Anda di halaman 1dari 24

I.

KONSEP TEORI
a. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan
(Price Sylvia A. 2007).
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologik berupa kelainan
fungsi jantung sehingga tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan kemampuannya ada kalau disertai
peninggian volume diastolic secara abnormal (Mansjoer, 2009).
Gagal jantung (dikenal juga sebagai insufisiensi krodiak) adalah
keadaan dimana jantung sudah tidak mampu lagi memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan tubuh (Long, 2016).
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologik adanya kelainan
fungsi jantung berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian tekanan pengisiann ventrikel kiri (Noer, 2016).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal jantung adalah
keadaan dimana jantung sudah tidak mampu memompa darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh dan kemampuannya hanya ada kalau disertai dengan
peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri.

b. Etiologi
1. Kelainan otot jantung
2. Aterosklerosis koroner
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
4. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative
5. Faktor sistemik
6. Otot jantung abnormal, sehingga terjadi serangan jantung.
7. Aliran darah terlalu sedikit yang mengalir ke jantung, karena pergeseran
pembuluh darah atau adanya penyakit jantung.

1
8. Gangguan mekanisme mengurangi pengisian darah di dalam ventrikel
(bilik).
9. Kerusakan aliran darah yang mengganggu daya pompa jantung (kerja
jantung terlalu berat akibat volume atau tekanan darah meningkat) (Bruner
& Suddarth, 2002).

c. Tanda dan Gejala


1. Kriteria major
a) Paroksimal nocturnal dispnea
b) Distensia vena leher
c) Ronchi paru
d) Kardiomegali
2. Kritreia minor
a) Edema ektremitas
b) Batuk malam hari
c) Dispnea
d) Hematomegali
e) Epusi fleura
f) Penurunan kapasitas
g) Takikardi

3. Gagal jantung kiri


Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel
kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis
yang terjadi yaitu :
a) Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien
dapat mengalami ortopnu pada malam hari yang dinamakan
Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND).

2
b) Ortopnea
Yakni kesulitan bernafas saat penderita berbaring.
c) Paroximal
Yakni nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi setelah
pasien duduk lama dengan posisi kaki dan tangan dibawah atau
setelah pergi berbaring ke tempat tidur.
d) Batuk
Yaitu batuk kering maupun batuk basah sehingga
menghasilkan dahak/lendir (sputum) berbusa dalam jumlah banyak,
kadang disertai darah dalam jumlah banyak.
e) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga
terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas
dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
f) Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik.
4. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan, dengan tanda dan
gejala berikut:
a) Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b) Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,
penambahan berat badan.
c) Hepatomegali. dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
d) Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
dalam rongga abdomen.

3
e) Nokturia, yang terjadi karena perfusi renal dan didukung oleh posisi
penderita pada saat berbaring.
f) Kelemahan, yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung,
gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang
tidak adekuat dari jaringan.

d. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktifitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari curah jantung normal CO = HR x SV dimana curah jantung (CO =
Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR = Heart Rate) volume
sekuncup (SV = Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistemik saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Tetapi pada gagal jantung pada masa itu utama kerusakan dan tekanan serabut
otot jantung volume sekuncup berkurang dan Scurah jantung normal masih
dapat dipertahankan. Volume sekuncup jumlah darah yang dipompa pada saat
kontraksi tergantung pada tiga factor yaitu preload, kontraktifitas dan overload.
CO yang tidak adekuat memicu beberapa respon kompensasi yang
berusaha untuk mempertahankan fungsi dua kali orang-orang tubuh vital.
Respon awal adalah stimulus kepada setiap saraf simpatis yang menimbilkan
dua pengaruh utama yaitu meningkatkan kecepatan dan kekuatan kontraksi
miocorsium dan vasokonstriksi perifer. Vasokontriksi perifer menggeser kea
rah darah arteri ke organ-organ yang kurang vital seperti kulit dalam ginjal dan
juga ke organ-organ lain seperti otot. Kontraksi vena meninggalkan
peregangan serabut otot cardium meningkatkan kontraktilitas.
Pada respon berdampak perbaikan terhadap kardiak, namun selanjutnya
meningkatkan kebutuhan O2 untuk miokarsium dibawah garis kemampuan
kontraksi. Bila orang tidak berada dalam kekurangan cairan untuk memulai

4
status peningkatan volume ventrikel dengan mempercepat preload dan
kegagalan komponer.
Jenis kompensasi yang kedua terdiri dari pengaktifan system renin
angiotensin, penurunan darah dalam ginjal dan dampak dari kecepatan filtrasi
glomerolus memicu terlepasnya renin yang terinfeksi dengan angiotensin I dan
II yang selanjutnya berdampak vasokontriksi perifer dan peningkatan
reabsorbsi Na dan H2O oleh ginjal. Kejadian ini meningkatkan volume dan
mempertahankan tekanan dalam waktu singkat. Namun menimbulkan tekanan
baik preload maupun afterload pada waktu jangka panjang.
Pada permulaan sebagian dari jantung mengalami kegagalan jantung
dimulai dari vntrikel kiri. Namun karena kedua ventrikel merupakan bagian
dari system ventrikel, maka ventrikel manapun dapat mengalami kegagalan.
Gejala-gejala kegagalan jantung merupakan dampak dari CO dan kongesti
yang terjadi pada system vena atau sisetem pulmonal atau system lainnya
(Long, 2016).

5
Malfungsi katup disfungsi otot Kardiomiopati
Hipertensi
papilaris, detek septum ventrikel,
tromboembolisme, perikarditis
Nekrosis sel otot jantung Ejeksi ventrikel kiri
terganggu

Peningkatan beban awal Hipertrofi ventrikel


Statis darah dalam
Disfungsi diastolic dan ventrikel dan atrium
sistolik, iskemia
miokardium dan aritmia
Peningkatan beban awal dan
akhir
Gagal Jantung

Penurunan curah jantung Kongesti pulmonalis >>

Peningkatan system RAA Peningkatan aktivitas Hipertrofi ventrikel Tekanan hidrostatik >>
energik simpatis tekanan osmotik

Angiotensin I menjadi
Pemendekan miokard
ACE menjadi II Vasokonstriksi sistemis Perembesan cairan ke
alveoli
Aliran darah tidak adekuat
Pengeluaran aldosteron Vasokontriksi ginjal ke jantung dan otak
Kerusakan pertukaran
Meningkatkan reabsorbsi Na+ gas
dan H2O oleh tubulus Gangguan perfusi
jaringan perifer
6
B
A C
A B C

Urine output menurun, Curah jantung menurun Edema paru


volume plasma meningkat,
tekanan hidrostatik
meningkat Pengembangan paru tidak
Penurunan curah optimal
jantung

Kelebihan volume
Gangguan transportasi Ketidakefektifan pola
cairan
oksigen nafas

Hipoksia

Hiperventilasi
Energy berkurang

Terjadi sepanjang malam

Intoleransi aktivitas

Gangguan pola tidur

Fatigue

7
e. Diagnosa Medik
1. Elektrokardiogram (EKG).
2. Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia,
takikardi, fibrilasi atrial.
3. Skan jantung.
4. Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
5. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram dopple).
6. Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikular.
7. Kateterisasi jantung.
8. Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.
9. Rongent dada.
10. Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.
11. Enzim hepar.
12. Meningkat dalam gagal/kongesti hepar.
13. Elektrolit (mungkin berubah karena perpindahan cairan/ penurunan fungsi
ginjal, terapi diuretik).
14. Oksimetri nadi.
15. Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif
akut menjadi kronis.
16. Analisa gas darah (AGD).
17. Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
18. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin.
19. Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik
BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
20. Pemeriksaan tiroid.
21. Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai
pre pencetus gagal jantung.

8
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut maupun kronik
ditujukan untuk memperbaiki gejala dan prognosis, serta kualitas hidup,
meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta
beratnya kondisi.
Pendekatan pada pasien gagal jantung antara lain dengan :
1. Menentukan penyakit yang mendasari.
2. Mengendalikan faktor-faktor pencetus atau penyulit.
3. Menentukan derajat gagal jantung.
4. Mengurangi beban jantung (mengurangi aktivitas fisik dan berat badan).
5. Memperbaiki kontraktilitas (fungsi) miokard.
6. Koreksi terhadap retensi garam dan air.
7. Mengevaluasi apakah ada kemungkinan dilakukan koreksi bedah.
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi
penatalaksanaan secara non farmakologis dan farmakologis, keduanya
dibutuhkan karena akan saling melengkapi untuk penatalaksaan paripurna
penderita gagal jantung.
1) Penatalaksanaan non farmakologis
a) Edukasi
Edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan
serta pertolongan yang dapat dilakukan sendiri.
b) Merubah gaya hidup
Merubah gaya hidup, setiap manusia mempunyai gaya hidup
yang berbeda-beda, sebagian besar dari mereka tidak memperhatikan
gaya hidup sehat, sehingga menyebabkan mereka mudah terserang
penyakit, seperti halnya penderita penyakit gagal jantung kongestif,
penderita penyakit tersebut akan sangat memerlukan sekali gaya hidup
sehat seperti tidak merokok, mabuk-mabukan, mengonsumsi makanan
berlemak tinggi, makanan berminyak dan masih banyak lagi, dengan
begitu penderita penyakit gagal jantung kongestif akan semakin
membaik dan tidak menimbulkan gejala kambuh yang membahayakan.

9
c) Konsumsi makanan yang dianjurkan
Makanan yang sangat dianjurkan bagi penderita penyakit gagal
jantung kongestif adalah makanan yang mempunyai rendah lemak
seperti yang terdapat pada sayur, buah dan biji-bijian. Sayur yang baik
untuk penderita penyakit gagal jantung adalah sayur yang banyak
mengandung betakaroten terutama pada brokoli dan bayam, sedangkan
untuk buah penderita dapat mengkonsumsi buah rendah lemak seperti
alpukat, nanas, semangka, jambu biji dan masih banyak lagi, lalu untuk
biji-bijian penderita dapat mengonsumsi biji-bijian yang kaya akan
protein seperti kedelai dan kacang hijau.
d) Mengurangi konsumsi gula
Gula dapat menjadi pemicu timbulnya obesitas atau
kegemukan, selain itu gula juga dapat menimbulkan penyakit diabetes.
Kedua penyakit tersebut dapat memperburuk keadaan penderita gagal
jantung kengestif, karena tekanan darah menjadi sangat besar sehingga
aliran jantung pada pembuluh vena akan semakin terganggu. Dengan
menguranggi konsumsi gula maka gejala yang mungkin akan kambuh
dari penyakit gagal jantung kongestif ini dapat diminimalisir dengan
mudah. Atau jika tidak bisa mengurangi konsumsi gula maka ganti
gula menjadi gula rendah lemak.
e) Diet
Rasional dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja
dan ketegangan otot jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara
sesuai dengan selera dan pola makan klien.
f) Pembatasan natrium
Pembatasan natrium ditunjukkan untuk mencegah, mengatur,
atau mengurangi edema, seperti pada hipertensi atau gagal jantung.
Dalam menentukan aturan, sumber natrium harus spesifik dan
jumlahnya perlu diukur dalam miligram. Hindari kata-kata makanan
“rendah garam atau bebas garam”

10
2) Penatalaksanaan farmakologis
Terapi gagal jantung terdiri atas :
a) Terapi spesifik terhadap kausa yang mendasari gagal jantung, misalnya
revaskularisasi pada PJK atau valve repair untuk penyakit jantung
katup.
b) Terapi non spesifik terhadap sindroma klinis gagal jantung.
Adapun dasar-dasar terapi gagal jantung kongestif :
Masalah Terapi
Preload meningkat Restriksi garam, diuretika, venodilator
Curah jantung rendah, tahanan vaskuler
Arteriolar dilator/inhibitor ACE
sistemik meningkat
Kontraktilitas menurun Obat inotropik positif
Frekwensi denyut jantung cepat
Tingkatkan blok atrio-ventrikular
Fibrilasi atrial
Perbaiki kemampuan ventrikel kiri
Takikardia sinus

Obat-obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara


lain: diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme
inhibitors, betablocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin,
spironolakton, vasodilator (hydralazine /nitrat), antikoagulan,
antiaritmia, serta obat positif inotropik.
Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi
preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien
dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai
vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan
vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian
harus adekuat sehingga terjadi keseimbangan antara dilatasi vena dan
arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah
teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga
pemberiannya hanya 16 - 24 jam.
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang
diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal

11
jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari
pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 - 0,5
µg/kg/menit.
Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator.
Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang
dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik
dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf
simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di
plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel
tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume karena
berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 µg/kg dalam
1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01 µg/kg/menit.
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung
yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan /
atau vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan
tekanan darah 85 - 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka
inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan
darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan
darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri
rata - rata > 65 mmHg.
Pemberian dopamin 2 µg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 - 5 µg/kg/mnt akan
merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju
dan curah jantung. Pada pemberian 5 - 15 µg/kg/mnt akan merangsang
reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung
serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor
adrenergik beta 1 dan alfa 2, menyebabkan berkurangnya tahanan
vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontraktilitas. Dosis
umumnya 2 - 3 µg/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan
dosis 2,5 - 15 µg/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi
penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 - 20
µg/kg/mnt.

12
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon
intra aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter
defibrilator, ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan
pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak
memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau
ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk
mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium
dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang
simtomatik dan blok atrio-ventrikular derajat tinggi. Implantable
cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan
takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa
mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada
penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi
terutama inotropik.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
Fokus pengkajian pada pasien dengan gagal jantung. Pengamatan
terhadap tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan sistematik dan pulmonal.
Semua tanda-tanda yang menunjukkan harus dicatat dan dilaporkan kepada
dokter.
1) Pernafasan
Auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada atau
tidaknya krakles dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman bernafas.
2) Jantung
Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan
S4, kemungkinan cara pemompaan sudah mulai gagal.
3) Tingkat kesadaran
4) Perifer
Kaji bagian tubuh pasien yang mengalami edema dependen dan
hepar untuk mengetahui reflek hepatojugular (RHJ) dan distensi vena
jugularis (DVJ).

13
5) Haluaran Urine ukur dengan teratur.
Data dasar pengkajian pasien :
1) Bernafas dengan normal
Dyspnea saat aktifitas, tidur, duduk, batuk denagn atau tanpa
sputum, riwayat penyakit paru kronis, penggunaan bantuan pernafasan,
takipnea, nafas dangkal. Tanda : batuk kering/ nyring/ non produktif atau
terus menerus dengan atau tanpa pembentukan sputum, mungkn bersama
darah warna merah muda atau berbuih (edema pulmonal). Bunyi nafas
(tidak terdengar, krakles, mengi), fungsi mental (menurun, letargi,
kegelisahan), warna kulit (pucat atau sianosis).
2) Aktivitas/istirahat
Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat. Tanda : gelisah,
perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pada aktivitas.
3) Sirkulasi
Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada
kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda :
a) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
b) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
c) Irama Jantung ; Disritmia.
d) Frekuensi jantung ; Takikardia.
e) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
f) Posisi secara inferior ke kiri.
g) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
h) Terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
i) Murmur sistolik dan diastolic.
j) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianosis.
k) Punggung kuku ; pucat atau sianosis dengan pengisian
l) Kapiler lambat.
m) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.

14
n) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
o) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
p) Khususnya pada ekstremitas.
4) Integritas ego
Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis). Tanda
: berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah
tersinggung.
5) Nutrisi
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, peningkatan BB
signifikan, pembengkakan pada ekstermitas bawah, otot tinggi garam atau
makanan yang telah diproses, lemak, gula dan kafein. Tanda : Penambahan
BB dengan cepat, distensi abdomen (asites), edema.
6) Eliminasi
Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih pada malam
hari, diare atau konstipasi.
7) Personal Hygiene
Keletihan/ kelemahan saat aktifitas perawatan diri, penampilan
menandakan kelalaian perawatan diri.
8) Gerak dan keseimbangan
Keletihan, kelemahan terus menerus sepanjang hari, nyeri sesuai
dengan aktifitas.
9) Istirahat dan tidur
Insomnia, dyspnea pada saat istirahat atau pada saat pengerahan
tenaga
10) Temperatur suhu dan sirkulasi
Riwayat hipertensi, IM baru/ akut, episode GJK sebelumnya,
penykit katup jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septic,
TD mungkin rendah, normal atau tinggi, frekuensi jantung, irama jantung,
sianosis, bunyi nafas, edema.

15
11) Rasa aman dan nyaman
Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas,
sakit pada otot, tidak tenang, gelisah.
12) Berkomunikasi dengan orang lain
Marah, ketukan, mudah tersinggung
13) Bekerja
Dyspnea pada saat beraktifitas
14) Spiritual
Sesuai kepercayaan yang diakuinya
15) Belajar
Menggunakan/ lupa menggunakan obat-obat penyakit jantung.
16) Rekreasi
Tidak dapat dilakukan, pasien hanya beristirahat.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas miokardia, perubahan frekuensi, irama, perubahan struktural
(kelainan katup).
2. Intoleran aktvitas berhubungn dengan ketidak seimbangan suplai oksigen,
kelemahan umum.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan produksi ADH,
resistensi natrium dan air.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya cairan antara
kapiler dan alveolus.
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru,
hepatomegali, splenomigali.
6. Integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan perfusi jaringan.

16
c. Intervensi dan Rasional
Diagnosa 1 : Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan
perubahan kontraktilitas miokardia, perubahan frekuensi, irama,
perubahan structural (kelainan katup).
1. Tujuan :
a) Menununjukan tanda vital dalam batas normal, dan bebas gejala
gagal jantung.
b) Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
c) Ikut serta dalam aktvitas mengurangi beban kerja jantung.
2. Intervensi
a. Aukskultasi nadi, kaji frekuensi jantung, irama jantung.
Rasional : agar mengetahui seberapa besar tingkatan perkembangan
penyakit secara universal.
b. Pantau TD
Rasional : pada GJK peningkatan tekanan darah bisa terjadi kapanpun.
c. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis dapat terjadi akibat
dari suplai oksigen yang berkurang pada jaringan atau sel.
d. Berikan pispot di samping tempat tidur klien.
Rasional : pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi.
e. Tinggikan kaki, hinderi tekanan pada bawah lutut.
Rasional : menurunkan statis vena dan dapat menurunkan insiden
thrombus atau pembentukan emboli.
f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard,
untuk melawan hipoksia.
g. Kolaborasi : Berikan obat sesuai indikasi. Vasodilator, contoh nitrat
(nitro-dur, isodril).
Rasional : vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung,
dan menurunkan volume sirkulasi.

17
Diagnosa 2 : Intoleran aktvitas berhubungn dengan ketidak seimbangan
suplai oksigen, kelemahan umum.
1. Tujuan
a) Berpatisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan
keperawatan diri sendiri.
b) Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat di ukur,
dibuktikan oleh menurunya kelemahan dan kelelahan tanda vitalselam
aktivitas.

2. Intervensi
a) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila
pasien menggunakan vasodilator, dan diuretik.
Rasional : hipotensi ortostatik dapa terjadi karena akibat dari obat
vasodilator dan diuretic.
b) Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat
takikardi,disritmia, dispnea, pucat.
Rasional : penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan
peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan
c) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : dapat menunjukan dekompensasi jantung dari pada
kelebihan aktivitas.
d) Kolaborasi : Implemenasi program rehabilitasi jantung/aktifitas
Rasional: peningkatan bertahap pada aktifitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Rehabilitasi juga perlu dilakukan
ketika fungsi jantung tidak dapat kembali membaik saat berada
dibawah tekanan.

18
Diagnosa 3 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penigkatan
produksi ADH, resistensi natrium dan air.
1. Tujuan
Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan cairan
pemasukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam
rentang yang dapat diterima, berat badan stabil, dan tak ada edema.
2. Intervensi
a) Pantau haluaran urin, catat jumlah dan warna.
Rasional : haluaran urin mungkin sedikit dan pekat karena perunan
perrfusi ginjal.

b) Ajarkan klien dengan posisi semifowler.


Rasional : posisi terlentang atau semi fowler meningkatakan filtrasi
ginjaldan menurunkan ADH sehingga meningkatkan dieresis.
c) Ubah posisi klien dengan sering.
Rasional : pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan
pemasukan nutrisi dan inmobilisasi atau baring lama merupakan
kumpulan stressor yang mempengaruhi integritas kulit dan memerlukan
intervensi pengawasan ketat.
d) Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual.
Rasional : kongesti visceral dapat menganggu fungsi gaster/intestinal.
e) Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.
Rasional : penurunan mortilitas gaster dapat berefek merugikan pada
digestif dan absorsi. Makan sedikit dan sering meningkatkan
digesti/mencegah ketidaknyamanan abdomen.
f) Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan
atas/nyeri tekan.
Rasional : perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti vena,
menyebabkan distensi abdomen, pembesaran hati, dan menganggu
metabolism obat.
g) Kolaborasi: Pemberian obat sesuai indikasi. Diuretic contoh furrosemid
(lasix), bumetanid (bumex).

19
Rasional : meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat
reabsorbsi natrium pada tubulus ginjal.
h) Tiazid dengan agen pelawan kalium, contoh spironolakton (aldakton).
Rasional : meningkatkan diuresi tanpa kehilangan kalium berlebihan.
i) Konsultasi dengan ahli diet
Rasional : perlu diberikan diet yang dapat diterima pasien dan
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

Diagnosa 4 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan


meningkatnya cairan antara kapiler dan alveolus.
1. Tujuan
a) Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan.
b) Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan.
2. Intervensi
a) Aukskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.
Rasional : menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret
menunjukan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b) Anjurkan pasien untuk batuk efektif, napas dalam.
Rasional : memberikan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.
c) Pertahankan posisi semifowler.
Rasional : Menurunkan kosumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan
inflamasi paru maksimal.
d) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan kontraksi oksigen alveolar, yang dapat
memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan
e) Kolaborasi : Berikan obat sesuai indikasi. Diuretic, furosemid (laxis).
Rasional : menurunkan kongesti alveolar, mningkatkan pertukaran gas.
f) Bronkodilator, contoh aminofilin.
Rasional : meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas
kecil.

20
g) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan
toleransi pasien
Rasional : terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan
upaya penyelamatan hidup
Diagnosa 5 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
volume paru, hepatomegali, splenomigali.
1. Tujuan
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selam di RS,
RR Normal , tak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot bantu
pernafasan. Dan GDA Normal.
2. Intervensi
a) Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.
Rasional : distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat
terjadi sebagai akibat dari diafragma yang menekan paru-paru.
b) Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu nafas
Rasional : kesulitan bernafas dengan ventilator dan/atau peningkatan
tekanan jalan napas di duga memburuknya kondisi/terjadinya
komplikasi.
c) Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas krekels, mengi.
Rasional : bunyi napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruksi
sekunder terhadap perdarahan, krekels dan mengi menyertai obstruksi
jalan napas/kegagalan pernapasan
d) Tinggikan kepala dan bantu untuk mencapi posisi yang senyaman
mungkin.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahka
pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian
udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.
e) Kolaborasi : Pemberian oksigen dan cek GDA
Rasional : pasien dengan gangguan nafas membutuhkan oksigen yang
adekuat. GDA untuk mengetahui konsentrasi O2 dalam darah.

21
Diagnosa 6 : Integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan
perfusi jaringan.
1. Tujuan
a. Mempertahankan integritas kulit.
b. Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
2. Intervensi
a. Kaji kulit, adanya edma, area sirkulasi terganggu, atau
kegemukan/kurus.
Rasional : kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer, dan
gangguan status nutrisi.
b. Pijat area yang kemerahan atau memutih.
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia
jaringan.
c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu rentang gerak aktif/pasif.
Rasional : memperbaiki sirkulasi/menurunkan waktu satu area yang
meganggu aliran darah.
d. Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembaban.
Rasional : terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat
kerusakan.

22
III. DAFTAR PUSTAKA

Aaronson, I. Philip. and Ward, P.T. Jeremy., 2010. At a Glance Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta : EGC.
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC.
Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Gray, et al. (2009). Lecture Notes Kardiologi edisi 4. Jakarta: Erlangga Medical
Series.
H.M. S. Noer. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai penerbit FK
UI.
Kabo, P.,2011, Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular Secara
Rasional, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mansjoer, arif., 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ke 3. Jakarta : FK
UI.
Muttaqin, Arif. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
sistem Kardiovaskular dan Hematodologi. Jakarta : Salemba Medika.
Price, Sylvia A, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit
Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002, Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2,
Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk, EGC, Jakarta.
Soeharto, Imam. (2012). Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung :
Pencegahan, Penyembuhan, dan Rehabilitasi, PanduanbagiMasyarakat
Umum. Edisi kedua. Pt. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Bulter J, Casey DE, Drazner MH, et al, (2013.
CCF/AHA guideline for the management of heart failure : A report of the
American Guidelines College of Cardiology Foundation/American Heart
Association Task Force on Practice. Circulation. 128: 6-126.

23
Banjarmasin, April 2019
Preseptor Klinik Ners Muda

(………………………) (………………………….)

24

Anda mungkin juga menyukai