Anda di halaman 1dari 6

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Badan pemerintah
Deskripsi
Badan Nasional Penanggulangan Bencana adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang mempunyai tugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam:
mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan ... Wikipedia
Didirikan: 26 Januari 2008
Dasar hukum: Undang Undang no. 24 tahun 2007; Peraturan PresidenNomor 8 Tahun 2008
Anggaran tahunan: 1,47 triliun IDR (2016)

Tugas dan Fungsi BNPB


BNPB Mempunyai Tugas
1. Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan
bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;
2. Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
3. Menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada masyarakat;
4. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi
normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
5. Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan internasional;
6. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara;
7. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
8. Menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

BNPB Mempunyai Fungsi


Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan
tepat serta efektif dan efisien; dan Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, dan menyeluruh.

STRUKTUR UTAMA
KEPALA BADANDoni MonardoKepala BadanUnsur PengarahKetua HarianInspektorat UtamaTetty Saragih,
AkInspektur UtamaSekretariat UtamaIr. Dody Ruswandi, MSCESekertaris UtamaDeputi Pencegahan
danKesiapsiagaanr. Bernardus Wisnu Widjaja, M.ScDeputi 1Deputi Penanganan DaruratIr. Harmensyah,
Dipl.SE.MMPlt. Deputi 2Deputi Rehabilitasi danRekonstruksiIr. Harmensyah, Dipl.SE.MMDeputi 3Deputi Logistik
dan PeralatanRudi Phadmanto, Ak., MBADeputi 4Pusat Data, Informasidan HumasDr. Sutopo Purwo Nugroho,
MSI,APUKepala PusdatinmasPusat Pelatihan dan PendidikanPBDr. Ir. Agus Wibowo, M.ScKepala
PusdiklatInspektorat IDrs. KahartomiInspektur 1Inspektorat IIYulianto, Ak, MMInspektur 2Biro Umumdr. Bagus
Tjahjono,M.P.HKepala Biro UmumBiro Hukum dan KerjasamaDicky Fabrian, S.H., LL.M.Kepala Biro Hukum dan
KerjasamaBiro PerencanaanIr. Rifai, M.B.AKepala Biro PerencanaanBiro KeuanganIr. Sri Widayani, MM.Kepala
Biro KeuanganDirektorat PenguranganResiko BencanaDr.Raditya Jati, S.Si.,M.SiDirektur Pengurangan
ResikoBencanaDirektorat PemberdayaanMasyarakatLilik Kurniawan, S.T., M.SiDirektur Pemberdayaan
MasyarakatDirektorat KesiapsiagaanPlt Direktur KesiapsiagaanLilik Kurniawan, S.T., M.SiDirektorat Tanggap
DaruratYolak, SE, MMDirektur Tanggap DaruratDirektorat Bantuan DaruratTavip Joko Prahoro, SE, M.MPlt.
Direktur Bantuan DaruratDirektorat PerbaikanDaruratIr. Medi Herlianto, CES, MMDirektur Perbaikan
DaruratDirektorat PenangananPengungsiTavip Joko Prahoro, SE, M.MDirektur Penanganan Pengungsi

Sejarah dan Visi Misi BNPB


Sejarah Lembaga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terbentuk tidak terlepas dari
perkembangan penanggulangan bencana pada masa kemerdekaan hingga bencana alam berupa gempa
bumi dahsyat di Samudera Hindia pada abad 20. Sementara itu, perkembangan tersebut sangat
dipengaruhi pada konteks situasi, cakupan dan paradigma penanggulangan bencana.
Melihat kenyataan saat ini, berbagai bencana yang dilatarbelakangi kondisi geografis, geologis,
hidrologis, dan demografis mendorong Indonesia untuk membangun visi untuk membangun
ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana.
Wilayah Indonesia merupakan gugusan kepulauan terbesar di dunia. Wilayah yang juga terletak di
antara benua Asia dan Australia dan Lautan Hindia dan Pasifik ini memiliki 17.508 pulau. Meskipun
tersimpan kekayaan alam dan keindahan pulau-pulau yang luar biasa, bangsa Indonesia perlu
menyadari bahwa wilayah nusantara ini memiliki 129 gunung api aktif, atau dikenal dengan ring of
fire, serta terletak berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia?Lempeng Indo-Australia,
Eurasia, dan Pasifik.
Ring of fire dan berada di pertemuan tiga lempeng tektonik menempatkan negara kepulauan ini
berpotensi terhadap ancaman bencana alam. Di sisi lain, posisi Indonesia yang berada di wilayah tropis
serta kondisi hidrologis memicu terjadinya bencana alam lainnya, seperti angin puting beliung, hujan
ekstrim, banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Tidak hanya bencana alam sebagai ancaman, tetapi juga
bencana non alam sering melanda tanah air seperti kebakaran hutan dan lahan, konflik sosial, maupun
kegagalan teknologi.
Menghadapi ancaman bencana tersebut, Pemerintah Indonesia berperan penting dalam membangun
sistem penanggulangan bencana di tanah air. Pembentukan lembaga merupakan salah satu bagian dari
sistem yang telah berproses dari waktu ke waktu. Lembaga ini telah hadir sejak kemerdekaan
dideklarasikan pada tahun 1945 dan perkembangan lembaga penyelenggara penanggulangan bencana
dapat terbagi berdasarkan periode waktu sebagai berikut.

1945 - 1966
Pemerintah Indonesia membentuk Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP). Badan yang
didirikan pada 20 Agustus 1945 ini berfokus pada kondisi situasi perang pasca kemerdekaan Indonesia.
Badan ini bertugas untuk menolong para korban perang dan keluarga korban semasa perang kemerdekaan.

1966 - 1967
Pemerintah membentuk Badan Pertimbangan Penanggulangan Bencana Alam Pusat (BP2BAP) melalui
Keputusan Presiden Nomor 256 Tahun 1966. Penanggung jawab untuk lembaga ini adalah Menteri Sosial.
Aktivitas BP2BAP berperan pada penanggulangan tanggap darurat dan bantuan korban bencana. Melalui
keputusan ini, paradigma penanggulangan bencana berkembang tidak hanya berfokus pada bencana yang
disebabkan manusia tetapi juga bencana alam.

1967 - 1979
Frekuensi kejadian bencana alam terus meningkat. Penanganan bencana secara serius dan terkoordinasi
sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, pada tahun 1967 Presidium Kabinet mengeluarkan Keputusan Nomor
14/U/KEP/I/1967 yang bertujuan untuk membentuk Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
Alam (TKP2BA).

1979 - 1990
Pada periode ini Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA) ditingkatkan menjadi
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (Bakornas PBA) yang diketuai oleh
Menkokesra dan dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 28 tahun 1979. Aktivitas manajemen bencana
mencakup pada tahap pencegahan, penanganan darurat, dan rehabilitasi. Sebagai penjabaran operasional
dari Keputusan Presiden tersebut, Menteri Dalam Negeri dengan instruksi Nomor 27 tahun 1979
membentuk Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Alam (Satkorlak PBA) untuk setiap
provinsi.

1990 - 2000
Bencana tidak hanya disebabkan karena alam tetapi juga non alam serta sosial. Bencana non alam seperti
kecelakaan transportasi, kegagalan teknologi, dan konflik sosial mewarnai pemikiran penanggulangan
bencana pada periode ini. Hal tersebut yang melatarbelakangi penyempurnaan Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana Alam menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas
PB). Melalui Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1990, lingkup tugas dari Bakornas PB diperluas dan
tidak hanya berfokus pada bencana alam tetapi juga non alam dan sosial. Hal ini ditegaskan kembali dengan
Keputusan Presiden Nomor 106 Tahun 1999. Penanggulangan bencana memerlukan penanganan lintas
sektor, lintas pelaku, dan lintas disiplin yang terkoordinasi.

2000 - 2005
Indonesia mengalami krisis multidimensi sebelum periode ini. Bencana sosial yang terjadi di beberapa
tempat kemudian memunculkan permasalahan baru. Permasalahan tersebut membutuhkan penanganan
khusus karena terkait dengan pengungsian. Oleh karena itu, Bakornas PB kemudian dikembangkan menjadi
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP).
Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001 yang kemudian diperbaharui
dengan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2001.

2005 - 2008
Tragedi gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan sekitarnya pada tahun 2004 telah mendorong
perhatian serius Pemerintah Indonesia dan dunia internasional dalam manajemen penanggulangan bencana.
Menindaklanjuti situasi saat iu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun
2005 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB). Badan ini memiliki fungsi
koordinasi yang didukung oleh pelaksana harian sebagai unsur pelaksana penanggulanagn bencana. Sejalan
dengan itu, pendekatan paradigma pengurangan resiko bencana menjadi perhatian utama.

2008
Dalam merespon sistem penanggulangan bencana saat itu, Pemerintah Indonesia sangat serius membangun
legalisasi, lembaga, maupun budgeting. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun
2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BNPB terdiri atas kepala, unsur pengarah
penanggulangan bencana, dan unsur pelaksana penanggulangan bencana. BNPB memiliki fungsi
pengkoordinasian pelaksanaan kegiataan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan
menyeluruh.

Definisi dan Jenis Bencana


Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi
bencana sebagai berikut:
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu,
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan
bencana sosial.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh
manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis
bencana, korban dan/ataupun kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu
wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian.

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar
lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.

Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan
gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir
lahar.

Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan ("tsu" berarti lautan, "nami" berarti
gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya
pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.

Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya,
menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.

Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang
meningkat.

Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan
terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.

Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan
ekonomi dan lingkungan. Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di
lahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan .

Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan
lain-lain dilanda api yang menimbulkan korban dan/atau kerugian.

Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan
kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan
lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.

Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar
menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu
singkat (3-5 menit).

Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di
sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon
tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi
disertai hujan deras.

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi
biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan
alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut
sebagai penyebab utama abrasi.

Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut dan udara.

Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe
human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung
pada macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja,
bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya.

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna
secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.

Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara adalah suatu gerakan massal yang bersifat merusak tatanan
dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas
sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).

Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan sehingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan
korban yang bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta
benda, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup
atau fasilitas publik internasional.

Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui subversi, penghambatan, pengacauan
dan/ atau penghancuran. Dalam perang, istilah ini digunakan untuk mendiskripsikan aktivitas individu atau grup yang
tidak berhubungan dengan militer, tetapi dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan terhadap beberapa sruktur
penting, seperti infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-lain.

Sistem Penanggulangan Bencana


Indonesia menyadari bahwa masalah kebencanaan harus ditangani secara serius sejak terjadinya gempabumi dan
disusul tsunami yang menerjang Aceh dan sekitarnya pada 2004. Kebencanaan merupakan pembahasan yang sangat
komprehensif dan multi dimensi. Menyikapi kebencanaan yang frekuensinya terus meningkat setiap tahun, pemikiran
terhadap penanggulangan bencana harus dipahami dan diimplementasikan oleh semua pihak. Bencana adalah urusan
semua pihak. Secara periodik, Indonesia membangun sistem nasional penanggulangan bencana. Sistem nasional ini
mencakup beberapa aspek antara lain:
Legislasi
Dari sisi legislasi, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana. Produk hukum di bawahnya antara lain Peraturan Pemerintah , Peraturan Presiden,
Peraturan Kepala Kepala Badan, serta peraturan daerah. (Lebih detail lihat Produk Hukum).

Kelembagaan
Kelembagaan dapat ditinjau dari sisi formal dan non formal. Secara formal, Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) merupakan focal point lembaga pemerintah di tingkat pusat. Sementara itu, focal point penanggulangan
bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Dari sisi non formal, forum-forum baik di tingkat nasional dan lokal dibentuk untuk memperkuat penyelenggaran
penanggulangan bencana di Indonesia. Di tingkat nasional, terbentuk Platform Nasional (Planas) yang terdiri unsur
masyarakat sipil, dunia usaha, perguruan tinggi, media dan lembaga internasional. Pada tingkat lokal, kita mengenal
Forum PRB Yogyakarta dan Forum PRB Nusa Tenggara Timur.

Pendanaan
Saat ini kebencanaan bukan hanya isu lokal atau nasional, tetapi melibatkan internasional. Komunitas internasional
mendukung Pemerintah Indonesia dalam membangun manajemen penanggulangan bencana menjadi lebih baik. Di
sisi lain, kepedulian dan keseriusan Pemerintah Indonesia terhadap masalah bencana sangat tinggi dengan dibuktikan
dengan penganggaran yang signifikan khususnya untuk pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam
pembangunan.

Berikut beberapa pendanaan yang terkait dengan penanggulangan bencana di Indonesia:

a. Dana DIPA (APBN/APBD)


b. Dana Kontijensi
c. Dana On-call
d. Dana Bantual Sosial Berpola Hibah
e. Dana yang bersumber dari masyarakat
f. Dana dukungan komunitas internasional

Anda mungkin juga menyukai