Dengan HIPERTENSI
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)
2. ETIOLOGI
Salah satu penyebab dari penyakit cronic kidney deases adalah penyakit metabolik yaitu
hipertensi. Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg akibat
retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron.
3. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi
ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C Long, 1996, 368).
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft –
Gault sebagai berikut :
5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah
sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
6. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006)
antara lain adalah :
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan
hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk
susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk
perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam.
Kalori untuk mencegah kelemahan dari KH dan lemak. Pemberian vitamin juga penting
karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu
dialisa.
b. Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskule.
Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah
natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien
CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium
bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
c. Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan).
Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise,
keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat
terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi
dari kejang.
d. Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap :
1. Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan.
2. Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local & sistemik, anti
hipertensi.
3. Terapi pengganti :
a) CAPD
1) Persiapan: dipuasakan 4 jam, H-1 operasi pasien harus defekasi dan bila
obstipasi diberi dulcolax, pagi hari sebelum operasi dipasang iv, pasien
di cukur rambutnya di kulit abdomen, dan sebelum berangkat ke
ruangan tindakan pasien harus mengosongkan kandung kemih atau
dipasang folley catheter.
2) Prosedur operasi
Posisi trendelenberg
Buat marker di abdomen, desinfeksi dinding abdomen, anetesi
daerah insisi dengan lidocaine 1%, kemudian insisi kulit sepanjang
3 cm.
Jaringan lemak dibuka tumpul sampai terlihat fascia external,
sambil pasien menahan nafas masukan quill guide assembly posisi
30 derajat kearah coccyx sampai menembus peritoneum.
Tarik trocar, masukan air menggunakan syrine, cek meniscus dan
pergerakan air sesuai nafas.
Hubungkan dengan selang insuflaor, masukan udara sebanyak
1000-1500 ke dalam abdomen.
Setelah insuflator dilepas masukan scope lewat canula, arahkan ke
rongga pelvic pastikan ada space dan tidak ada adhesi pada pelvic,
pertahankan posisi quill dengan clem artei.
Canula dilepas dengan gerakan pelan berputar, masukan dilator
kecil dan besar setelah sebelumnya dilubrikasi dengan lignocain
gel. Buat gerakan maju mundur, dilator besar dipertahankan sambil
mempersiapkan teckoff catheter dimasukan lewat stylet.
Catheter dilepas, pasang cuff implanter. Pasien menahan adinding
abdomen dan implanter di dorong sampai cuff menembus fascia.
Stylet dan quill ditarik.
Kateter di test. Dibuat marker tempat exite site, dilakukan anestesi
sepanjang daerah tunnel, tunneler dimasukan dan exite site menuju
daerah insisi lalu kateter disambungkan menuju tunneler. Kateter
dan tunneler ditarik melewati exite site dan disambung dengan
extension catheter, posisi exite site 2 cm dari kulit.
Luka insisi di jahit.
Operasi selesai
3) Penatalaksanaan keperawatan
Tentukan tatalaksana terhadap penyebab CKD.
Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Diet tinggi kalori rendah protein.
Kendalikan hipertensi.
Jaga keseimbangan elektrolit.
Mencega dan tatalaksana penyakit tulang akibat CKD.
Deteksi dini terhadap komplikasi.
Kolaborasi dalam tindakan CAPD
b) HEMODIALISA (HD)
1) Pengertian HD
2) Tujuan HD
Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah yang
bersih setelah dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan
pada mesin hemodialysis modern, sehingga keefektifannya dalam
menggantikan peran ginjal sangat tinggi. (Rizal, 2011).
4) Alasan Dilakukan HD
5) Frekuensi HD
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005)
selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang
terjadi, antara lain :
Kram otot : Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu
berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya
hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi
(penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
Hipotensi : Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian
dialisat asetat, rendahnya dialysate natrium, penyakit jantung
aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan cairan.
Aritmia : Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama
dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium dan bikarbonat
serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien
hemodialisa.
Sindrom ketidakseimbangan dialisa : Sindrom ketidakseimbangan
dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol
lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari
darah, yang mengakibatkan suatu gradient osmotic diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradient osmotic ini menyebabkan
perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan edema serebri.
Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang
menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
Hipoksemia : Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal
penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami
gangguan fungsi kardiopulmonar.
Perdarahan : Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit.
Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan.
Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor
resiko terjadinya perdarahan.
Gangguan pencernaan : Gangguan pencernaan yang sering terjadi
adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemi.
Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. Infeksi
atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
Pembekuan darah : Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis
pemberian heparin yang tidak sesuai ataupun kecepatan putaran
darah yang lambat.
Biodata : Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia
muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
Keluhan utama : Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal
pada kulit.
Riwayat penyakit : (1) Sekarang : Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi
anafilaksis, renjatan kardiogenik. (2) Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut,
infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi. (3) Keluarga : Adanya penyakit keturunan
Diabetes Mellitus (DM).
Tanda vital : Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat
dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
b. Pemeriksaan Fisik :
Pernafasan (B 1 : Breathing) : (1) Gejala: Nafas pendek, dispnoe nokturnal,
paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental dan banyak. (2) Tanda :
Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa
sputum.
Cardiovascular (B 2 : Bleeding) : (1) Gejala : Riwayat hipertensi lama atau
berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung,
edema. (2) Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada
kaki, telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik,
friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan
perdarahan.
Persyarafan (B 3 : Brain) : Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi,
somnolent sampai koma.
Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder) (1) Gejala: Penurunan frekuensi urine
(Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat,
tidak dapat kencing), oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung,
diare atau konstipasi. (2) Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat,
berawan) oliguria atau anuria.
Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel) : Anoreksia, nausea, vomiting, fektor
uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare
Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone) : (1) Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala,
kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya
infeksi. (2) Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis
pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi
keterbatasan gerak sendi.
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
mual muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik,
gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
10. Rencana Asuhan Keperawatan
tubuh b.d anoreksia adekuat. 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
Nafsu makan meningkat hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
untuk perencanaan treatment selanjutnya.
Tidak terjadi penurunan BB
4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
Masukan nutrisi adekuat
5. Berikan makanan sedikit tapi sering
Menghabiskan porsi makan
6. Berikan perawatan mulut sering
Hasil lab normal (albumin, kalium)
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai
terapi
3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3350 Respiratory Monitoring
berhubungan dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
hiperventilasi paru Kriteria Hasil: 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
NOC : Respiratory Status tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Peningkatan ventilasi dan oksigenasi 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
yang adekuat hiperventilasi, cheyne stokes
Bebas dari tanda tanda distress 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
pernafasan ventilasi dan suara tambahan
Suara nafas yang bersih, tidak ada 3320 Oxygen Therapy
sianosis dan dyspneu (mampu 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
mengeluarkan sputum, mampu bernafas 2. Ajarkan pasien nafas dalam
dengan mudah, tidak ada pursed lips) 3. Atur posisi senyaman mungkin