Inayah Masturoh FIIXXXXX
Inayah Masturoh FIIXXXXX
05101181621002
Ilmu Tanah 2016
Judul Jurnal :
ABSTRAK
Luas lahan rawa di Indonesia diperkirakan 33,40 juta ha, yang terdiri atas 20 juta
ha rawa pasang surut dan 13,40 juta ha rawa lebak. Lahan sulfat masam
merupakan bagian dari lahan rawa pasang surut dan luasnya sekitar 6,70 juta ha.
Lahan sulfat masam dapat diklasifikasikan menurut letak dan posisi bahan sulfidik
di dalam pedon tanah. Kunci keberhasilan usaha pertanian di lahan pasang surut
atau rawa adalah pengelolaan tanah dan air baik tingkat makro maupun mikro.
Tata air makro meliputi pengaturan tata air pada saluran primer, sekunder dan
tersier, sedangkan tata air mikro adalah pengelolaan tata air di lahan petani mulai
dari saluran tersier, kuarter hingga ke lahan petani. Pengaturan tata air mikro
bertujuan untuk mencuci lahan dari unsur yang beracun seperti Fe, Al, dan SO4.
Pengelolaan tata air ini berkaitan dengan tipologi lahan dan tipe luapan. Lahan
sulfat masam sesuai untuk sawah tergenang karena dengan penggenangan bahan
sulfidik atau pirit akan stabil. Lahan sulfat masam dengan tipe luapan A atau B
sesuai untuk sawah dengan sistem aliran satu arah, dan bila tipe luapannya C atau
D maka saluran air perlu ditabat. Ameliorasi dan pengapuran diperlukan untuk
meningkatkan produktivitas lahan sulfat masam. Bahan amelioran yang
diperlukan adalah kaptan dengan takaran untuk tanah sulfat masam potensial 2
t/ha, sedangkan untuk tanah sulfat masam aktual 4−8 t/ha bergantung pada kadar
pirit dalam tanah. Semakin tinggi kadar pirit maka kebutuhan kapur untuk
meningkatkan pH tanah semakin tinggi pula. Rock Phospate (RP) dapat
digunakan pada tanah sulfat masam sebagai pengganti pupuk SP-36 dengan
takaran 200 kg RP/ha setara dengan 125 kg SP-36/ha. Pupuk kalium umumnya
cukup diberikan 100 kg KCl/ha. Pada lahan sulfat masam yang tersedia sumber
air tawar dapat digunakan untuk tambak udang atau bandeng. Kata kunci: Tanah
sulfat masam, pengelolaan lahan, pembangunan pertanian.
KESIMPULAN DAN SARAN
Lahan sulfat masam yang merupakan bagian dari lahan rawa pasang surut dengan
luas ± 6,70 juta ha mempunyai potensi untuk usaha pertanian terutama padi sawah
dan perikanan. Tanah sulfat masam mempunyai kandungan bahan organik P
tersedia maupun P potensial yang umumnya rendah. Untuk tanah sulfat masam
dengan kadar bahan organik sedang sampai tinggi, kadar P tersedia dan potensial
juga tinggi. Pada tanah sulfat masam yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
kadar hara K umumnya tinggi. Rock phosphate dapat menggantikan pupuk SP-36,
dengan takaran 200 kg RP/ha yang setara dengan 125 kg SP-36/ ha, pada tanah
sulfat masam potensial. Perbaikan tata air mikro seperti pembuatan saluran
keliling, saluran cacing, dan drainase dangkal sangat efektif dalam membuang
bahan-bahan beracun seperti Fe, Al, dan sulfat. Tanaman yang sesuai di lahan
sulfat masam adalah tanaman buah-buahan (pisang, nangka, rambutan, dan jeruk),
palawija (kedelai varietas Wilis, Lokon, Rinjani Dempo, dan kacang hijau),
tanaman perkebunan (kelapa, lada, dan temu-temuan), dan tanaman sayuran
(tomat varietas Intan dan Ratna, petsai varietas No. 82-157 dan bawang merah
varietas Ampenan dan Bima). Kendala pengembangan lahan rawa sulfat masam
adalah terbatasnya sumber daya manusia, sarana prasarana pertanian,
kelembagaan pedesaan, serta kebijakan pemerintah yang sering berubah-ubah
dalam pengembangan pertanian di lahan rawa pasang surut. Untuk
mengembangkan lahan rawa pasang surut menjadi lahan pertanian yang produktif
diperlukan kebijakan pemerintah yang mendukung upaya tersebut, seperti subsidi
benih dan pupuk, pengolahan tanah, bahan amelioran tanah, serta pemeliharaan
jaringan tata air.
Link :
http://www.academia.edu/download/51630995/pengolahan _lahan.pdf