Makalah Kelompok Bencana Fiks
Makalah Kelompok Bencana Fiks
KONSEP DASAR
A. Definisi
Definisi surveilans menurut WHO adalah kegiatan pemantauan secara cermat dan
terus menerus terhadap berbagai faktor yang menentukan kejadian dan penyebaran
penyakit atau gangguan kesehatan, yang meliputi pengumpulan, analisis, interpretasi dan
penyebarluasan data sebagai bahan untuk penganggulangan dan pencegahan. Dalam
definisi ini, surveilans mempunyai arti seperti sistem informasi kesehatan rutin. Menurut
CDC (Center of Disease Control), surveilans adalah pengumpulan, analisis dan
interpretasi data kesehatan secara sistematis dan terus menerus yang diperlukan untuk
perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan masyarakat. Selain itu,
kegiatan ini dipadukan dengan diseminasi data secara tepat waktu kepada pihak-pihak
yang perlu mengetahuinya. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa surveilans
adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit
tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk
kepentingan pencegahan dan penganggulangannya.
B. Tujuan
1. Mengurangi jumlah kesakitan,resiko kecacatan dan kematian saat terjadi bencana.
2. Mencegah atau mengurangi resiko munculnya penyakit menular dan penyebarannya.
3. Mencegah atau Mengurangi resiko dan mengatasi dampak kesehatan lingkungan
akibat bencana(misalnya perbaikan sanitasi).
C. Kegunaan
Surveilans mempunyai manfaat/kegunaan sebagai berikut :
1. Dapat menjelaskan pola penyakit yang sedang berlangsung, dikaitkan dengan
tindakan/intervensi kesehatan masyarakat.
2. Dapat melakukan monitoring kecenderungan penyakit endemis dan mengestimasi
dampak penyakit di masa mendatang.
3. Dapat mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologi penyakit, khususnya
untuk mengidentifikasi adanya KLB atau wabah.
4. Memberikan informasi dan data dasar untuk penentuan prioritas, pengambilan
kebijakan, perencanaan, implementasi dan alokasi sumber daya kesehatan.
5. Dapat memantau pelaksanaan dan daya guna program pengendalian khusus dengan
membandingkan besarnya masalah sebelum dan sesudah pelaksanaan program.
7. Dapat mengidentifikasi kelompok risiko tinggi menurut usia, pekerjaan, wilayah dan
variasi terjadinya dari waktu ke waktu, menambah pemahaman mengenai vector
penyakit, reservoir binatang dan dinamika penularan penyakit menular.
D. Klasifikasi
1. Surveilans penyakit-penyakit terkait bencana, terutama penyakit menular.
Di lokasi pengungsian korban bencana, sangat perlu dilakukan survey
penyakit-penyakit yang ada, terutama penyakit menular. Dengan ini diharapkan
nantinya ada tindakan penanganan yang cepat agar tidak terjadi transmisi penyakit
tersebut. Ada 13 besar penyakit menular dan penyakit terkait bencana : Campak,
DBD, diare berdarah, diare biasa, hepatitis, ISPA, keracunan makanan, malaria,
penyakit kulit, pneumonia, tetanus, trauma (fisik), dan thypoid.
Kolera Campak
Diare Campak
Malnutrisi Keracunan pangan
2. Ketika bencana RHA (Rapid Health Assessment) dilakukan hari H hingga H+3.6
Rapid Health Assessment (penilaian kesehatan secara cepat) dilakukan untuk
mengatur besarnya suatu masalah yang berkaitan dengan kesehatan akibat bencana,
yaitu dampak yang terjadi maupun yang kemungkinan dapat terjadi terhadap
kesehatan, sebarapa besar kerusakan terhadap sarana permukiman yang berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan dan merupakan dasar bagi upaya kesehatan yang
tepat dalam penanggulangan selanjutnya. Assessment terhadap kondisi darurat
merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Artinya seiring dengan perkembangan
kondisi darurat diperlukan suatu penilaian yang lebih rinci.
Tujuan dari dilakukannya assessment awal secara cepat adalah :
a. Mendapatan informasi yang memadai tentang perubahan keadaan darurat
b. Menjadi dasar bagi perencanaan program
c. Mengidentifikasi dan membangun dukungan berbasis self-help serta aktivitas-
aktivitas berbasis masyarakat.
d. Mengidentifikasi kesenjangan, guna :
Menggambarkan secara tepat dan jelas jenis bencana, keadaan, dampak,
dan kemungkinan terjadinya perubahan keadaan darurat
Mengukur dampak kesehatan yang telah terjadi dan akan terjadi
Menilai kapasitas sumber daya yang ada dalam pengelolaan tanggap
darurat dan kebutuhan yang perlu direspon secepatnya
Merekomendasikan tindakan yang menjadi prioritas bagi aksi tanggap
darurat.
3. Pasca Bencana : berdasarkan dari RHA untuk menentukan langkah selanjutnya
Pengendalian penyakit menular (ISPA, diare,DBD,chikungunya, tifoid,dll)
Pelayanan kesehatan dasar
Surveilans penyakit
Memperbaiki kesehatan lingkungan (air bersih, MCK, pengelolaan sampah,
sanitasi makanan, dll)
G. Manfaat
Surveilans bencana sangat penting, secara garis besar manfaatnya adalah:
1. Mencari faktor resiko ditempat pengungsian seperti air, sanitasi, kepadatan,
kualitas tempat penampungan.
2. Mengidentifikasi Penyebab utama kesakitan dan kematian sehingga dapat
diupayakan pencegahan.
3. Mengidentifikasi pengungsi kelompok rentan seperti anak-anak,lansia,wanita
hamil,sehingga lebih memperhatikan kesehatannya.
4. Pendataan pengungsi diwilayah,jumlah,kepadatan,golongan,umur,menurut jenis
kelamin.
5. Mengidentifikasi kebutuhan seperti gizi
6. Survei Epidemiologi.
H. Masalah
1. Pertolongan terhadap kelaparan
Para ahli epidemiologi telah mengembangkan survei baru dan metode untuk secara
cepat menilai status nutrisi penduduk yang mengungsi, dan usaha pertolongannya
sebagai prioritas utama. Selanjutnya memonitor status nutrisi populasi sebagai respon
atas kualitas dan tipe makanan yang dibagikan. Perkiraaan epidemiologi secara cepat
membuktikan ketidak tersediaan secara optimal dari distribusi makanan sementara
kondisi kesehatan terus-menerus berubah. Sejak itulah, pengawasan nutrisi dan
distribusi makanan menjadi bagian dari usaha pertolongan penanggulangan kelaparan,
terhadap penduduk yang mengungsi.
2. Kontrol Epidemik ; Kantor Pengaduan
Para epidemiologis selanjutnya mesti terlibat dalam aspek lain kondisi pasca bencana,
yaitu : Antisipasi berkembangnya desas-desus tentang penyebaran / mewabahnya
penyakit kolera ataupun typus. Untuk itulah sebuah kantor pengaduan dapat
memberikan fungsi yang amat penting dalam memonitor berkembangnya issu-issu
yakni dengan menyelidiki yang benar-benar bermanfaat serta kemudian
menginformasikan kepada khalayak umum akan bahaya yang mungkin terjadi.
Konsep ini amat bermanfaat tidak hanya untuk penduduk terkena musibah dinegara-
negara berkembang tetapi juga terhadap lingkungan kota, negara-negara industri.
3. Surveilans Pencegahan Kematian, Sakit dan Cedera
Masalah kesehatan yang berkaitan dengan bencana besar biasanya lebih luas, tidak
hanya ketakutan terhadap penyakit-penyakit wabah yang mungkin terjadi, namun
sering diukur berapa jumlah orang yang meninggal, terluka parah atau berapa banyak
yang jatuh sakit.
4. Surveilans Kebutuhan Perawatan Kesehatan.
Pada bencana yang terkait dengan jumlah korban yang cukup banyak dengan cedera
yang berat (contoh : ledakan, tornado) ataupun penyakit yang parah (kecelakaan
nuklir, epidemi), maka kemampuan untuk mencegah kematian dan menurunkan
kesakitan yang berat akan sangat tergantung pada perawatan medis yang tepat dan
adekuat (memadai) atau tergantung pada pengiriman korban pada pusat-pusat layanan
yang menyediakan perawatan medis yang tepat.
5. Penelitian untuk menghindari tindakan tidak perlu
Setelah bencana banyak lembaga dan donor yang menawarkan bantuan peralatan dan
tenaga untuk usaha-usaha pertolongan yang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan.
Sebagai contoh : pengiriman obat-obatan yang tidak penting, kadarluarsa ataupun
yang tidak berlabel pada daerah-daerah terkena bencana, seringkali justru
mengganggu usaha pertolongan sebab menyebabkan beberapa personil terpaksa harus
mengidentifikasi bantuan yang relevan dari sekumpulan material yang tidak
diperlukan.
6. Analisis Epidemiologi ; Konsekuensi Pencegahan Kesehatan pada Bencana Yang
Akan Datang
Pada beberapa bencana seperti ; gempa bumi, tornado ataupun angin ribut jumlah
kematian atau terluka parah terutama terjadi akibat kejadian bencana itu sendiri. Pada
masing-masing pencegahan ini strategi-strategi pencegahan sering direkomendasikan,
padahal belum melalui suatu penelitian epidemiologi yang mendalam.
BAB II
Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi yang dilakukan dalm surveilans gizi berupa
penyelidikan kasus gizi buruk balita, cakupan ASI eksklusif bayi 0-6 bulan, rumah
tangga mengonsumsi garam beriodium, balita 6-59 bulan yang mendapat kapsul
vitamin A, ibu hamil mendapat 90 Tablet Tambah Darah (TTD) atau tablet Fe,
kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans gizi, dan penyediaan bufferstock MP-
ASI untuk daerah bencana.
Kasus Pasca bencana gempa bumi tanggal 27 Mei 2006 di Jogjakarta, Subdin P2MPL
Dinas Kesehatan Propinsi DIJ segera melakukan kegiatan pengendalian penyakit pasca
bencana. Pada hari ketiga pasca bencana, Dinas kesehatan propinsi dibantu dengan staff dari
departemen kesehatan pusat, mulai melaksanakan kegiatan surveilans penyakit menular.
Fokus kegiatan terutama di kabupaten Bantul, sebagai wilayah yang paling parah terkena
dampak bencana. Pelaksanaan surveilans dilakukan dengan membagikan format register
harian pada puskesmas dan pos kesehatan yang ada dilokasi bencana. Pemilihan sistem ini
dilakukan dengan pertimbangan untuk meringankan beban kerja petugas kesehatan di
lapangan, yang sangat terbebani oleh penanganan korban bencana. Tiga belas penyakit
menular dan penyakit terkait bencana berada dalam pengamatan, terdiri dari:
Hal yang menarik untuk dicatat dalam pengamatan penyakit menular ini adalah,
keputusan Dinas Kesehatan Propinsi DIJ untuk menghilangkan meningitis dari daftar
penyakit yang diamati, karena menurut mereka tidak sesuai dengan kebijakan dari
departemen kesehatan.
Register harian penyakit dari pos kesehatan dikumpulkan di puskesmas setempat dan
kemudian oleh petugas kesehatan kabupaten, register harian pos kesehatan dan puskemas
tersebut, diambil setiap hari. Di Dinas kesehatan Bantul, semua register harian yang
terkumpul kemudian diperiksa oleh petugas surveilans, semua penyakit yang masuk dalam
pengamatan kemudian dihitung frekuensinya secara manual. Informasi tentang kelompok
umur (<5 dan >5 tahun), serta kematian juga dikumpulkan. Catatan lain yang terkait dengan
pelaksanaan surveilans paska bencana di Jogja adalah tidak distandarisasikannya definisi
kasus penyakit yang ada di dalam daftar penyakit prioritas, yang bisa menyebabkan variasi
yang cukup besar dalam kriteria diagnosis Cakupan surveilans surveilans hanya mampu
menjangkau fasilitas kesehatan milik pemerintah (puskesmas, dan pos kesehatan) yang
terdapat di wilayah tersebut. LSM dalam dan luar negeri, yang juga memberikan layanan
kesehatan tidak dijangkau oleh dinas kesehatan. Dengan asistensi WHO, cakupan surveilans
dapat ditingkatkan karena adanya tambahan data kolektor, maupun didistribusikannya form
surveilans WHO ke LSM-LSM yang menghadiri rapat koordinasi sektor kesehatan. WHO
juga memperkenalkan model sistem kewaspadaan dini dengan mendedikasikan satu nomor
telepon gengam salah satu petugas surveilans agar bisa dihubungi secara 24 jam apabila ada
satu kasus yang berpotensi outbreak. Sistem ini ternyata tidak terlalu berfungsi, karena
dalam beberapa kesempatan nomor tersebut tidak dapat dijangkau karena masalah jaringan
telepon. Ada juga informasi dari LSM asing yang mencoba menjangkau nomor tersebut
tetapi kemudian ditutup kembali karena masalah bahasa. Meskipun begitu, secara
keseluruhan, dengan usaha mereka yang luar biasa keras, sistem surveilans yang
diimplementasikan oleh dinas kesehatan mampu mencegah penularan penyakit-penyakit yang
berpotensi KLB.
Daftar Pustaka