Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

AKUSTIK KELAUTAN

TOPIK 6

“KEHILANGAN DAYA BUNYI DI PERMUKAAN LAUT”

Disusun oleh:

KELOMPOK

Azzahra Asri Ashafahani 26020216140066

Galih Tristianto 260202161

Anisa Nabila 26020216140113

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2019
LEMBAR PENILAIAN

TOPIK 6: KEHILANGAN DAYA BUNYI DI PERMUKAAN LAUT

NO. KETERANGAN NILAI

1. Pendahuluan

2. Tinjauan Pustaka

3. Materi dan Metode

4. Hasil dan Pembahasan

5. Kesimpulan

6. Daftar Pustaka

TOTAL

Mengetahui,

Dosen Pengampu Praktikum Akustik Kelautan Ketua Kelompok

Dr. Kunarso, S.T., M.Si. Galih Tristianto

19690525 199603 1 002 260202161


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang di kelilingi oleh laut dan


merupakan negara yang memiliki pesisir pantai terpanjang di dunia. Untuk
mengetahui beberapa fenomena di laut, diperlukan beberapa alat yang dapat
membantu untuk melihat beberapa kejadian tersebut dan mempermudah pekerjaan
kita. Salah satu perangkat tersebut adalah akustik kelautan.
Kata akustik berasal dari bahasa Yunani yaitu akoustikos, yang artinya
segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang
yang dapat mempengaruhi mutu bunyi (Burczynski,1982). Akustik kelautan
merupakan teori yang membahas tentang gelombang suara dan perambatannya
dalam suatu medium air laut. Akustik kelautan merupakan satu bidang kelautan
yang mendeteksi target di kolom perairan dan dasar perairan dengan
menggunakan suara sebagai mediannya. Manfaat yang bisa didapatkan dari
akustik laut meliputi aplikasi dalam survei kelautan, budidaya perairan, penelitian
tingkah laku ikan, aplikasi dalam studi penampilan dan selektivitas alat tangkap,
bioakustik, penelitian mengenai sifat fisis-kimia-biologi laut. Aplikasi dalam
survei kelautan untuk menduga spesies ikan, dengan akustik kita dapat menduga
spesies ikan yang ada di daerah tertentu dengan menggunakan pantulan dari suara,
semua spesies mempunyi target strengh yang berbeda-beda. Permasalahan-
permasalahan yang dibahas dalam akustik kelautan ini yaitu, kecepatan
gelombang suara, waktu (pada saat gelombang dipancarkan hingga gelombang
dipantulkan kembali), dan kedalaman perairan. Hal-hal yang mendasari kita
mempelajari akustik kelautan adalah laut yang begitu luas dan dalam (dinamis),
manusia sudah pernah ke planet terjauh tetapi belum pernah ke laut terdalam,
sehingga dibutuhkannya alat dan metode untuk melakukan pendeskripsian kolom
dan dasar laut, dan saat ini metode yang paling baik adalah dengan menggunakan
akustik.
1.2. Tujuan

 Menentukan nilai koefisien absorbsi() air laut pada kondisi temperatur,


Salinitas dan kedalaman yang berbeda.

1.3. Manfaat

 Dapat melakukan perhitungan dan menentukan nilai atenuasi daya () pada
kondisi perairan laut dengan gelombang bervariasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat Akustik

Kata Menurut Lewis dan Douglas (1993) material akustik dapat dibagi
menjadi tiga kelompok dasar yaitu: material penyerap (absorbing material),
material penghalang (barrier material), material peredam (damping material).
Berdasarkan fungsinya, Doelle (1993) membedakan material akustik sebagai
peredam menjadi dua bagian yaitu sound insulation dan sound absorbing. 1.
Peredam insulasi bunyi (sound insulation) Sound insulation berfungsi untuk
mengurangi kebocoran suara dari satu ruangan ke ruangan lainnya. Peredam
insulasi suara merupakan bahan yang dapat menginsulasi perpindahan suara.
Menurut Mediastika (2005), material peredam insulasi bunyi umumnya
memiliki karakteristik sebagai berikut : akustik berasal dari bahasa Yunani yaitu
akoustikos, yang artinya segala sesuatu yang bersangkutan dengan
a. Berat Pada umumnya semakin berat material insulasi suara semakin baik nilai
redamannya. Material berat mampu meredam getaran yang menimpahnya berkat
beratnya sendiri.
b. Tidak berpori Semakin rapat material maka semakin baik nilai redamannya. Material
berpori merupakan penyerap.
c. Permukaan utuh dan seragam. Objek yang terbuat dari material utuh tanpa cacat akan
memberikan tingkat insulasi yang lebih baik.
d. Elastis. Material yang memiliki elastisitas tinggi akan menjadi insulator yang lebih
baik dibandingkan material yang kaku.
Doelle (1993) mengemukakan bahwa material peredam serap suara umumnya
bersifat ringan, berpori atau berongga, memiliki permukaan lunak atau berselaput, dan
tidak dapat meredam getaran.
Pada umumnya material penyerap secara alami bersifat resistif, berserat (fibrous),
berpori (porous) atau dalam kasus khusus bersifat resonator aktif. Ketika gelombang
bunyi menumbuk material penyerap, maka energi bunyi sebagian akan diserap dan
diubah menjadi panas. Besarnya penyerapan bunyi pada material penyerap dinyatakan
dengan koefisien serapan (α). Koefisien serapan (α) dinyatakan dalam bilangan antara 0
dan 1. Nilai koefisien serapan 0 menyatakan tidak ada energi bunyi yang diserap dan
nilai koefisien serapan 1 menyatakan serapan yang sempurna (Mediastika, 2009).
pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi.
2.2 Atenuasi Gelombang Suara
Atenuasi adalah melemahnya suatu sinyal yang disebabkan oleh adanya
jarak yang semakin jauh, yang harus ditempuh oleh suatu sinyal tersebut dan
karena frekuensi sinyal tersebut semakin tinggi. Energi gelombang suara akan
berkurang sepanjang perambatannya dari sumbernya karena gelombang suara
menyebar keluar dalam bidang yang lebar, energinya tersebar kedalam area yang
luas. Gelombang suara yang merambat melalui media air akan mengalami
kehilangan energi yang disebabkan oleh penyebaran gelombang, penyerapan
energi, dan pemantulan yang terjadi di dasar atau permukaan perairan. Intensitas
gelombang suara akan semakin berkurang dengan bertambahnya jarak dari
sumber bunyi (Rujigrok, 1993).

Atenuasi disebabkan oleh karena adanya penyebaran dan absorbsi


gelombang. Penyebaran gelombang terjadi akibat ukuran berkas gelombang
berubah, pola berkas gelombang tergantung pada perbandingan antara diameter
sumber gelombang dan panjang gelombang medium. Absorbsi gelombang yaitu
penyerapan energi yang diakibatkan penyerapan energi selama menjalar di dalam
medium (penurunan intensitas) (Rujigrok, 1993).
Sebuah sumber gelombang suara dari suatu akustik di perairan yang
memancarkan gelombang akustik dengan intensitas energi tertentu akan
mengalami penurunan intensitas bunyi bersamaan dengan bertambahnya jarak
dari sumber gelombang akustik tersebut. Hal ini terjadi karena sumber akustik
memiliki intensitas yang tetap, sedangkan luas permukaan bidang yang dilingkupi
akan semakin besar dengan bertambahnya jarak dari sumber bunyi. Penyebaran
gelombang akustik dibatasi oleh permukaan laut dan dasar suatu perairan (Rujigrok,
1993).
Gelombang suara yang sedang merambat akan mengalami penyerapan
energi akustik oleh medium sekitarnya. Secara umum, penyerapan suara
merupakan salah satu bentuk kehilangan energi yang melibatkan proses konversi
energi akustik menjadi energi panas, sehingga energi gelombang suara yang
merambat mengalami penurunan intensitas (atenuasi) (Sarwono,2015).
Gelombang dalam perambatannya akan mengalami penurunan intensitas
(atenuasi) karena penyebaran dan karena penyerapan. Penyebaran gelombang juga
mengakibatkan intensitas berkurang karena pertambahan luasannya, terkait
dengan bentuk muka gelombang (Sarwono,2015).
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1 Alat

 LCD
 Laptop
 AlatTulis
 LembarKerja

3.1.2 Bahan

 Data (ModulPraktikum)

3.2. Metode

 Hitung kehilangan daya (attenuasi) bunyi pada permukaan laut pada


variasi tinggi gelombang dalam Tabel 1 dan Tabel 2.
 Buat grafis hubungan antara attenuasi daya dan nilai perkalian f x h

3.3. Waktu Pelaksanaan

Praktikum Akustik modul 6 dilaksanakan pada :

Hari/Tanggal : Senin, 27 April 205

Waktu : 15.00

Tempat : Gedung B ruang kelas B 301 Jurusan Ilmu Kelautan FPIK

Universitas Diponegoro Semarang


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

No Frekwensi (kHz) Tinggi Gelombang(feet) fxh αs


1 200 1 200 -49.7127
2 200 2 400 -58.7437
3 200 3 600 -64.0264
4 200 4 800 -67.7746
5 200 5 1000 -70.6819
6 200 6 1200 -73.0573
7 200 7 1400 -75.0657
8 200 8 1600 -76.8055
9 200 9 1800 -78.34
10 200 10 2000 -79.7128

No Frekwensi (kHz) Tinggi Gelombang(feet) fxh αs


1 50 1 50 -31.648
2 50 2 100 -40.681
3 50 3 150 -45.964
4 50 4 200 -49.713
5 50 5 250 -52.62
6 50 6 300 -54.995
7 50 7 350 -57.004
8 50 8 400 -58.744
9 50 9 450 -60.278
10 50 10 500 -61.651
Grafik (fxh) terhadap Attenuasi
-32 0 100 200 300 400 500 600
-37

-42
Attenuasi

-47 Attenuasi

-52

-57

-62
fxh

Gambar 2. Hubungan Antara Atenuasi Dengan Perkalian Frekuensi Dan Tinggi


Gelombang Dengan Nilai Frekuensi 50 kHz

Grafik fxh terhadap Attenuasi


-50
0 500 1000 1500 2000 2500
-55

-60
attenuasi

-65
Attenuasi
-70

-75

-80
fxh

Gambar3. Hubungan Antara Atenuasi Dengan Perkalian Frekuensi Dan Tinggi


Gelombang Dengan Nilai Frekuensi 200 kHz.

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan atenuasi daya didapat bahwa pada frekuensi
sama dengan tinggi gelombang yang semakin membesar nilai atenuasi
menunjukan penurunan secara ekponensial. Hal ini sesuai dengan persamaan dari
(March, 1961),
3
Atenuasi= −10 log(1 − 0.234 (ℎ) ⁄2 )
Dari persamaan tersebut dapat dilihat, terdapat fungsi logaritma. Hasil perhitungan
3⁄
yang diperoleh pada suku logaritma, (1 − 0.234 (ℎ) 2 ) merupakan bilangan
negatif. Telah kita ketahui bahwa nilai logaritma tidak dapat didefinisikan pada
bilangan negatif. Sehingga perhitungan dilakukan dengan alternatif lain yaitu
dengan memindahkan nilai -10 ke dalam perhitungan logaritma, sehingga persamaan
menjadi,

3
Atenuasi= −10 log(1 − 0.234 (ℎ) ⁄2 )

Berdasarkan ilmu akustik elektronik atenuasi mengacu pada pelemahan


sinyal selama ia berjalan melalui kabel. Ia kadang disebut sebagai roll off. Selama
sinyal mengalir melalui kawat, gelombang kotaknya berubah bentuk sejauh ia
mengalir. Jadi, attenuasi sebenarnya adalah fungsi dari panjang kabel. Jika sinyal
mengalir terlalu jauh,ia bisa menurun kualitasnya sehingga stasiun penerimanya
tidak mampu lagi menginterpretasikannya dan komunikasi akan gagal. Dalam arti
lain atenuasi adalah melemahnya sinyal yang diakibatkan oleh adanya jarak yang
semakin jauh yang harus ditempuh oleh suatu sinyal dan juga oleh karena makin
tingginya frekuensi sinyal tersebut.

Apabila sebuah sinyal dilewatkan suatu medium seringkali mengalami


berbagai perlakuan dari medium yang dilaluinya, ada mekanisme dimana sinyal
yang dilewati suatu medium mengalami pelemahan energi sehingga
mengakibatkan atenuasi. Hal ini terjadi dimana amplitude sinyal output lebih
rendah disbanding sinyal input.

Hubungan atenuasi dengan frekuensi dijelaskan melalui fungsi intensitas.


Gelombang suara dalam perambatannya mengalami atenuasi karena penyebaran
(scattering) dan absorbsi. Scattering mengakibatkan intensitas berkurang karena
pertambahan luasannya, terkait dengan tinggi gelombang. Suatu gelombang
menjalar sejauh x dalam suati medium yang besaran atenuasi nya merupakan
fungsi eksponensial dari jarak. Berzon (1977) menemukan bahwa peningkatan
atenuasi hampir linear terhadap peningkatan frekuensi, dengan range frekuensi
antara 10-1dan 107Hz

Perbedaan yang terjadi pada frekuensi yang berbeda, pada frekuensi 50


kHz atenuasi terendah pada nilai -61.651 dB dan tertinggi pada -31.648,
sedangkan untuk frekuensi 200 kHz atenuasi terendah pada nilai -79.7128 dan
tertinggi pada -49.7127. Jadi dapat terlihat bahwa semakin tinggi frekuensi
semakin besar nilai atenuasi, sebaliknya semakin kecil frekuensi semakin kecil
nilai atenuasi. Kemudian, pada nilai tinggi gelombang yang semakin besar, nilai
atenuasi semakin besar, antara tinggi gelombang dan frekuensi memiliki
kesamaan, dikarenakan didalam persamaan diatas keduannya memiliki hubungan
yang linier. Cukup membingungkan apabila kita hanya mengambil kesimpulan
berdasarkan hasil grafik. Kita mesti pahami terlebih dahulu konsep tanda minus
dari bilangan desibel (dB). Jadi nilai minus ini menurut radartutorial.eu (2014)
adalah mengindikasikan signal output yang dihasilkan kurang dari referensinya.
V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
 Nilai atenuasi dipengaruhi oleh besarnya frekuensi dan tinggi gelombang,
semakin besar frekuensi dan tinggi gelombang maka nilai atenuasi
semakin besar.
 Tanda negatif pada bilangan desibel menunjukan bahwa signal output
nilainya kurang dari referensinnya.
DAFTAR PUSTAKA

Burczynski, JJ. 1982.Introduction to the Use of Sonar System for estimating Fish
Biomass.FAO. Fisheries Technical Paper No.191 Revision 1

Doelle, E.L., 1986, Akustik Lingkungan, Erlangga, Jakarta.

Lewis, H. dan Douglas, H., 1993, Industrial Noise Control Fundamentals and Application,

Reyised, New York.

Mediastika, C.E., 2005,Akustika Bangunan : Prinsip-prinsip dan Penerapannya di

Indonesia, Edisi I, Earlangga, Jakarta

Rujigrok GJJ., 1993, Elemen of Aviation Acoustics. Delft University Press. Young

HD, Freedman OA. Fisika Universitas, Jilid 2, Edisi Kesepuluh, Alih

Bahasa, Pantur Silaban, Erlangga, Jakarta.S

Sarwono, J., 2015. Wawancara Virtual tentang Absorbsi dan Refleksi Gelombang

Suara http://jokosarwono.wordpress.com/2008/03/14/wawancaravirtual-

tentang-absorbsi-dan-refleksi-gelombang-suara-dalam-ruang/.

Anda mungkin juga menyukai