DOSEN PENGAJAR :
NAMA KELOMPOK 2 :
ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANJI SAKTI SINGARAJA
TAHUN AJARAN 2018
2|Hukum Agraria
KATA PENGANTAR
Puji syukur pemakalah panjatkan kehadirat TuhanYang Maha Esa, karena atas rahmat,
petunjuk, dan karuniaNya pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun dalam
makalah ini pemakalah mencoba memberikan penjelasan mengenai hak-hak atas tanah yang
pemakalah kumpulkan dari berbagai sumber. Makalah ini dibuat dalam rangka
menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Agraria yang diberikan kepada pemakalah dengan
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam penyusunan makalah ini, pemakalah mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu pemakalah mengucapkan terima kasih atas segala
bantuan yang telah diberikan. Berikut beberapa pihak yang membantu pemakalah, yaitu :
1. Bapak Dr. I Gede Surata, SH., M. Kn, selaku dosen mata kuliah Hukum Agraria yang
2. Semua pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsung baik berupa
Pemakalah menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu pemakalah harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan, saran dan kritik yang
membangun sehingga makalah ini menjadi lebih baik. Akhir kata pemakalah ucapkan terima
kasih.
Pemakalah
i|Hukum Agraria
DAFTAR ISI
ii | H u k u m A g r a r i a
BAB I
PENDAHULUAN
Negara Indonesia ialah negara hukum, ketentuan ini dijamin dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), pada Pasal 1 ayat (3).
Sebagai negara hukum Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi segenap rakyat
didasarkan pada konsep negara kesejahteraan (walfare state), yang bertujuan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat. Hal ini merupakan amanah konstitusi pada Pasal 33 ayat (3) yang
menyatakan bahwa, ”bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Tujuan negara kesejahteraan (welfare
state) untuk menjamin hak-hak warga negara pada era modern sekarang ini, memiliki
Kondisi ketersediaan sumber daya alam menjadi faktor yang menentukan dalam
memenuhi hak-hak dasar warga negara. Salah satu sumber daya alam yang sangat penting
dalam menjamin kesejahteraan dalam negara hukum Indonesia di era globalisasi sekarang ini
adalah tanah. Ketersediaan tanah sebagai sumber daya alam yang sifatnya terbatas dapat
meningkat. Untuk dapat mencegah permasalah tersebut serta memberikan kepastian hukum
kepada masyarakat agar bisa memanfaatkan tanah dengan sebaik-baiknya, maka dalam
Hukum Agraria diatur mengenai hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki seseorang maupun
badan hukum atas sebidang tanah. Untuk dapat lebih memahami mengenai hak-hak atas
tanah dalam Hukum Agraria maka pemakalah membahas dan mengangkat judul “Jenis-Jenis
1|Hukum Agraria
1.2 Rumusan Masalah
1.3.1 Dapat mengetahui dan menganalisa mengenai pengaturan hak-hak atas tanah
berdasarkan UUPA.
Indonesia.
1.3.3 Dapat mengetahui dan menganalisa penyebab hapusnya hak-hak atas tanah
atas tanah .
2|Hukum Agraria
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
keseluruhan dari ketentuan-ketentuan hukum, baik Hukum Perdata, maupun Hukum Tata
Negara (Staatsrecht) maupun pula Hukum Tata Usaha Negara (Administratifrecht) yang
mengatur hubungan-hubungan antara orang termasuk badan hukum dengan bumi, air dan
ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara dan mengatur pula wewenang-wewenang yang
Boedi Harsono menyatakan Hukum Agraria bukan hanya merupakan satu perangkát
bidang hukum. Hukum Agraria merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum, yang
masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang
termasuk pengertian agraria. Kelompok berbagai bidang hukum tersebut terdiri atas:
1. Hukum Tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti
permukaan bumi.
4. Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang
mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa
1
Urip Santoso,Hukum Agraria&Hak-hak Atas Tanah,Kencana,Jakarta,2010,hlm.6
2
Ibid
3|Hukum Agraria
Hukum Agraria menurut Bachsan Mustafa bahwa Hukum Agraria merupakan
himpunan peraturan yang mengatur tentang bagaimana para pejabat pemerintah menjalankan
Dari beberapa pengertian hukum agraria menurut para ahli diatas, maka dapat
mengatur hak-hak yang dimiliki orang atau badan hukum tentang penguasaan atas sumber-
sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agraria yaitu bumi, air dan ruang
angkasa.
Menurut Samun Ismaya, yang dimaksud hak atas tanah ialah: “Hak yang memberikan
wewenang untuk mempergunakan permukaan bumi atau tanah yang bersangkutan demikian
pula tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk
keperluan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas
Pengertian hak atas tanah menurut UUPA, dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, dikatakan
bahwa “bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan
seluruh rakyat. Hak menguasai dari negara termaksud dalam UUPA Pasal 2 ayat (2) memberi
3
Ibid
4
Samun Ismaya,Pengantar Hukum Agraria,Graha Ilmu,Yogyakarta,2011,hlm.61
4|Hukum Agraria
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan
adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan
kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain
serta badan-badan hukum (UUPA, pasal 4 ayat 1), pasal ini memberi wewenang untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang
ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan
Dari beberapa pengertian hak atas tanah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hak
atas tanah adalah hak yang berdasarkan hak menguasai dari negara yang diberikan kepada
dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta
badan hukum terkait dengan wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan
demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk
kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas
menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang berada diatasnya.
Menurut Yudhi Setiawan dalam bukunya yang berjudul “Hukum Pertanahan Teori dan
Agraria terbagi menjadi 2 (dua) yaitu pengertian Hukum Agraria dalam arti luas dan
pengertian Hukum Agraria dalam arti sempit. Pengertian Hukum Agraria dalam arti luas
ditentukan dalam Pasal 2 Ayat (1) yaitu: Bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya (sumber-sumber alam). Aturan hukumnya terdiri atas :
5
Pengertian Hak Atas Tanah, (http://mangihot.blogspot.com/2017/02/pengertian-dan-pembagian-hak-
atas-tanah.html?m=1), diakses pada 18 November 2018
5|Hukum Agraria
1. Hukum Pertanahan; adalah bidang hukum yang mengatur Hak-Hak Pengaturan
2. Hukum Pengairan; adalah bidang hukum yang mengatur Hak-Hak Atas Air.
3. Hukum Pertambangan; adalah bidang hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas
Atas Hutan dan Hasil Hutan. Landasan hukumnya adalah Undang-Undang Nomor
5 tahun 1967.
Pengertian Hukum Agraria dalam arti sempit adalah Hukum Pertanahan; dengan
demikian terlihat bahwa Hukum Pertanahan adalah bagian atau salah satu komponen dari
Hukum Pertanahan adalah bidang hukum yang mengatur Hak-Hak Penguasaan Atas
Tanah. Hak Penguasaan adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang hak untuk
berbuat dengan tanah yang dikuasainya. Sumber hukum yang mengatur Hukum Pertanahan
terbagi menjadi 2 (dua) yaitu yang tertulis dan yang tidak tertulis. Aturan Hukum Pertanahan
tertulis adalah:
1. Undang-Undang Dasar 1945; dalam Pasal 33 ayat (3) : “Bumi, Air, dan
6|Hukum Agraria
hukum tanah pada zaman Hindia Belanda/Kolonial; (b) unifikasi hukum tanah
Indonesia.
Sedangkan aturan Hukum Pertanahan yang tidak tertulis yaitu hukum adat6.
Pasal 16 mengatur mengenai jenis-jenis hak atas tanah yang terdiri dari :
a. hak milik;
d. hak pakai;
e. hak sewa;
h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan
Sehingga dapat disimpulkan bahwa keterkaitan antara Hukum Agraria dengan hak
atas tanah yaitu hak atas tanah diatur dalam Hukum Pertanahan dimana Hukum Pertanahan
6
Yudhi Setiawan, Hukum Pertanahan Teori dan Praktik, Bayumedia Publishing,Malang,2010,hlm.2
7
R. Atang Ranoemihardja,Perkembangan Hukum Agraria di
Indonesia,Tarsito,Bandung,1982,hlm.6
7|Hukum Agraria
BAB III
Yang dimaksud dengan hak atas tanah ialah : “Hak yang memberikan wewenang
untuk mempergunakan permukaan bumi atau tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh
bumi dan air serta ruang angkasa yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk keperluan
yang langsung berhubungan dengan pengunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut UU dan
Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu
"Atas dasar hak menguasai dari negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum". Hak atas tanah bersumber dari hak
menguasai dari negara atas tanah dapat diberikan kepada perseorangan baik warga negara
Indonesia maupun warga negara asing, sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan
1. Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak-hak atas tanah ini akan tetap ada selama
UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan undang-undang yang baru. Macam-
macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,
Hak Pakai, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Membuka Tanah, dan Hak Memungut
Hasil Hutan.
8
Samun Ismaya,loc.cit
8|Hukum Agraria
2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang , yaitu hak atas tanah
yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Hak atas
3. Hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu hak atas tanah ini sifatnya sementara,
pemerasan, mengandung sifat feodal, dan bertentangan dengan jiwa UUPA. Macam-
macam hak atas tanah ini adalah Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil
(Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Pada hak atas tanah yang bersifat tetap di atas, sebenarnya Hak Membuka Tanah dan Hak
Memungut Hasil Hutan bukanlah hak atas tanah dikarenakan keduanya tidak memberikan
wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah atau mengambil manfaat dari
tanah yang dihakinya. Namun, sekadar menyesuaikan dengan sistematika hukum adat, maka
kedua hak tersebut dicantumkan juga ke dalam hak atas tanah yang bersifat tetap. Sebenarnya
kedua hak tersebut merupakan "pengejawantahan" dari hak ulayat masyarakat hukum adat.
Hak-hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 16 jo. Pasal 53 UUPA tidak bersifat
limitatif, artinya di samping hak-hak atas tanah yang disebutkan dalam UUPA, kelak
dimungkinkan lahirnya hak atas tanah baru yang diatur secara khusus dengan undang-
undang9.
A. Hak Milik
Ketentuan mengenai Hak Milik disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a UUPA.
Secara khusus diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 27 UUPA. Menurut Pasal 50
ayat (1) UUPA, ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Milik diatur dengan undang-undang.
undang-undang yang diperintahkan di sini sampai sekarang belum terbentuk. Untuk itu
diberlakukanlah Pasal 56 UUPA, yaitu selama undang-undang tentang Hak Milik belum
9|Hukum Agraria
terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan
Menurut Prof. Dr. H. Suko Wiyono, Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan tanah
mempunyai fungsi sosial; karena merupakan hak yang paling kuat, dengan sendirinya
memberikan kewenangan kepada pemiliknya untuk memberikan kembali hak lain di atas
tanah hak milik tersebut. Dengan kata lain, di atas hak milik dapat diberikan Hak Guna
Bangunan (HGB) dan Hak Pakai (HP), sedangkan Hak Guna Usaha (HGU) tidak bisa
diberikan dengan pertimbangan hanya tanah yang dikuasai negara yang bisa diberikan
dengan Hak Guna Usaha10. Berikut merupakan subyek hak milik menurut pasal 21 UUPA
antara lain:
a. Bank Negara.
Menurut Pasal 28 ayat (1) UUPA, yang dimaksud dengan Hak Guna Usaha adalah hak
untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu
sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau
10
Yudhi Setiawan, op.cit,hlm. 41
10 | H u k u m A g r a r i a
peternakan. PP No. 40 tahun 1996 menambahkan guna perusahaan perkebunan 11.
Subyeknya Hak Guna Usaha menurut pasal 30 UUPA ialah Warga Negara Indonesia dan
Hak Guna Usaha ialah hánya tanah Negara dan Tanah Hak (milik) tidak bisa diberikan
sebagai berikut:
1. WNI;
Indonesia;
3. Luas minimal 5 (lima) hektar dan maksimal 25 (dua puluh lima) hektar untuk
perorangan;
4. Luas maksimal untuk badan hukum ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan
pemberian haknya;
c. mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan
d. membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada
11
Urip Santoso,op.cit.hlm.99
11 | H u k u m A g r a r i a
e. memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan
Guna Usaha;
g. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada
h. menyerahkan sertifikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada Kepala
Kantor Pertanahan12.
Hak Guna Usaha terjadi dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk. Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan pemberian Hak
Guna Usaha diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden (Pasal 6).
Pemberian hak guna usaha wajib didaftar dalam buku tanah pada kantor pertanahan.
Hak guna usaha terjadi sejak didaftarkan oleh kantor pertanahan dalam buku tanah, di
mana pendaftaran ini sebagai tanda bukti hak (sertifikat hak atas tanah) kepada
Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu paling 25 tahun. Sesudah jangka waktu Hak Guna
pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama (Pasal 8).
Hak Guna Bangunan merupakan salah satu hak-hak atas tanah yang bersifat primer,
selain Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai atas tanah. Perkembangan Hak Guna
Bangunan merupakan hak primer yang mempunyai peranan penting kedua, setelah Hak
12
Yudhi Setiawan,op.cit,hlm.33
13
Samun Ismaya,op.cit.hlm.64
12 | H u k u m A g r a r i a
Guna Usaha. Hal ini disebabkan Hak Guna Bangunan merupakan pendukung sarana
Begitu pentingnya Hak Guna Bangunan, maka Pemerintah mengaturnya lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. Pengaturan Hak Guna Bangunan ini,
seiring dengan pesatnya pembangunan perumahan, baik yang dibangun oleh pemerintah
maupun pihak swasta. Oleh karena itu, dalam perkembangan pembangunan perumahan
atau gedung yang semakin marak akhir-akhir ini, objek tanah yang dijadikan sasaran ada
tiga, yaitu tanah negara, tanah Hak Pengelolaan dan tanah Hak Milik (Pasal 21). Subjek
dari Hak Guna Bangunan ini ialah Warga Negara Indonesia secara perorangan dan
lama 30 tahun.
Salah satu yang paling mendasar dalam pemberian Hak Guna Bangunan adalah
Sehubungan dengan pemberian perpanjangan jangka waktu apabila Hak Guna Bangunan
telah berakhir maka Hak Guna Bangunan atas tanah negara atas permintaan pemegang
1. tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan
2. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;
4. tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang
bersangkutan;
Sehubungan dengan perpanjangan Hak Guna Bangunan tersebut, maka hal ini
berkaitan pula dengan kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan atas pemberian hak
13 | H u k u m A g r a r i a
atas tanah bangunan tersebut. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 30 PP Nomor 40
a membayar uang pemasukan yang jumlah dan tata cara pembayarannya ditetapkan
c memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga
d menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada
negara, pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik sesudah Hak Guna
e menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala
Pertanahan.
Selain kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang Hak atas Guna Bangunan
tersebut, maka salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang Hak Guna
Bangunan apabila tanah negara yang dijadikan objek tidak diperpanjang atau diperbarui
lagi, adalah menyerahkan tanah negara kepada pemegang hak pengelolaan dan Hak
Milik tersebut dalam keadaan kosong, dengan membongkar bangunan yang terdapat di
atas tanah tersebut (Pasal 37 ayat (1). Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 37 ayat (1)
ini memberikan kesempatan kepada yang menguasai atau memiliki Hak Guna Bangunan
untuk melakukan pembongkaran terhadap bangunan yang terdapat di atas Hak Guna
Bangunan tersebut, Ini sebagai wujud dari hak kesadaran yang yang menguasai Hak
D. Hak Pakai
14
Supriadi, Hukum Agraria,Sinar Grafika,Jakarta,2007,hlm.61
14 | H u k u m A g r a r i a
Menurut Pasal 41 ayat (1) UUPA yang dimaksud dengan hak pakai adalah hak untuk
mengguankan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara
atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan
dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau
perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan
sedangkan perkataan "memungut hasil" dalam Hak Pakai menunjuk pada pengertian
bahwa Hak Pakai digunakan untuk kepentingan selain mendirikan bangunan, misalnya
adalah:
Indonesia;
Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri
atau pejabat yang ditunjuk. Hak Pakai atas Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan
pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak
Pengelolaan.
15
Urip Santoso,op.cit,hlm.114
15 | H u k u m A g r a r i a
Hak Pakai sebagaimana wajib didaftar dalam buku tanah pada kantor Pertanahan. Hak
Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak didaftarkan oleh
yang berlaku. Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Pakai diberikan sertifikat
Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian tanah oleh pemegang Hak
Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pemberian Hak Pakai
atas tanah Hak Milik wajib didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Hak
Pakai atas tanah Hak milik mengikat pihak ketiga sejak saat pendaftarannya.
Pemegang Hak Pakai yang tidak lagi memenuhi syarat dalam waktu satu tahun wajib
melepaskan atau mengalihkan hak itu pada pihak lain yang memenuhi syarat. Apabila
dalam jangka waktu tersebut haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus
karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak lain yang terkait di atas tanah tersebut
tetap diperhatikan16.
Pengertian Hak Sewa Untuk Bangunan, menurut Pasal 44 ayat (1) UUPA, seseorang
atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak
mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar
kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Hak Sewa Untuk Bangunan adalah hak
yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk mendirikan dan mempunyai bangunan
di atas tanah Hak Milik orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa tertentu dan
dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh pemilik dan pemegang Hak Sewa
Untuk Bangunan.
16
Samun Ismaya,op.cit,hlm.69
16 | H u k u m A g r a r i a
Objek Hak Sewa untuk bangunan yaitu hak atas tanah yang dapat disewakan kepada
pihak lain adalah Hak Milik dan objek yang disewakan oleh pemilik tanah kepada pihak
lain (pemegang Hak Sewa Untuk Bangunan) adalah tanah bukan bangunan.
Menurut Pasal 45 UUPA, yang dapat mempunyai Hak Sewa Untuk Bangunan, adalah :
Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1)
meliputi Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil),
Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian. Hak-hak atas tanah ini diatur dalam
UUPA dan diberi sifat sementara, dalam waktu yang singkat diusahakan akan dihapus
Kenyataannya sampai saat ini tidak dapat dihapuskan dan yang dapat dilakukan
Tanah, berikut ini dikemukakan pendapat Boedi Harsono, Gadai tanah adalah
hubungan hukum antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang
17 | H u k u m A g r a r i a
dikembalikan, tanah tersebut dikuasai oleh pemegang gadai. Selama itu hasil
tanah seluruhnya menjadi hak pemegang gadai. Pengembalian uang gadai atau
tahun bahkan sampai puluhan tahun karena pemilik tanah belum mampu
melakukan penebusan17.
Pasal 53 UUPA tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan Hak
Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil). Boedi Harsono menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan Hak Usaha Bagi Hasil adalah hak seseorang atau
pertanian di atas tanah kepunyaan pihak lain (yang disebut pemilik) dengan
perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara kedua belah pihak menurut
3. Hak Menumpang
menempati rumah di atas tanah pekarangan milik orang lain. Di atas tanah itu
mungkin sudah ada rumah lain kepunyaan pemilik tanah, tetapi mungkin juga
17
Boedi Harsono,Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Penjusunan Isi dan Pelaksanaanya,
Djambatan, Djakarta, 1970, hlm. 394
18
Ibid, hlm. 310
19
Ibid, hlm. 321
18 | H u k u m A g r a r i a
UUPA tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan Hak Sewa
Tanah Pertanian. Yang dimaksud dengan Hak Sewa Tanah Pertanian adalah
oleh pemilik tanah pertanian kepada pihak lain (penyewa) dalam jangka waktu
tertentu dan sejumlah uang sebagai sewa yang ditetapkan atas dasar
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) adalah untuk mewujudkan kepastian
hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia. Ada dua upaya untuk
tanah untuk membuktikan hak atas tanah yang dikuasainya dan bagi pemerintah untuk
Mengenai pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 UUPA. Pendaftaran tanah menurut
3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat.
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (PP 10/1961). Akan tetapi, PP
20
Urip Santoso,op.cit,hlm 145
21
Ibid,hlm.2
19 | H u k u m A g r a r i a
10/1961 saat ini sudah dicabut dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-
bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya
bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta
yaitu:
mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama oleh pemegang hak
atas tanah.
2. Aman, berarti pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat
3. Terjangkau, yaitu pelayanan yang diberikan dalam rangka pendaftaran tanah harus
pendaftaran tanah dan pemeliharaan datanya. Data yang tersedia juga harus mutakhir,
5. Terbuka, artinya setiap saat masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data
yang benar.
20 | H u k u m A g r a r i a
Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), dimana tugas
pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan dibantu oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melakukan kegiatan-
kegiatan tertentu. Menurut ketentuan Pasal 9 ayat (1) PP 24/1997, yang menjadi obyek
1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usana, hak guna
3. Tanah wakaf
5. Hak tanggungan
6. Tanah negara
Pasal 11 PP 24/1997 menentukan bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi dua hal,
yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran
tanah.
Menurut Pasal 1 angka 9 PP 24/1997, pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah
kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang
secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara
sistematik merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan
secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pendaftaran tanah secara
21 | H u k u m A g r a r i a
sistematik dilaksanakan atas prakarsa pemerintah yang didasarkan pada suatu rencana
pendaftaran tanah secara sporadik adalah suatu kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau
bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal (Pasal 1 angka 11 PP
pendaftaran;
3. Penerbitan sertipikat
kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam
peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertipikat
untuk mendaftarkan perubahan data fisik atau data yuridis kepada Kantor
22 | H u k u m A g r a r i a
pemecahan atau penggabungan bidang-bidang tanah yang sudah didaftar, sedangkan
perubahan data yuridis misalnya apabila diadakan pembebanan atau pemindahan hak
a. pemindahan hak;
koperasi;
e. pembebanan hak;
g. lain-lain
d. hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun;
pengadilan;
g. perubahan nama.
Menurut Urip Santoso, perubahan data yuridis dapat terjadi karena beberapa hal
yaitu:
23 | H u k u m A g r a r i a
a. peralihan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam
koperasi;
f. hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan, hak milik atas satuan rumah
Lebih lanjut menurut Urip Santoso perubahan data fisik dapat terjadi karena :
ketentuan yang lebih rinci diatur dalam peraturan pelaksana tersendiri, sehingga
perkembangan teknologi. Saat ini peraturan pelaksana dari PP 24/1997 yang berlaku
Ibid,,hlm.36
22
23
Ibid
24 | H u k u m A g r a r i a
3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
(UUPA), hak-hak atas tanah yang dimiliki perseorangan maupun badan hukum dapat
1. Hak Milik
Pasal 27 UUPA menetapkan faktor penyebab hapusnya Hak Milik atas tanah dan
c. karena diterlantarkan;
d. karena subjek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik atas
tanah;
lain tidak memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik atas tanah. Hak Milik
atas tanah juga dapat hapus karena tanahnya musnah, misalnya karena adanya
bencana alam.
dipenuhi;
25 | H u k u m A g r a r i a
e. diterlantarkan;
f. tanahnya musnah;
dipenuhi;
e. diterlantarkan;
f. tanahnya musnah;
4. Hak Pakai
26 | H u k u m A g r a r i a
Pengelolaan; atau 3 putusan pengadilan yang telah mempunyai
waktunya berakhir;
e. diterlantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. pemegang Hak Pakai tidak memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Pakai
5. Hak Sewa
waktunya berakhir
e. Tanahnya musnah.
a. Hak Gadai
sebagai berikut:
27 | H u k u m A g r a r i a
3) Adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa pemegang
5) Tanahnya musnah
adalah :
5) Tanahnya musnah
c. Hak Menumpang
bersangkutan
umum
Menumpang
28 | H u k u m A g r a r i a
4) Tanahnya musnah.
Pertanian, yaitu:
5) Tanahnya musnah.
29 | H u k u m A g r a r i a
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1. Pengaturab hak atas tanah berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
a. hak milik,
d. hak pakai,
e. hak sewa,
h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang
Kepala Kantor Pertanahan dengan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
pendaftaran tanah meliputi dua hal, yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk
4.1.3. Penyebab hapusnya hak atas tanah ( Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil
30 | H u k u m A g r a r i a
Hutan dan hak-hak lainnya) pada setiap hak memiliki faktor penyebab yang
4.2 Saran-Saran
sifat dari haknya, sehingga dapat memberikan manfaat yang baik bagi
31 | H u k u m A g r a r i a
DAFTAR PUSTAKA
Publishing
Tarsito
Harsono, Boedi. 1970. Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Penjusunan Isi dan