Anda di halaman 1dari 3

Politik Pertanian Indonesia

BAB

II POLITIK PERTANIAN
INDONESIA

6
ejarah politik pertanian di Indonesia sejak masa kolonial hingga saat ini
memberi pembelajaran penting bagi politik pertanian kedepan. Salah satunya
adalah bahwa tekanan politik dapat merubah politik dan kebijakan
pemerintah. Sebagai contoh, politik tanam paksa (cultuurestelsel) pada 1830
dilatarbelakangi tekanan politik untuk mengatasi kerugian yang disebabkan oleh
peperangan, dan politik agraria (Agrarische Wet) pada 1870 dilatarbelakangi oleh
tekanan pengusaha swasta untuk dapat membangun bisnis pertanian di wilayah
koloni.
Dinamika politik pasca kolonial sejak masa transisi, era sentralisasi dan era
reformasi-desentralisasi telah pula mempengaruhi politik pertanian Indonesia. Politik
pertanian era sentralisasi yang meng-konvergen-kan seluruh unsur pembangunan
pertanian pangan telah berhasil menghasilkan swasembada pangan beras. Krisis
ekonomi pada tahun 1998 telah merubah paradigma pembangunan yang ditandai oleh
reformasi menuju desentralisasi pemerintahan di daerah. Sebagai akibat lebih lanjut
konvergensi pendekatan pembanguan pertanian yang terjadi pada era revolusi hijau
mengalami proses divergensi, dan sebagai akibatnya kinerja pembangunan pertanian
semakin terpuruk.
Pembelajaran penting lain adalah bahwa suatu keputusan politik akan
mempunyai dampak jangka panjang, tidak hanya pada kurun waktu politik tersebut
dilaksanakan. Untuk itu, penetapan politik dan kebijakan pembangunan pertanian

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 5


Politik Pertanian Indonesia

harus mempertimbangkan dampak jangka pendek dan panjang, baik positif maupun
negatif. Pembelajaran yang terakhir adalah berakhirnya suatu kebijakan selalu
dilengkapi dengan upaya reformasi yang diperlukan untuk mendukung kebijakan
selanjutnya. Berbagai kebijakan pertanian yang pernah ditetapkan pemerintah Hindia
Belanda seperti tanam paksa, pelibatan swasta dalam usaha pertanian, dan politik
Etika (ethische politike) yang terdiri atas irigasi, edukasi (termasuk penyuluhan), dan
migrasi (transmigrasi); telah meninggalkan warisan pembelajaran yang sangat penting
untuk digunakan sebagai bahan penyusunan agenda reformasi pembangunan
pertanian ke depan.
Walaupun tidak perlu bersifat reaktif pendekatan politik etika yang pernah
diterapkan pada permulaan abad 20 perlu dilihat kembali relevansinya dewasa ini.
Bangsa Indonesia memang banyak berutang budi kepada masyarakat petani yang
dengan kerja kerasnya dan segala kemampuannya sebagai sokoguru pembangunan
pertanian memberikan kontribusi yang besar pada ketahanan pangan nasional. Namun
dipihak lain kita menyaksinya fakta terjadinya pembiaran terhadap keterpurukan
usahatani mereka dan proses pemiskinan di wilayah perdesaan. Memperhatikan
kecenderungan yang terjadi seperti yang diuraikan diatas ancaman terhadap
ketahanan pangan Indonesia berupa krisis pangan dan mungkin juga kelaparan dapat
saja terjadi sewaktu-waktu dimasa yang akan datang. Suatu politik etika generasi
kedua perlu dipersiapkan untuk membalik kecenderungan proses keterpurukan yang
sedang berlangsung. Pokok-pokok kebijakan yang perlu ditempuh mungkin tidak
berbeda jauh dengan politik etika generasi pertama hanya spektrum operasioanal
kebijakannya yang perlu diperluas meliputi keseluruhan wilayah pertanian atau sistem
pertanian, harus memperkuat kwalitas sumber daya manusia lebih luas dengan
menempatkan petani sebagai arus utama dalam pengembangan inovasi serta
memberikan penekanan dan lingkup kebijakan yang lebih luas dibandingkan dengan
politik etika generasi pertama.
Pembangunan pertanian kedepan diarahkan kepada pertanian modern
ekologis dan konservatif. Salah satu konsep pertanian ekologis dan konservasif yang
ditawarkan adalah sistem pertanian modern, ekologis, dan berkelanjutan, yaitu
pertanian modern yang mengintegrasikan teknologi produksi maju adaptif yang
produktif dan efisien dengan tindakan pelestarian lingkungan dan sumber daya lahan
pertanian guna menjamin keberlanjutan sistem produksi. Sistem pertanian modern,
ekologis, dan berkelanjutan dapat diimplementasikan melalui konsep Program
Intensifikasi Baru (PIB) melalui tahapan penyuluhan untuk penyadaran dan
peningkatan pemahaman oleh petani, dan penerapan sistem sertifikasi proses produksi
yang sesuai dengan ketentuan Good Agriculture Practices (GAP). Komponen PIB
mengadopsi Teknologi Revolusi Hijau Lestari, yaitu: (i) pengembalian limbah hasil
panen ke dalam tanah dan/atau penambahan pupuk organik secara teratur setiap
musim tanam, (ii) rotasi pertanaman, (iii) sanitasi lahan dan lingkungan dari tanaman
inang hama-penyakit, (iv) penanaman varietas unggul yang adaptif lokasi dan musim
spesifik, serta berbeda antar wilayah, (v) usahatani polikultur atau mix farming,
tanaman, ternak, ikan, (vi) monitoring kandungan hara tanah, guna menentukan dosis
pupuk optimal sesuai target produksi, (vii) pengelolaan lingkungan yang mendasarkan

6 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian


Politik Pertanian Indonesia

pada keseimbangan ekologis biota (PHT), (viii) mencegah cemaran limbah kimiawi dan
fisik lahan, (ix) pemeliharaan, penyediaan sumber pengairan dan prasarana irigasi,
serta pemanfaatan air secara efisien.
Konsep pertanian ekologis dan konservasif lain yang identik adalah Sistem
Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan, yang pada dasarnya adalah bagaimana
memperoleh sebesar-besarnya energi elektro magnetik matahari yang tersedia
melimpah di Indonesia sebagai kawasan tropik melalui pertanian. Tumbuhan adalah
adalah organisme yang mampu mentransformasi energi elektromagnetik matahari
menjadi energi kimiawi dalam biomassanya dengan menggunakan air, karbon dioksida
dan zat hara melalui proses fotosintesa. Biomassa tanaman itulah selanjutnya menjadi
sumber energi atau makanan bagi organisme lainnya dalam komponen sub-sistem
pertanian. Selain diproses dalam jejaring rantai makanan sub-sistem pertanian,
sebagian biomassa dialirkan ke subsistem bioindustri untuk diolah menjadi beragam
produk pangan, pakan, energi, pupuk, pestisida dan bioproduk bernilai tinggi lainnya.
Pakan, pupuk, pestisida dan energi selanjutnya di daur ulang ke sub-sistem pertanian.
Dengan demikian terciptalah suatu sistem siklus tertutup antara sub-sistem pertanian
dan subsistem bioindustri. Prinsip dasar proses produksi sistem pertanian-bioindustri
berkelanjutan adalah: (a) mengurangi input eksternal tanpa berdampak pada
pengurangan, atau bahkan dapat meningkatkan produksi (Reduce), (b) menggunakan
ulang sisa proses atau hasil ikutan produksi (Reuse), (c) mendaur ulang produk akhir,
sisa, dan/atau bekas pakai produk akhir (Recycle). Prinsip pertama berkaitan dengan
peningkatan efisiensi dan nilai tambah ekonomi. Prinsip kedua berkaitan dengan
peningkatan nilai tambah ekonomi dan utamanya untuk mengurangi eksternalitas
negatif terhadap lingkungan; dan prinsip ketiga berkaitan penciptaan siklus bio-geo-
kimia tertutup dalam rangka mengurangi kebocoran hara yang merupakan penentu
keberlanjutan jangka panjang kemandirian dalam menghasilkan feedstock atau input
primer
Trend kebijakan pengelolaan hutan kedepan yang berorientasi kepada
masyarakat (petani), manfaat, diversifikasi fungsi yang mengarah kepada multi produk
membuka peluang masuknya komoditi pertanian menjadi bagian dari tanaman yang
dapat diusahakan pada kawasan hutan. Sejalan dengan itu arah pengelolaan kawasan
hutan mengarah kepada pengembangan pengelolaan hutan bersama masyarakat pada
hutan tanaman industry, pengembangan hutan tanaman rakyat pada hutan tanaman
industri, dan hutan desa yang dikelola oleh desa atau lembaga yang ditunjuk oleh
desa.

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 7

Anda mungkin juga menyukai