIC KIDNEY DEASES (CKD)


1. PENGERTIAN :

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)

2. ETIOLOGI

Salah satu penyebab dari penyakit cronic kidney deases adalah penyakit metabolik yaitu
hipertensi. Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg akibat
retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron.

3. PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi
ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C Long, 1996, 368).

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya


diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
4. KLASIFIKASI

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft –
Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah
sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
6. KOMPLIKASI

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006)
antara lain adalah :

a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan


masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta
sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1. Laju endap darah
2. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3. Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4. Hiponatremia
5. Hiperkalemia
6. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8. Gula darah tinggi
9. Hipertrigliserida
10. Asidosis metabolik

8. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi


ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau mengobati
komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat
mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini.

a. Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan
hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk
susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk
perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam.
Kalori untuk mencegah kelemahan dari KH dan lemak. Pemberian vitamin juga penting
karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu
dialisa.
b. Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskule.
Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah
natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien
CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium
bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
c. Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan).
Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise,
keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat
terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi
dari kejang.
d. Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap :
1. Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan.
2. Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local & sistemik, anti
hipertensi.
3. Terapi pengganti :
a) CAPD

Dilakukan tindakan CAPD dengan insersi catheter dengan peritoneuscope


yaitu :

1) Persiapan: dipuasakan 4 jam, H-1 operasi pasien harus defekasi dan bila
obstipasi diberi dulcolax, pagi hari sebelum operasi dipasang iv, pasien
di cukur rambutnya di kulit abdomen, dan sebelum berangkat ke
ruangan tindakan pasien harus mengosongkan kandung kemih atau
dipasang folley catheter.
2) Prosedur operasi
Posisi trendelenberg
 Buat marker di abdomen, desinfeksi dinding abdomen, anetesi
daerah insisi dengan lidocaine 1%, kemudian insisi kulit sepanjang
3 cm.
 Jaringan lemak dibuka tumpul sampai terlihat fascia external,
sambil pasien menahan nafas masukan quill guide assembly posisi
30 derajat kearah coccyx sampai menembus peritoneum.
 Tarik trocar, masukan air menggunakan syrine, cek meniscus dan
pergerakan air sesuai nafas.
 Hubungkan dengan selang insuflaor, masukan udara sebanyak
1000-1500 ke dalam abdomen.
 Setelah insuflator dilepas masukan scope lewat canula, arahkan ke
rongga pelvic pastikan ada space dan tidak ada adhesi pada pelvic,
pertahankan posisi quill dengan clem artei.
 Canula dilepas dengan gerakan pelan berputar, masukan dilator
kecil dan besar setelah sebelumnya dilubrikasi dengan lignocain
gel. Buat gerakan maju mundur, dilator besar dipertahankan sambil
mempersiapkan teckoff catheter dimasukan lewat stylet.
 Catheter dilepas, pasang cuff implanter. Pasien menahan adinding
abdomen dan implanter di dorong sampai cuff menembus fascia.
Stylet dan quill ditarik.
 Kateter di test. Dibuat marker tempat exite site, dilakukan anestesi
sepanjang daerah tunnel, tunneler dimasukan dan exite site menuju
daerah insisi lalu kateter disambungkan menuju tunneler. Kateter
dan tunneler ditarik melewati exite site dan disambung dengan
extension catheter, posisi exite site 2 cm dari kulit.
 Luka insisi di jahit.
 Operasi selesai
3) Penatalaksanaan keperawatan
 Tentukan tatalaksana terhadap penyebab CKD.
 Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
 Diet tinggi kalori rendah protein.
 Kendalikan hipertensi.
 Jaga keseimbangan elektrolit.
 Mencega dan tatalaksana penyakit tulang akibat CKD.
 Deteksi dini terhadap komplikasi.
 Kolaborasi dalam tindakan CAPD

b) HEMODIALISA (HD)
1) Pengertian HD

Hemodialisis adalah bentuk dialysis yang menggunakan mesin (alat


dialysis ginjal) untuk membuang kelebihan cairan, bahan kimia dan produk
sisa dari darah. (Litin, 2009). Hemodialysis adalah terapi pengganti ginjal
pada pasien gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis, dan gagal ginjal terminal
melalui mesin. Hemodialysis termasuk jenis membran dialysis selain
cangkok ginjal. Kelebihan dengan hemodialysis adalah pasien hanya
datang ke rumah sakit minimal 2 kali perminggu sedangkan cangkok ginjal
hanya dapat digantikan dengan ginjal asli yang diberikan oleh donor ginjal.
(Rizal, 2011).

Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tingkat tinggi sebagai


terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun
tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane
semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Dari
beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah
suatu terapi pengganti ginjal yang menggunakan mesin ginjal buatan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dalam tubuh.

2) Tujuan HD

Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :

 Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin


dan asam urat.
 Membuang kelebihan air.
 Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
 Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
 Memperbaiki status kesehatan penderita.
3) Proses HD

Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah dipompa dari


tubuh masuk ke dalam mesin dialysis lalu dibersihkan pada dialyzer
(ginjal buatan), lalu darah pasien yang sudah bersih dipompakan kembali
ke tubuh pasien.

Mesin dialysis yang paling baru telah dilengkapi oleh sistem


komputerisasi dan secara terus menerus memonitor array safty-critical
parameter, mencangkup laju alir darah dan dialysate, tekanan darah,
tingkat detak jantung, daya konduksi, pH dan lain-lain. Bila ada yang
tidak normal, alarm akan berbunyi. Dalam hemodialysis memerlukan
akses vascular (pembuluh darah) hemodialysis (AVH) yang cukup baik
agar dapat diperoleh aliran darah yang cukup besar, yaitu diperlukan
kecepatan darah sebesar 200 – 300 ml/menit secara kontinu selama
hemodialysis 4 – 5 jam.

AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di


leher atau paha yang bersifat temporer. Untuk yang permanen dibuat
hubungan antara arteri dan vena, biasanya di lengan bawah disebut
arteriovenous fistula, lebih populer bila disebut (brescia) cimino fistula.
Kemudian darah dari tubuh pasien masuk ke dalam sirkulasi darah mesin
hemodialysis yang terdiri dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan selang
outlet/venous (dari mesin ke tubuh), kedua ujungnya disambung ke jarum
dan kanula yang ditusuk ke pembuluh darah pasien. Darah setelah
melalui selang inlet masuk ke dialisar. Jumlah darah yang menempati
sirkulasi darah di mesin berkisar 200 ml. Dalam dialiser darah
dibersihkan, sampah-sampah secara kontinu menembus membran dan
menyeberang ke kompartemen dialisat, di pihak lain cairan dialisat
mengalir dalam mesin hemodialysis dengan kecepatan 500 ml/menit
masuk ke dalam dialiser pada kompartemen dialisat. Cairan dialisat
merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama elektrolit dan glukosa,
cairan ini dipompa masuk ke mesin sambil dicampur dengan air bersih
yang telah mengalami proses pembersihan yang rumit (water treatment).
Selama proses hemodialysis, darah pasien diberi heparin agar tidak
membeku bila berada di luar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin.

Prinsip hemodialysis sama seperti metode dialysis. Melibatkan difusi


zat terlarut ke sembarang suatu selaput semi permeable. Prinsip
pemisahan menggunakan membran ini terjadi pada dialyzer. Darah yang
mengandung sisa-sisa metabolisme dengan konsentrasi yang tinggi
dilewatkan pada membran semi permeabel yang terdapat dalam dialyzer,
dimana dalam dialyzer tersebut dialirkan dialysate dengan arah yang
berlawanan (counter current).

Driving force yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi zat yang


terlarut berupa racun seperti partikel-parttikel kecil, seperti urea, kalium,
asam urea, fosfat dan kelebihan khlorida pada darah dan dialysate.
Semakin besar konsentrasi racun tersebut di dalam darah dan dialisat
maka proses difusi semakin cepat. Berlawanan dengan peritoneal
dialysis, dimana pengangkutan adalah antar kompartemen cairan yang
statis, hemodialysis bersandar pada pengangkutan konvektif dan
menggunakan konter mengalir, dimana bila dialysate mengalir ke dalam
berlawanan arah dengan mengalir axtracorporeal sirkuit. Metode ini
dapat meningkatkan efektivitas dialysis.

Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah


disterilkan, urea dan sisa metabolisme lainnya, seperti kalium dan fosfat,
berdifusi ke dalam dialysate. Selain itu untuk memisahkan yang terlarut
dalam darah digunakan prinsip ultrafiltrasi. Driving force yang
digunakan pada ultrafiltrasi ini adalah perbedaan tekanan hidrostatik
antara darah dan dialyzer. Tekanan darah yang lebih tinggi dari dialyzer
memaksa air melewati membran. Jika tekanan dari dialyzer diturunkan
maka kecepatan ultrafiltrasi air dan darah akan meningkat.

Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah yang
bersih setelah dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan
pada mesin hemodialysis modern, sehingga keefektifannya dalam
menggantikan peran ginjal sangat tinggi. (Rizal, 2011).

4) Alasan Dilakukan HD

Hemodialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan :

 Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik).


 Perikarditis (peradangan kantong jantung).
 Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatanGagal jantung.
 Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)

5) Frekuensi HD

Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa,


tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3
kali/Minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :

 Penderita kembali menjalani hidup normal.


 Penderita kembali menjalani diet yang normal.
 Jumlah sel darah merah sulit di toleransi.
 Tekanan darah normal.
 Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.
 Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk
gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum
penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut,
dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa Minggu,
sampai fungsi ginjal kembali normal.
6) Komplikasi HD

Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005)
selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang
terjadi, antara lain :

 Kram otot : Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu
berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya
hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi
(penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
 Hipotensi : Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian
dialisat asetat, rendahnya dialysate natrium, penyakit jantung
aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan cairan.
 Aritmia : Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama
dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium dan bikarbonat
serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien
hemodialisa.
 Sindrom ketidakseimbangan dialisa : Sindrom ketidakseimbangan
dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol
lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari
darah, yang mengakibatkan suatu gradient osmotic diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradient osmotic ini menyebabkan
perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan edema serebri.
Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang
menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
 Hipoksemia : Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal
penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami
gangguan fungsi kardiopulmonar.
 Perdarahan : Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit.
Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan.
Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor
resiko terjadinya perdarahan.
 Gangguan pencernaan : Gangguan pencernaan yang sering terjadi
adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemi.
Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. Infeksi
atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
 Pembekuan darah : Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis
pemberian heparin yang tidak sesuai ataupun kecepatan putaran
darah yang lambat.

9. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian

Biodata : Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia
muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.

Keluhan utama : Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal
pada kulit.

Riwayat penyakit : (1) Sekarang : Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi
anafilaksis, renjatan kardiogenik. (2) Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut,
infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi. (3) Keluarga : Adanya penyakit keturunan
Diabetes Mellitus (DM).

Tanda vital : Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat
dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
b. Pemeriksaan Fisik :
 Pernafasan (B 1 : Breathing) : (1) Gejala: Nafas pendek, dispnoe nokturnal,
paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental dan banyak. (2) Tanda :
Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa
sputum.
 Cardiovascular (B 2 : Bleeding) : (1) Gejala : Riwayat hipertensi lama atau
berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung,
edema. (2) Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada
kaki, telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik,
friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan
perdarahan.
 Persyarafan (B 3 : Brain) : Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi,
somnolent sampai koma.
 Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder) (1) Gejala: Penurunan frekuensi urine
(Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat,
tidak dapat kencing), oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung,
diare atau konstipasi. (2) Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat,
berawan) oliguria atau anuria.
 Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel) : Anoreksia, nausea, vomiting, fektor
uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare
 Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone) : (1) Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala,
kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya
infeksi. (2) Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis
pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi
keterbatasan gerak sendi.

c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
mual muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik,
gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
10. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan & KH Kode Intervensi Keperawatan


Keperawatan NIC
1. Kelebihan volume Tujuan: 4130 Fluid Management :
cairan b.d penurunan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan
haluaran urin dan retensi selama 3x24 jam volume cairan seimbang. masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
cairan dan natrium. Kriteria Hasil: 2. Batasi masukan cairan
NOC : Fluid Balance 3. Identifikasi sumber potensial cairan
 Terbebas dari edema, efusi, anasarka 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
 Bunyi nafas bersih,tidak adanya cairan
dipsnea 5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
 Memilihara tekanan vena sentral,
tekanan kapiler paru, output jantung 2100 Hemodialysis therapy
dan vital sign normal. 1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah (misalnya
BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat phospor)
sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon thdp terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan,
dan tekanan darah untuk mengevaluasi respon terhadap
terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah
yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk
menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur cairan
dan elektrolit pergeseran antara pengobatan
2 Gangguan nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1100 Nutritional Management
kurang dari kebutuhan selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan 1. Monitor adanya mual dan muntah

tubuh b.d anoreksia adekuat. 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan

mual muntah. Kriteria Hasil: status nutrisi.

NOC : Nutritional Status 3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan

 Nafsu makan meningkat hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
untuk perencanaan treatment selanjutnya.
 Tidak terjadi penurunan BB
4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
 Masukan nutrisi adekuat
5. Berikan makanan sedikit tapi sering
 Menghabiskan porsi makan
6. Berikan perawatan mulut sering
 Hasil lab normal (albumin, kalium)
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai
terapi

3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3350 Respiratory Monitoring
berhubungan dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
hiperventilasi paru Kriteria Hasil: 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
NOC : Respiratory Status tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
 Peningkatan ventilasi dan oksigenasi 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
yang adekuat hiperventilasi, cheyne stokes
 Bebas dari tanda tanda distress 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
pernafasan ventilasi dan suara tambahan
 Suara nafas yang bersih, tidak ada 3320 Oxygen Therapy
sianosis dan dyspneu (mampu 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
mengeluarkan sputum, mampu bernafas 2. Ajarkan pasien nafas dalam
dengan mudah, tidak ada pursed lips) 3. Atur posisi senyaman mungkin

 Tanda tanda vital dalam rentang normal 4. Batasi untuk beraktivitas


5. Kolaborasi pemberian oksigen
4 Gangguan perfusi Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4066 Circulatory Care
jaringan berhubungan selama 3x24 jam perfusi jaringan adekuat. 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
dengan penurunan Kriteria Hasil: periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
suplai O2 dan nutrisi ke NOC: Circulation Status ekstremitas).
jaringan sekunder.  Membran mukosa merah muda 2. Kaji nyeri
 Conjunctiva tidak anemis 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
 Akral hangat 4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk

 TTV dalam batas normal. memperbaiki sirkulasi.

 Tidak ada edema 5. Monitor status cairan intake dan output


6. Evaluasi nadi, oedema
7. Berikan therapi antikoagulan.
PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus. http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-


pada-diabetes-melitus.pdf diakses pada tanggal 23 Februari 2014
Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu Fisika.
http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal 23 Februari
2014
Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
1999
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for
Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to Understanding
and Management. USA : Oxford University Press. 2010
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8.
Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006
LEMBAR BIMBINGAN

HARI DAN HASIL BIMBINGAN TTD


TANGGAL PEMBIMBING

Anda mungkin juga menyukai