2. Anatomi Fisiologi
a. Struktur Makroskopis Ginjal
Ginjal terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah beberapa
centimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Di sebelah anterior, ginjal dipisahkan dari
kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritonium. Di sebelah posterior organ tersebut
dilindungi oleh dinding toraks bawah.
Ginjal pada orang dewasa panjangnya ginjal 11-13 cm, lebarnya 5-7 cm dan tebalnya
2,5-3 cm dengan berat masing-masing ginjal 150 gr. Ginjal kiri lebih panjang dan tinggi dari
ginjal kanan dikarenakan hati berada di atas ginjal kanan.
Ginjal dikelilingi berbagai lapisan jaringan yang melindungi dan mempertahankan posisi
ginjal, lapisan terluar berupa jaringan fibrous yang disebut kapsula renalis, kapsula renalis ini
dikelilingi oleh lapisan lemak ferirenal dan pacia gerota yang akan melindungi semua bagian
ginjal kecuali hilum, area dimana pembuluh darah keluar dan masuk daerah ini.
Ginjal dibagi dua daerah yang berbeda yaitu korteks (bagian luar) dan medula (bagian
dalam). Medula dibagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Terdapat 12 sampai 18
piramid untuk setiap ginjal. Piramid-piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang
disebut kolom bertini. Piramid tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-segmen
tubulusa dan duktus pengumpul nefron. Papila atau aspek dari tiap piramid membentuk
duktus papilari belini. Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis
ginjal membentuk cawan yang disebut kaliaks minor. Selanjutnya bersatu sehingga
membentuk pelvis ginjal. Merupakan reservoar utama sistem pengumpul urine.
2
Gambar 2. Nefron
c. Fungsi Ginjal
Menurut Syaifuddin, 1997 : 108), fungsi ginjal adalah :
1) Memegang peranan penting dalam peranan zat-zat toksin atau racun.
2) Mempertahankan suasana keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
3) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
4) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
5) Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh.
Vena renalis menyalurkan darah ke dalam vena kava inferior yang terletak di sebalah
kanan garis tengah. Sehingga vena renalis kiri kira-kira dua kali lebih panjang dari vena
renalis kanan. Arteri renalis masuk ke dalam hilus, kemudian bercabang menjadi arteri
interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri akuarta yang
melengkung melintas basis piramid-piramid tersebut. Arteri arkuarta kemudian membentuk
arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteriol interlobularis ini
selanjutnya membentuk arteriola aferen. Arteriola aferen akan berakhir pada rumbai-rumbai
kapiler yang disebut glomerulus.
Skematik sirkulasi darah ginjal ditunjukkan berikut ini :
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis arteri renalis kanan dan kiri arteri
interlobalis aorta aferen glomerolus arteriol aferen vena interlobularis vena
arkuarta vena interlobaris vena renalis vena kava inferior.
Proses pembentukan kemih dimulai dengan proses filtrasi plasma pada glomerulus.
Proses filtrasi ini dinamakan ultrafiltrasi glomerulus.
Aliran darah ginjal (renal blood flow) adalah sekitar 20-25% dari curah jantung atau
sekitar 1200 ml/menit. Bila hematokrit normal (45%) maka aliran plasma ginjal (RPF) sama
dengan 660 ml/menit, sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman atau dikenal dengan istilah GFR (Glomerulus Filtration
Rate).
3. Etiologi
Menurut Mansjoer (1999 : 532), etiologi gagal ginjal kronik adalah :
a. Glomerulonefritis
b. Nefropati analgesik
c. Nefropati refluk
d. Ginjal polikistik
e. Nefropati diabetik
f. Hipertensi
g. Obstruksi
h. Gout
i. Tidak diketahui
4. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (1999 : 532), manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal kronik :
a. Umum : fatique, malaise, gagal tumbuh, debil
b. Kulit : mudah lecet, rapuh, leukonika
c. Kepala dan leher : fetor uremik, lidah kering dan berselaput
d. Mata : fundus hipersensitif, mata merah
e. Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis uremik, penyakit
vaskuler.
f. Pernafasan : hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
g. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolik uremik, diare yang
disebabkan oleh anti biotik.
h. Kemih : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang mendasarinya.
i. Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas, ginekomastia, galaktore.
j. Syaraf : latergi, malaise, anoreksia, tremor, ngantuk, kebingungan, flap, mioklonus, kejang,
koma.
k. Tulang : hiperparatiroidisme, defisit vitamin D.
l. Sendi : gout, pseudo gout, klasifikasi ekstra tulang
5
5. Patofisiologi
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari nefron.
Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari
nefron yang masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi
tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solute untuk
tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus tidak dapat
dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya
kemampuan pemekatan urin.
Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama stadium
ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.
b. Satdium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi
telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN
mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai
meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah hacur atau
hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus Filtration Rate) hanya 10
% dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat.
Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik
dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.
Peta Konsep 6
Intoleransi aktivitas
Hipoalbumin
6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Mansjoer (1999 : 533), penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik adalah :
a. Tentukan dan tatalaksana penyebab
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan dan cairan dan garam, pada beberapa pasien,
furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretin loop (bumetarid, asam etokrinat)
diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan pengawasan dilakukan melalui berat badan,
urine dan pencatatan keseimbangan cairan/masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml.
c. Diit tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/hari) menghilangkan gejala anoreksia dan
nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan
dan berlebihan dari kalium dan garam.
d. Kontrol Hipertensi.
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan di atur
sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik koop, selain obat anti
hipertensi.
e. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperglikemia dan asidosis berat hindari kalium yang
besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan
dengan ekskresi kalium (misalnya menghambat ACE dan obat anti inflasi nonsteroid).
Asidosis berat atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut
dalam kaniresis. Deteksi melalui kalium plasma EKG. Gejala-gejala asidosis baru jelas bila
bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter.
f. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal
Hiperpospatemia dikontrol oleh obat yang mengikat posfat seperti alumunium hidroks
(330-800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan.
g. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus di terapi sebagai pasien imunosupresif dan di terapi lebih ketat.
h. Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya misalnya digoksin aminogikosid,
analgetik opiat, amfoteris dan alopurinol.
i. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan enselopati uremia, perikarditis neunpari perifer,
hiperkolemia yang meningkat kelebihan cairan infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan
untuk bertahan sehingga diperlukan dialisis.
j. Persiapan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diabetes. Indikasi dilakukan dialisa
biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas mesti telah dilakukan terapi
konservatif atau terjadi komplikasi.
C. Asuhan Keperawatan
Keperawatan adalah salah satu bentuk pelayanan profesional yang sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Secara
komprehensif ditunjukkan pada individu, keluarga dan masyarakat sehat maupun sakit mencakup
hidup manusia. (La Ode, 1999 : 69).
Proses keperawatan adalah metode asuhan keperawatan yang ilmiah, sistematis, dinamis dan
terus menerus serta berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan pasien, dimulai
dari pengkajian (pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah) diagnosa keperawatan,
perencanaan tindakan keperawatan, pelaksana dan tindakan penilaian tindakan keperawatan (Zaidi,
1997 : 69).
Tahap-tahap proses keperawatan adalah :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji
dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik,
mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan (Zaidi, 1999 : 73).
Yang perlu dikaji dalam sistem perkemihan meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik
dan prosedur diagnostic yang merupakan data yang menunjang keadaan klinis dari pasien.
a. Riwayat Kesehatan
1) Data Demografi :
10
a) Umur : biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun, walaupun pada kenyataanya
banyak penderita dengan umur sebelum usia 60 tahun.
b) Jenis kelamin: wanita mempunyai insiden infeksi traktus urinarius dan pielonefritis
lebih tinggi daripada pria yang dapat berlanjut menjadi gagal ginjal kronik.
2) Riwayat Kesehatan Klien :
a) Riwayat masalah ginjal (sistem perkemihan)
b) Klien serta telah berobat kemana dan jenis obat yang dikonsumsi : seperti penyakit
ginjal, batu ginjal dan uretra, batu kandung kemih, pembedahan sistem kemih.
c) Riwayat penyakit kronis : hipertensi, kardiovaskuler, DM, infeksi streptokokus, obat-
obatan nefrotoksik (garamicyn)
d) Riwayat adanya trauma/injuri
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Adakah keluarga yang menderita penyakit ginjal seperti polycistis
b) Penyakit kronik yang lain seperti DM, Batu ginjal, Kardiovaskuler, hipertensi,
kelainan bawaan.
4) Riwayat Diit
a) Kebiasaan minum : jumlah, jenis air minum
b) Kebiasaan makan : makanan segar/diawetkan, susu, protein, kalsium
5) Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi akan mempengaruhi tingkat pendidikan, sedangkan tingkat
pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan klien dan hal ini akan berpengaruh
pola hidup dan kebiasaan sehari-hari yang akan mencerminkan tingkat kesehatan klien.
6) Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi, obat-obatan yang digunakan seperti garamicin,
analgetik yang lama, obat arthritis, obat hipertensi, obat kardiovaskuler, obat diabetes
melitus.
7) Riwayat kesehatan sekarang adanya dalam perubahan :
a) Karakteristik urine
b) Pola BAK
c) Kemampuan untuk mengontrol BAK
d) Perubahan frekuensi
e) Merasa nyeri
1) Serangan dan lamanya : kejadian setelah BAK atau selama BAK
2) Lokasi penyebaran : pada punggung
3) Nyeri menjalar dari abdomen bagian bawah sampai perineum, skortum/labia.
4) Nyeri kesulitan Bak (dysuria)
5) Karakter dan beratnya : rasa terbakar dan sakit
6) Faktor yang meringankan : perubahan posisi
7) Faktor yang memberatkan : obat-obatan
f) Distensi bladder, spasme
g) Tanda dan gejala yang menyertai : demam, menggigil, berkeringat, perubahan kulit,
pruritus, bekuan uremik dan uremik sebagai gejala akumulasi sampah metabolisme
dalam darah yang diakibatkan karena gagal ginjal yang ditandai dengan : anoreksia,
mual, muntah, kram otot, pruritus, lemah dan mudah lelah.
8) Penampilan Umum
a) Kulit : pucat, kemerahan, kuning kelabu
b) Edema
c) Tanda-tanda vital: nadi lemah dan halus, terjadi hipotensi orthostatic akibat
hipovolemia, nafas pendek, dapat terjadi peningkatan suhu.
d) Tingkat kesadaran: penurunan kesadaran bias terjadi stupor sampai dengan koma.
11
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sistem perkemihan meliputi inspeksi, akultasi, palpasi dan perkusi.
1) Mata
Sering ditemukan warna konjungtiva yang pucat/putih, edema preorbial.
2) Muka
Apakah ada muka tampak sembab atau tidak. Muka sembab disebabkan karena
udem .
3) Leher
Sering terjadi peningkatan vena jugularis sebagai akibat dari peningkatan tekanan
pengisian pada atrium kanan pada kondisi gagal jantung kanan.
4) Pemeriksaan Ginjal
Kaji daerah abdomen pada garis midklavikula kiri dan kanan atau daerah
costovertebral angle (CVA), normal keadaan abdomen simetris, tidak tampak masa dan
tidak ada pulsasi, bila tampak ada masa pulsasi kemungkinan ada polikistik, hidronefrosis
ataupun nefroma. Apakah adanya bunyi vaskuler aorta maupun arteri renalis, bila ada
bunyi desiran kemungkinan adanya RAS (Renal Arteri Stenosis), nefro scelerotic. Bila
terdengar desiran, jangan melakukan palpasi, cedera pada suatu aneurisme di bawah kulit
terjadi sebagai akibatnya tes CVA bila adanya nyeri tekan di duga adanya implamasi akut.
Keadaan normal, ginjal tidak teraba. Apabila teraba membesar dan kenyal,
kemungkinan adanya polikistik maupun hidroneprosis. Bila dilakukan penekanan pasien
mengeluh sakit, hal ini tanda kemungkinan adanya peradangan.
5) Pemeriksaan Kandung Kemih
Di daerah supra pubis dipalpasi apakah ada distensi. Normalnya kandung kemih
terletak di bawah sympisis pubis, tetapi setelah membesar organ ini dapat terlihat distensi
pada supra pubis, pada kondisi normal yang berarti urine dapat dikeluarkan secara
lengkap dari bendung kemih, kandung kemih tidak teraba. Bila ada obstuksi di bawah dan
prodiksi urine normal maka urine tidak dapat dikeluarkan, hal ini mengakibatkan distensi
kandung kemih.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan
aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi : pertama adanya masalah aktual
berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit; kedua faktor-faktor yang berkontribusi
13
atau penyebab adanya masalah; ketiga, kemampuan klien mencegah atau menghilangkan masalah.
(La Ode, 1999 : 61).
Diagnosa keperawatan menurut Barbara (1999 : 155) dan Carpenito (1999 : 222), pada
pasien gagal ginjal kronik adalah :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi sekunder terhadap gagal
ginjal.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik,
rencana tindakan dan prognosis.
d. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap gagal
ginjal.
e. Risiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang pengetahuan, sistem
pendukung kurang adekuat.
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anorekasia, mual,
muntah, kehilangan selera, bau, stomatitis dan diet tak enak.
3. Perencanaan
Menurut Pusdiklat DIJ keperawatan, perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana
tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien (Zaidi, 2002 :
82).
Perencanaan keperawatan menurut Engram (1999 : 155-163) dan Carpenito (1999 : 222-
223), pada pasien gagal ginjal kronik adalah :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
1) Perencanaan
a) Pantau kreatinin dan BUN serum
b) Rujuk pasien ke ahli diet untuk penyuluhan diet dan bantu dalam merencanakan
kebutuhan makanan dengan modifikasi dalam protein, kalium, fosfor, natrium dan
kalori.
c) Jangan memberikan obat-obatan sampai setelah dialisat, bila tekanan darah tetap di
bawah 90/60 mmHg, jangan berikan obat anti hipertensi.
2) Rasional
a) Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisat segera
b) Ahli diet adalah spesialis nutrisi dan dapat menjelaskan alasan modifikasi diet dan
dapat membantu pasien merencanakan makanan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
dalam batas diet.
c) Kebanyakan obat-obatan dikeluarkan melalui dialisat
3) Kriteria hasil
Nilai elektrolit serum dalam rentang normal, bunyi nafas bersih, tak ada edema,
tekanan darah sistolik (TD) diantara 90-140 mmHg, peningkatan berat badan saat ini dua
pon dari berat badan tidak edema.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi sekunder terhadap gagal
ginjal.
1) Perencanaan
a) Pantau berat badan setiap hari, kreatinin dan BUN serum, jumlah makanan yang
dikonsumsi dalam setiap makanan, hasil laporan JDL, terutama hemoglobin dan
hematokrit, kadar besi dan feritin serum, nilai protein serum, masukan dan haluaran,
hasil kalsium serum dan kadar fosfat.
14
mengakibatkan peningkatan resorpsi fosfat dan kalsium dari tulang meningkat dan
akhirnya demineralisasi tulang.
h) Imobilisasi meningkatkan resorbsi kalsium dari tulang.
3) Kriteria hasil
Berkurangnya keluhan lelah, peningkatan keterlibatan pada aktivitas sosial, laporan
perasaan lebih berenergi, frekuensi pernafasan dan frekuensi jantung kembali normal
setelah penghentian aktivitas, berkurangnya nyeri sendi.
d. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap gagal
ginjal.
1) Perencanaan
a) Anjurkan pasien untuk mempertahankan kuku terpotong pendek, mempertahankan
suhu ruangan pada keadaan nyaman untuk mencegah keringat, mengikuti pembatasan
diet yang diprogramkan, mandi dengan sabun tanpa deodorant dan hipoalergik.
b) Berikan agen ikatan fosfat atur untuk dialisa sesuai program.
2) Rasional
a) Kuku pendek kurang mungkin untuk merobek. Keringat, panas dan kulit kering
meningkatkan pruritus. Toksin uremik menyebabkan pruritus. Sabun ringan kurang
mungkin untuk menyebabkan kulit kering dan mengiritasi kulit.
b) Kadar fosfor serum terlalu tinggi. Karena kalsium dan fosfor berbanding terbalik
secara proporsional, kalsium serum turun dan pasien menjadi tremor. Dialisa
membuang toksin dan membantu menormalkan biokimia.
16
3) Kriteria hasil
Tidak ada tanda garukan pada kulit, keluhan pruritus lebih sedikit.
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anorekasia, mual,
muntah, kehilangan selera, bau, stomatitis dan diet tak enak.
1) Perencanaan
a) Konsul ahli diet untuk bantu pengkajian nutrisi, mengidentifikasi tujuan nutrisi,
meresepkan modifikasi diet dan memberikan nutrisi pada klien.
b) Pertegas instruksi diet dan berikan materi tertulis untuk instruksi verbal
c) Diskusikan tentang pemilihan diet daripada pembahasan pantangan diet.
d) Siapkan dan berikan dorongan oral hygiene yang baik sebelum dan sesudah makan
e) Batasi masukan cairan satu jam sebelum dan sesudah makan
f) Berikan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan dan bantu sesuai
kebutuhan
g) Jelaskan perlunya kebutuhan klien untuk makan protein maksimum dari diet yang
diizinkan
h) Bekerja bersama klien untuk mengembangkan rencana untuk memasukan diet yang
diresepkan secara berhasil kedalam gaya hidup sehari-hari klien.
17
2) Rasional
a) Persepsi diet yang tepat penting dalam penatalaksanaan gagal ginjal kronik yang
mencegah toksisitas uremik, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan katabolisme.
b) Empati dan penguatan terhadap instruksi diet dapat meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
c) Klien dan keluarga akan menjadi tidak berselera bila diet terlalu dibatasi dan tidak
enak.
d) Oral hygiene yang tepat dapat mengurangi mikroorganisme dan membantu mencegah
stomatitis
e) Pembatasan ini akan mencegah perasaan begah dan mengurangi anoreksia.
f) Nafsu makan dirangsang pada situasi yang relaks dan menyenangkan
g) Protein adekuat diperlukan untuk mencegah katabolisme protein dan penggunaan otot
h) Kolaborasi memberikan kesempatan bagi klien melakukan kontrol, yang cenderung
meningkatkan kepulihan.
3) Kriteria hasil
Klien akan menghubungkan pentingnya masukan nutrisi adekuat dan mentaati
program diet yang diprogramkan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah
kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan
Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika