Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH IMUNOSEROLOGI

DIAGNOSIS FILARIASIA
Tugas praktikum ini disusun untuk memenuhi nilai Mata Kuliah
Imunoserologi Praktik Semester IV Sarjana Terapan Jurusan Analis
Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Tahun 2019

Disusun oleh:

ZULFA LARASTY
NIM. P07134217040

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
SARJANA TERAPAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah
merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi
cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini
dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa pembesaran tangan,
kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup disaluran dan
kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala
klinis akut dan atau kronik (Depkes RI, 2005).
Epidemiologi filariasis yaitu tersebar didaerah-daerah endemik,
80% penduduk bisa mengalami infeksi tetapi hanyasekitar 10 - 20%
populasi yang menunjukkan gejala klinis infeksi. Penyakit ini diperkirakan
seperlima penduduk dunia atau 1.1 milyar penduduk beresiko terinfeksi,
terutama di daerah tropis dan beberapa daerah subtropis. Penyakit ini
dapat menyebabkan kecacatan, stigma sosial, hambatan psikososisal,
dan penurunan produktivitas kerja penderita, keluarga dan masyarakat
sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. Dengan demikian
penderita menjadi beban keluarga dan negara. Sejak tahun 2000 hingga
2009 di dilaporkan kasus kronis filariasis sebanyak 11.914 kasus yang
tersebar di 401 kabupaten/kota. Hasil laporan kasus klinis kronis filariasis
dari kabupaten/ kota yang ditindaklanjuti dengan survey endemisitas
filariasis, sampai dengan tahun 2009 terdapat 337 kabupaten/ kota
endemis dan 135 kabupaten/kota non endemis. Penyakit filariasis
terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan merupakan masalah di
daerah dataran rendah. Tetapi kadang-kadang juga ditemukan di daerah
bukit yang tidak terlalu tinggi. Di Indonesia filariasis tersebar luas, daerah
endemis terdapat terdapat di banyak pulau di seluruh nusantara, seperti
di Sumatera dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku,
dan Irian Jaya (Masrizal, 2013).
BAB II
ISI
A. Pengertian
Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki
gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh
infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit
ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa pembesaran tangan,
kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup disaluran dan
kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala
klinis akut dan atau kronik (Depkes RI, 2005).
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit
yang tersebar di Indonesia. Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan
kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas penderitanya karena
terjadi gangguan fisik.penyakit ini jarang terjadi pada anak karena
manifestasi klinisnya timbul bertahun – tahun setelah terjadi infeksi.
Gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan mikrofilaria pada
pembuluh limfe yang biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun
setelah terpapar parasite selama bertahun – tahun. oleh karena itu
Filariasis juga sering disebut penyakit kaki gajah. Akibat paling fatal bagi
penderita Filariasis yaitu kecacatan permanen yang sangat
mengganggu produktivitas.
B. Diagnosis Filariasis
Diagnosis yang dapat ditegakkan untuk penyakit filariasis
diantaranya ialah :
Diagnosis Parasitologi
Deteksi Microfilaria dengan Apusan Darah Tebal
Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria didalam darah,
cairan hidrokel atau cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah
tebal, tehnik konsentrasi Knott, membrane filtrasi dan tes profokatif dan
DEC 100. Pengambilan darah dilakukan malam hari mengingat
periodisitas mikrofilarianya umumnya nokturna. Pada pemeriksaan
histopatologi kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai di
saluran dan kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai sebagai tumor
(Gandahusada, 2004).
Deteksi microfilaria di dalam darah dilakukan dengan menemukan
parasit dalam tubuh manusia dengan membuatan apusan darah tebal
dan atau melakukan filtrasi membran nucleopore. Pengambilan darah
dilakukan berdasarkan periodisitas microfilaria di daerah tersebut,
misalnya antara pukul 22.00 – 02.00. Pada tahap awal cacing filarial
dewasa belum menghasilkan microfilaria dan jumlah microfilaria
cenderung sedikit pada anak – anak (<10th), sehingga apusan darah
tebal dinilai kurang sensitif dibanding dengan tes lainnya.
Kelebihan dan Kekurangan Deteksi Microfilaria dengan
Apusan Darah Tebal :
Kelebihan Deteksi Microfilaria dengan Apusan Darah Tebal :
a) Waktu yang dibutuhkan dalam pemeriksaan relatif cepat
b) Pengerjaan mudah dan praktis
Kelemahan dan kekurangan Deteksi Microfilaria dengan Apusan
Darah Tebal :
a) Apusan darah tebal kurang sensitif dibanding dengan tes
lainnya
Diferensiasi spesies dan stadium filaria yaitu dengan
menggunakan pelacak DNA dan spesies spesifik dan antibodi
monoclonal untuk mengidentifikasi larva filarial dalam cairan tubuh dan
dalam tubuh nyamuk vector sehingga dapat membedakan antara larva
filarial yang menginfeksi manusia dengan yang menginfeksi hewan
penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan survey
(Gandahusada,2004).
Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan USG
Pemeriksaan USG pada skrotum dan kelenjar getah bening
inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-
gerak. Ini berguna untuk evaluasi hasil pengobatan. Pemeriksaan
limfosintigrafi dengan menggunakan dextran atau albumin yang ditandai
dengan zat radioaktif menunjukkan abnormalitas pada sistem limfatik
sekalipun pada penderita yang asimtomatik mikrofilaremia
(Gandahusada,2004).
Kelebihan dan Kekurangan Pemeriksaan USG :
Kelebihan Pemeriksaan USG :
a) Dapat mendeteksi lokasi dan pergerakan cacing dewasa
W. Bancrofti di pembuluh darah limfe
b) Pengerjaan mudah dan praktis
Kelemahan dan kekurangan Deteksi Microfilaria dengan USG :
b) Pemeriksaan USG tidak berguna pada penderita yang
telah mengalami limfedema karna cacing dewasa tidak
terlihat
Diangnosis immunologi
Dengan teknik ELISA dan ICT kedua teknik ini pada dasarnya
menggunakan antibodi monoclonal yang spesifik untuk mendeteksi
antigen W.brankrofti dalam sirkulasi. Hasil yang positif menunjukkan
adanya infeksi aktif walaupun microfilaria tidak ditemukan dalam darah.
Pada stadium obstruktif, microfilaria sering tidak ditemukan lagi dalam
darah, tapi ada di cairan hidrokel atau cairan kiloria. Deteksi antigen
merupakan deteksi metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut
(Gandahusada,2004).
1. Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Suatu teknik biokimia yang terutama digunakan dalam
bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau
antigen dalam suatu sampel. Penggunaan ELISA melibatkan
setidaknya satu antibodi dengan spesifitas untuk antigen
tertentu. Sampel dengan jumlah antigen yang tidak diketahui
diimobilisasi pada suatu permukaan solid (biasanya berupa
lempeng mikrotiter polistirene), baik yang non-spesifik (melalui
penyerapan pada permukaan) atau spesifik (melalui
penangkapan oleh antibodi lain yang spesifik untuk antigen
yang sama, disebut ‘sandwich’ ELISA). Setelah antigen
diimobilisasi, antibodi pendeteksi ditambahkan, membentuk
kompleks dengan antigen. Antibodi pendeteksi dapat berikatan
juga dengan enzim, atau dapat dideteksi secara langsung
oleh antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim melalui
biokonjugasi.
Dewasa ini, teknik ELISA telah berkembang menjadi
berbagia macam jenis teknik. Perkembangan ini didasari pada
tujuan dari dilakukannya uji dengan teknik ELISA tersebut
sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Berikut ini adalah
beberapa macam teknik ELISA yang relatif sering digunakan,
antara lain : ELISA Direct, ELISA Indirect, ELISA Sandwich, dll.
Prinsip Kerja ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)
Prinsip dasar dari teknik ELISA ini secara simple dapat
dijabarkan sebagai berikut:

Pertama antigen atau antibodi yang hendak diuji


ditempelkan pada suatu permukaan yang berupa microtiter.
Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
penempelan secara non spesifik dengan adsorbs ke permukaan
microtiter, dan penempelan secara spesifik dengan menggunakan
antibody atau antigen lain yang bersifat spesifik dengan antigen
atau antibodi yang diuji (cara ini digunakan pada teknik ELISA
sandwich). Selanjutnya antibodi atau antigen spesifik yang telah
ditautkan dengan suatu enzim signal (disesuaikan dengan
sampel => bila sampel berupa antigen, maka digunakan
antibodi spesifik, sedangkan bila sampel berupa antibodi,
maka digunakan antigen spesifik) dicampurkan ke atas
permukaan tersebut, sehingga dapat terjadi interaksi antara
antibodi dengan antigen yang bersesuaian. Kemudian ke atas
permukaan tersebut dicampurkan suatau substrat yang dapat
bereaksi dengan enzim signal. Pada saat substrat tersebut
dicampurkan ke permukaan, enzim yang bertaut substrat dan
menimbulkan suatu signal yang dapat dengan antibodi atau
antigen spesifik yang berinteraksi dengan antibodi atau antigen
sampel akan bereaksi dengan dideteksi.
Kelebihan dan Kekurangan ELISA (Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay)
Teknik ELISA ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain :
a) Teknik pengerjaan relatif sederhana
b) Relatif ekonomis (karena jenis a antibodi yang digunakan
hanya satu saja, sehingga menghemat biaya untuk
membeli banyak jenis antibodi)
c) Hasil memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi.
d) Dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen
walaupun kadar antigen tersebut sangat rendah (hal ini
disebabkan sifat interaksi antara antibodi atau antigen
yang bersifat sangat spesifik
e) Dapat digunakan dalam banyak macam pengujian.
Sedangkan kekurangan dari teknik ELISA antara lain :
a) Jenis antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan
teknik ELISA ini hanya jenis antibodi monoklonal
(antibodi yang hanya mengenali satu antigen).
b) Harga antibodi monoklonal relatif lebih mahal daripada
antibodi poliklonal, sehingga pengujian teknik ELISA ini
membutuhkan biaya yang relatif mahal.
c) Pada beberapa macam teknik ELISA, dapat terjadi
kesalahan pengujian akibat kontrol negatif yang
menunjukkan respons positif yang disebabkan inefektivitas
dari larutan blocking sehingga antibodi sekunder atau
antigen asing dapat berinteraksi dengan antibodi
bertaut enzim signal dan menimbulkan signal.
d) Reaksi antara enzim signal dan substrat berlangsung
relatif cepat, sehingga pembacaan harus dilakukan dengan
cepat (pada perkembangannya, hal ini dapat diatasi
dengan memberikan larutan untuk menghentikan reaksi).
2. Imunokromatografi (ICT)
Imunokromatografi adalah teknik untuk memisahkan dan
mengidentifikasi antigen atau anti bodi yang terlarut dalam
sampel. Pemeriksaan laboratorium klinik yang menggunakan
teknik ini contohnya pemeriksaan anti HIV, anti HCV, HBsAg, anti
HBs, filariasis, plasmodium, anti TBC, IgG/IgM Anti dengue, NS1
dengue Ag dan IgM anti salmonella bisa juga untuk tes kehamilan,
narkoba dalam urin, nikotin dalam urin dan penyakit infeksi pada
binatang seperti infeksi flu burung.
Metode ini digunakan, jika dengan metode lain tidak dapat
di lakukan misalnya karena jumlah cuplikan sangat sedikit atau
campurannya kompleks. Meskipun dasar imunkromatografi adalah
suatu proses pemisahan namun banyak diantara cara ini dapat
digunakan untuk analisi kuatitatif. Jenis-jenis imunokromatografi
yang bermanfaat dalam analisi kualitatif dan analisis kuantitatif
adalah kromatografi kertas, kromatigrafi lapis tipis (KLT),
kromatografi kolom, kromatografi gas, dan kromatografi cair
kinerja tinggi. Kromatografi kertas dan KLT pada umunya lebih
bermanfaat untuk tujuan indentifikasi, karena lebih mudah dan
sederhana.
Imunokromatografi kolom memberikan pemilihan fase diam
yang lebih luas dan berguna untuk pemisahan campuran secara
kuantitatif. Dalam indutri metode ini banyak dipakai untuk
menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan dalam hasil, misalnya
pada pemurnian minyak tanah atau minyak goring dan pemurnian
hidroksida yang dihasilkan dari proses elektrolisis.
Teknik pemisahan imunokromatografi dilakukan untuk
mendapatkan pemisahan campuran diantara dua fase. Fase
tersebut adalah fase diam dan fase gerak.Fase diam dapat berupa
zat cair dan zat padat, sedangkan fase gerak dapat berupa zat
cair atau gas.
Imunokromatografi menggunakan prinsip kromatografi
bersifat preparatif maupun analitik. Tujuan kromatografi preparatif
biasanya adalah untuk memisahkan senyawa dalam campuran
(biasanya digunakan untuk pemurnian).Kromatografi analitik
digunakan untuk mengetahui perbandingan senyawa dalam
campuran.
Kelebihan dan Kekurangan Imunokromatografi Tes (ICT)
Kelebihan Imunokromatografi tes :
a) Format yang disukai oleh pemakai (teknisy laboratorium)
b) Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil tes amat
singkat
c) Stabil untuk jangka panjang dan dalam tantangan iklim
yang luas
d) Kerjanya amat praktis
Kelemahan dan kekurangan Imunokromatografi tes :
a) Baru dalam pemeriksan kualitatif belum kuantitatif
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN SARAN
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun
yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk
Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres. Cacing tersebut hidup di saluran
dan kelenjar getahbening dengan manifestasi klinik akut bempa demam
berulang, peradangan saluran dan saluran kelenjar getah bening.
Diagnosis penyakit filariasis dapat ditegakkan dalam beberapa metode
yakni dengan pemeriksaan apusan darah tebal, pemeriksaan USG,
ELISA dan ICT.
Hampir seluruh wilayah Indonesia adalah daerah endemis
filariasis, terutama wilayah Indonesia Timur yang memiliki prevalensi lebih
tinggi. Sejak tahun 2000 hingga 2009 di dilaporkan kasus kronis filariasis
sebanyak 11.914 kasus yang tersebar di 401 kabupaten/kota. Dengan
demikian perlu ditingkatkan surveilans epidemiologi di tingkat Puskesmas
untuk mendiagnosa lebih dini kasus filariasis dan perlu ditingkatkan pula
pelaksanaan program pencegahan dan pemberantasan filariasis.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. Penatalaksanaan Kasus Klinis Filariasis. Ditjen PP & PL.


Jakarta : 2005
Masrizal. 2013. Penyakit Filariasis. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
September 2012-Maret 2013, Vol. 7, No. 1. Padang : Universitas
Andalas.
Gandahusada, Srisasi. 2004 . Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga.
Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai