Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik


1. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversible.
Gangguan fungsi ginjal merupakan penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerolus filtration
rate/GFR) yang dapat digolongkan ringan dan berat (Mansjoer, 1999 : 531).
Gagal ginjal kronik adalah satu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal
yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut (Slamet, 2001 : 427)
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia berupa retensi urea dan sampah lain dalam darah (Brunner & Suddarth,
2002 : 1448).
Berdasarkan ketiga pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak mampu lagi
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan penumpukan
urea dan sampah metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Anatomi Fisiologi
a. Struktur Makroskopis Ginjal
Ginjal terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah beberapa
centimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Di sebelah anterior, ginjal dipisahkan dari
kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritonium. Di sebelah posterior organ tersebut
dilindungi oleh dinding toraks bawah.
Ginjal pada orang dewasa panjangnya ginjal 11-13 cm, lebarnya 5-7 cm dan tebalnya
2,5-3 cm dengan berat masing-masing ginjal 150 gr. Ginjal kiri lebih panjang dan tinggi dari
ginjal kanan dikarenakan hati berada di atas ginjal kanan.
Ginjal dikelilingi berbagai lapisan jaringan yang melindungi dan mempertahankan posisi
ginjal, lapisan terluar berupa jaringan fibrous yang disebut kapsula renalis, kapsula renalis ini
dikelilingi oleh lapisan lemak ferirenal dan pacia gerota yang akan melindungi semua bagian
ginjal kecuali hilum, area dimana pembuluh darah keluar dan masuk daerah ini.
Ginjal dibagi dua daerah yang berbeda yaitu korteks (bagian luar) dan medula (bagian
dalam). Medula dibagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Terdapat 12 sampai 18
piramid untuk setiap ginjal. Piramid-piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang
disebut kolom bertini. Piramid tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-segmen
tubulusa dan duktus pengumpul nefron. Papila atau aspek dari tiap piramid membentuk
duktus papilari belini. Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis
ginjal membentuk cawan yang disebut kaliaks minor. Selanjutnya bersatu sehingga
membentuk pelvis ginjal. Merupakan reservoar utama sistem pengumpul urine.
2

Gambar 1 Anatomi Potongan Melintang Ginjal

b. Struktur Mikroskopis Ginjal


Menurut Syaifuddin (2002 : 221-223), struktur mikroskopis ginjal terdiri dari satuan
fungsional ginjal dinamakan nefron, mempunyai lebih kurang 1,3 juta nefron, selama 24 jam
dapat menyaring 170 liter darah, arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal.
Lubang-lubang yang terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk simpul satu
badan malfigi yang disebut glomerulus.
1) Glomerulus, bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di dalam
kapsula bowman dan menerima darah dari arteriol aferen dan meneruskan darah ke sistem
vena melalui arteriol aferen natrium secara bebas difiltrasi dalam glomerulus sesuai
dengan konsentrasi.
Kalium juga difiltrasi secara bebas, diperkirakan 10-20% kalium plasma terikat oleh
protein dan tidak bebas difiltrasi sehingga kalium dalam keadaan normal kapsula
bowmen. Ujung buntu tubulus ginjal yang bentuknya seperti kapsula cekung meliputi
glomerulus yang saling melilitkan diri.
2) Tubulus proksimal konvulta, tubulus ginjal yang langsung dengan 15 mm diameter
55m, bentuknya berkelok-kelok menjalar dari korteks ke bagian medula dan kembalui
ke korteks sekitar 2/3 dari natrium yang berfiltrasi diabsorbsi secara isotonis bersama
klorida. Proses ini melibatkan transportasi aktif natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium
akan mengurangi pengeluaran air dan natrium, hal ini dapat mengganggu pengenceran
dan pemekatan urine yang normal. Kalium diresorbsi lebih dari 70% kemungkinan dan
dengan mekanisme transportasi aktif akan terpisah dari resporsi natrium.
3) Gelung henle (ansa henle), bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis,
selanjutnya ke segmen tebal panjangnya 12 mm, total panjang ansa henle 2-14 mm.
klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asedens gelung henle dan natrium yang
bergerak secara pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik. Sekitar 25% natrium yang
difiltrasi diserap kembali karena darah nefron bersifat tidak permeabel terhadap air.
Reabsorbsi klorida dan natrium dipars asendens penting untuk pemekatan urine karena
membantu mempertahankan integritas gradiens konsentrasi medulla. Kalium terfiltrasi
sekitar 20-25% diabsorbsi pada pars asendens lengkung henle. Proses pasi terjadi karena
gradien elektrokimia yang timbul sebagai akibat dari reabsorbsi aktif klorida pada segmen
nefron ini.
4) Tubulus distal konvulta, bagian ini adalah tubulus ginjal berkelok-kelok dan letaknya jauh
dari kapsula bowman panjang 5 mm. tubulus distal dari masing-masing nefron bermuara
3

ke duktus koligens yang panjangnya 20 mm. Masing-masing duktus koligens berjalan


melalui korteks dan medulla ginjal yang bersatu membentuk suatu duktus yang berjalan
lurus dan bermuara ke dalam duktus belini, seterusnya menuju kalik minor ke kalik
mayor, dan akhirnya mengosongkan isinya ke dalam pelvis renalis pada aspeks masing-
masing piramid medula ginjal, panjang nefron keseluruhan ditambah duktus koligens
adalah 45-65 mm. nefron yang berasal dari glomerulus korteks (nefron korteks)
mempunyai ansa henle yang memanjang ke dalam piramid medula.
5) Duktus koligen medula ini saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara
halus dari ekskresi natrium urine terjadi di sini dengan aldosteron yang paling berperan
terhadap reabsorbsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan
mensekresi kalium. Ekskresi aktif kalium diperhatikan pada duktud koligen kortikal dan
mungkin dikendalikan oleh aldosteron. Reabsorbsi aktif kalium murni terjadi dalam
duktus koligen medula.

Gambar 2. Nefron
c. Fungsi Ginjal
Menurut Syaifuddin, 1997 : 108), fungsi ginjal adalah :
1) Memegang peranan penting dalam peranan zat-zat toksin atau racun.
2) Mempertahankan suasana keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
3) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
4) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
5) Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh.

d. Pembuluh Darah Ginjal


Arteri Renalis merupakan percabangan dari aorta abdominalis letaknya kira-kira
Duktus Kolektivus
setinggi vertebra lumbalis dua, karena aorta terletak di sebelah kiri garis tengah maka arteri
renalis kanan lebih panjang dari arteri renalis kiri. Setiap arteri renalis bercabang waktu
masuk ke dalam hilus ginjal.
4

Vena renalis menyalurkan darah ke dalam vena kava inferior yang terletak di sebalah
kanan garis tengah. Sehingga vena renalis kiri kira-kira dua kali lebih panjang dari vena
renalis kanan. Arteri renalis masuk ke dalam hilus, kemudian bercabang menjadi arteri
interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri akuarta yang
melengkung melintas basis piramid-piramid tersebut. Arteri arkuarta kemudian membentuk
arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteriol interlobularis ini
selanjutnya membentuk arteriola aferen. Arteriola aferen akan berakhir pada rumbai-rumbai
kapiler yang disebut glomerulus.
Skematik sirkulasi darah ginjal ditunjukkan berikut ini :
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis  arteri renalis kanan dan kiri  arteri
interlobalis  aorta aferen  glomerolus  arteriol aferen  vena interlobularis  vena
arkuarta  vena interlobaris  vena renalis  vena kava inferior.
Proses pembentukan kemih dimulai dengan proses filtrasi plasma pada glomerulus.
Proses filtrasi ini dinamakan ultrafiltrasi glomerulus.
Aliran darah ginjal (renal blood flow) adalah sekitar 20-25% dari curah jantung atau
sekitar 1200 ml/menit. Bila hematokrit normal (45%) maka aliran plasma ginjal (RPF) sama
dengan 660 ml/menit, sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman atau dikenal dengan istilah GFR (Glomerulus Filtration
Rate).

3. Etiologi
Menurut Mansjoer (1999 : 532), etiologi gagal ginjal kronik adalah :
a. Glomerulonefritis
b. Nefropati analgesik
c. Nefropati refluk
d. Ginjal polikistik
e. Nefropati diabetik
f. Hipertensi
g. Obstruksi
h. Gout
i. Tidak diketahui

4. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (1999 : 532), manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal kronik :
a. Umum : fatique, malaise, gagal tumbuh, debil
b. Kulit : mudah lecet, rapuh, leukonika
c. Kepala dan leher : fetor uremik, lidah kering dan berselaput
d. Mata : fundus hipersensitif, mata merah
e. Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis uremik, penyakit
vaskuler.
f. Pernafasan : hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
g. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolik uremik, diare yang
disebabkan oleh anti biotik.
h. Kemih : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang mendasarinya.
i. Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas, ginekomastia, galaktore.
j. Syaraf : latergi, malaise, anoreksia, tremor, ngantuk, kebingungan, flap, mioklonus, kejang,
koma.
k. Tulang : hiperparatiroidisme, defisit vitamin D.
l. Sendi : gout, pseudo gout, klasifikasi ekstra tulang
5

m. Hematologi : anemia, defisit imun, mudah mengalami pendarahan


n. Endokrin : multiple
o. Farmakologi : obat-obatan yang diekskresi oleh ginjal

5. Patofisiologi
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari nefron.
Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari
nefron yang masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi
tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solute untuk
tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus tidak dapat
dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya
kemampuan pemekatan urin.
Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama stadium
ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.
b. Satdium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi
telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN
mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai
meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah hacur atau
hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus Filtration Rate) hanya 10
% dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat.
Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik
dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.
Peta Konsep 6

Kerusakan jaringan ginjal

Penurunan fungsi ginjal

GFR turun Sekresi eritropetin turun

Sisa metabolisme meningkat


Eritropoesis turun
Sekresi ureum melalui
Iritasi saluran cerna kulit
Anemia

Terasa penuh pada lambung Pruritus


Suplai O2 ke jaringan kurang

Mual dan muntah Gangguan integritas kulit


Metabolisme anaerob

Gangguan intake nutrisi


Produksi ATP kurang

Proteinuria Kelemahan otot

Intoleransi aktivitas
Hipoalbumin

Tekanan osmotic koloid turun


Sekresi ADH & aldosteron
Volume Cairan intravaskuler
Migrasi airan ke interstisial turun

Retensi natrium dan air


Udem paru
Mekanisme rennin
angiotesnsin
Nafas cepat & dangkal Udem Hiperkalemia
Curah jantung meningkat
Gangguan pola nafas
Ketidakseimbangan cairan &
Payah jantung elektreolit
7

6. Dampak Gagal Ginjal Kronik Terhadap Sistem Tubuh


Menurut Slamet (2001 : 428-429), dampak gagal ginjal kronik terhadap sistem imun tubuh
meliputi :
a. Sistem Gastrointestinal
1) Anoreksia, nausia dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein
di dalam usus.
2) Fuetor uremik yang disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia.
3) Cegukan (hiccup) sebabnya pasti yang belum diketahui.
4) Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik.
b. Kulit
1) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom.
Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori-pori
kulit.
2) Ekimosis akibat gangguan hematologis
3) Urea frost, akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat (jarang dijumpai)
4) Bekas-bekas garukan karena gatal
c. Sistem Hematologi
1) Anemia dapat disebabkan karena beberapa faktor antara lain :
a) Berkurangnya produksi eritropoetin
b) Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik
c) Defisiensi besi, asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang
d) Perdarahan paling sering pada saluran cerna dan kulit
e) Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder.
2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
Mengakibatkan pendarahan terhadap agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang.
3) Gangguan fungsi leukosit
Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas
juga menurun.
d. Sistem Saraf dan Otak
Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan, rasa yang kesemutan
dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki, lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi,
tremor, asteriksis, mioklonus, kejang, kelemahan dan hipertropi otot-otot terutama otot-otot
ekstrimitas proksimal.
e. Sistem Kardiovaskuler
1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner
akibat aterosklerosis yang timbul dini dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan
hipertensi.
3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan klasifikasi
metastatik.
4) Edema akibat penimbunan cairan.
f. Sistem Endokrin
1) Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ekskresi menurun pada laki-laki akibat produksi
testosteron dan spermatogenesis yang menurun.
2) Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
3) Gangguan metabolisme lemak
4) Gangguan metabolisme vitamin D
8

g. Gangguan Sistem Lain


1) Tulang : osteodistrofi renal, yaitu osteomalaisa, osteitis fibrosa, osteos derosis dan
klasifikasi metastatik.
2) Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme
3) Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Mansjoer (1999 : 533), penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik adalah :
a. Tentukan dan tatalaksana penyebab
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan dan cairan dan garam, pada beberapa pasien,
furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretin loop (bumetarid, asam etokrinat)
diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan pengawasan dilakukan melalui berat badan,
urine dan pencatatan keseimbangan cairan/masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml.
c. Diit tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/hari) menghilangkan gejala anoreksia dan
nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan
dan berlebihan dari kalium dan garam.
d. Kontrol Hipertensi.
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan di atur
sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik koop, selain obat anti
hipertensi.
e. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperglikemia dan asidosis berat hindari kalium yang
besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan
dengan ekskresi kalium (misalnya menghambat ACE dan obat anti inflasi nonsteroid).
Asidosis berat atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut
dalam kaniresis. Deteksi melalui kalium plasma EKG. Gejala-gejala asidosis baru jelas bila
bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter.
f. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal
Hiperpospatemia dikontrol oleh obat yang mengikat posfat seperti alumunium hidroks
(330-800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan.
g. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus di terapi sebagai pasien imunosupresif dan di terapi lebih ketat.
h. Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya misalnya digoksin aminogikosid,
analgetik opiat, amfoteris dan alopurinol.
i. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan enselopati uremia, perikarditis neunpari perifer,
hiperkolemia yang meningkat kelebihan cairan infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan
untuk bertahan sehingga diperlukan dialisis.
j. Persiapan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diabetes. Indikasi dilakukan dialisa
biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas mesti telah dilakukan terapi
konservatif atau terjadi komplikasi.

B. Dampak Gagal Ginjal Kronik Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia


1. Oksigenasi
Gagal ginjal kronik menyebabkan gagal jantung yang beresiko menyebabkan udem paru.
Penumpukan cairan pada paru-paru dapat menyebabkan gangguan pertukaran gas.
9

2. Cairan dan elektrolit


Aktivasi sistem renin angiotensin juga akan menyebabkan sekresi aldosteron yang pada
akhirnya menyebabkan retensi natrium dan air sehingga menyebabkan penumpukan cairan tubuh
yang berpotensi menyebabkan udem anasarka karena peningkatan tekanan hidrostatik.
Ketidakmampuan ginjal mengatur kadar elektrolit menyebabkan hiperkalemia dan
hipernatremia. Ketidakmampuan ginjal memproduksi dehidroksikalsiferol juga menyebabkan
gangguan absorpsi kalsium dari usus sehingga berpotensi menyebabkan hipokalsemia.
3. Nutrisi
Penumpukan sisa metabolisme dalam tubuh menandakan adanya toksin dalam tubuh serta
merubah komposisi biokimia cairan tubuh yang akan merangsang medula oblongata untuk
mempersespsikan adanya mual. Ascites akibat retensi natrium dan air juga menyebabkan perasaan
penuh pada perut yang menurunkan nafsu makan.
4. Eliminasi
Ketidakmampuan ginjal memproduksi urine menyebabkan penurunan output urine
(oliguria) sehingga merubah pola eliminasi BAK.
5. Aktivitas/Istirahat
Penurunan produksi eritropoetin menyebabkan anemia sehingga mengurangi suplai
oksigen ke jaringan dan menyebabkan penurunan produksi ATP serta mengakibatkan kelemahan.
Kelemahan ini akan menyebabkan keterbatasan atau intolerasi terhadap aktivitas.
6. Konsep Diri
Udem anasarka, perubahan kulit dan dampak lainnya dari gagal ginjal kronik
menyebabkan perubahan bentuk tubuh sehingga berpotensi mengakibatkan gangguan gambaran
diri. Ketidakmampuan klien menjalankan tugas sosialnya juga menyebabkan gangguan peran diri
dan harga diri.
7. Rasa Aman
Kurangnya informasi tentang penyakit dan pengobatan serta perawatannya dapat
menyebabkan gangguan rasa aman berupa kecemasan.

C. Asuhan Keperawatan
Keperawatan adalah salah satu bentuk pelayanan profesional yang sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Secara
komprehensif ditunjukkan pada individu, keluarga dan masyarakat sehat maupun sakit mencakup
hidup manusia. (La Ode, 1999 : 69).
Proses keperawatan adalah metode asuhan keperawatan yang ilmiah, sistematis, dinamis dan
terus menerus serta berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan pasien, dimulai
dari pengkajian (pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah) diagnosa keperawatan,
perencanaan tindakan keperawatan, pelaksana dan tindakan penilaian tindakan keperawatan (Zaidi,
1997 : 69).
Tahap-tahap proses keperawatan adalah :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji
dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik,
mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan (Zaidi, 1999 : 73).
Yang perlu dikaji dalam sistem perkemihan meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik
dan prosedur diagnostic yang merupakan data yang menunjang keadaan klinis dari pasien.

a. Riwayat Kesehatan
1) Data Demografi :
10

a) Umur : biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun, walaupun pada kenyataanya
banyak penderita dengan umur sebelum usia 60 tahun.
b) Jenis kelamin: wanita mempunyai insiden infeksi traktus urinarius dan pielonefritis
lebih tinggi daripada pria yang dapat berlanjut menjadi gagal ginjal kronik.
2) Riwayat Kesehatan Klien :
a) Riwayat masalah ginjal (sistem perkemihan)
b) Klien serta telah berobat kemana dan jenis obat yang dikonsumsi : seperti penyakit
ginjal, batu ginjal dan uretra, batu kandung kemih, pembedahan sistem kemih.
c) Riwayat penyakit kronis : hipertensi, kardiovaskuler, DM, infeksi streptokokus, obat-
obatan nefrotoksik (garamicyn)
d) Riwayat adanya trauma/injuri
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Adakah keluarga yang menderita penyakit ginjal seperti polycistis
b) Penyakit kronik yang lain seperti DM, Batu ginjal, Kardiovaskuler, hipertensi,
kelainan bawaan.
4) Riwayat Diit
a) Kebiasaan minum : jumlah, jenis air minum
b) Kebiasaan makan : makanan segar/diawetkan, susu, protein, kalsium
5) Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi akan mempengaruhi tingkat pendidikan, sedangkan tingkat
pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan klien dan hal ini akan berpengaruh
pola hidup dan kebiasaan sehari-hari yang akan mencerminkan tingkat kesehatan klien.
6) Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi, obat-obatan yang digunakan seperti garamicin,
analgetik yang lama, obat arthritis, obat hipertensi, obat kardiovaskuler, obat diabetes
melitus.
7) Riwayat kesehatan sekarang adanya dalam perubahan :
a) Karakteristik urine
b) Pola BAK
c) Kemampuan untuk mengontrol BAK
d) Perubahan frekuensi
e) Merasa nyeri
1) Serangan dan lamanya : kejadian setelah BAK atau selama BAK
2) Lokasi penyebaran : pada punggung
3) Nyeri menjalar dari abdomen bagian bawah sampai perineum, skortum/labia.
4) Nyeri kesulitan Bak (dysuria)
5) Karakter dan beratnya : rasa terbakar dan sakit
6) Faktor yang meringankan : perubahan posisi
7) Faktor yang memberatkan : obat-obatan
f) Distensi bladder, spasme
g) Tanda dan gejala yang menyertai : demam, menggigil, berkeringat, perubahan kulit,
pruritus, bekuan uremik dan uremik sebagai gejala akumulasi sampah metabolisme
dalam darah yang diakibatkan karena gagal ginjal yang ditandai dengan : anoreksia,
mual, muntah, kram otot, pruritus, lemah dan mudah lelah.
8) Penampilan Umum
a) Kulit : pucat, kemerahan, kuning kelabu
b) Edema
c) Tanda-tanda vital: nadi lemah dan halus, terjadi hipotensi orthostatic akibat
hipovolemia, nafas pendek, dapat terjadi peningkatan suhu.
d) Tingkat kesadaran: penurunan kesadaran bias terjadi stupor sampai dengan koma.
11

e) Konsentrasi: ketidakmampuan konsentrasi, keilangan memori, kacau.


f) Kemampuan bicara: stress, perasaan tidak berdaya.
g) Gaya jalan: adanya kesemutan dan kram pada otot ekstremitas bawah mempengaruhi
gaya berjalan klien dengan gagal ginjal kronik.
h) Koordinasi anggota gerak: kram pada otot ekstremitas, “sindroma kaki gelisah”,
kebas rasa terbakar pada kaki.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sistem perkemihan meliputi inspeksi, akultasi, palpasi dan perkusi.
1) Mata
Sering ditemukan warna konjungtiva yang pucat/putih, edema preorbial.
2) Muka
Apakah ada muka tampak sembab atau tidak. Muka sembab disebabkan karena
udem .
3) Leher
Sering terjadi peningkatan vena jugularis sebagai akibat dari peningkatan tekanan
pengisian pada atrium kanan pada kondisi gagal jantung kanan.
4) Pemeriksaan Ginjal
Kaji daerah abdomen pada garis midklavikula kiri dan kanan atau daerah
costovertebral angle (CVA), normal keadaan abdomen simetris, tidak tampak masa dan
tidak ada pulsasi, bila tampak ada masa pulsasi kemungkinan ada polikistik, hidronefrosis
ataupun nefroma. Apakah adanya bunyi vaskuler aorta maupun arteri renalis, bila ada
bunyi desiran kemungkinan adanya RAS (Renal Arteri Stenosis), nefro scelerotic. Bila
terdengar desiran, jangan melakukan palpasi, cedera pada suatu aneurisme di bawah kulit
terjadi sebagai akibatnya tes CVA bila adanya nyeri tekan di duga adanya implamasi akut.
Keadaan normal, ginjal tidak teraba. Apabila teraba membesar dan kenyal,
kemungkinan adanya polikistik maupun hidroneprosis. Bila dilakukan penekanan pasien
mengeluh sakit, hal ini tanda kemungkinan adanya peradangan.
5) Pemeriksaan Kandung Kemih
Di daerah supra pubis dipalpasi apakah ada distensi. Normalnya kandung kemih
terletak di bawah sympisis pubis, tetapi setelah membesar organ ini dapat terlihat distensi
pada supra pubis, pada kondisi normal yang berarti urine dapat dikeluarkan secara
lengkap dari bendung kemih, kandung kemih tidak teraba. Bila ada obstuksi di bawah dan
prodiksi urine normal maka urine tidak dapat dikeluarkan, hal ini mengakibatkan distensi
kandung kemih.

6) Pemeriksaan Meatus Uretra


Inspeksi pada meatus uretra apakah ada kelainan sekitar labia, untuk warna dan
apakah ada kelainan pada orifisium uretra pada laki-laki dan juga lihat cairan yang keluar.
7) Pemeriksaan Prostat Melalui Anus
Mengidentifikasi pembesaran kelenjar prostat bagi laki-laki yang mempunyai
keluhan mengarah kepada hypertropu prostat. Akibat pembesaran prostat, berdampak
penyumbatan partial atau sepenuhnya kepada saluran kemih bagian bawah normalnya
prostat dapat teraba dengan diameter sekitar 4 cm dan tidak ada nyeri tekan.

c. Laboratorium dan Prosedur Diagnostik


1) Urine
a) Volume, biasanya kurang dari 400 ml/24 jam atau anuria
12

b) Warna, Gelap endapan coklat menunjukkan adanya darah, hemoglobin, myoglobin,


perphyris.
c) Masa jenis, kurang dari 1,015 (pada nilai 1,010 merefleksikan kerusakan ginjal berat)
d) Osmolaritas, kurang dari 350 mg/liter adalah petunjuk kerusakan tubuler dan
urine/serum rasiosering 1 : 1
e) Kreatinin cleraence, mungkin menurun secara jelas (significan)
f) Sodium, lebih besar dari 40 mEq/liter karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi
sodium.
g) Protein, proteinuria berat (3-4 +) secara pasti merupakan indikasi kerusakan
glomerulus jika sel-sel darah merah dan endapan ditemukan juga.
2) Darah
a) BUN/Kreatinin, biasanya proporsinya naik. Tingkat keratinin 10 mg/dl mendukung
tahap lanjut (mungkin serendah 5)
b) CBC (Complet Blood Count = Hitung darah lengkap) Hematokrit, menurun bila ada
anemia Hb : biasanya kurang dari 7-8 g/dl. Sel-sel darah merah : masa hidupnya
menurun karena defisiensi eritroprotein akibatr azotemia (adanya kreatinin dalam
darah).
c) Analisa gas darah, PH : menurun, asidosis metabolik terjadi (PH kurang dari 7,2)
karena ginjal kehilangan kemampuan mengekresikan hidrogen dan amoniak atau
produk akhir katabolisme (pemecahan) protein HCO 3 menurun PCO2 menurun.
d) Serum Sodium, mungkin rendah (jika ginjal “waste sodium”) atau normal
(merefleksikan pengenceran hipernatremia).
e) Potassium, meningkat sehubungan dengan retensi karena seluler shift (asidosis) atau
pelepasan jaringan (sel-sel merah hemolisis)
f) Gagal ginjal tahap lanjut, EKG berubah mungkin tidak terjadi sampai potasium 6,5
mEg atau lebih besar
g) Magnesium, meningkat
h) Fosfor, meningkat
i) Protein, menurunnya tingkat serum protein mungkin merefleksikan protein lepas
dalam urine, perpindahan cairan, menurunnya intake atau menurunnya sintesa protein
selayaknya pada kekurangan asam amino esensial.
j) KUB (abdomen), menggambarkan ukuran ginjal, ureter kandung kemih dan adanya
obstruksi (batu)
k) Retrograde pyelogram, menunjukkan keabnormalan pelvis ginjal dan ureter
l) Renal arteriogram, memeriksa sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuleritas, massa.
m) Voiding cystrouetgram, menunjukkan ukuran kandung kemih, refluk kedalam ureter,
retensi.
n) Renal ultrasound, menentukan ukuran ginjal : dan adanya massa kista, obstruksi pada
traktus urinarius bagian atas.
o) EKG, mungkin merefleksikan keseimbangan elektrolit, asam basa yang abnormal.
p) X-Ray kaki, tulang tengkorak, columna spinalis dan tangan, untuk mengetahui
demineralisasi, kalsifikasi.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan
aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi : pertama adanya masalah aktual
berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit; kedua faktor-faktor yang berkontribusi
13

atau penyebab adanya masalah; ketiga, kemampuan klien mencegah atau menghilangkan masalah.
(La Ode, 1999 : 61).
Diagnosa keperawatan menurut Barbara (1999 : 155) dan Carpenito (1999 : 222), pada
pasien gagal ginjal kronik adalah :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi sekunder terhadap gagal
ginjal.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik,
rencana tindakan dan prognosis.
d. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap gagal
ginjal.
e. Risiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang pengetahuan, sistem
pendukung kurang adekuat.
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anorekasia, mual,
muntah, kehilangan selera, bau, stomatitis dan diet tak enak.

3. Perencanaan
Menurut Pusdiklat DIJ keperawatan, perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana
tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien (Zaidi, 2002 :
82).
Perencanaan keperawatan menurut Engram (1999 : 155-163) dan Carpenito (1999 : 222-
223), pada pasien gagal ginjal kronik adalah :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
1) Perencanaan
a) Pantau kreatinin dan BUN serum
b) Rujuk pasien ke ahli diet untuk penyuluhan diet dan bantu dalam merencanakan
kebutuhan makanan dengan modifikasi dalam protein, kalium, fosfor, natrium dan
kalori.
c) Jangan memberikan obat-obatan sampai setelah dialisat, bila tekanan darah tetap di
bawah 90/60 mmHg, jangan berikan obat anti hipertensi.
2) Rasional
a) Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisat segera
b) Ahli diet adalah spesialis nutrisi dan dapat menjelaskan alasan modifikasi diet dan
dapat membantu pasien merencanakan makanan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
dalam batas diet.
c) Kebanyakan obat-obatan dikeluarkan melalui dialisat
3) Kriteria hasil
Nilai elektrolit serum dalam rentang normal, bunyi nafas bersih, tak ada edema,
tekanan darah sistolik (TD) diantara 90-140 mmHg, peningkatan berat badan saat ini dua
pon dari berat badan tidak edema.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi sekunder terhadap gagal
ginjal.
1) Perencanaan
a) Pantau berat badan setiap hari, kreatinin dan BUN serum, jumlah makanan yang
dikonsumsi dalam setiap makanan, hasil laporan JDL, terutama hemoglobin dan
hematokrit, kadar besi dan feritin serum, nilai protein serum, masukan dan haluaran,
hasil kalsium serum dan kadar fosfat.
14

b) Konsul dokter bila keluhan kelelahan menetap


c) Mungkin periode istirahat sepanjang hari
d) Berikan agen antimetik yang diprogramkan dan evaluasi efektivitasnya. Bila alfa
epotin diprogramkan, gunakan kewaspadaan berikut :
(1) Sebelum memulai terapi :
(a) Periksa kadar besi serum dan feritin, tekanan darah dan riwayat alergi.
(b) Konsul dokter bila kadar besi dan feritin rendah, tekanan darah tinggi
menetap, atau riwayat sensitivitas terhadap albumin dan produk sel derivat
mamalia.
(c) Berikan suplemen besi bila diprogramkan.
(2) Hentikan infus IV dan konsul dokter dengan segera bila reaksi merugikan,
berikut ini terjadi :
(a) Sakit kepala
(b) Hipertensi memburuk
(c) Takikardi, dispnea
(d) Mual dan muntah
(e) Hiperkalemia
e) Bila pasien mengeluh mulut kering, izinkan pasien untuk berkumur dengan air
sedikitnya tiap jam atau berikan batu es atau permen lemon keras.
f) Jamin lingkungan kondusif untuk makan selama waktu makan (bebas bau, makanan
disajikan sesuai kesukaan pasien).
g) Berikan agen ikatan fosfat yang diprogramkan, suplemen kalsium dan suplemen
vitamin D.
h) Bantu pasien dalam merencanakan jadwal aktivitas setiap hari untuk menghindari
imobilisasi dan kelelahan.
2) Rasional
a) Untuk mengidentifikasi indikasi perkembangan atau penyimpangan dari hasil yang
diharapkan
b) Ini dapat menandakan kemajuan kerusakan ginjal dan perlunya penilaian tembahan
dalam terapi
c) Istirahat memungkinkan tubuh untuk menyimpan energi yang digunakan oleh
aktivitas
d) Anemia terjadi sekunder terhadap penurunan masukan diet dan kurang eritropoitin,
hormone yang merangsang sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Besi
dan asam folat penting untuk eritrofoesis normal. Alfa epoetin adalah hormone
sintetik yang ditemukan untuk merangsang keberhasilan eritropoesis, sehingga
menurunkan kebutuhan tranfusi darah. Untuk efektivitas alfa epoetin, kadar besi dan
feritin harus mendekati normal. Reaksi merugikan ini umum terjadi bila pasien
menggunakan albumin hidroksida, untuk mengontrol kadar fosfat atau bila defisiensi
besi atau vitamin terjadi.
e) Stomatitis dapat terjadi karena toksin uremik berlebihan pada mukosa oral dan
penurunan masukan cairan. Selain itu anoreksia, ditambah dengan mulut kering dan
lengket. Tindakan ini meningkatkan saliva.
f) Meskipun anoreksia akibat dari kombinasi faktor-faktor seperti kelelahan, toksin
uremik berlebihan dan depresi, penilaian dapat dibuat untuk meningkatkan nafsu
makan.
g) Defosit kalsium mengakibatkan ketidaknyamanan sendi pada gagal ginjal,
metabolisme vitamin D berkurang, yang menyebabkan penurunan absorpsi kalsium
dan saluran GI. Bila kalsium serum turun produksi parathormon meningkat,
15

mengakibatkan peningkatan resorpsi fosfat dan kalsium dari tulang meningkat dan
akhirnya demineralisasi tulang.
h) Imobilisasi meningkatkan resorbsi kalsium dari tulang.

3) Kriteria hasil
Berkurangnya keluhan lelah, peningkatan keterlibatan pada aktivitas sosial, laporan
perasaan lebih berenergi, frekuensi pernafasan dan frekuensi jantung kembali normal
setelah penghentian aktivitas, berkurangnya nyeri sendi.

c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik,


rencana tindakan dan prognosis.
1) Perencanaan
a) Bila mungkin atur untuk kunjungan dari individu yang mendapat terapi
b) Berikan informasi tentang :
(1) Sifat gagal ginjal
(2) Pemeriksaan diagnostik termasuk tujuan, deskripsi singkat, persiapan yang
diperlukan sebelum tes.
(3) Tujuan terapi yang diprogramkan.
c) Sediakan waktu untuk pasien dan orang terdekat untuk membicarakan tentang
masalah dan perasaan tentang perubahan gaya hidup yang akan diperlukan untuk
memilih terapi.
2) Rasional
a) Individu yang berhasil dalam koping terhadap gagal ginjal kronik dapat berpengaruh
positif untuk membantu pasien yang baru didiagnosis memperhatikan harapan dan
mulai menilai perubahan gaya hidup yang akan diterima.
b) Pasien sering tidak memahami bahwa dialisa akan diperlukan selamanya bila gagal
ginjal tak dapat pulih. Memberi pasien informasi mendorong partisipasi dalam
mengambil keputusan dan membantu mengembangkan kepatuhan dan kemandirian
maksimum.
c) Pengekspresian perasaan membantu mengurangi ansietas, tindakan untuk gagal ginjal
berdampak pada seluruh keluarga.
3) Kriteria hasil
Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, pemeriksaan diagnosik dan rencana
tindakan; sedikit melaporkan perasaan gugup dan takut.

d. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap gagal
ginjal.
1) Perencanaan
a) Anjurkan pasien untuk mempertahankan kuku terpotong pendek, mempertahankan
suhu ruangan pada keadaan nyaman untuk mencegah keringat, mengikuti pembatasan
diet yang diprogramkan, mandi dengan sabun tanpa deodorant dan hipoalergik.
b) Berikan agen ikatan fosfat atur untuk dialisa sesuai program.
2) Rasional
a) Kuku pendek kurang mungkin untuk merobek. Keringat, panas dan kulit kering
meningkatkan pruritus. Toksin uremik menyebabkan pruritus. Sabun ringan kurang
mungkin untuk menyebabkan kulit kering dan mengiritasi kulit.
b) Kadar fosfor serum terlalu tinggi. Karena kalsium dan fosfor berbanding terbalik
secara proporsional, kalsium serum turun dan pasien menjadi tremor. Dialisa
membuang toksin dan membantu menormalkan biokimia.
16

3) Kriteria hasil
Tidak ada tanda garukan pada kulit, keluhan pruritus lebih sedikit.

e. Risiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang pengetahuan, sistem


pendukung kurang adekuat.
1) Perencanaan
a) Tinjau kembali rasional untuk modifikasi diet yang diprogramkan pada rencana
pulang :
(1) Tinjau kembali rasional untuk menghindari kelebihan yang meningkatkan kadar
ureum
(2) Pembatasan natrium untuk mengurangi retensi cairan
(3) Pembatasan kalium
(4) Bila oliguria, pembatasan cairan untuk mengurangi edema.
(5) Kalori tinggi untuk menjamin penggunaan protein dan sintesis protein jaringan
dan suplai energi.
b) Yakinkan bahwa pasien dan orang terdekat mempunyai hal tertulis mengenai :
(1) Perjanjian untuk instruksi perawatan lanjut untuk perawatan diri di rumah
(2) Petunjuk dan nomor telepon pusat dialisa yang memberikan terapi
pemeliharaan.
c) Berikan instruksi tertulis tentang semua rencana pengobatan untuk digunakan di
rumah, termasuk nama, dosis, jadwal, tujuan dan efek samping yang dapat dilaporkan
d) Yakinkan pasien mempunyai nomor telepon orang sumber seperti perawat dialisa
datau koordinator transplantasi, dokter, ahli diet ginjal, pekerja sosial ginjal yayasan
ginjal Indonesia.
2) Rasional
a) Kepatuhan ditingkatkan bila pasien mengalami efek-efek tindakan yang
diprogramkan untuk kondisi mereka
b) Instruksi verbal dapat mudah dilupakan
c) Untuk memastikan keamanan pemberian pengobatan
d) Tim pendukung yang tersedia dan konsisten diperlukan sepanjang hidup pasien
3) Kriteria hasil
Merupakan pemahaman tentang instruksi pulang, mendemonstrasikan kemampuan
untuk merawat klien.

f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anorekasia, mual,
muntah, kehilangan selera, bau, stomatitis dan diet tak enak.
1) Perencanaan
a) Konsul ahli diet untuk bantu pengkajian nutrisi, mengidentifikasi tujuan nutrisi,
meresepkan modifikasi diet dan memberikan nutrisi pada klien.
b) Pertegas instruksi diet dan berikan materi tertulis untuk instruksi verbal
c) Diskusikan tentang pemilihan diet daripada pembahasan pantangan diet.
d) Siapkan dan berikan dorongan oral hygiene yang baik sebelum dan sesudah makan
e) Batasi masukan cairan satu jam sebelum dan sesudah makan
f) Berikan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan dan bantu sesuai
kebutuhan
g) Jelaskan perlunya kebutuhan klien untuk makan protein maksimum dari diet yang
diizinkan
h) Bekerja bersama klien untuk mengembangkan rencana untuk memasukan diet yang
diresepkan secara berhasil kedalam gaya hidup sehari-hari klien.
17

2) Rasional
a) Persepsi diet yang tepat penting dalam penatalaksanaan gagal ginjal kronik yang
mencegah toksisitas uremik, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan katabolisme.
b) Empati dan penguatan terhadap instruksi diet dapat meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
c) Klien dan keluarga akan menjadi tidak berselera bila diet terlalu dibatasi dan tidak
enak.
d) Oral hygiene yang tepat dapat mengurangi mikroorganisme dan membantu mencegah
stomatitis
e) Pembatasan ini akan mencegah perasaan begah dan mengurangi anoreksia.
f) Nafsu makan dirangsang pada situasi yang relaks dan menyenangkan
g) Protein adekuat diperlukan untuk mencegah katabolisme protein dan penggunaan otot
h) Kolaborasi memberikan kesempatan bagi klien melakukan kontrol, yang cenderung
meningkatkan kepulihan.

3) Kriteria hasil
Klien akan menghubungkan pentingnya masukan nutrisi adekuat dan mentaati
program diet yang diprogramkan.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah
kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan
Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai