A. ANATOMI FISIOLOGI
Difteri merupakan penyakit yang menyerang saluran pernapasan.
Pernapasan yang diserang yaitu pernapasan bagian atas
1. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Bila
terjadi radang disebut pharyngitis.Saluran faring rnemiliki panjang 12-14 cm dan
memanjang dari dasar tengkorak hingga vertebra servikalis ke-6. Faring berada di
belakang hidung, mulut, dan laring serta lebih lebar di bagian atasnya.Dari sini
partikel halus akan ditelan atau di batukkan keluar.
Udara yang telah sampai ke faring telah diatur kelembapannya sehingga hampir
bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh. Lalu mengalir ke kotak suara (Laring).
Beberapa fungsi faring:
a. Saluran nafas dan makanan, faring adalah organ yang terlibat dalam
sistem pencernaan dan pernapasan : udara masuk melalui bagian
nasal dan oral, sedangkan makanan melalui bagian oral dan laring.
b. Penghangat dan pelembab, dengan cara yang sama seperti hidung,
udara dihangatkan dan dilembapkan saat masuk ke faring.
c. Fungsi bahasa, fungsi faring dalam bahasa adalah dengan bekerja
sebagai bilik resonansi untuk suara yang naik dari laring, faring
(bersama sinus) membantu memberikan suara yang khas pada tiap
individu
d. Fungsi Pengecap, terdapat ujung saraf olfaktorius dari indra pengecap
di epitelium oral dan bagian faringeal.
e. Fungsi Pendengaran, saluran auditori (pendengaran), memanjang dari
nasofaring pada tiap telinga tengah, memungkinkan udara masuk ke
telinga tengah. Pendengaran yang jelas bergantung pada adanya udara
di tekanan atmosfer pada tiap sisi membran timpani.
1
f. Fungsi Perlindung, Jaringan limfatik faring dan tonsil laring
menghasilkan antibodi dalam beresponterhadap antigen, misal
mikroba. Tonsil berukuran lebih besar pada anak dan cenderung
mengalami atrofi pada orang dewasa.
a. Nasofaring
b. Orofaring
Bagian oral faring terletak di belakang mulut, memanjang dari bagian
bawah palatum molle hingga bagian vertebra servikalis ke-3. Dinding
lateral bersatu dengan palatum molle untuk membentuk lipatan di tiap
sisi. Antara tiap pasang lipatan, terdapat kumpulan jaringan limfoid
yang disebut tonsil palatin. Saat menelan, bagian nasal dan oral
dipisahkan oleh palaturn molle dan uvula. Uvula (anggur kecil) adalah
prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur kebawah dari
bagiantengah tepi bawah palatum lunak. Amandel palatinum terletak
pada kedua sisi posterior.
c. Laringofaring
Kebutuhan darah pada faring disuplai oleh beberapa cabang dari arteri
wajah. Aliran balik vena menuju vena fasialis dan jugularis interna.Faring
dipersarafi oleh pleksus faringeal yang dibentuk oleh saraf vagus dan
glosofaringeal (parasimpatik) serta ganglia servikalis superior (simpatik). Faring
dilapisi oleh tiga jaringan yaitu membran mukosa, jaringan fibrosa, dan otot polos.
2
2. Laring
Terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot
yang mengandung pita suara, selain fonasi laring juga berfungsi sebagai
pelindung. Laring berperan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan
nafas terhadap masuknya makanan dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain
oleh benda asing (gumpalan makanan), infeksi (misalnya difteri) dan tumor. pada
waktu menelan, gerakan laring keatas, penutupan glotis (pemisah saluran
pernapasan bagian atas dan bagian bawah) seperti pintu epiglotis yang berbentuk
pintu masuk. Jika benda asing masuk melampaui glotis batuk yang dimiliki laring
akan menghalau benda dan sekret keluar dari pernapasan bagian bawah.
Fungsi Laring
a. Produksi suara.
Suara memiliki nada, volume, dan resonansi. Nada suara bergantung pada
panjang dan kerapatan pita suara. Pada saat pubertas, pita suara pria mulai
bertambah panjang, sehingga nada suara pria semakin rendah. volume suara
bergantung pada besarnya tekanan pada pita suara yang digetarkan.
Semakin besar tekanan udara ekspirasi, semakin besar getaran pita suara
dan semakin keras suara yang dihasilkan. Resonansi bergantung pada
bentuk mulut, posisi lidah dan bibir, otot wajah, dan udara di paranasal.
b. Berbicara.
Berbicara terjadi saat ekspirasi ketika suara yang dihasilkan oleh pita suara
dimanipulasi oleh lidah, pipi, dan bibir.
3
larynx (keslek) dan terbatuk- batuk. Pada saat bernafas epiglotis terbuka tapi
pada saat menelan epiglotis menutup laring. Jika masuk ke laring maka akan
batuk dan dibantu bulu-bulu getar silia untuk menyaring debu, kotoran-kotoran.
Jika bernafas melalui mulut udara yang masuk ke paru-paru tak dapat disaring,
dilembabkan atau dihangatkan yang menimbulkan gangguan tubuh dan sel-sel
bersilia akan rusak adanya gas beracun dan dehidrasi.
2) Pita suara, terdapat dua pita suara yang dapat ditegangkan dan dikendurkan,
sehingga lebar sela-sela antara pita -pita tersebut berubah-ubah sewaktu bernafas
dan berbicara. Selama pernafasan pita suara sedikit terpisah sehingga udara
dapat keluar masuk.
B. DEFINISI PENYAKIT
Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat dicegah
dengan imunisasi, dan disebabkan oleh bakteri gram positif Corynebacterium
diptheriae strain toksin.
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular yang terjadi secara
local pada mukosa saluran pernafasan atau kulit,yang di sebabkan oleh basil gram
positif Corynebacterium diphteria,ditandai oleh terbentuknya eksudat yang
berbentuk membran pada tempat infeksi,dan di ikuti oleh gejala-gejala umum yang
di timbulkan oleh eksotoksin yang di produksi oleh basil ini. (Sudoyo Aru,dkk
2009)
Bakteri Corynebacterium diphtheria merupakan bakteri berbentuk batang gram
positif, tidak berspora, dan bercampak atau kapsul. Memiliki 3 tipe varian yaitu
type gravis, intermedius dan mitis (Depkes RI, 2004). Difteri menyebabkan selaput
tebal di bagian belakang tenggorokan. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan bernapas, gagal
jantung, kelumpuhan, bahkan kematian.Vaksin dianjurkan untuk bayi, anak-anak,
remaja dan orang dewasa untuk mencegah difteri (CDC)
4
C. EPIDEMIOLOGI
Penyakit Difteri tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2014, tercatat
sebanyak 7347 kasus dan 7217 kasus di antaranya (98%) berasal dari negara-negara
anggota WHO South East Asian Region (SEAR). Jumlah kasus Difteri di
Indonesia, dilaporkan sebanyak 775 kasus pada tahun 2013 (19% dari total kasus
SEAR), selanjutnya jumlah kasus menurun menjadi 430 pada tahun 2014 (6% dari
total kasus SEAR). Jumlah kasus Difteri di Indonesia sedikit meningkat pada tahun
2016 jika dibandingkan dengan tahun 2015 (529 kasus pada tahun 2015 dan 591
pada tahun 2016). Demikian pula jumlah Kabupaten/Kota yang terdampak pada
tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan jumlah Kabupaten/
Kota pada tahun 2015. Tahun 2015 sebanyak 89 Kabupaten/ Kota dan pada tahun
2016 menjadi 100 Kabupaten/ Kota.
5
D. ETIOLOGI
Difteri disebabkan Corynebacterium diphteriae, yang merupakan bakteri
gram positif yang bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.
Pewarna sediaan langsung dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat
ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi (Dahlan, 2007). Dengan pewarnaan,
bakteri bisa tampak dalam susunan palisade, bentuk L atau V, atau merupakan
kelompok dengan formasi mirip huruf cina. Bakteri ini tumbuh secara aerob, bisa
dalam media sederhana, tetapi lebih baik dalam media yang mengandung K-
telluritatau media Loeffler .
Bakteri ini ditularkan melalui droplet dari batuk penderita atau benda
maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri
berkembang biak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau
tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Beberapa jenis bakteri ini
menghasilkan toksik yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada
jantung dan otak. Masa inkubasi 1-7 hari (rata-rata 3 hari). Bakteri difteria akan
mati pada pemanasan suhu 60°C selama 10 menit, tetapi tahan hidup sampai
beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering (Sumarmo,
2008).
6
sehingga terjadi kelemahan pada lengan dan tungkai. Kerusakan pada otot jantung bisa terjadi
selama minggu pertama sampai minggu keenam, bersifat ringan, tampak sebagai
kelainan ringan pada elektrokardiogram (EKG). Namun, kerusakan bisa sangat
berat, bahkan menyebabkan gagal jantung dan kematian mendadak. Pemulihan
jantung dan saraf berlangsung secara perlahan selama berminggu-minggu. Pada
serangan difteri berat akan ditemukan pseudomembran, yaitu lapisan selaput yang
terdiri dari sel darah putih, bakteri dan bahan lainnya, di dekat amandel dan bagian
tenggorokan yang lain. Membran ini tidak mudah robek dan berwarna abu-abu. Jika membran
dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendir di bawahnya akan berdarah. Membran inilah
penyebab penyempitan saluran udara atau secara tiba-tiba bisa terlepas dan
menyumbat saluran udara, sehingga mengalami kelsulitan bernapas. Berdasarkan gejala dan
ditemukannya membran inilah diagnosis dapat ditegakkan (Ditjen P2PL Depkes, 2003).
Diagnosis dikonfirmasi dari basil hasil swab hidung dan tenggorok (Kementerian
Kesehatan,2013)
7
Pathway
Factor pencetus - Imunisasi tidak lengkap Kuman C. difteriae Masuk melalui mukosa dan
- Factor lingkungan kulit
- Daerah endemic bakteri
Pseudomembram (eksudat
fibrin, sel radang, eritrosit,
nekrosis, sel-sel epitel )
Jantung Syarat Ginjal
Udem sof tissue Nekrosis toksik dan Neuritistoksik dg degenerasi Tampak perdarahan adrenal
degenerasi hialin lemah pd selaput mielin dan nekrosis tubular akut
8
F. MANIFESTASI KLINIS
Difteri terjadi tergantung kepada lokasi infeksi, imunitas penderitanya dan
ada / tidaknya toksin difteri yang beredar dalam sirkulasi darah. Secara hati hati
periksa hidung dan tenggorokan anak, terlihat warna keabuan pada pada
selaputnya, yang sulit dilepaskan. Kehati-hatian diperlukan untuk pemeriksaan
tenggorokan karena dapat mencetuskan obstruksi total saluran nafas. Pada anak
denga difteri, faring telihat jelas bengkak pada leher (bullneck).
Secara klasik bermanifestasi pada anak berusia 1-9 tahun, tetapi dapat
terjadi pada orang dewasa yang tidak di imunisasi. Masa inkubasi umumnya 2-5
hari (range 1-10 hari), pada difteri kutan adalah 7 hari sesudah infeksi primer pada
kulit.
G. KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit difteri secara klinis adalah menurut lokasinya seperti
difteri nasal anterior dan posterior, difteri fausial, difteri laringeal, difteri
konjungtiva, difteri kulit dan difteri vagina. Menurut tingkat keparahannya :
(Sudoyodkk, 2009)
Infeksi ringan, apabila pseudomembrane hanya terdapat pada mukosa
hidung dengan gejala – gejala hanya pilek dan nyeri menelan.
Infeksi sedang, apabila peudomembrane telah menyerang sampai faring dan
laring sehingga keadaan pasien lesu, agak sesak.
Infeksi berat, apabila terjadi sumbatan nafas yang berat dan adanya gejala-
gejala yang di timbulkan oleh eksotoksin seperti miokarditis, paralisis, dan
nefritis.
H. GEJALA KLINIS
1. Difteri hidung
Menyerupai common cold, gejalanya seperti pilek ringan dan disertai gejala
sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinus dan kemudian
makropulen menyebabkan lecet pada nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan tampak
membrane putih pada daerah septum nasi. Absorbs sangat lambat dan gejala
sistemik yang timbul tidak nyata sehingga lama terdiagnosis.
2. Diteri faring
Anoreksia, malaise, demam ringan dan nyeri telan. Dalam 1-2 hari berikutnya
akan timbul membrane yang melekat berwarna putih/kelabu dapat menutupi
tonsil dan dinding faring meluas ke uvula dan palatum molle atau ke bawah
laring trakea. Dapat terjadi limfadenitis servikalis dan submandibular, bila
9
limfadentid terjadi bersamaan dengan edema jaringan lunak leher yang luas, maka
akan timbul bersamaan dengan edema jaringan lunak leher yang luas, maka akan
timbul bullneck. Selanjutnya gejala tergantung pada derajat penetrasi toksin dan
luas membrane. Pada kasus berat dapat terjadi kegagalan pernapasan atau
sirkulasi. Stupor, koma, kematian bisa terjadi dalam 1 minggu sampai 10 hari.
3. Difteri laring
Biasanya merupakan perluasan dari difteri faring. Pada difteri laring primer
gejala toksik kurang nyata. Gejala klinis difteri laring sulit dibedakan dari tipe
infectious croups yang lain, seperti nafas berbunyi, stridor yang progresif,
suara parau dan batuk kering. Pada obstruksi laring berat terdapat retraksi
suprasental, interkostal dan supraklavikular. Bila terjadi pelepasan membrane yang
menutup jalan napas, bisa terjadi kematian mendadak.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bakteriologik : preparat apusan kuman
Darah Rutin : Hb,Leukosit,eritrosit, albumin
Urine lengkap
Ureum Kreatini (bila dicurigai ada komplikasi ginjal)
EKG
Radiografi Thorak untuk mengecek adanya hiperinflasi
J. PENCEGAHAN
1. Imunisasi DPT
Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus
dan pertusis (DPT) sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan
selang penyuntikan satu-dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan
kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu
bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan
10
bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat
penurun panas . Berdasarkan program dari Departemen Kesehatan RI
imunisasi perlu diulang pada saat usia sekolah dasar yaitu bersamaan dengan tetanus
yaitu DT sebanyak 1 kali. Sayangnya kekebalan hanya diperoleh selama 10 tahun
setelah imunisasi, sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi
booster (DT) setiap 10 tahun sekali. (Wijaya, 2004)
K. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada penderita difteria bertujuan untuk menginaktivasi toksin
yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi
minimal, mengeliminasi C. Diphtheriae untuk mencegah penularan serta mengobat
iinfeksi penyerta dan penyulit difteria. Antitoksin difteri hanya berpengaruh pad
atoksin yang bebas atau yang terabsorpsi pada sel, tetapi tidak menetralisasi toksin
yang telah melakukan penetrasi ke dalam sel. (Detending RR, 2007)
1. Pengobatan umum
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan
tenggorok negatif 2 kali berturut-turut, pada umumnya pasien tetap
diisolasi selama 2-3 minggu.
Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu,
Pemberian cairan serta diet yang adekuat,
11
Memberikan makanan lunak dan mudah dicerna, cukup mengandung
protein dan kalori.
Penderita diawasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi antara lain
dengan pemeriksaan EKG pada hari 0, 3, 7 dan setiap minggu selama 5
minggu.
Khusus pada difteri laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga
kelembaban udara dengan menggunakan nebulizer. (Sing A, 2005)
2. Pengobatan Khusus
a) Antitoksin : Anti Difteri Serum (ADS)
Antitoksin harus diberikan segera setelah diagnosis difteri. Dengan
pemberian antitoksin pada hari pertama, angka kematian pada penderita
kurang dari 1%. Namun dengan penundaan lebih dari hari ke-6, angka
kematian ini bisa meningkat sampai 30%. (Sing A, 2005). Sebelum
pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji mata terlebih dahulu,
karena pada pemberian ADS dapat terjadi reaksi anafilaktik, sehingga harus
disediakan larutan adrenalin 1:1000 dalam spuit. Uji kulit dilakukan dengan
penyuntikan 0,1 ml ADS dalam larutan garam fisiologis 1:1000 secara
intrakutan. Hasil positif bila dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm. Uji
mata dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1:10 dalam garam
fisiologis. Pada mata yang lain diteteskan garam fisiologis. Hasil positif bila
dalam 20 menit tampak gejala hiperemis pada konjungtiva bulbi dan
lakrimasi. Bila uji kulit atau mata positif, ADS diberikan dengan cara
desentisasi (Besredka). Bila uji hipersensitivitas tersebut diatas negatif,
ADS harus diberikan sekaligus secara intravena. Dosis ADS ditentukan
secara empiris berdasarkan berat penyakit dan lama sakit, tidak tergantung
pada berat badan pasien, berkisar antara 20.000-120.000 KI. Pemberian
ADS intravena dalam larutan garam fisiologis atau 100 ml glukosa
5%dalam 1-2 jam. Pengamatan terhadap kemungkinan efek samping obat
dilakukan selama pemberian antitoksin dan selama 2 jam berikutnya.
Demikian pula perlu dimonitor terjadinya reaksi hipersensitivitas lambat
(serum sickness). (Long SS, 1996)
b) Antibiotik.
Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin melainkan untuk
membunuh bakteri, menghentikan produksi toksin dan mencegah penularan
organisme pada kontak. C. Diphtheriae biasanya rentan terhadap berbagai
agen in vitro, termasuk penisilin, eritromisin, klindamisin, rifampisin dan
12
tetrasiklin. Sering ada resistensi terhadap eritromisin pada populasi yang
padat jika obat telah digunakan secara luas. Yang dianjurkan hanya
penisilin atau eritromisin. Eritromisin sedikit lebih unggul daripada
penisilin untuk terapi difteri nasofaring.4. Terapi diberikan selama 14 hari.
Tidak adanya organisme diperoleh sekurang kurangnya dua biakan berturut-
turut dari hidung dan tenggorok yang diambil berjarak 24 jam sesudah
selesai terapi (Detending RR, 2007)
c) Kortikosteroid
Belum ada persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini pada difteri. Dianjurkan
kortikosteroid diberikan kepada kasus difteri yang disertai dengan gejala
obstruksi saluran nafas bagian atas dapat disertai atau tidak disertai bullneck
dan bila terdapat penyulit miokarditis, namun pemberian kortikosteroid
untuk mencegah miokarditis ternyata tidak terbukti. Dosis : Prednison 1,0-
1,5 mg/kgBB/hari, p.o. tiap 6-8 jam pada kasus berat selama 14 hari
(Detending RR, 2007).
3. Pengobatan Penyulit
Pengobatan terutama ditujukan untuk menjaga agar hemodinamika tetap
baik. Penyulit yang disebabkan oleh toksin yang pada umumnya reversibel.
Bila pasien mulai gelisah, iritabilitas meningkat serta gangguan pernafasan
yang progresif merupakan indikasi tindakan trakeotomi (Maloney Dowel,
2011). Pengobatan terhadap miokarditis adalah dengan istirahat total, tidak
boleh ada aktivitas, diet lunak dan mudah dicerna, dan pemberian digitalis.
Sedangkan pengobatan terhadap neuritis yang mengakibatkan terjadi
paralisis otot pernafasan dilakukan artifisial respirasi dengan menggunakan
intermitten positive pressure dan jalan nafas harus selalu dijaga. (Maloney
Dowel, 2011)
13
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. TANGGAL MASUK
2. TANGGAL PENGKAJIAN
3. JAM PENGKAJIAN
4. NO CM
5. SUMBER DATA
6. IDENTITAS
a. Nama : inisial pasien
b. Umur : biasanya terjadi pada anak – anak usia 2-10 tahun dan jarang
terjadi pada bayi berumur 6bulan dan pada orang dewasa diatas 15
tahun.
c. Tempat tinggal: biasanya terjadi pada penduduk ditempat- tempat
permukiman yang rapat – rapat, hygiene dan sanitasi buruk dan
fasilitas kesehatan kurang.
7. PENANGGUNG JAWAB
8. RIWAYAT KESEHATAN
a. Alasan utama masuk RS dan perjalanan penyakit saat ini.
1) Keluhan Utama biasanya sesak nafas disertai dengan
kesulitan menelan.
2) Riwayat kesehatan sekarang : biasanya klien mengeluh nyeri
menelan, demam yang tidak terlalu tinggi, sakit tenggorokan,
batuk dan anoreksia.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu : biasanya klien mengalami
peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring dan
saluran nafas atas dan mengalami pilek dngan sekret
bercampur darah.
4) Riwayat Alergi : tanyakan kepada klien apakah memiliki
alergi obat atau makanan?
5) Riwayat kesehatan keluarga : apakah klie atau keluarga
pernah menderita penyakit yang sama?
6) Genogram : untuk mengetahui silsilah dalam keluarga.
7) Riwayat kehamilan dan persalinan.
- Riwayat kehamilan : untuk mtngetahui kondisi ibu
selama hamil, periksa kehamilan dimana dan berapa kali,
14
serta mendapatkan apa saja dari petugas kesehatan
selama hamil.
- Riwayat persalinan : kaji dimana klien melahirkan ?
secara normal atau operasi SC? Adakah penyulit selama
melahirkan seperti perdarahan?
- Riwayat neonatal: apakah bayi minum ASI/PASI, berapa
BB lahir, PB lahir, apakah bayi langsung menangis /
tidak?
15
10. PEMERIKSAAN FISIK
a. Vital sign : peningkatan suhu tubuh dan nadi
b. Kesadaran
c. Keadaan umum
d. Haed to toe:
1) Inspeksi :
- Kepala : simtris/tidak, tampak benjolan
abnormal/tidak,ada lesi/tidak, kulit kepala bersih
- Rambut : hitam/tidak, ada ketombe/tidak,
rontok/tidak.
- Wajah : pucat/tidak
- Mata : ada lesi/tidak, konjungtiva pucat/tidak, sclera
kuning/tidak,tampak cowong/tidak.
- Hidung : simetris/tidak, tampak bersih/tidak, ada
secret/tidak, ada pernafasan cuping hidung/tidak.
- Mulut : mukosa bibir terlihat lembab /tidak,
bersih/tidak, ada stomatitis/ tidak.
- Leher : tampak pembesaran kelenjar tyroid/tidak,
kelenjar lymfe maupun pembesaran vena jugolaris /
tidak.
- Dada : simetris/tidak, tampak benjolan yang
abnormal/tidak, nafas teratur/tidak.
- Perut : tampak buncit/tidak, adanya benjolan / tidak.
- Integument : bersih/tidak, tampak pucat/tidak,
kering/lembab.
- Ektremitas atas : simetris/tidak, pergerakan
bebas/tidak.
- Ektremitas bawah: simetris/tidak, pergerakan
bebas/tidak.
2) Palpasi
- Kepala : teraba benjolan abnormal,tidak.
- Leher : teraba pembesaran kelenjar tyroid/tidak,
kelenjar lymfe maupun pembesaran vena jugolaris /
tidak.
- Perut : teraba benjolan yang abnormal/tidak.
- Integument : kering/lembab, turgor jelek/tidak.
16
3) Auskultasi
- Dada : terdengar ronchi dan wheezing/ tidak.
- Perut : terdengar bising usus/tidak.
4) Perkusi
- Reflek patella kanan/kiri positif/tidak.
- Perut : kembung/tidak.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dari beberapa data yang didapatkan pada pasien difteri, dapat
disimpulkan diagnosa keperawatan yang dapat muncul yaitu :
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan ditandai dengan pernapasan cuping hidung, pola nafas
abnormal.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan makan ditandai dengan
kelemahan otot untuk menelan makanan(sulit menelan), terjadi
penurunan berat badan.
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume
sekuncup
4. Gangguan menelan berhubungan dengan abnormalitas laring.
5. Resiko penyebaran infeksi.
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan defek orofaring.
7. Ansietas berhubungan dengan riwayat keluarga tentang ansietas.
17
C. RENCANA KEPERAWATAN
18
berikan bantuan terapi nafas jika
diperlukan ( misalnya , nebulizer
19
3 Penurunan curah jantung Keefektifan pompa jantung Perawatan jantung
Definisi :ketidakadekuatan darah yang Status sirkulasi Perawatan jantung akut
dipompa oleh jantung untuk memenuhi Setelah diberikan asuhan keperawatan 3 x24 jam Pengaturan hemodinamik
kebutuhan metabolik tubuh diharapkan tidak terjadi penurunan curah jantung secara rutin mengecek pasien baik
Batasan karakteristik: dari skor 2 (deviasi yang cukup besar dari kisaran secara fisik dan psikologis
Perubahan frekuensi / irama jantung normal ) menjadi skor 5 ( tidak ada deviasi dari pastikan tingkat aktivitas pasien yang
Bradikardia kisaran normal ) tidak membahayakan curah jantung atau
Palpitasi jantung Kriteria hasil : memprovokasi serangan jantung
Perubahan EKG tanda – tanda vital dalam batas normal evaluasi episode nyeri dada
Takikardia denyut jantung apikal dalam batas normal monitor EKG,adakah perubahan segmen
Perubahan preload urin output dalam batas normal ST, sebagaimanamestinya
Distensi vena jugular keseimbangan intake dan output dalam 24 monitor tanda – tanda vital secara rutin
Edema jam catat tanda dan gejala penurunan curah
saturasi oksigen dalam batas normal jantung
Keletihan
monitor toleransi aktifitas pasien
Murmur jantung
monitor sesak nafas, kelelahan, takipnea
Peningkatan berat badan dan ortopnoe
Peningkatan CVP berikan dukungan tehnik yang efektif
Perubahan afterload untuk mengurangi stres
Dispnea instruksikan pasien akan pentingnya
Kulit lembab melaporkan segera jika meraskan
Oliguria ketidaknyamanan dibagian dada
Pengisian kapiler memanjang auskultasi suara jantung
Penurunan nadi perifer lakukan penilaian komprehensif
Penurunan resistans terhadap status hemodinamik (
perubahanresistansi vaskular paru dan yaitu,memeriksa tekanan darah,denyut
sistemik jantung,denyut nadi, tekanan vena
perubahan tekanan darah jugularis )
perubahan warna kilit ( mis., pucat, abu
– abu,sianosis )
20
4 Gangguan menelan Status menelan monitor tingkat kesadaran,reflek
Definisi : abnormal fungsi mekanisme menelan Status menelan : fase esofagus batuk,gangguan reflek,kemampuan
yang dikaitkan dengan defisit struktur atau Status menelan : fase faringeal menelan
fungsi oral, faring ,atau esofagus Status menelan : fase oral skrining adakah disfagia,dengan tepat
Batasan karakteristik : Setelah diberikan asuhan keperawatan 3 x 24 jam pertahankan ( kepatenan) jalan nafas
Tahap pertama : oral diharapkan tidak ada gangguan menelan dari skor 2 ( minimalisir penggunaan obat – obatan
abnormalitas pada fase oral pada banyak terganggu)menjadi skor 5 (tidak terganggu ) yang diketahui memperlambat
pemeriksaan menelan Kriteria hasil : pengosongan lambung ,dengn tepat
batuk sebelum menelan mempertahankan makanan dimulut monitor status pernafasan
bibir tidak menutup rapat kemampuan mengunyah tidak terganggu monitor kebutuhan perawatan terhadap
bolus masuk terlalu cepat kemampuan untuk membersihkan rongga saluran cerna
kerja lidah tidak efektif pada mulut jaga kepala tempat tidur ditinggikan 30
pembentukan bolus pembentukan bolus sesuai pada waktunya sampai 40 menit setelah pemberian
ketidakmampuan membersihkan rongga mempertahankan posisi kepala dan batang makan
mulut tubuh lateral posisikan ( kepala pasien ) tegak
reflek menelan yang sesuai pada waktunya lurus,sama dengan atau lebihtinggi dari
makanan jatuh dari mulut
reflek muntah tidak ada 30 sampai 90 derajat ( pemberian
makanan terdorong keluar dari mulut
menutup bibir makandengan NGT )
mengisap puting susu tidak efisien jumlah menelan sesuai dengan ukuran atau pantau ( cara ) makan atau bantu jika
mengunyah tidak efisien tekstur bolus diperlukan
muntah sebelum menelan beri makanan dalam jumlah sedikit
ngiler hindari pemberian cairan atau
tersedak sebelum menelan penggunaan zat yang kental
refluk nasal tawarkan makanan atau cairan yang bisa
waktu makan lama dengan konsumsi dibentuk dalam bolus sebelum ditelan
yang tidak adekuat berikan perawatan mulut
tahap kedua : faring
abnormalitas pada fase faring pada
pemeriksaan menelan
gangguan posisi kepala
21
keterlambatan menelan
ketidakadekuatan elevasi laring
menelan berulang
menolak makan
muntah
suara seperti kumur
tahap ketiga : esofagus
abnormal pada fase esofagus pada
pemeriksaan menelan
bangun malam hari
hematemesis
bruksisme
kegelisahan tidak jelas
nyeri epigastrik
nyeri ulu hati
pernafasan bau asam
regurgitasi
5 Risiko infeksi
Definisi : rentan mengalami invasi dan Keparahan infeksi
multiplikasi organism patogenik yang dapat Keparahan infeksi : baru lahir Manajemen imunisasi/vaksinasi
mengganggu kesehatan. Setelah diberikan asuhan keperawatan 3 x 2 jam kontrol infeksi
Faktor risiko : diharapkan infeksi tidak ada dari skor 2 ( cukup Perlindungan infeksi
kurang pengetahuan untuk menghindari berat ) menjadi 5 (tidak ada ) ajarkan pada orang tua imunisasi yang
pemajanan pathogen Kriteria hasil : direkomendasikan bagi anak,cara
malnutrisi kemerahan tidak ada imunisasi,alasan dan kegunaan dari
obesitas demam tidak ada imunisasi,efek samping dan reaksi yang
penyakit kronis (mis.,diabetes melitus ) tidak ada mual muntah mungkin terjadi
prosedur invasive cairan ( luka ) yang berbau busuk tidak ada Informasikan individu mengenai
22
pertahanan tubuh primer tidak adekuat tidak ada peningkatan sel darah putih imunisasi protektif untuk melawan
gangguan integritas kulit penyakit yang tidak diwajibkan oleh
stasis cairan tubuh pemerintah
gangguan peristaltic Ajarkan pada individu / keluarga
pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat mengenai vaksin yang diperlukan jika
penurunan hemoglobin ada paparan atau insiden khusus
imunosupresi Catat riwayat kesehatan pasien dan
vaksinasi tidak adekuat riwayat alergi
Dokumentasikan informasi
vaksinasi,sesuai SOP yang berlaku
Audit catatan imunisasi sekolah terkait
kelengkapan setiap tahun
Bersihkan lingkungan dengan baik
setelah digunakan untuk setiap pasien
Isolasi orang yang terkena penyakit
menular
Pertahankan tehnik isolasi yang sesuai
Batasi jumlah pengunjung
Anjurkan pasien mengenai tehnik
mencuci tangan dengan tepat
Berikan terapi antibiotic yang sesuai
Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
bagaimana menghindari infeksi
Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
Anjurkan asupan cairan dengan tepat
Pantau adanya perubahan tingkat eneri
atau malaise.
23
6 Hambatan komunikasi verbal Komunikasi Mendengar aktif
Definisi : penurunan ,pelambatan,atau Komunikasi : mengekspresikan Peningkatan komunikasi : kurang pendengaran
ketiadaan kemampuan untuk Komunikasi : penerimaan Peningkatan komunikasi : kurang bicara
menerima,memproses,mengirim,dan /atau Setelah diberikan asuhan keperawatan 3 x 2 jam Buat tujuan interaksi
menggunakan system symbol diharapkan komunikasi tidak terganggu dari skor 2 ( Gunakan pertanyaan maupun
Batasan karakteristik : banyak terganggu )menjadi skor 5 (tidak terganggu) pernyataan yang mendorong kllien
disorientasi orang,ruang,waktu Kriteri hasil : untuk mengekspresikan perasaan ,
dispnea mampu menggunakan bahasa pikiran dan kekhawatiran
gagap tertulis,lisan,foto atau gambar,bahasa isyarat Gunakan prilaku non verbal untuk
kesulitan memahami komunikasi mengenali pesan yang diterima memfasilitasi komunikasi
kesulitan mempertahankan komunikasi interpretasi akurat terhadap pesan yang Berespon segera sehingga menunjukkan
kesulitan menyusun kalimat diterima pemahaman terhadap pesan yang
kejelasan berbicara diterima
kesulitan dalam menyusun kata – kata
Monitor kecepatan bicara
ketiakmampuan bicara dalam bahasa
,tekanan,kecepatan,kuantitas,volume,da
pemberi asuhan
n diksi
ketidaktepatan verbalisasi Monitor proses kognitif ,anatomis dan
menolak bicara fisiologi terkait dengan kemampuan
tidak bicara berbicara
pelo Kenali emosi dan prilaku fisik ( pasien )
sulit mengungkapkan kata – kata sebagai bentuk komunikasi
Sediakan metode alternative untuk
berkomunikasi dengan
berbicara,menulis atau membaca
Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan kebisingan yang
berlebihan dan menurunkan distress
emosi
Ulangi apa yang disampaikan pasien
untuk menjamin akurasi
Lakukan atau atur pengkajian dan
24
skrining rutin terkait fungsi pendengaran
Monitor akumulasi serumen yang
berlebihan
Catat dan dokumentasikan metode
komunikasi yang disukai pasien
Dengarkan dengan penuh
perhatian,sehingga mmberikan waktu
yang adekuat bagi pasien untuk
menanggapi dan memproses komunikasi
25
gugup tepat bantu klien mengidentifikasi
kesedihan yang mendalam situasi yang memicu kecemasan
ketakutan Bantu pasien dalam mengidentifikasi
sangat khawatir tujuan jangka pendek dan jangka
peka panjang
ragu Bantu pasien untuk menyelesaikan
masalah dengan cara yang konstruktif
putus asa
Sediakan informasi actual mengenai
fisiologis
diagnosis ,penanganan,dan prognosis
gemetar
Evaluasi kemampuan pasien dalam
peningkatan keringat membuat keputusan
peningkatan ketegangan Dorong klien untuk mengambil posisi
suara bergetar yang nyaman dengan pakaian longgar
tremor dan mata tertutup
wajah tegang Minta klien untuk rileks dan merasakan
tremor tangan sensasi yang terjadi
Tunjukkan dan praktikkan tehnik
relaksasi pada klien
26
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksnakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien.
E. EVALUASI
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria
hasil.
27
DAFTAR PUSTAKA
28