Anda di halaman 1dari 34

1.

1 Latar Belakang

Wilayah pesisir dan lautan di Indonesia yang kaya akan beragam sumber daya alamnya telah

dimanfaatkan oleh bangsai Indonesia sebagai salah satu sumber bahan makanan utama. Selain

menyediakan berbagai sumber daya alam tersebut, wilayah pesisir pantai Indonesia memiliki

berbagai fungsi lain, seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan industri ,argobisnis dan

argoindustri, rekreasi dan pariwisata serta kawasan permukaan dan tempat pembuangan limbah.

Meningkatnya aktifitas manusia akhir-akhir ini di sepanjang aliran sungai telah memberikan

pengaruh terhadap ekosistem muara dan laut. Kegiatan yang memberikan dampak terhadap laut

tersebut antara lain penebangan hutan dibagian hulu. Kegiatan ini menyebabkan meningkatnya

pengikisan tanah di sepanjang aliran sungai. Sebagai dampaknya jumlah sedimen didalam sungai

(suspended solid) bertammbah dan menyebabkan pendangkalan.

Transportasi sedimen seringkali menyebabkan permasalahan di pelabuhan. Missal, karena

adanya pasang surut pada derah pantai akan cenderung menyebakan terbentuknya suatu split

yang terjadi pada arah dominan pergerakan sedimennya. Demikian pula pada bangunan-

bangunan di pantai seperti bangunan pemecah gelombang, akan mempengaruhi pergerakan

sedimennya sehingga akan terjadi penumpukan sedimen pada satu posisi dan erosi pada sisi

lainnya. Oleh karena itu prediksi transportasi sedimen sepanjang pantai untuk berbagao kondisi

sangat penting untuk diketahui, terlebih dalam perencanaan suatu pelabuhan, akan sangat penting

untuk mengadakan perhitungan mengenai jumlah transportasi sedimen dan meneliti pengaruh-

pengaruh yang cenderung ditimbulkannya.

Faktor oseanografi yang berperan dalam distribusi sedimen di suatu perairan adalah arus,

khususnya terhadap sedimen tersuspensi (suspended sediment) (Purnawan et al., 2012). Hal ini

senada dengan Darlan (1996) yang menyebutkan bahwa distribusi fraksi sedimen dipengaruhi
oleh arus. Dalam lingkungan pesisir, sedimen bersifat dinamis yang akan mengalami pengikisan,

transportasi dan pengendapan dalam skala spasial maupun temporal.

Penyelidikan pemahaman tentang proses dinamis yang terjadi di lingkungan pesisir

sangatlah diperlukan untuk prediksi evolusi pesisir dimasa datang (Winter, 2007). Ardani (2004)

menyatakan bahwa selama periode tahun 1991 - 2002, abrasi yang terjadi di pesisir Brebes

seluas 696.848 ha atau lebih kurang 63.350 ha/tahun dan akresi seluas 115.847 ha atau 101.441

ha/tahun.

Tidak pahamnya masyarakat tentang ilmu mengenai sedimentologi, membuat masyarakat

awam mengenai proses pengendapan yang berpengaruh pada dampak kualitas air yang

mendapatkan kadar kimia logam berat dari timbunan sedimen. Air di gunakan dan dimanfaatkan

di dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya ilmu mengenai sedimentologi bagi kehidupan,

membuat masyarakat sadar dampak pengaruh sedimen dalam lingkungan sekitar.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa yang dimaksud sedimen laut?

2) Sebutkan macam-macam sedimen laut?

3) Bagaimanakah pengklasifikasian sedimen laut?

4) Struktur dan tekstur sedimen

5) Perbedaan batuan sedimen klastik dan non klastik

6) Fakt or a pa saj a ya n g m em pen garuhi sed i m ent asi di l aut?

7) Peranan sedimen di bidang oseanografi

1.3 Tujuan

Mengetahui peranan sedimen di bidang oseanografi


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sedimen Laut

Dalam kehidupan sehari-hari kata sedimen banyak sekali pengertiannya disini diterangkan

tentang beberapa pengertian sedimen dan sedimentasi. Dalam kaitannya dengan sedimen dan

sedimentasi beberapa ahli mendefinisikan sedimen dalam beberapa pengertian.

Sedimentasi adalah proses pengendapan material hasil erosi air, angin, gelombang laut dan

gletsyer. Material hasil erosi yang diangkut oleh aliran air akan diendapakan di daerah yang lebih

rendah. Pettijohn (1975), mendefinisikan sedimentasi sebagai proses pembentukan sedimen atau

batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari material pembentuk atau asalnya pada

suatu tempat yang disebut dengan lingkungan pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta,

estuaria, laut dangkal sampai laut dalam.

Proses sedimentasi berawal dari proses pelapukan dan erosi menghasilkan materi yang bisa

terangkut oleh aliran air, kekuatan angin, gelombang dan lain sebaginya. Material tersebut dapat

berupa pasir, lumpur, maupun tanah. Material yang terangkut tersebut akan mengendap di suatu

tempat sesuai dengan karakteristik media pengangkutnya. Apabila aliran air deras, ataupun

kekuatan angin sangat kencang, maka materi akan terendapkan di tempat yang jauh dari tempat

asal terjadinya erosi maupun pelapukan. Sedimentasi (pengendapan) berlangsung secara bertahap

sehingga membentuk sedimen yang berlapis-lapis. Proses seperti inilah yang turut membentuk

muka Bumi kita ini.


Sedimentasi Laut merupakan sungai yang mengalir dengan membawa berbagai jenis batuan

akhirnya bermuara di laut, sehingga di laut terjadi proses pengendapan batuan yang paling besar.

Hasil pengendapan di laut ini disebut sedimen marine.

Pipkin (1977), menyatakan bahwa sedimen adalah pecahan, mineral, atau material organik

yang ditransforkan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es, atau oleh

air dan juga termasuk didalamnya material yang diendapakan dari material yang melayang dalam

air atau dalam bentuk larutan kimia.

Gross (1990) mendefinisikan sedimen laut sebagai akumulasi dari mineral-mineral dan

pecahan-pecahan batuan yang bercampur dengan hancuran cangkang dan tulang dari organisme

laut serta beberapa partikel lain yang terbentuk lewat proses kimia yang terjadi di laut.

Menurut Bhatt (1978), sedimen yaitu lepasnya puing-puing endapan padat pada permukaan

bumi yang dapat terkandung di dalam udara, air, atau es dibawah kondisi normal. Sedimentasi

adalah proses yang meliputi pelapukan, transportasi, dan pengendapan. Batuan sedimen adalah

batuan yang dibentuk oleh sedimen. Tekstur sedimen yaitu hubungan bersama antara ukuran

butir dalam batuan dan pada umumnya ukuran butir ini dapat diamati dengan menggunakan

mikroskop. Komposisi sedimen merupakan acuan terhadap mineral-mineral dan struktur kimia

dalam batuan. Batuan klastik adalah batuan dimana material penyusun utamanya berupa material

detrital (misalnya batupasir dan serpihan). Batuan nonklastik adalah batuan dimana material

penyusun utamanya berupa material organik dan unsur kimia (misalnya batugamping terumbu,

halit, dan dolomit)

Sedangkan Gross (1990) mendefinisikan sedimen laut sebagai akumulasi dari mineral-

mineral dan pecahan-pecahan batuan yang bercampur dengan hancuran cangkang dan tulang dari

organisme laut serta beberapa partikel lain yang terbentuk lewat proses kimia yang terjadi di laut.
Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa sedimen laut merupakan akumulasi dari

mineral-mineral dan pecahan-pecahan batuan yang bercampur dengan hancuran cangkang dan

tulang dari organisme laut serta beberapa partikel lain yang terbentuk lewat proses kimia yang

terjadi di laut.

2.2 Macam-macam Sedimen Laut

1. Sedimen laut daerah perairan dangkal

Seperti endapan yang terjadi pada paparan benua (Continental Shelf) dan lereng benua

(Continental Slope). Dijelaskan oleh Hutabarat (1985) dan Bhatt (1978) bahwa “Continental

Shelf” adalah suatu daerah yang mempunyai lereng landai kurang lebih 0,4% dan berbatasan

langsung dengan daerah daratan, lebar dari pantai 50 – 70 km, kedalaman maksimum dari lautan

yang ada di atasnya di antara 100 – 200 meter.

Pada umumnya „Glacial Continental Shelf‟ dicirikan dengan susunan utamanya campuran

antara pasir, kerikil, dan batu kerikil. Sedangkan „Non Glacial Continental Shelf‟‟ endapannya

biasanya mengandung lumpur yang berasal dari sungai. Di tempat lain (continental shelf) dimana

pada dasar laut gelombang dan arus cukup kuat, sehingga material batuan kasar dan kerikil

biasanya akan diendapkan.

„Continental Slope‟ adalah daerah yang mempunyai lereng lebih terjal dari continental

shelf, kemiringannya anatara 3 – 6 %. Sebagian besar pada „Continental slope‟ kemiringannya

lebih terjal sehingga sedimen tidak akan terendapkan dengan ketebalan yang cukup tebal. Daerah

yang miring pada permukaannya dicirikan berupa batuan dasar (bedrock) dan dilapisi dengan

lapisan lanau halus dan lumpur. Kadang permukaan batuan dasarnya tertutupi juga oleh kerikil

dan pasir.
2. Sedimen laut daerah perairan dalam

Seperti endapan yang terjadi pada laut dalam. Sedimen laut dalam dapat dibagi menjadi 2

yaitu Sedimen Terigen Pelagis dan Sedimen Biogenik Pelagis.

1) Sedimen Biogenik Pelagis

Dengan menggunakan mikroskop terlihat bahwa sedimen biogenik terdiri atas berbagai

struktur halus dan kompleks. Kebanyakan sedimen itu berupa sisa-sisa fitoplankton dan

zooplankton laut. Karena umur organisme plankton hannya satu atau dua minggu, terjadi suatu

bentuk „hujan‟ sisa-sisa organisme plankton yang perlahan, tetapi kontinue di dalam kolam air

untuk membentuk lapisan sedimen. Pembentukan sedimen ini tergantung pada beberapa faktor

lokal seperti kimia air dan kedalaman serta jumlah produksi primer di permukaan air laut. Jadi,

keberadan mikrofil dalam sedimen laut dapat digunakan untuk menentukan kedalaman air dan

produktifitas permukaan laut pada zaman dulu.

2) Sedimen Terigen Pelagis

Hampir semua sedimen Terigen di lingkungan pelagis terdiri atas materi-materi yang

berukuran sangat kecil. Ada dua cara materi tersebut sampai ke lingkungan pelagis. Pertama

dengan bantuan arus turbiditas dan aliran grafitasi. Kedua melalui gerakan es yaitu materi glasial

yang dibawa oleh bongkahan es ke laut lepas dan mencair. Bongkahan es besar yang

mengapung, bongkahan es kecil dan pasir dapat ditemukan pada sedimen pelagis yang berjarak

beberapa ratus kilometer dari daerah gletser atau tempat asalnya.

2.3 Pengklasifikasian Sedimen Laut

1. Berdasarkan Asalnya

1) Sedimen Lithogenous (Sedimen Terigin)


Jenis sedimen ini berasal dari hasil pengikisan batuan di darat. Batuan beku atau batuan

sediment telah mengalami proses desintegrasi (proses pecahnya batuan secara mekanis menjadi

batuan yang lebih kecil), maupun proses decomposisi (proses perubahan susunan kimiawi dari

batuan sehungga lapuk akibat pengerjaan air maupun udara). Partikel-partikel dari hasil proses

desintegrasi maupun proses decomposisi itu diangkut baik oleh air sungai, angin ke laut.

Contoh bahan sediment dari proses desintegrasi; mineral kwarsa, mica, feldspar, pyroxenes,

ampobol dan mineral berat lainnya. Sedangkan dari hasil proses decomposisi; clay (lempung),

hidroksida besi yang bebas, alumina, colloidal silica, dll.

Sedimen asal darat ini diendapkan di sekitar pantai, dimulai dari endapan yang kasar (pasir)

kemudian diikuti oleh partikel-partikel halus. Kecepatan tenggelam partikel-partikel ini telah

dihitung, dimana partikel pasir hanya memerlukan waktu sekitar 1,8 hari untuk tenggelam ke

dasar laut yang kedalamannya 4.000 meter, sedangkan partikel lumpur sekitar 185 hari dan

partikel liat 51 tahun.

Endapan lumpur dan tanah liat diangkut lebih jauh ke tengah laut dan kebanyakan akan

mengendap pada daerah continental shelf. Partikel-partikel yang lebih halus diendapkan pada

dasar laut yang dalam.

2) Sedimen Biogenous

Sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka

biota laut serta bahan-bahan organik yang mengalami dekomposisi. Sedimen ini berasal dari

sisa-sisa kerangka organisme hidup yang akan membentuk endapan partikel-partikel halus yang

dinamakan ooze yang mengendap pada daerah yang jauh dari pantai. Sedimen ini digolongkan

menjadi 2 tipe. yaitu: Calcareous dan Siliseous Ooze. Hal ini tergantung oleh organisme

darimana mereka berasal.


a. Tipe Calcareous

a) Globerigina ooze

Globerigina adalah dari salah satu group organisme yang bersel tunggal yang dikenal

sebagai poraminifera. Sisa-sisa organisme ini membentuk ooze yang menutupi 35% bagian

permukaan dasar laut yang kebanyakan dijumpai pada daerah-daerah panas di dunia.

b) Pteropod ooze

Pteropod adalah golongan mollusca yang bersifat sebgai plankton dimana tubuh mereka

meiliki kulit yang mengandung zat kapur. Ooze ini menutupi hanya 1% permukaan laut

walaupun terkadang mereka sudah tercampur dengan ooze yang dari jenis lain.

b. Tipe Silleceous

a) Diatom ooze

Diatom adalah golongan tumbuhan yang bersel tunggal memiliki kulit yang mengandung

silica, ooze yang terbentuk menutupi 9% dasar laut. Mereka banyak dijumpai pada daerah dingin

yang bersalinitas rendah seperti daerah laut Hindia pada bagian paling selatan.

b) Radiolaria ooze

Merupakan golongan protozoa bersel satu yang endapannya menutupi 1-2% permukaan

dasar laut.

c) Red Clay ooze

Bentuk ooze ini mempunyai kandungan silica yang tinggi, tapi asalnya sampai saat ini

belum diketahui. Diduga butiran halus ooze yang terdapat di laut dalam berasal dari sedimen

biogenous tetapi mengalami perubahan yang besar di dalam laut karena pengaruh tinggi tekanan

dan konsentrasi Carbon acid. Endapan red clay ini banyak dijumpai di timur laut Hindia.
3) Sedimen Hidreogenous

Sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi kimia di dalam air laut dan membentuk

partikel yang tidak larut dalam air laut sehingga akan tenggelam ke dasar laut. Sebagai contoh

manganese nodules (bongkahan-bongkahan mangan) berasal dari endapan lapisan oksida dan

hidroksida dari besi dan mangan yang terdapat di dalam sebuah rangkaian lapisan konsentris di

sekitar pecahan batu atau runtuhan puing-puing. Jenis logam-logam lain seperti copper

(tembaga), cobalt dan nikel juga tergabung di dalamnya. Reaksi kimia yang terjadi di sini

bersifat sangat lambat, di mana untuk membentuk sebuah nodule yang besar diperlukan waktu

berjuta-juta tahun dan proses ini akan berhenti sama sekali jika nodule telah terkubur dalam

sedimen. Sebagai akibatnya nodule-nodule ini menjadi begitu banyak dijumpai di Lautan Pasifik

daripada di Lautan Atlantik. Hal ini disebabkan karena tingkat kecepatan proses sedimentasi

untuk mengukur nodule-nodule yang terjadi di Lautan Pasifik lebih lambat jika dibandingkan

dengan di Lautan Atlantik.

4) Sedimen Cosmogenous

Sedimen yang berasal dari berbagai sumber dan masuk ke laut melalui jalur media

udara/angin. Sedimen jenis ini dapat bersumber dari luar angkasa, aktifitas gunung api atau

berbagai partikel darat yang terbawa angin. Material yang berasal dari luar angkasa merupakan

sisa-sisa meteorik yang meledak di atmosfir dan jatuh di laut. Sedimen yang berasal dari letusan

gunung berapi dapat berukuran halus berupa debu volkanik, atau berupa fragmen-fragmen

aglomerat. Sedangkan sedimen yang berasal dari partikel di darat dan terbawa angin banyak

terjadi pada daerah kering dimana proses eolian dominan namun demikian dapat juga terjadi

pada daerah subtropis saat musim kering dan angin bertiup kuat. Dalam hal ini umumnya

sedimen tidak dalam jumlah yang dominan dibandingkan sumber-sumber yang lain.
2. Berdasarkan Ukuran Butir

Dapat dibagi menjadi 7 tipe sediment

1) boulders, memiliki ukuran butir > 256 mm

2) cobbles, memiliki ukuran butir 64-256 mm

3) pebbles, memiliki ukuran butir 4-64 mm

4) granules, memiliki ukuran butir 2-4 mm

5) sand, memiliki ukuran butir 0,062-2 mm

6) silt, memiliki ukuran butir 0,004-0,062 mm

7) clay, memiliki ukuran butir <0,004 mm

Wentworth (1922) mengklasifikasikan jenis sedimen berdasarkan ukurannya menjadi 6 jenis.

Tabel 1. Klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran butir (Wentworth, 1922)

No. Nama Partikel Ukuran Sedimen Nama Batu

1 Bongkah/Boulder >256 mm Gravel Konglomerat dan Breksi

2 Kerakal/Cobble 64-256 mm Gravel berdasarkan

3 Kerikil/Pebble 2-64 mm Gravel kebundaran partikel

4 Pasir/Sand 0.0625-2 mm Sand Sandstone

5 Lanau/Silt 0.0039-0.0625 mm Silt Batu Lanau

6 Lempung/Clay <0.0039 mm Clay Batu Lempung

3. Berdasarkan Lokasi Persebarannya

Sedimen laut berdasarkan lokasi persebarannya dapat dibagi menjadi beberapa bagian

yaitu:
1) Neritik sedimen

Yang tersebar pada paparan benua, lereng benua, kaki benua yang memiliki sumber

material dari lithogenous, biogenous, hydrogenous dan kosmogenous.

Neritik sedimen komposisi utamanya berasal dari material terrigenous yang dibawa kelaut

dengan aliran sungai maupun aliran permukaan. Neritik sedimen memiliki variasi ukuran butir

yang besar sehingga dapat dijumpai endapan dari yang berbutir kasar sampai yang terhalus.

2) Pelagic sedimen

Yang tersebar pada perairan laut dalam yang memiliki sumber material dari lithogenius,

biogenius, hidrogenius dan kosmogenius. Pelagic sedimen memiliki variasi ukuran butir yang

sangat kecil sehingga hanya dapat dijumpai material yang berbutir halus dan tersebar secara

merata pada perairan laut dalam.

3) Bathyal

Sedimen yang tersebar pada perairan dengan kedalaman 200-3700 m dengan sumber

material dari terrigenous, biogenous, hydrogenous.

4) Abyssal

Sedimen yang berada pada kedalaman 3700-6000 m dengan sumber material beraasal dari

terrigenous, biogenous, hydrogenous dan cosmogenous.

5) Hadal

Sedimen yang berada pada kedalaman 6000 m dengan sumber material berasal dari

terrigenous yang berupa lempung dan debu.

2.4 Struktur Sedimen


Struktur merupakan suatu kenampakan yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan

keadaan 12abric pembentuknya. Pembentukannya dapat pada waktu atau sesaat setelah

pengendapan. Struktur berhubungan dengan kenampakan batuan yang lebih besar, paling bagus

diamati di lapangan 12abric pada perlapisan batuan. (Sugeng Widada, 2002)

Struktur sedimen umumnya dibedakan menjadi 3 golongan yaitu :

1. Struktur anorganik terutama pelapisan, contoh : graded beds, cross beds, mudcraks.

2. Struktur 12abric12c terdiri dari struktur jejak dan boring.

3. Struktur deformasi terdiri dari convolute bedding, ball and pillow dan diapiric.

Berbagai sifat fisik sedimen ditelaah sesuai dengan tujuan dan kegunaannya. Diantaranya

adalah tekstur sedimen yang meliputi ukuran butir (grain size), bentuk butir (partikel shape), dan

hubungan antar butir (12abric), struktur sedimen, komposisi mineral, serta kandungan biota. Dari

berbagai sifat fisik tersebut ukuran butur menjadi sangat penting karena umumnya menjadi dasar

dalam penamaan sedimen yang bersangkutan serta membantu analisa proses pengendapan karena

ukuran butir berhubungan erat dengan dinamika transfortasi dan deposisi (Krumbein dan Sloss

(1983). Berkaitan dengan sedimentasi mekanik ukuran butir akan mencerminkan resistensi

butiran sedimen terhadap proses pelapukan erosi/abrasi serta mencerminkan kemampuan dalam

menentukan transfortasi dan deposisi.

2.5 Batuan Sedimen Klastik dan Non Klastik

A. Ciri Batuan Sedimen

Pada umumnya batuan sedimen dapat dikenali dengan mudah dilapangan dengan adanya

perlapisan. Perlapisan pada batuan sedimen disebabkan oleh (1) perbedaan besar butir, seperti

misalnya antara batupasir dan batulempung; (2) Perbedaan warna batuan, antara batupasir yang

berwarna abu-abu terang dengan batulempung yang berwarna abu-abu kehitaman. Disamping
itu, struktur sedimen juga menjadi penciri dari batuan sedimen, seperti struktur silang siur atau

struktur gelembur gelombang. Ciri lainnya adalah sifat klastik, yaitu yang tersusun dari fragmen-

fragmen lepas hasil pelapukan batuan yang kemudian tersemenkan menjadi batuan sedimen

klastik. Disamping itu kandungan fosil juga menjadi penciri dari batuan sedimen, mengingat

fosil terbentuk sebagai akibat dari organisme yang terperangkap ketika batuan tersebut

diendapkan.

B. Tektur Sedimen Klastik

Pada hakekatnya tekstur adalah hubungan antar butir / mineral yang terdapat di dalam

batuan. Sebagaimana diketahui bahwa tekstur yang terdapat dalam batuan sedimen terdiri dari

fragmen batuan / mineral dan matrik (masa dasar). Adapun yang termasuk dalam tekstur pada

batuan sedimen klastik terdiri dari : Besar Butir, Bentuk Butir, Kemas (Fabric), Pemilahan

(Sorting), Sementasi, Porositas (kesarangan), dan Permeabilitas (Kelulusan).

1. Besar Butir adalah ukuran butir dari material penyusun batuan sedimen diukur berdasarkan

klasifikasiWentword.

2. Bentuk butir pada sedimen klastik dibagi menjadi : Rounded (Membundar ), Sub-rounded

(Membundar tanggung), Sub-angular (Menyudut tanggung), dan angular (Menyudut).

3. Kemas (Fabric) adalah hubungan antara masa dasar dengan fragmen batuan / mineralnya.

Kemas pada batuan sedimen ada 2, yaitu : Kemas Terbuka, yaitu hubungan antara masa

dasar dan fragmen butiran yang kontras sehingga terlihat fragmen butiran mengambang

diatas masa dasar batuan. Kemas tertutup, yaitu hubungan antar fragmen butiran yang

relatif seragam, sehingga menyebabkan masa dasar tidak terlihat).

4. Pemilahan (Sorting) adalah keseragaman ukuran butir dari fragmen penyusun batuan.
5. Sementasi (Cement) adalah bahan pengikat antar butir dari fragmen penyusun batuan.

Macam dari bahan semen pada batuan sedimen klastik adalah : karbonat, silika, dan oksida

besi.

6. Porositas (Kesarangan) adalah ruang yang terdapat diantara fragmen butiran yang ada pada

batuan. Jenis porositas pada batuan sedimen adalah Porositas Baik, Porositas Sedang,

Porositas Buruk.

7. Permeabilitas (Kelulusan) adalah sifat yang dimiliki oleh batuan untuk dapat meloloskan

air. Jenis permeabilitas pada batuan sedimen adalah permeabilitas baik, permeabilitas

sedang, permeabilitas buruk.

C. Penamaan Batuan Sedimen Klastik

Batuan sedimen klastik dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis batuan atas dasar

ukuran butirnya. Klasifikasi ukuran butir yang dipakai dalam pengelompokkan batuan sedimen

klastik menggunakan klasifikasi dari Wentword seperti yang diperlihatkan pada Tabel dibawah

adalah daftar nama-nama Batuan Sedimen Klastik (berdasarkan ukuran dan bentuk butir).

Tabel 2. Klasifikasi Batuan Sedimen Klastik


D. Batuan sedimen non-klastik

Batuan sedimen non-klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari proses kimiawi,

seperti batu halit yang berasal dari hasil evaporasi dan batuan rijang sebagai proses kimiawi.

Batuan sedimen non-klastik dapat juga terbentuk sebagai hasil proses organik, seperti

batugamping terumbu yang berasal dari organisme yang telah mati atau batubara yang berasal

dari sisa tumbuhan yang terubah. Batuan ini terbentuk sebagai proses kimiawi, yaitu material

kimiawi yang larut dalam air (terutamanya air laut). Material ini terendapkan karena proses

kimiawi seperti proses penguapan membentuk kristal garam, atau dengan bantuan proses biologi

(seperti membesarnya cangkang oleh organisme yang mengambil bahan kimia yang ada dalam

air).

Dalam keadaan tertentu, proses yang terlibat sangat kompleks, dan sukar untuk dibedakan

antara bahan yang terbentuk hasil proses kimia, atau proses biologi (yang juga melibatkan proses

kimia secara tak langsung). Jadi lebih sesuai dari kedua-dua jenis sedimen ini dimasukan dalam

satu kelas yang sama, yaitu sedimen endapan kimiawi / biokimia. Yang termasuk dalam

kelompok ini adalah sedimen evaporit (evaporites), karbonat (carbonates), batugamping dan

dolomit (limestones and dolostone), serta batuan bersilika (siliceous rocks), rijang (chert).

1. Batuan Sedimen Evaporit


Batuan evaporit atau sedimen evaporit terbentuk sebagai hasil proses penguapan

(evaporation) air laut. Proses penguapan air laut menjadi uap mengakibatkan tertinggalnya bahan

kimia yang pada akhirnya akan menghablur apabila hampir semua kandungan air manjadi uap.

Proses pembentukan garam dilakukan dengan cara ini. Proses penguapan ini memerlukan sinar

matahari yang cukup lama.

1. Batuan garam (Rock salt) yang berupa halite (NaCl).

2. Batuan gipsum (Rock gypsum) yang berupa gypsum (CaSO4.2H20)

3. Travertine yang terdiri dari calcium carbonate (CaCO3), merupakan batuan karbonat.

Batuan travertin umumnya terbentuk dalam gua batugamping dan juga di kawasan air

panas (hot springs).

2. Batuan Sedimen Karbonat

Batuan sedimen karbonat terbentuk dari hasil proses kimiawi, dan juga proses biokimia.

Kelompok batuan karbonat antara lain adalah batugamping dan dolomit. Mineral utama

pembentuk batuan karbonat adalah: Kalsit (Calcite) (CaCO3) dan Dolomit (Dolomite)

(CaMg(CO3)2).

Nama-nama batuan karbonat:

1. Mikrit (Micrite) (microcrystalline limestone), berbutir sangat halus, mempunyai warna

kelabu cerah hingga gelap, tersusun dari lumpur karbonat (lime mud) yang juga dikenali

sebagai calcilutite.

2. Batugamping oolitik (Oolitic limestone) batugamping yang komponen utamanya terdiri

dari bahan atau allokem oolit yang berbentuk bulat


3. Batugamping berfosil (Fossiliferous limestone) merupakan batuan karbonat hasil dari

proses biokimia. Fosil yang terdiri dari bahan / mineral kalsit atau dolomit merupakan

bahan utama yang membentuk batuan ini.

4. Kokina (Coquina) cangkang fosil yang tersimen

5. Chalk terdiri dari kumpulan organisme planktonic seperti coccolithophores; fizzes readily

in acid

6. Batugamping kristalin (Crystalline limestone)

7. Travertine terbentuk dalam gua batugamping dan di daerah air panas hasil dari proses

kimia

8. Batugamping intraklastik (intraclastic limestone), pelleted limestone

3. Batuan Silika

Batuan sedimen silika tersusun dari mineral silika (SiO2). Batuan ini terhasil dari proses

kimiawi dan atau biokimia, dan berasal dari kumpulan organisme yang berkomposisi silika

seperti diatomae, radiolaria dan sponges. Kadang-kadang batuan karbonat dapat menjadi batuan

bersilika apabila terjadi reaksi kimia, dimana mineral silika mengganti kalsium karbonat.

Kelompok batuan silika adalah:

1. Diatomite, terlihat seperti kapur (chalk), tetapi tidak bereaksi dengan asam. Berasal dari

organisme planktonic yang dikenal dengan diatoms (Diatomaceous Earth).

2. Rijang (Chert), merupakan batuan yang sangat keras dan tahan terhadap proses lelehan,

masif atau berlapis, terdiri dari mineral kuarsa mikrokristalin, berwarna cerah hingga

gelap. Rijang dapat terbentuk dari hasil proses biologi (kelompok organisme bersilika, atau

dapat juga dari proses diagenesis batuan karbonat.


4. BatuanOrganik

Endapan organik terdiri daripada kumpulan material organik yang akhirnya mengeras menjadi

batu. Contoh yang paling baik adalah batubara. Serpihan daun dan batang tumbuhan yang tebal

dalam suatu cekungan (biasanya dikaitkan dengan lingkungan daratan), apabila mengalami

tekanan yang tinggi akan termampatkan, dan akhirnya berubah menjadi bahan hidrokarbon

batubara. Tabel dibawah adalah daftar nama-nama Batuan Sedimen Non-klastik (berdasarkan

genesa pembentukannya).

Tabel 3. Klasifikasi Sedimen Non Klastik

2.6 Tekstur Sedimen

Sedimen laut dalam dengan bentuk butir dan tekstur yang lebih halus dan kecil melayang –

layang di kolom air,yang nantinya akan terendap di dasar laut berdasarkan besar kecilnya bentuk

dan teksturnya, apabila sedimen memiliki bentuk dan tekstur yang besar akan lebih cepat

mengendap, dan sebaliknya bila tekstur sedimen lebih kecil maka sedimen akan membutuhkan

waktu yang lebih banyak untuk mengendap di dasar.


Sedimen laut terdiri dari bahan organic dan anorganic, sedimen dari bahan organic

biasanya berasal dari sisa-sisa mahluk hidup yang mati dari tumbuhan maupun hewan laut.

Biasanya sedimeen organic ini dimanfaatkan oleh hewan laut dalam untuk sumber makannya.

Ada pula sedimen laut dimanfaat untuk tempat perlindungan dari bahaya predator, dengan

demikian sedimen di dasar laut dalam sebagai ekosistem baru bagi hewan laut dalam. Sedimen

organic juga dapat dirubah oleh detritus menjadi ion–ion yang diperlukan mahluk hidup.

Sedangkan sedimen anorganik biasanya mengandung elemen kimia seperti logam berat yang

apabila logam berat tersebut masuk dan terakumulasi pada tubuh mahluk hidup maka akan

mengakibatkan kematian. Tetapi logam berat di lautan konsentrasinya sangat sedikit.

2.7 Fak tor - Faktor yan g Me mp en garu h i S ed i men tasi Dasa r L au t

Peristiwa akresi dan abrasi dapat terjadi karena adanya variasi kondisi oseanografi. Kondisi

oseanografi fisika di kawasan pesisir dan laut dapat digambarkan oleh terjadinya fenomena alam

seperti terjadinya pasang surut, arus, kondisi suhu dan salinitas serta angin. Fenomena tersebut

memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan sehingga menyebabkan

terjadinya kondisi fisik perairan yang berbeda-beda. Wilayah pantai memiliki dinamika perairan

yang kompleks. Proses-proses utama yang sering terjadi meliputi sirkulasi massa air,

percampuran (terutama antara dua massa air yang berbeda), sedimentasi dan erosi,

dan upwelling. Proses tersebut terjadi karena adanya interaksi antara berbagai komponen seperti

daratan, laut, dan atmosfir (Putinella, 2002). Adapun komponen-komponen tersebut antara lain

seperti pasang surut, gelombang, arus, angin, struktur geologi pantai, kemiringan dan arah garis

pantai.

1) Pas an g S u ru t
Pengaruh gaya tarik bulan dan matahari mengakibatkan air laut di sepanjang pantai

menjadi naik (air pasang) pada saat bersamaan di sepanjang pantai bagian bumi yang lainnya

mengalami penurunan muka air laut (air surut). Gaya tarik bulan terhadap timbulnya gelombang

pasang besarnya 2,5 kali lebih kuat dari pada gaya tarik matahari karena posisi bulan jauh lebih

dekat dibandingkan dengan matahari. Ketinggian maksimum gelombang pasang terjadi di daerah

khatulistiwa beriklim tropis dan daerah sub tropis. (Mulyo, 2004).

Pasang terutama disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara dua tenaga yang terjadi

di lautan, yang berasal dari gaya sentrifugal yang disebabkan oleh perputaran bumi pada

sumbunya dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan. Gaya sentrifugal adalah suatu gaya yang

didesak ke arah luar dari pusat bumi yang besarnya lebih kurang sama dengan tenaga yang

ditarik ke permukaan bumi.

Gaya gravitasi juga mempengaruhi terjadinya pasang walaupun tenaga yang ditimbulkan

terhadap lautan hanya sekitar 47% dari tenaga yang dihasilkan oleh gaya gravitasi bulan. Selain

itu faktor-faktor setempat seperti bentuk dasar lautan dan massa daratan di sekitarnya

kemungkinan menghalangi aliran air yang dapat berakibat luas terhadap sifat-sifat pasang

(Hutabarat dan Evans, 1985).

Ketika kedudukan matahari, bumi, bulan satu garis lurus (sudut 00). Gaya tarik gabungan

antara matahari dan bulan menghasilkan air pasang yang lebih besar. Pasang yang terjadi pada

saat itu biasa disebut pasang purnama atau pasang tinggi yang dinamakan spiring tide. Pada

waktu bulan seperempat dan tiga perempat, matahari dan bulan membentuk sudut 900, sehingga

gaya tarik keduanya saling melemah. Pasang yang terjadi pada saat itu adalah pasang kecil atau

pasang perbani yang dinamakan neap tide. (Rosmini, 2006).


Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam satu hari dapat

terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang surut di berbagai daerah

dibedakan dalam empat tipe:

a) Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide), yaitu dalam satu hari terjadi dua

kali air pasang dan dua kali air surut, dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi

secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Pasang

surut jenis ini terdapat di selat Malaka sampai laut Andaman.

b) Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), yaitu dalam satu hari terjadi satu kali

air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe

ini terjadi diperairkan selat Karimata.

c) Pasang surut campuran condong ke hari ganda (mixed tide prevailing

semidiurnal), yaitu dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi

dan periodenya berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di perairan Indonesia Timur.

d) Pasang surut campuran condong ke hari tunggal (mixed tide prevailing diurnal),

dimana pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi

kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali surut dengan tinggi dan periode yang

sangat berbeda. Pasang surut jenis ini terdapat di selat Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.

Pengaruh gaya pasang surut mempengaruhi peristiwa abrasi dan sedimentasi. Wilayah

pantai yang mengalami peristiwa pasang surut harian ganda atau pasut surut tipe campuran

condong ke ganda memiliki pengaruh yang berbeda dengan wilayah pantai yang hanya

mengalami pasang surut harian tunggal, dimana wilayah yang memiliki pasang surut tipe harian

ganda dan campuran condong ke ganda mengalami proses transportasi sedimen yang lebih

dinamis jika dibandingkan dengan pasang surut harian tunggal.


Selain tipe pasang surut, perbedaan lama waktu antara pasang dan surut juga

mempengaruhi peristiwa abrasi sedimentasi. Kawasan pantai yang mengalami proses pasang

yang cenderung lebih lama dari waktu surut, akan berakibat memberikan peluang waktu yang

lebih banyak bagi gelombang untuk mengabrasi wilayah daratan.

2) Gel o mb an g

Gelombang laut adalah gerakan melingkar molekul-molekul air yang tampak sebagai

gerakan naik turun. Gelombang laut disebabkan oleh angin yang berhembus pada permukaan

laut yang mendesak air laut.

Menurut Dahuri (1996), ombak merupakan salah satu penyebab yang berperan besar dalam

pembentukan pantai, baik pantai abrasi maupun pantai sedimentasi. Ombak yang terjadi di laut

dalam pada umumnya tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan sedimen yang terdapat di

dalamnya. Sebaliknya ombak yang terdapat di dekat pantai, terutama di daerah pecahan ombak

mempunyai energi besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai, seperti

menyeret sedimen (umumnya pasir dan kerikil) yang ada di dasar laut untuk ditumpuk dalam

bentuk gosong pasir. Di samping mengangkut sedimen dasar, ombak berperan sangat dominan

dalam menghancurkan daratan (abrasi laut). Daya penghancur ombak terhadap daratan/batuan

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keterjalan garis pantai, kekerasan batuan, rekahan

pada batuan, kedalaman laut di depan pantai, bentuk pantai, terdapat atau tidaknya penghalang

di muka pantai dan sebagainya.

Gelombang yang ditemukan di permukaan laut pada umumnya terbentuk karena adanya

proses alih energi dari angin ke permukaan laut, atau pada saat tertentu disebabkan oleh gempa

di dasar laut. Gelombang ini merambat ke segala arah membawa energi tersebut kemudian

dilepaskannya ke pantai dalam bentuk hempasan ombak. Rambatan gelombang ini dapat
menempuh jarak ribuan kilometer sebelum mencapai suatu pantai. Gelombang yang mendekati

pantai akan mengalami pembiasan (refraction), dan akan memusat (covergence) jika mendekati

semenanjung, dan akan menyebar (divergence) jika menemui cekungan. Di samping itu

gelombang yang menuju perairan dangkal akan mengalami spilling, plunging atau surging.

Semua fenomena yang dialami gelombang tersebut pada hakekatnya disebabkan oleh topografi

dasar lautnya (sea bottom topography). (Dahuri, 1996).

Tipe gelombang spilling terjadi jika gelombang yang memiliki kemiringan kecil menuju

pantai yang datar. Pada jarak yang jauh dari pantai, gelombang tersebut mulai pecah secara

berangsur-angsur menghasilkan buih pada pada puncak gelombang dan meninggalkan suatu lapis

tipis buih pada jarak yang cukup panjang.

Tipe gelombang plunging terjadi jika kemiringan gelombang dan dasar bertambah.

Gelombang yang pecah dengan puncak gelombangnya akan terjun ke depan dan energinya

dihancurkan dalam turbulensi yang mana sebagian kecil akan dipantulkan pantai ke laut dan

tidak banyak gelombang baru yang terjadi pada air yang lebih dangkal.

Tipe gelombang pecah surging terjadi pada pantai yang memiliki kemiringan yang sangat

besar, seperti pada pantai berkarang. Tipe ini memiliki daerah gelombang pecah yang sangat

sempit dibandingkan dengan dua tipe lainnya dan sebagian besar energi yang dimiliki

dipantulkan kembali ke laut dalam dan sebelum puncak gelombang terjun ke depan, dasar

gelombangnya sudah pecah (Hutabarat dan Evans, 1985).

3) Aru s

Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horisontal massa air. Sistem-

sistem arus laut utama dihasilkan oleh beberapa daerah angin utama yang berbeda satu sama lain,
mengikuti garis lintang sekeliling dunia dan di masing-masing daerah ini angin secara terus

menerus bertiup dengan arah yang tidak berubah-ubah (Nybakken, 1988 dalam Putinella, 2002).

Berbeda dengan ombak yang bergerak maju ke arah pantai, arus laut, terutama yang

mengalir sepanjang pantai merupakan penyebab utama yang lain dalam membentuk morfologi

pantai. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup dalam selang waktu yang lama, dapat pula

terjadi karena ombak yang membentur pantai secara miring. Berbeda dengan peran ombak yang

mengangkut sedimen tegak lurus terhadap arah ombak, arus laut mampu membawa sedimen

yang mengapung maupun yang terdapat di dasar laut. Pergerakan sedimen searah dengan arah

pergerakan arus, umumnya menyebar sepanjang garis pantai. Bentuk morfologi spit, tombolo,

beach ridge atau akumulasi sedimen di sekitar jetty dan tanggul pantai menunjukkan hasil kerja

arus laut.

Pola arus pantai ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang

yang datang dengan garis pantai. Jika sudut datang itu cukup besar, maka akan terbentuk arus

menyusur pantai (longshore current) yang disebabkan oleh perbedaan tekanan hidrostatik. Jika

sudut datang relatif kecil atau sama dengan nol (gelombang yang datang sejajar dengan pantai),

maka akan terbentuk arus meretas pantai (rip current) dengan arah menjauhi pantai di samping

terbentuknya arus menyusur pantai. Diantara kedua jenis arus pantai ini, arus menyusur pantailah

yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap transportasi sedimen pantai (Dahuri, 1996).

Selain faktor angin, arus juga dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu :

a) Bentuk topografi dasar lautan dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya. Beberapa sistem

lautan utama di dunia dibatasi oleh massa daratan dari tiga sisi dan pula oleh arus ekuator

counter di sisi yang keempat. Batas-batas ini menghasilkan sistem aliran yaitu hampir
tertutup dan cenderung membuat aliran air mengarah dalam suatu bentuk bulatan. Dari

sinilah terbentuk gyre (arus berputar) (Hutabarat dan Evans, 1984).

b) Efek Coriolis atau gaya Coriolis. Gaya Coriolis adalah gaya semu yang ditimbulkan akibat

efek dua gaya gerakan. Yaitu gerakan rotasi bumi dan gerakan benda relatif terhadap

permukaan bumi. Gaya ini menyebabkan terjadinya perpindahan zat cair di belahan bumi

utara di belokkan ke kanan dan di belahan bumi selatan dibelokkan ke kiri (Kanginan,

1999)

c) Spiral Ekman atau perpindahan Ekman oleh V. walfrid Ekman, seorang ahli dari Swedia,

pada tahun 1982 menunjukkan secara matematis bahwa di bawah kondisi samudra yang

ideal akan menghasilkan sebuah pengurangan kecepatan arus sistematis dan sebuah

perubahan pada arahnya dalam meningkatkan kedalaman (Rosmini, 2006).

Selain ketiga faktor di atas, gerakan air yang luas dapat diakibatkan oleh perbedaan densitas

lapisan lautan yang mempunyai kedalaman berbeda. Perbedaan itu timbul terutama

disebabkan oleh salinitas dan suhu (Hutabarat dan Evans, 1984).

4) An gi n

Angin disebabkan karena adanya perbedaan tekanan udara yang merupakan hasil dari

pengaruh ketidakseimbangan pemanasan sinar matahari terhadap tempat-tempat yang berbeda di

permukaan bumi. Keadaan ini mengakibatkan naiknya sejumlah besar massa udara yang ditandai

dengan timbulnya sifat khusus yaitu terdapatnya tekanan udara yang tinggi dan rendah. Sebagai

contoh, massa udara yang bertekanan tinggi dibentuk di atas daerah-daerah kutub, sedangkan

massa udara yang bertekanan rendah yang kering dan panas terkumpul di daerah subtropik.

Massa udara ini tidak tetap tinggal pada tempat di mana mereka ini dibentuk, tetapi begitu
mereka melewati daerah daratan mereka akan tersesat oleh aliran angin yang ditimbulkan dengan

adanya perubahan dan variasi iklim setempat. Massa udara yang bertekanan tinggi ini dikenal

sebagai anti-cyclones ; udara yang beredar di dalamnya berputar ke arah lawan jarum jam (anti-

clockwise) pada bagian belahan bumi sebelah Selatan, sedangkan di belahan bumi sebelah Utara

mereka berputar ke arah jarum jam (clockwise). Massa udara yang bertekanan rendah

dinamakan cyclones. Gerakan massa udara di dalamnya bergerak ke arah jarum jam di belahan

bumi Selatan dan ke arah lawan jarum jam di belahan bumi Utara.

Gelombang yang terjadi di laut disebabkan oleh hembusan angin (Nontji, 1999). Faktor

yang mempengaruhi bentuk/besarnya gelombang yang disebabkan oleh angin adalah: kecepatan

angin, lamanya angin bertiup, kedalaman laut, dan luasnya perairan, serta fetch (F) yaitu jarak

antara terjadinya angin sampai lokasi gelombang tersebut.

5) S ed i men Pan tai

Sedimen pantai adalah partikel-partikel yang berasal dari hasil pembongkaran batuan-

batuan dari daratan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa-sisa rangka-rangka organisme

laut. Tidaklah mengherankan jikalau ukuran partikel-partikel ini sangat ditentukan oleh sifat-sifat

fisik mereka dan akibatnya sedimen yang terdapat pada berbagai tempat di dunia mempunyai

sifat-sifat yang sangat berbeda satu sama lain. Misalnya sebagian besar dasar laut yang dalam

ditutupi oleh jenis partikel yang berukuran kecil yang terdiri dari sedimen halus. Sedangkan

hampir semua pantai ditutupi oleh partikel berukuran besar yang terdiri dari sedimen kasar.

Keseimbangan antara sedimen yang dibawa sungai dengan kecepatan pengangkutan sedimen di

muara sungai akan menentukan berkembangnya dataran pantai. Apabila jumlah sedimen yang

dibawa ke laut dapat segera diangkut oleh ombak dan arus laut, maka pantai akan dalam keadaan
stabil. Sebaliknya apabila jumlah sedimen melebihi kemampuan ombak dan arus laut dalam

pengangkutannya, maka dataran pantai akan bertambah (Putinella, 2002).

2.8 Transport Sedimen

1. Transfor Sedimen pada Pantai

Pettijohn (1975), Selley (1988) dan Richard (1992) menyatakan bahwa cara transfortasi

sedimen dalam aliran air dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Sedimen merayap (bed load) yaitu material yang terangkut secara menggeser atau

menggelinding di dasar perairan.

2. Sedimen loncat (saltation load) yaitu material yang meloncat-loncat bertumpu pada dasar

aliran.

3. Sedimen layang (suspended load) yaitu material yang terbawa arus dengan cara

melayang-layang dalam air.

2. Transfor Sedimen Sepanjang Pantai

Transfor sedimen sepanjang pantai merupakan gerakan sedimen di daerah pantai yang

disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya (Komar : 1983). Transfor sedimen

ini terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai akibat sedimen yang dibawanya

(Carter, 1993). Menurut Triatmojo (1999) transfor sedimen sepanjang pantai terdiri dari dua

komponen utama yaitu transfor sedimen dalam bentuk mata gergaji di garis pantai dan transfor

sedimen sepanjang pantai di surf zone.

Transfor sedimen pantai banyak menimbulkan fenomena perubahan dasar perairan seperti

pendangkalan muara sungai erosi pantai perubahan garis pantai dan sebagainya (Yuwono, 1994).

Fenomena ini biasanya merupakan permasalahan terutama pada daerah pelabuhan sehingga
prediksinya sangat diperlukan dalam perencanaan ataupun penentuan metode penanggulangan.

Menurut Triatmojo (1999) beberapa cara yang biasanya digunakan antara lain adalah :

1. Melakukan pengukuran debit sedimen pada setiap titik yang ditinjau, sehingga secra

berantai akan dapat diketahui transfor sedimen yang terjadi.

2. Menggunakan peta/ foto udara atau pengukuran yang menunjukan perubahan elevasi

dasar perairan dalam suatu periode tertentu. Cara ini akan memberikan hasil yang baik

jika di daerah pengukuran terdapat bangunan yang mampu menangkap sedimen seperti

training jetty, groin, dan sebagainya.

3. Rumus empiris yang didasarkan pada kondisi gelombang dan sedimen pada daerah yang

di tinjau.

2.9 Peranan Sedimen di Bidang Oseanografi

Kegiatan pembukaan lahan di bagian hulu dan DTA untuk pertanian, pertambangan dan

pengembangan permukiman merupakan sumber sedimen dan pencemaran perairan danau.

Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan danau dapat meningkatkan kekeruhan air. Hal

ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer

perairan menjadi turun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai

makan (Haryani, 2001).

Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi akan terbawa oleh aliran dan diendapkan pada

suatu tempat yang kecepatannya melambat atau terhenti. Proses ini dikenal dengan sedimentasi

atau pengendapan. Asdak (2002) menyatakan bahwa sedimen hasil erosi terjadi sebagai akibat

proses pengolahan tanah yang tidak memenuhi kaidah-kaidah konservasi pada daerah tangkapan

air di bagian hulu. Kandungan sedimen pada hampir semua sungai meningkat terus karena erosi

dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi dan pertambangan. Hasil sedimen (sediment yield)
adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang dapat

diukur pada periode waktu dan tempat tertentu. Hal ini biasanya diperoleh dari pengukuran

padatan tersuspensi di dalam perairan danau.

Berdasarkan pada jenis dan ukuran partikel-partikel tanah serta komposisi bahan, sedimen

dapat dibagi atas beberapa klasifikasi yaitu gravels (kerikil), medium sand (pasir), silt (lumpur),

clay (liat) dan dissolved material (bahan terlarut). Ukuran partikel memiliki hubungan dengan

kandungan bahan organic sedimen. Sedimen dengan ukuran partikel halus memiliki kandungan

bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan sedimen dengan ukuran partikel yang

lebih kasar. Hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang, sehingga

memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan organik ke

dasar perairan. Pada sedimen kasar, kandungan bahan organik biasanya rendah karena partikel

yang halus tidak mengendap. Selain itu, tingginya kadar bahan organic pada sedimen dengan

ukuran butir lebih halus disebabkan oleh adanya gaya kohesi (tarik menarik) antara partikel

sedimen dengan partikel mineral, pengikatan oleh partikel organik dan pengikatan oleh sekresi

lendir organisme (Wood, 1997).

Transportasi sedimen seringkali menyebabkan permasalahan di pelabuhan. Missal, karena

adanya pasang surut pada derah pantai akan cenderung menyebakan terbentuknya suatu split

yang terjadi pada arah dominan pergerakan sedimennya. Demikian pula pada bangunan-

bangunan di pantai seperti bangunan pemecah gelombang, akan mempengaruhi pergerakan

sedimennya sehingga akan terjadi penumpukan sedimen pada satu posisi dan erosi pada sisi

lainnya. Oleh karena itu prediksi transportasi sedimen sepanjang pantai untuk berbagao kondisi

sangat penting untuk diketahui, terlebih dalam perencanaan suatu pelabuhan, akan sangat penting
untuk mengadakan perhitungan mengenai jumlah transportasi sedimen dan meneliti pengaruh-

pengaruh yang cenderung ditimbulkannya.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kegiatan pembukaan lahan di bagian hulu dan DTA untuk pertanian, pertambangan dan

pengembangan permukiman merupakan sumber sedimen dan pencemaran perairan danau.

Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan danau dapat meningkatkan kekeruhan air. Hal

ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer

perairan menjadi turun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai

makan.

Kegiatan pembukaan lahan di bagian hulu dan DTA untuk pertanian, pertambangan dan

pengembangan permukiman merupakan sumber sedimen dan pencemaran perairan danau.

Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan danau dapat meningkatkan kekeruhan air. Hal

ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer

perairan menjadi turun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai

makan (Haryani, 2001).


DAFTAR PUSTAKA

Atmodjo, W., 2011. Studi penyebaran sedimen tersuspensi di muara Sungai Porong Kabupaten

Pasuruan. Buletin Oseanografi Marina, 1(1).

Darlan, Y. (1996). Geomorfologi wilayah pesisir Aplikasi untuk penelitian wilayah pantai. Pusat

Pengembangan Geologi Kelautan. Bandung. 96p.

Evans Stewart M, Hutabarat Sahala. 1984. Pengantar Oseanografi. UI Press.

Ghurfon, H. Kordi K.M. 2011. Ekosistem Lamun (seagrass): Fungsi, Potensi, dan Pengelolaan.

Rineka Cipta. Jakarta.

Ibrahim, Y., 2014, November. Analisis Keragaman Biota dan Faktor Fisiko-Kimia Pantai

Karapyak Pangandaran untuk Kebutuhan Pengembangan Kuliah Lapangan Terpadu

Mahasiswa Calon Guru Biologi. In Prosiding Seminar Biologi (Vol. 11, No. 1).

Ilahude, A.G.1999. Pengantar Ke Oseanografi Fisika. Pusat dan Pengembangan

Nontji, A . 1993 . Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta

Purnawan, S., Setiawan, I. & Marwantim. (2012). Studi sebaran sedimen berdasarkan ukuran

butir di perairan Kuala Gigieng, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Depik, 1(1):31-

36p

Riniatsih, I. dan Wibowo, E., 2010. Substrat dasar dan parameter oseanografi sebagai penentu

keberadaan gastropoda dan bivalvia di Pantai Sluke Kabupaten Rembang. ILMU

KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences, 14(1), pp.50-59.

Setiady, D. and Darlan, Y., 2012. Karakteristika Pantai dalam Penentuan Asal Sedimen Di

Pesisir Bayah Kabupaten Lebak, Banten. Jurnal Geologi Kelautan, 10(3), pp.147-155.
Siswanto, A.D., Pratikto, W.A. and Suntoyo, S., 2010. Analisa Stabilitas Garis Pantai di

Kabupaten Bangkalan. ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences,

15(4), pp.221-230.

Stewart, R.H. 2006. Introduction to Physical Oceanography. Department of Oceanography

Texas A&M University.

Sugeng widada, 2002, Modul Mata Kuliah. Universitas Diponegoro : Semarang

Umi Muawanah dan Agus supangat. 1998. Pengantar Kimia dan Sedimen Dasar Laut. Badan

Riset Kelautan Dan Perikanan: Jakarta.

Wiwoho Bagus Setiabudi. 1999. Pengantar Oseanografi. UM.

Anda mungkin juga menyukai