Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

LASERASI JALAN LAHIR

A.PENGERTIAN

a. Robekan adalah terputusnya kontinyuitas jaringan. (Kamus Lengkap Kedokteran :


109)
b. Jalan lahir terdiri atas jalan lahir bagia keras dan jalan lahir bagian lunak yang harus
di lewati oleh janin dalam proses persalinan pervaginam. (Ilmu Bedah Kebidanan : 1)
c. Robekan jalan lahir adalah robekan yang selalu memberikan perdarahan dalam
jumlah yang bervariasi banyaknya yang berasal dari perineum, vagina serviks, dan
uterus. (Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, & KB untuk pendidikan bidan : 308)
d. Laserasi perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan
(Mochtar, 1998).

B.KLASIFIKASI

.1 Perineum

a. Pengertian
Perineum adalah bagian terendah badan yaitu sabuah garis yang menyambung
kedua tuberositas iskhil, membaginya menjadi daerah depan garis ini yaitusegitiga
urogenital dan belakangnya ialah segitiga anal. (anatomi fisiologi , evelyn : 256)

Perineum adalah jaringan antara vestibulum vulva dan anus dan panjang
kira-kira 4 cm (Maimunah, 2005). Sedangkan menurut kamus Dorland perineum
adalah daerah antara kedua belah paha, antara vulva dan anus. Perineum terletak
antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm (Saifuddin, 2007). Laserasi
perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan
(Mochtar, 1998).

1
a. Etiologi
1. Secara umum
a. Kepala janin terlalu cepat lahir
b. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
d. Pada persalinan dengan distosia bahu
2. Faktor maternal
a. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak di tolong
Tetania uteri adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering
sehingga tidak ada relaksasi rahim. Hal ini dapat menyebabkan
terjadinya partus presipitatus yang dapat menyebabkan persalinan di
atas kendaraan, di kamar mandi, dan tidak sempat dilakukan
pertolongan. Akibatnya terjadilah luka-luka jalan lahir yang luas
pada serviks, vagina dan perineum, dan pada bayi dapat terjadi
perdarahan intrakranial. Pada presipitatus tidak banyak yang dapat
dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan cepat (Mochtar, 1998).
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat
kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika
bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali (JNPK-KR, 2007).
Akibat dari partus presipitatus antara lain terjadinya robekan
perineum bahkan robekan serviks yang dapat mengakibatkan
perdarahan pasca persalinan, cedera kepala bayi dan depresi bayi
(Stenchever & Sorensen, 1995, Saifuddin, 2008).
b. Pasien tidak mampu berenti mengejan atau Mengejan terlalu kuat
Pada saat persalinan diperlukan tenaga/power dari ibu bentuk
dorongan meneran. Dorongan meneran tersebut muncul bersamaan
dengan munculnya his atau kontraksi rahim. His yang bagus
dapat memebuka jalan lahir dengan cepat, namun hal ini
dipengaruhi cara ibu mengejan, artinya jika hisnya bagus tetapi ibu
menerannya tidak kuat maka tidak akan terjadi pembukaan jalan
lahir. Sedangkan jika ibu mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala

2
yang merupakan diameter terbesar janin maka akan menyebabkan
laserasi perineum. Bila kepala telah mulai lahir, ibu diminta
bernafas panjang, untuk menghindarkan tenaga mengejan karena
sinciput, muka dan dagu yang mempunyai ukuran panjang akan
mempengaruhi perineum. Kepala lahir hendaknya pada akhir
kontraksi agar kekuatan tidak terlalu kuat (Ibrahim, 1996).
c. Partus di selesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang
berlebihan
d. Edema dan kerapuhan pada perineum
Pada proses persalinan jika terjadi oedema pada perineum maka
perlu dihindarkan persalinan pervaginam karena dapat dipastikan
akan terjadi laserasi perineum (Manuaba, 1998).
e. Perluasan perineum
f. Primipara
Bila kepala janin telah sampai didasar panggul, vulva mulai membuka.
Rambut kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak
mulai teregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus
mulai membuka. Anus yang pada mulanya berbentuk bulat,
kemudian berbentuk “D”. Yang tampak dalam anus adalah dinding
depan rektum. Perineum bila tidak ditahan, akan robek (= ruptura
perinei), terutama pada primigravida.Perineum ditahan dengan
tangan kanan, sebaiknya dengan kain kasa steril (Saifuddin, 2007).
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya (Saifuddin, 2007).
g. Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang yang datar, tetapi
terdiri atas segi tiga depan dan segi tiga belakang yang
mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Apabila
ukuran yang terakhir ini lebih kecil daripada biasa, maka sudut arcus
pubis mengecil (kurang dari 800). Agar supaya dalam hal ini kepala
janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian

3
belakang pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior
yang cukup panjang persalinan pervaginam dapat dilaksanakan,
walaupun dengan perlukaan luas pada perineum (Saifuddin, 2007).
h. Varises Vulva
Wanita hamil sering mengeluh tentang pelebaran pembuluh darah,
yang terjadi pada tungkai, vagina, vulva, dan terjadi wasir. Selain
kelihatan kurang baik, pelebaran pembuluh darah ini dapat merupakan
sumber perdarahan potensial pada waktu hamil maupun saat
persalinan. Kesulitan yang mungkin dijumpai adalah saat persalinan
dengan varises vulva yang besar sehingga saat episiotomi dapat
terjadi perdarahan (Manuaba, 1998).
i. Kelenturan jalan lahir
Perineum, walaupun bukan alat kelamin, namun selalu terlibat
dalam proses persalinan. Apabila perineum cukup lunak dan elastis,
maka lahirnya kepala tidak mengalami kesukaran. Biasanya
perineum robek dan paling sering terjadi ruptura perinei tingkat II
dan tingkat III (Saifuddin, 2007). Perineum yang kaku menghambat
persalinan kala II yang meningkatkan risiko kematian bagi janin,
dan menyebabkan kerusakan-kerusakan jalan lahir yang luas.
Keadaan demikian dapat dijumpai pada primigravida yang umumnya
lebih dari 35 tahun, yang lazim disebut primi tua (Saifuddin, 2007).
Jalan lahir akan lentur pada perempuan yang rajin berolahraga
atau rajin bersenggama. Olahraga renang dianjurkan karena dapat
melenturkan jalan lahir dan otot-otot sekitarnya (Sinsin, 2008).
Senam kegel yang dilakukan pada saat hamil memiliki manfaat
yaitu dapat membuat elastisitas perineum (Nursalam, 2010). Selain
itu dapat memudahkan kelahiran bayi tanpa banya merobek jalan
lahir (tanpa atau sedikit “jahitan”) (Widianti & Proverawati, 2010).
3. Faktor janin
a. Janin yang besar

4
Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram.
Persalinan dengan berat badan janin besar dapat menyebabkan
terjadinya laserasi perineum (Mochtar, 1998). Berat badan janin
dapat mempengaruhi persalinan dan laserasi perineum. Bayi yang
mempunyai berat badan yang besar dapat menimbulkan penyulit
dalam persalinan diantaranya adalah partus lama, partus macet dan
distosia bahu (Jones, 2001).
Sebelum bersalin hendaknya ibu diperiksa Tinggi Fundus Uteri
agar dapat diketahui Tafsiran Berat Badan Janin dan dapat diantisipasi
adanya persalinan patologis yang disebabkan bayi besar seperti
ruptura uteri, ruptura jalan lahir, partus lama,distosia bahu, dan
kematian janin akibat cedera persalinan (Saifuddin, 2007).
b. Posisi kepala bayi yang normal
c. Kelahiran bokong atau peresentasi bokong
Presentasi bokong atau letak sungsang adalah janin yang letaknya
memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan
bokong di bawah (Mochtar, 1998).
Persalinan dengan penyulit seperti sungsang merupakan indikasi
untuk melakukan episiotomi (Saifuddin, 2007).
d. Ekstraksi forsep yang sukar
e. Distosia bahu
Distosia bahu adalah suatu keadaan yang memerlukan tambahan
manuver obstetrik karena jika dilakukan dengan tarikan biasa
kearah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan
bayi (Cunningham, 2005).
Persalinan dengan distosia bahu sering terjadi kerusakan pada
traktus genitalis bawah seperti laserasi perineum (Jones, 2001).
f. Presentasi defleksi
Presentasi defleksi yang dimaksud dalam hal ini adalah presentasi
puncak kepala dan presentasi dahi. Presentasi puncak kepala bagian
terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba

5
Ubun-ubun Besar (UUB) yang paling rendah, dan UUB sudah berputar
ke depan. Menurut statistik hal ini terjadi pada 1% dari seluruh
persalinan. Komplikasi yang terjadi pada ibu adalah partus yang lama
atau robekan jalan lahir yang lebih luas (Mochtar, 1998).
Presentasi dahi adalah posisi kepala antara fleksi dan defleksi,
dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dahi, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi
letak muka atau letak belakang kepala.
Mekanisme persalinan kepala memasuki panggul biasanya dengan
dahi melintang, atau miring. Pada waktu putaran paksi, dahi memutar
ke depan. Maxilla (fossa canina) sebagai hipomoklion berada di
bawah simpisis, kemudian terjadi fleksi untuk melahirkan belakang
kepala melewati perineum, lalu defleksi, maka lahirlah mulut, dagu
di bawah simpisis. Hal ini mengakibatkan partus menjadi lama dan
lebih sulit, bisa terjadi robekan yang berat dan ruptura uteri (Mochtar,
1998).
g. Kelainan kongenital seperti Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel
otak sehingga kepala janin menjadi besar serta ubun-ubun menjadi
lebar. Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada yang
sampai 5 liter. Sering dijumpai kelainan seperti spinabifida dan cacat
bawaan lain pada janin (Mochtar, 1998).
Persalinan dengan kelainan hidrosefalus dianjurkan untuk
dilakukan persalinan perabdominan untuk menghindari adanya
cedera jalan lahir beserta cedera pada janin (Jones, 2001).
(Ilmu kebidanan, patologi & fis. Persalinan : 451-452)
4. Faktor Penolong Persalinan
1) Cara memimpin mengejan dan dorongan pada fundus uteri
Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani
komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Dalam hal ini

6
proses tergantung dari kemampuan penolong dalam menghadapi proses
persalinan (Sujiyatmi, dkk., 2011)
2) Ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala
Mencegah laserasi yaitu dengan kerjasama yang baik antara penolong
terutama saat kepala crowning ( pembukaan 5-6 cm di vulva) serta
kelahiran kepala yang terkendali dan perlahan memberikan waktu
pada vagina dan perineum untuk mengadakan penyesuaian untuk
mengurangi robekan (Hidayat & Sujiyatini, 2010).
Saat kepala janin sampai di dasar panggul, vulva mulai terbuka,
rambut kepala kelihatan. Setiap his kepala lebih maju, anus terbuka,
perineum meregang. Penolong harus menahan perineum dengan tangan
kanan beralaskan kain kasa atau kain doek steril, supaya tidak terjadi
robekan perineum (Mochtar, 1998).
3) Anjuran posisi meneran
Penolong persalinan harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi
meneran dan menjelaskan alternatif-alternatif posisi meneran bila
posisi yang dipilih ibu tidak efektif (Sumarah, Widyastuti & Wiyati,
2009). Adapun macam-macam posisi meneran adalah :
a) Duduk atau setengah duduk
Dengan posisi ini penolong persalinan lebih leluasa dalam
membentu kelahiran kepala janin serta lebih leluasa untuk dapat
memperhatikan perineum.
b) Merangkak
Posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit
pada punggung, mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta
peregangan pada perineum berkurang.
c) Jongkok atau berdiri
Posisi jongkok atau berdidi memudahkan penurunan kepala janin,
memperluas panggul sebesar dua puluh delapan persen lebih besar
pada pintu bawah panggul, memperkuat dorongan meneran.
Namun posisi ini beresiko terjadinya laserasi (perlukaan jalan lahir).

7
d) Berbaring miring kekiri
Posisi berbaring miring kekiri dapat mengurangi penekanan pada
vena cava inferior sehingga dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya hipoksia, karena suplay oksigen tidak terganggu, dapat
memberi suasana rileks bagi ibu yang mengalami kecapekan dan
dapat mencegah terjadinya laserasi / robekan jalan lahir.
e) Hindari posisi terlentang
Pada posisi terlentang dapat menyebabkan :
1) Hipotensi dapat beresiko terjadinya syok dan berkurangnya
suplay oksigen dalam sirkulasi uteroplacenta sehingga dapat
menyebabkan hipoksia bagi janin.
2) Rasa nyeri yang bertambah.
3) Kemajuan persalinan bertambah lama.
4) Ibu mengalami gangguan untuk bernafas.
5) Buang air kecil terganggu.
6) Mobilisasi ibu kurang bebas.
7) Ibu kurang semangat.
8) Resiko laserasi jalan lahir bertambah.
9) Dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan
punggung

b. Episiotomi
Penyembuhan luka pada perineum akan lebih sempurna bila pinggirnya lurus
dan otot-otot mudah dijahit. Pada persalinan spontan sering terjadi robekan
perineum yang merupakan luka dengan pinggir yang tidak teratur. Hal ini
akan menghambat penyembuhan perineum sesudah luka dijahit. Oleh karena
itu, dan juga untuk melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan insisi
pada perineum pada saat kepala janin tampak dari luar dan mulai
meregangkan perineum (Saifuddin, 2007).
Tindakan episiotomi pada masa lalu dilakukan secara rutin terutama pada
primipara. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah trauma pada kepala janin,

8
mencegah kerusakan pada sfingter ani serta lebih mudah untuk menjahitnya.
Kenyataannya tindakan episiotomi dapat menyebabkan peningkatan jumlah
kehilangan darah ibu, bertambah dalam luka perineum, meningkatkan
kerusakan pada spinter ani dan peningkatan rasa nyeri pada hari pertama
postpartum (Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009).
a) Indikasi episiotomi

Menurut Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009, indikasi episiotomi adalah :

1) Gawat janin.
2) Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presentasi bokong, distosia
bahu, akan dilakukan ekstraksi forcep, ekstraksi vacum.
3) Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina.
4) Perineum kaku dan pendek.
5) Adanya ruptur yang membakat pada perineum.
6) Prematur untuk mengurangi tekanan pada kepala janin.

Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada pada primigravida atau pada wanita dengan
perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah menipis dan kepala janin
tidak masuk kembali kedalam vagina (Saifuddin, 2007).

Episiotomi dilakukan bila perineum sudah menipis dan kepala janin tidak masuk lagi dalam
vagina, yaitu dengan jalan mengiris atau menggunting perineum. Ada tiga arah irisan
diantaranya medialis, medio-lateralis dan lateralis. Tujuan episiotomi adalah supaya tidak
terjadi robekan perineum yang tidak teratur (Mochtar, 1998).

Derajat Laserasi perineum

Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan, yaitu sebagai berikut :

a. Derajat I : luasnya robekan hanya sampai mukosa vagina, komisura posterior


tanpa mengenai kulit perineum. Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
posisi luka baik.

9
b. Derajat II : robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa vagina,
komisura posterior, kulit perineum dan otot perineum. Jahit menggunakan
teknik penjahitan laserasi perineum.
c. Derajat III : robekan yang terjadi mengenai mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum, otot perineum hingga otot sfingter ani.
d. Derajat IV : robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa vagina,
komisura posterior, kulit perineum, otot sfingter ani sampai ke dinding depan
rektum. Penolong asuhan persalinan normal tidak dibekali keterampilan untuk
reparasi laserasi perineum derajat tiga atau empat. Segera rujuk ke fasilitas
rujukan

(Siswosudarmo & Emilia, 2008, JNPK-KR, 2008).

Tingkat robekan perineum


A. Tingkat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vaginadengan
atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit.
B. Tingkat II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai selaput
lendir vagina dan muskulus perinea trasvesalis tapi tidak mengenai
sfingter ani
C. Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai
mengenai otot-otot sfingter ani
D. Tingkat IV : Robekan meluas keseluruh kulit perineum membran
mukosa vagina, senrum tendineum perinei, sfingter ani dan mukosa
rektum. (Ilmu Bedah Kebidanan :175)

C.PATHWAY

Perineum kaku Kesalahan memimpin

Kepala janin terlalu cepat lahir Persalinan

10
Regangan Perineum

Robekan Perineum

Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat VI

Pada selaput Pada selaput Robekan sampai Robekan

Lendir vagina lendir vagina dengan otot sampai dengan

(tanpa mengenal otot perinea sfingter ani otot sfingter

Kulit perineum) trans versalis ani + mukosa

c. Penanganan
 Persiapan alat
- Wadah DTT ber isi : sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahit
- Cairan antiseptik (alkohol, betadin)
- Anastesi : lidokain 1%
 Persiapan pasien
Ibu posisi litotomi, pasang kain bersih di bawah bokong, atur lampu kearah
vulva atau perineum bersihkan dengan cairan antiseptik

 Persiapan petugas
Lepas perhiasan dan cuci tangan, pakai sarung tangan DTT untuk
memasukkan lidokain 1% kedalam spuit kemudian pakai sarung tangan lain

11
d. Perawatan pasca persalinan
a) Apabila terjadi robekan tingkat IV berikan antibiotik profilaksis dosis
tunggal :
1) Ampicilin 500 mg/oral
2) DHN metronidazol 500 mg/oral
b) Observasi tanda-tanda infeksi
c) Jangan lakukan pemeriksaan rectal atau enema 2 mgg
d) Berikan pelembut feses selama 1 mg/oral
Teknik menjahit robekan perineum

A. Tingkat I :

a. Dapat di lakukan hanya menggunakan cutgut yang di jahitkan secara jelujur


(continous sutare) atau dengan cara angka delapan (figure of eight)

B. Tingkat II :

a. Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata adalah bergerigi maka
pinggir yang bergerigi harus di rapikan lebih dulu
b. Pinggir robekan kanan, kiri masing-masing di klem kemudian di gunting
dan di lakukan penjahitan
c. Mula-mula otot dijahit catgut, selaput lendir vagina di jahit dengan catgut
secara terputus atau jelujur
d. Penjahitan selaput lendir vagina di mulai dari puncak robekan
e. Terakhir kulit perineum di jahit dengan benang sutera secara terputus

C. Tingkat III :

a. Dinding depan rektum yang robek di jahit dulu


b. Fasia perifektal dan fasia septm rekto vaginal di jahit dengan catgut kromik
sehingga bertemu kembali
c. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah di klem dengan klemplen lurus
kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik

12
d. Robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat
II

.2 Vagina

a. Pengertian
 Vagina adalah saluran potensial yang terbentang dari vulva ke uterus yang
berjalan ke atas dan ke belakang sejajar dengan pintu masuk pelvis dan dikelilingi
serta di topang oleh otot-otot dasar pelvis.
 Vagina adalah tabung berotot yang dilapisi membran dari jenis epitelium bergaris
yang khusus, di aliri pembuluh darah dan serabut saraf secara berlimpah.
b. Klasifikasi robekan jalan lahir pada vagina
 Kolporeksi
a. Pengertian
Kolporeksi adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di pada vagina
baian atas sehingga sebagian serviks uteri dan vagina terlepas yang
dapat memanjang atau melintang.

b. Etiologi
1. Pada persalinan dengan EPD sehingga terjadi regangan segmen
bahwa uttrus dengan servix uteri tidak terjepit antara kepala janin
dan tulang panggul.
2. Trauma sewaktu mengeluarkan placenta manual
3. Pada saat coitus yang kasar di sertai kekerasan
4. Kesalahan dalam memasukkan tangan oleh penolong ke dalam
uterus.

c. Komplikasi

13
1. Perdarahan terjadi jika robekan lebar, dalam, dan lebih mengenai
pembuluh darah
2. Infeksi, jika robekan tidak ditangani dengan semestinya bahkan
dapat timbul septikemi.
 Robekan dinding vagina
a. Pengertian
Robekan dinding vagina adalah robekan pada dinding vagina yang
mengenai pembuluh darah.

b. Etiologi
1. Melahirkan janin dengan cunam
2. Ekstraksi bokong
3. Ekstraksi vakum
4. Reposisi presentasi kepala janin misal letak oksipito posterior
5. Akibat lepasnya tulang simfisis pubis (Simfisiolisis)
c. Komplikasi
1. Perdarahan terjadi jika robekan lebar, dalam, dan lebih mengenai
pembuluh darah
2. Infeksi, jika robekan tidak ditangani dengan semestinya bahkan
dapat timbul septikemi.
d. Penanganan
1. robekan kecil →superfisial tidak perlu penanganan khusus
2. robekan lebar dan dalam, lakukan penjahitan secara teratur putus-
putus atau jelujur
3. pada puncak vagina sesuai dengan kolporeksi yang penanganan
sesuai dengan ruptur uteri.
 Perlukaan vagina
a. Etiologi
1. akibat persalinan karena luka pada vulva
2. robekan pembuluh darah vena di bawah kulit alat kelamin luar dan
selaput lendir vagina
b. Jenis perlukaaan vagina

14
1. Robekan vulva
Sering dijumpai pada waktu persalinan yang terlihat pada robekan
kecil pada labium minus, vestibulum atau bagian belakang vulva,
luka robekan dijahit dengan cara cutgut secara terputus adalah
jelujur.

2. Hematoma vulva
Karena robeknya pembulih vena yang ada dibawah pembuluh kulit
alat kelamin luar dan selaput lendir vagina, terjadi pada kala
pengeluaran. Diagnosa tidak terlalu sulit karena hematoma, terlibat
dibagian yang lembek, membengkok dan disertai nyeri tekan. (Ilmu
Bedah Kebidanan : 177-178)

c. Komplikasi
1. Perdarahan terjadi jika robekan lebar, dalam, dan lebih mengenai
pembuluh darah
2. Infeksi, jika robekan tidak ditangani dengan semestinya bahkan
dapat timbul septikemi.
d. Penanganan
1. hematoma kecil tidak perlu tindakan operatif cukup dilakukan
pengompresan daerah tersebut
2. jika ada tanda-tanda anemia, syok lakukan pengosongan
3. jahitan di buka kembali atau lakukan sayatan sepanjang bagian
hematoma dan keluarkan jika ada bekuan
4. jika ada sumber perdarahan, ikat pembuluh darah vena atau arteri
yang terputus
5. rongga diisi dengan kasa steril sampai padat
6. luka sayatan dijahit secara terputus-putus atau jelujur
7. pakailah drain
8. tampon dapat dibiarkan selama 24 jam
9. pasien diberi koagulasi + antibiotik sebagai profilaksis dan berikan
ruborasia

15
 Fistula Vesikovaginal
a. Pengertian
Fistula adalah hubungan abnormal antara dua organ atau lebih (bagian
depan)

b. Etiologi
1. Trauma, menggunakan alat-alat (perforator, kait dekapitasi, cunam)
2. Persalinan lama
3. Robekan cervix yang menjalar ke vagina bagian atas
4. Pada SC (vesika urinaria dan ureter dapat terpotong atau robek)
c. Penanganan
1. Yang disebabkan oleh trauma
 Pasang kateter tetap dalam vesika urinaria
 Jika ditemukan air kencing menetes kedalam vagina segera
lakukan penjahitan luka yang terjadi lapis demi lapis (selaput
lendir→ otot-otot dinding vesika urinaria → dinding depan
vagina)
 Kateter dapat dibiarkan selama beberapa waktu
2. Yang disebabkan oleh lepasnya jaringan nekrosis
 Gejala kelihatan setelah 3-10 hari post partum dan sering pada
fistula yang kecil
 Pasang kateter tetap (untuk drainase vesika urinaria) selama
beberapa minggu sehingga dapat menutup sendiri
 Jika pada fistula yan besar dapt dilukukan setelah 3-6 bulan PP
 Fistula Rectovaginal
a. Pengertian
Fistula recovaginal adalah lubang antara rectum dan vagina

b. Etiologi
1. ketidakbeerhasilan perbaikan pada laserasi laserasi derajat ketiga
2. ketidaksembuhan dari penjahitan
(Ilmu bedah kebidanan : 175-182)

16
c. Penanganan
Perbaikan operatif

(Ilmu Bedah Kebidanan : 177-182)

3. Cervix

a. Pengertian
Cervix adalah leher rahim atau sesuatu yang berhubungan dengan leher. (Kamus
Kedokteran :51)

b. Etiologi
Robekan servix dapat terjadi pada :

1. Partus presipitatus
2. Trauma karena pemakaian alat-alat operasi (cunam, perforator, vakum
ekstraktor)
3. Melahirkan kepala janin pada letak sungsang secara paksa karena pembukaan
servix belum lengkap
4. Partus lama
c. Diagnosa robekan cervix
Perdarahan PP pada uterus yang berkontraksi baik harus memaksa kita
untuk memeriksa servix inspekulo. Sebagai profilaksis sebaiknya semua
persalinan buatan yang sulit menjadi indikasi untuk memeriksakan inspekulo.

d. Komplikasi
1. perdarahan
2. syok
3. inkompetensi servix atau infertilitas sekunder
e. Penanganan menjahit robekan servix
1. Pertama-tama pinggir robekan sebelah kiri dan kanan di jepit dengan klem
sehingga perdarahan menjadi berkurang atau berhenti
2. Kemudian sevix di tarik sedikit, sehingga lebih jelaskelihatan dari luar

17
3. Jika pinggir robekan bergerigi, sebaiknya sebelum di jahit pinggir tersebut
diratakan dulu dengan jalan menggunting pinggir yang bergerigi tersebut.
4. Setelah itu robeka dijahit dengan cutgut cromik, jahitan dimulai dari ujung
robekan dengan cara jahitan terputus-putus atau jahitan angka delapan
5. Pada robekan yang dalam, jahitan harus di lakukan lapis demi lapis. Ini
dilanjutkan untuk menghindari terjadinya hematoma dalam rongga di bawah
jahitan
4 .Ruptura Uteri

a. Pengertian
 Ruptura uteri adalah distrupsi dinding uterus yang merupakan salah satu
kedaruratan obstetri. (Kedaruratan obsttrik : 169)
 Ruptura uteri adalh robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampaui daya regang miometrium. (Pely. Kesh maternal neonatal : 169)
b. Faktor predisposisi
1. Multiparitas atau grandemulti
2. Pemakaian oksitosin persalinan yang tidak tepat
3. Kelainan letak dan implantasi plasenta
4. Kelainan bentuk uterus
5. Hidramnion
c. Gejala ruptur uteri
1. Sewaktu konsentrasi yang kuat, pasien tiba-tiba merasa nyeri yang mengiris
di perut bagian bawah
2. SBR nyeri sekali kalau di palpasi
3. HIS berhenti
4. Ada perdarahan pervagina, walaupun biasanya tidakbanyak
5. Bagian-bagian anak mudah diraba, kalau anak masuk ke dalam rongga perut
6. Kadang-kadang disamping anak teraba tumor ialah rahim yang telah
mengecil
7. Pada toucher ternyata bagian depan mudah di tolak ke atas malahan kadang-
kadang tidak teraba lagi karena masuk ke dalam rongga perut
8. Biasanya pasien jatuh dalam shock

18
9. Kalau ruptura sudah lama terjadi maka seluruh perut nyei dan gembung
10. Adanya kencing berdarah dapat membantu kita menentukan diagnosa kalau
gejala-gejala kurang jelas

d. Etiologi
1. Parut uterus (SC, Miometrium, reaksi kornua, abortus sebelumnya)
2. Trauma
 Kelahiran operatif (versi, ekstraksi bokong, forsep)
 Perangsangan oksitosin yang berlebihan
 Kecelakaan mobil
3. Ruptura spontan uterus yang tidak berpaut (kontraksi uterus persisten pada
kasus obstruksi pelvis)
 Disproporsi chepalo pelvic
 Malperentasi janin
 Anomali janin (hidrosefalus)
 Multiparitas tanpa penyebab lain
 Lelomioma uteri
4. Faktor-faktor lain
 Placenta akreta atau perkreta
 Kehamilan kornua
 Penyakit trofoblasik invasif
e. Diagnosa banding ruptur uteri
1. Solusio placenta
2. Placenta previa
3. Ruptura uteri
f. Klasifikasi ruptura uteri
1. Menurut waktu terjadinya
a. Ruptura uteri gravidarum
Terjadinya sewaktu hamil dan berlokasi pada korpus

b. Ruptura uteri durate partum

19
Terjadinya waktu melahirkan anak dan berlokasi pada SBR.

2. Menurut lokasinya
a. Korpus uteri
Terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami dan operasi (SC)
yang kolporal atau miomektomi

b. SBR
Terjadi pada partus yang sulit dan lama yatu tambah merenggang dan
tipis dan akhirnya ruptur uteri.

c. Servix uteri
Terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forcep atau versi dan
ekstraksi pada pembukaan lengkap.

d. Kolpoporeksis – kolporeksi
Robekan diantara servix dan vagina.

3. Menurut robeknya peritoneum


a. Kompleta
Robekan pada dinding uterus – peritoneum (parametrium) sehingga
terdapat hubungan antara rongga perut dan uterus.

b. Inkompleta
Robekan pada otot rahim tapi peritonium tidak ikut robek.

4. Menurut etiologinya
a. Ruptura uteri spontan
- Karena dinding rahim yang lemak atau cacat
Misal : Bekas SC, miomektomi, perforasi saat kuretase,
histerorafia, pelepasan plasenta manual

- Karena peregangan yang luar biasa dari rahim


Misal : Panggul sempit, kelainan bentuk panggul, janin besar, DM,
hidrops feralis, post maturitas, dan grandemulti.

20
b. Ruptura violenta (traumatika)
Karena : Estraksi forsep, versi dan ekstraksi, embriotomi, versi braxton
hicks, sindrom tolakah, manual placenta, kuretase, espresi
kristeller atau crede.

5. Menurut gejala klinis


a. Ruptura iminens (membakat, mengancam)
b. Ruptura uteri (sebenarnya)
g. Profilaksis Ruptura Uteri
1. CPD
 Anjurkan bersalin di rumah sakit
2. Malposisi kepala
 Coba lakukan preposisi
 Pikirkan SC primer saat inpartu
3. Mal presentasi
 Letak lintang / presentasi bahu / letak bokong / presentasi rangkap
4. Hidrosefalus
5. Rigid cervik
6. Tetania uteri
7. Tumor jalan lahir
8. Bekas SC
 Anjurkan persalinan di rumah sakit
 Jika kepala cukup turun lakukan ekstraksi forceps
9. Uterus cacat, karena miomektomi, manual uri, anjurkan bersalin di rumah
sakit
10. Ruptura uteri
 Rujuk
h. Penanganan Ruptura Uteri
1. Mengatasi syok
2. Perbaiki KU penderita dengan pemberian infus dan sebagaimana
3. Kardiotonika, antibiotika dan sebagainya

21
4. Jika sudah mulai membaik lakukan laparatomi dengan tindakan jenis
operasi
 Histerektomi (total dan subtotal)
 Histerorafia (tepi luka di eksidir → dijahit)
 Konservatif (dengan temporade dan antibiotaka yang cukup)

22
D.ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POSTPARTUM DENGAN RISIKO TINGGI
LASERASI JALAN LAHIR

I. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama, usia, tanggal lahir, tanggal pengkajian, tanggal pelahiran, berat badan bayi,
usia gestasi bayi, jenis kelamin bayi, kehamilan : Gravida …Cukup Bulan… Kurang
Bulan … Aborsi … Anak yang Hidup…
b. Domain 1 : promosi kesehatan
Data subjektif :
Perencanaan pulang
Tanggal pulang yang diperkirakan
Medikasi yang dilanjutkan saat dirumah
Rencana untuk bantuan dirumah
Situasi rumah (individu yang bersedia membantu)
Sumber financial (missal cuti hamil)
Data objektif :
Tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan, TD)
c. Domain 2 : Nutrisi
Data sunjektif :
Asupan Makanan / cairan saat ini
Mual / muntah
Permintaan untuk makanan khusus
Data objektif :
Berat badan pada akhir kehamilan
Berat badan saat ini
Turgor kulit
Kelembapan membrane mukosa
Cairan IV
d. Domain 3 : Eliminasi
System berkemih

23
Data subjektif :
Berkemih dalam waktu 6 jam setelah pelahiran ( ya / tidak )
Waktu berkemih terakhir
Sering berkemih atau panas saat berkemih
Data objektif :
Kandung kemih dapat diplapasi ( ya / tidak )
Penampilan urine
Jumlah
Berkemih yang banyak ( ya / tidak )
System gastrointestinal
Data subjektif :
Waktu defekasi terakhir
Waktu defekasi pertama setelah kelahiran
Data objektif :
Bising usus
Hemoroid
Adanya episiotomy atau laserasi perineum (jelaskan derajatnya)
System integument
Data subjektif :
Menggigil ( ya / tidak )
Data objektif :
Warna kulit dan suhu
Diaphoresis
Penampilan episiotomy
Penampilan putting dan payudara (jika menyusui)
System pulmonal
Data objektif :
Pernapasan (frekuensi, kedalaman, kualitas)
e. Domain 4 : aktivitas / istirahat
Tidur / istirahat
Data subjektif :

24
Jumlah tidur/istirahat sebelum persalinanpernyataan merasa relaks atau lelah /
mengantuk
Rencana pengaturan istirahat setelah kembali ke rumah
Data objektif :
Status mental, keterjagaan
Durasi persalinan
Aktivitas/latihan fisik
Data subjektif :
Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri atau dengan bantuan
Rencana untuk (pemahaman mengenai) latihan fisik guna memulihkan tonus otot
abdomen dan perineum
Data objektif
Melakukan ambulasi secara mandiri / dengan bantuan
Keseimbangan energy
Data subjektif :
Melaporkan bertenaga atau letih
Merencanakan pengasuhan anak dan perawatan rumah
Data objektif :
Respons terhadap aktivitas (missal sesak napas, nadi meningkat)
Respons kardiovaskuler
Data objektif :
Jumlah kehilangan darah selama kelahiran
TD
Nadi
Pernapasan
Ekstremitas (pengisian ulang kapiler, warna, suhu)
Edema (pergelangan kaki/tungkai, tangan, periorbital,sacrum)
Warna kulit, membrane mukosa, dan bantalan kuku (pucat, sianosis)
f. Domain 5 : Persepsi / kognisi
Data subjektif :
Pingsan

25
Orientasi terhadap waktu, tempat, dan individu
Kabas atau kesemutan pada ekstremitas
Data objektif :
Reflek tendon
Jumlah pergerakan lengan dan tungkai
g. Domain 6 : persepsi diri
Data subjektif :
Perasaan tidak berdaya atau putus asa
Ungkapan kesepian
Pernyataan tidak melakukan persalinan dan kelahiran “dengan baik”
Perasaan yang diungkapkan mengenai kemampuan atau tubuh (positif / negative )
Mengungkapkan tentang persalinan dan kelahiran, bagaimana persalinan dan
kelahiran tersebut sama / berbeda dengan harapan ibu
Data objektif :
Tingkat keterlibatan dalam pengambilan keputusan tentang asuhan diri dan bayi
Reaksi emosi (interaksi dengan staf, menangis)
h. Domain 7 : hubungan peran
Peran pemberi asuhan
Data subjektif :
Hubungan dengan ayah bayi
Indikasi verbal pelekatan (missal memanggil bayi dengan nama)
Data objektif :
Frekuensi kunjungan ayah bayi
Frekuensi kunjungan / telepon dari individu pendukung lain
Interaksi yang diobservasi antara klien dan ayah bayi
Perilaku pelekatan yang diobservasi (ibu-bayi, ayah-bayi)
Perilaku pemberi asuhan yang diobservasi terhadap bayi (missal mengganti popok)
Hubungan keluarga
Data subjektif
Sifat keterlibatan individu pendukung dan individu terdekat (missal kunjungan, kartu
ucapan)

26
Kekhawatiran tentang hubungan keluarga
Siapa yang bersedia membantu stelah pulang
Data objektif :
Individu yang paling sering disebut
Interaksi yang diobservasi dengan anggota keluarga
Performa peran
Data subjektif :
Rencana untuk menyusui bayi (ASI, susu botol )
Kepuasan dalam menyusui pertama kali
Data objektif :
Pemeriksan payudara / putting
Observasi teknik menyusu bayi
i. Domain 8 : seksualitas
Data subjektif :
Kekhawatiran seksual (missal kapan kembali melakukan hubungan seksual)
Kekhawatiran pasangan
Jenis alat kontrasespsi yang direncanakan setelah pulang
Data objektif :
Masalah/komplikasi intrapartum (preeklamsia, hemoragi, persalinan lama, transfuse
darah)
Pemeriksaan perineum (edema, ekimosis, episiotomy, kaserasi)
Lokia (warna, jumlah, adanya bekuan)
Fundus uterus (lunak/keras, posisi)
Payudara (lunak,keras,bengkak,timbul kolostrum,kondisi putting)
j. Domain 9 : koping / toleransi stress
Data subjektif :
Persepsi koping selama persalinan dan kelahiran
Kekhawatiran mengenai koping saat pulang
Data onjektif
Mood/afek
Manifestasi fisiologi ansietas

27
k. Domain 10 : prinsip hidup
Data subjektif :
Permintaan untuk menemui oenasehat spiritual
Data objektif :
Kesulitan pengambilan keputusan penting yang diobservasi
l. Domain 11 : keamanan / perlindungan
Data subjektif :
Laporan penganiayaan secara verbal atau fisik
Pernyataan maksud / keinginan untuk mnyakiti diri sendiri
Riwayat termoregulasi
Data objektif :
Waktu atau pecah ketuban
Suhu
Bau lokia
Penampilan episiotomy
Observasi perawatan perineum dan teknik mencuci tangan
Status nutrisi
m. Domain 12 : kenyamanan
Data subjektif :
Nyeri (lokasi, frekuensi, derajat, durasi)
Factor pencetus
Tindakan untuk mengurangi
Gejala terkait ketidaknyamanan (missal gatal)
Mual (frekuensi, factor pencetus)
Data objektif :
Manifestasi klinis (missal meringis, berhati-hati)
Respons emosi
n. Domain 13 : pertumbuhan / perkembangan
Petambahan sesuai usia dalam ukuran fisik, system organ, dan atau pencapaian
penanda perkembangan.

28
II. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1. risiko cedera maternal.d laserasi atau memar perineum atau servikal
2. Komplikasi potensial persalinan / pelahiran presipitatus : (1) ruptur uterus maternal ;
emboli cairan amnion ; laserasi perineum, vagina, dan serviks; (2) hipoksia / anoksia
janin; hemoragi intracranial
3. komplikasi potensial postpartum : trauma perineum dan / atau jalan lahir (mis.,
hematoma, laserasi dan memar)
4. komplikasi potensial : hemoragi pascapartum ( atonia uterus, retensi fragmen
plasenta, laserasi jalan lahir, DIC)
5. nyeri perineum (postpartum)

III. INTERVENSI

1.Diagnosis keperawatan : risiko cedera maternal.d laserasi atau memar perineum atau servikal
Tujuan : Intergasi Jaringan : Kulit dan Membra Mukosa (1101): Keutuhan struktur dan
fungsi fisiologis normal pada kulit dan membra mukosa.

Kriteria Hasil :

 Tidak ada laserasi perineum dan servik


 Tidak ada ketegangan otot
 Tidak jatuh

Intervensi tindakan keperawatan :

1. Palpasi kandungan kemih yang penuh dan lakukkan kateterisasi jika diperlukan.
2. Tindakan kolaborasi : Bantu dengan episitomi jika diperlukan
3. Dorong ibu untuk bernapas cepat atau menghembuskan perlahan melalui bibir yang
dikerutkan ketika bayi Crowning
4. Ulang intruksi pada setiap kontraksi uterus.
5. Bantu pengaturan posisi. Dorong klien untuk melemaskan oto perineum dan
menggunakan otot abdomen untuk mengejan. Letakan ibu dalam posisi tegak lurus untuk
mengejan, dan dalam posisi Sims kiri untuk melahirkan, jika memungkinkan

29
6. Saat mengatur posisi Litotomi pada ibu (kemungkinan merupakan posisi melahirkan yang
paling sering digunakan di Amerika Serikat), berikan alas pada sanggurdi dan letakan
kedua kaki secara serentak pada sanggurdi. Pastikan betis disangga dan tidak ada tekanan
pada bagian poplitel. Jika memakai tempat tidur untuk melahirkan dengan penyangga
kaki, sanggurdi tidak digunkan.
7. Pastikan bahwa sanggurdi mempunyai tinggi yang sama jika menggunakan posisi
litotomi.

2.Diagnosis keperawatan : Komplikasi potensial persalinan / pelahiran presipitatus : (1) ruptur


uterus maternal ; emboli cairan amnion ; laserasi perineum, vagina, dan serviks; (2) hipoksia
/ anoksia janin; hemoragi intrakranial

Iintervensi :

1. Tanyakan apakah klien mengikuti kelas persiapan kelahiran, atau apa persiapan lain
yang telah dilakukan.
2. Tentukan posisi janin ( perasa tleopold ).
3. Lakukan pemeriksaan vagina untuk menentukan dilatasi dan penipisan serviks.
4. Observasi adanya penonjolan perineum, crowning, distensi rectum dan pengeluaran
feses, serta peningkatan rabas vagina.
5. Setelah crowning, periksa apakah kantong amnion masih utuh.
6. Setelah kepala janin lahir, masukkan jari kebelakang kepala untuk memeriksa adanya
tali pusat.
7. Setelah pengeluaran plasenta, periksa apakah plasenta utuh. Selanjutnya, plasenta
diperiksa oleh pemberi asuhan primer.
8. Setelah kelahiran, kaji kekerasan uterus dan jumlah perdarahan per vagina. Masase
fundus jika diperlukan untuk mencegah hemoragi.
9. Inspeksi perineum terhadap kemungkinan laserasi.

30
TINDAKAN KEPERAWATAN PREVENTIF

1. Jika memungkinkan, minta ibu untuk tetap miring.


2. Berikan oksigen pada ibu selama persalinan.
3. Berikan cairan IV sesuai prosedur.
4. Hentikan oksitosin jika sedang diberikan.
5. Bila masih tersedia waktu, berikan obat tokolitik sesuai program atau prosedur.
6. Saat kepala bayi tampak, minta ibu untuk bernapas pendek dan cepat serta berusaha
untuk tidak mengejan.
7. Jika masih tersedia waktu, masukkan jari telunjuk kedalam vagina dan ibu jari diluar,
serta masase (“tekan”) perineum dengan lembut.
8. Berikan tekanan ringan pada kepala bayi dengan satu tangan sementara menyangga
perineum dengan tangan lain; memudahkan kepala lahir di antara kontraksi uterus.
Saat kepala lahir, lakukan traksi keatas dengan lembut untuk melahirkan bahu.
9. Lakukan pengisapan pada mulut, tenggorokan, dan saluran hidung bayi segera setelah
kepala lahir. Ulangi prosedur ketika seluruh tubuh telah lahir.
10. Gendong bayi dengan hati – hati, untuk mencegah terjatuh.
11. Keringkan dan bungkus atau selimuti bayi secepatnya.
12. Jika bayi telah stabil, letakkan bayi di atas abdomen ibu, dengan mempertahankan
kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya.
13. Jangan menarik tali pusat sebagai upaya untuk mengeluarkan plasenta.
14. Letakkan satu tangan di atas simfisis pubis dan tahan dengan lembut, traksi tali pusat
kebawah; instruksikan ibu untuk mengejan.
15. Potong tali pusat dengan gunting steril dan jepit dengan penjepit steril jika tersedia.
Pasang penjepit sekitar 5 cm dari abdomen bayi.
16. Letakkan bayi pada payudara sesegera mungkin.
17. Bersihkan perineum dan area di bawah bokong ibu.
18. Jika terdapat laserasi perineum, tekan alas perineum yang bersih ke perineum dan
instruksikan ibu untuk menekan paha bersamaan.

31
3.Diagnosa keperawatan : komplikasi potensial postpartum : trauma perineum dan / atau jalan
lahir (mis., hematoma, laserasi dan memar)
Intervensi
1. Tinjau catatan persalinan dan pelahiran terhadap adanya factor risiko (mis.,kelahiran
dengan bantuan forsep, persalinan presipitatus, kala dua yang lama ).
2. Kaji perineum dan episiotomy setiap 15 menit untuk satu jam pertama; kemudian
setiap 30 menit selama satu jam; lalu setiap jam ( atau sesuai dengan prosedur
institusi ).
3. Kaji untuk tanda laserasi yang tidak membaik.
4. Kaji nyeri perineum yang hebat atau tekanan yang kuat.
5. Pantau nadi dan TD.
TINDAKAN KEPERAWATAN PREVENTIF
Letakkan kompreses pada perineum, biarkan selama 15 menit hingga 20 menit dan
angkat selama 15 hingga 30 menit, secara bergantian.

Diagnose keperawatan : komplikasi potensial postpartum : trauma perineum dan / atau


jalan lahir (misal hematoma, laserasi, dan memar)
Intervensi :
1. Tinjau catatan persalinan dan pelahiran terhadap adanya factor risiko (misal
persalinan presipitatus, kelahiran dengan bantuan forsep, kala dua lama)
2. Kaji perineum dan episiotomy setiap 15 menit untuk satu jam pertama, kemudian
30 menit selama satu jam, lalu setiap jam ( atau sesuai dengan prosedur institusi)
3. Kaji untuk tanda laserasi yang tidak membaik
4. Kaji nyeri perineum yang hebat atau tekanan yang kuat
5. Pantau nadi dan TD
Tindakan keperawtan preventif :
1. Letakkan kompres es pada perineum, biarkan selama 15 hingga 20 menit dan
angkat selama 15 – 30 menit, secara bergantian.

Diangnosa keperawatan : komplikasi potensial : hemoragi pascapartum ( atonia uterus,


retensi fragmen plasenta, laserasi jalan lahir, DIC)

32
Intervensi :
1. Kaji adanya perdarahan vagina yang tampak, dan hitung atau timbang pembalut. Satu
gram pembalut sama dengan 1 ml darah yang hilang.
2. Periksa nadi, TD, dan tekanan nadi.
3. Periksa pernapasan.
4. Kaji pengisian iulang kapiler dan warna kulit serta membrane mukosa.
5. Pantau darah periksa lengkap (khususnya Hb dan Ht)
6. Observasi perdarahan dari lokasi IV atau gusi; ptekia; dan hematuria.
7. Kaji tingkat kesadaran
Tindakan keperawatan preventif
1. Jelaskan gejala hemoragidan kapan memanggil penyedia layanan kesehatan atau
segera pergi ke RS.
2. Berikan penggantian cairan IV, bila diperlukan.
3. Golongan darah dan kompabilitas darah, serta pastikan persediaan darah yang
kompatibel untuk transfusi.

4.Diagnose keperawatan : nyeri perineum (postpartum)


Tujuan dan kriteria evaluasi :
a. Melakukan ambulasi secara adekuat setelah pemberian analgesia
b. Mampu beristirahat dan tidur dengan cukup, tidak terganggu nyeri
c. Bebas nyeri, yang dapat mengganggu pelekatan ibu-bayi
Tindakan keperawatan :
1. Kaji kemampuan ibu untuk melakukan ambulasi dan melakukan tindakan perawatan
diri.
2. Observasi interksi dengan bayi
3. Kolaborasi : berikan analgesia yang diprogramkan
4. laporkan kelahiran menggunakan instrument kepada perawat postpartum atau pada
pada sif selanjutnya.
5. Berikan kompres es pada perineum selama 12 jam pertama setelah kelahiran
6. Setelah 12 jam pertama setelah kelahiran, gunkan kompres hangat dan basah, atau sitz
bath.

33
DAFTAR PUSTAKA

Green, Carol J. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan : maternal & bayi baru lahir. Jakarta : EGC.
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
Syaifuddin. 1997. Kedaruratan Obsetri dan Ginekologi. Jakarta : ECG.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

http://www.scribd.com/doc/53815041/Jtptunimus-Gdl-Dwimayangp-5599-3-Bab2

34
35

Anda mungkin juga menyukai