Anda di halaman 1dari 5

ANALGESIK OPIOID

Pengertian Analgesik Opioid

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Opium

berasal dari getah Papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin,

kodein, tebain, dan paparevin. Analgeik opioid umunya digunakan untuk meredakan atau

menghilangkan rasa nyeri, meskipun memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain.

Obat opioid setelah bergabung dengan reseptor dalam susunan saraf pusat dan bagian lain

dari tubuh akan menimbulkan khasiat analgesik, kontraksi otot polos, depresi pernafasan, dll.

a. Opioid Intra Maskular

Merupakan cara yang paling sering dipakai, walaupun sering brehasil mencapai efek

analgesia yang diinginkan karena pemberian intramuscular absorpsinya tidak sempurna,

terutama pada pasien perfusi perifer yang buruk, karena absorpsi melalui otot relative

lembut maka harus diperhatikan kapan analgesia dibutuhkan dan kapan pemberian ulang

harus disuntik.

b. Opioid Intravena

Merupakan cara yang memiliki sejumlah keunggulan. Pada umumnya diberikan sejumlah

dosis tertentu (infus dipercepat) untuk mendapatkan konsentrsi efektif analgesia, kemudian

dilanjutkan dengan infus yang lambat dengan alat yang akurat seperti pompa infus.

c. Opioid Sublingual

Merupakan cara yang popular dengan pengguaannya, karena mudah. Obat yang paling

sering dipakai adalah biprenorfin yang bersifat agonis antagonissehinga efek samping
seperti depresi pernafasan sangat jarang dijumpai. Keuntungan lain adalah masa kerja yang

lama (lebih dari 8 jam).

d. Opioid Oral

Dapat diberikan pada pasien yang dapat menelan. Morfin sulfat dapat memberikan

analgesia yang adekuat selama 6-8 jam.

Klasifikasi Obat Golongan Opioid

Struktur Dasar Agonis Kuat Agonis Lemah - Agonis- Antagonis

Sedang Antagonis

Fenantren Morfin Kodein Nalbufin Nalorfin

Hidromorfon Oksikodon Buprenorfin Nalokson

Oksimorfon Hidrokodon Naltrekson

Fenilheptilamin Metadon Propoksifen

Fenilpiperidin Meperidine Difenoksilat

Fentanyl

Morfinan Levofanol Butorfanol

Benzomorfan Pentazosin

Obat-obatan Golongan Analgesik Opioid

1) Morfin dan Alkaloid Opium

Merupakan golongan fenantren (mis: Morfin dan Kodein) dan golongan benizilisonkinolin

(mis: Noskapin dan Papaverin). Morfin dosis kecil 5-10 mg menimbulkan euforia pada pasien

yang sedang menderita nyeri, sedih, dan gelisah. Opioid menimbulkan analgesia dengan cara
berikatan dengan reseptor opioid yang didapatkan di SSP dan medulla spinalis yang berperan

pada transmisi dan modulasi nyeri. Morfin dapat menembus mukosa, dan juga dapat diabsopsi

usus, tetapi efek analgetik setelah pemberian oral jauh lebih rendah dibanding secara parental.

Morfin dan opioid lain diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat

yang tidak dapat diobati oleh non-opioid pada pascabedah. Efek samping morfin dapat

menyebabkan mual dan muntah terutama pada wanita berdasarkan idiosinkras. Berdasarkan

alergi dapat timbul gejala seperti urtikaria, eksantem, dermatitis, pruritus, dan bersin.

Interaksi morfin dapat meningkatkan kerja depresan SSP lain, selain itu, meningkatkan

depresi pernafasan yang diinduksi oleh loker neuromuscular. Dan morfin bersifat aditif dengan

obat yang menyebabkan hipotensi.

2) Meperidine dan Derivat Fenilpiperidin Lain

Pada SSP, meperidine menimbulkan analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan efek

sentral lain. Efek analgetik meperidine mulai timbu 15 menit setelah PO dan mencapai pincak

setelah 2 jam. Meperidine diindikasikan untuk masa kerjanya yang lebih pendek daripada

morfin. Misalnya untuk tindakan dagnostik.

Efek sampingnya adalah pusing, berkeringat, euforia, mulut kering, mual, muntah,

gangguan pengelihatan, sinkop dan sedasi. Kontraindikasi untuk pasien dengan penyakit hati

dan orang tua, mereka harus dikurangi dosisnya karena terjadinya perubahan disposisi obat.

Selain itu dosis meperdin perlu dikurangi bila bersama antipsikosis, hipnotik sedative, dan

obat-obat lain penekan SSP.

3) Metadon
Di SSP, efek analgetik 7,5-10 mg metadon sama kuat dengan efek 10 mg morfin.

4) Propoksifen

Pemberian propoksifen 65-100 mg secara oral memberikan efek yang sama kuat dengan

65 mg kodein. Kombinasi propoksifen dengan asetosal berefek analgesic yang jauh lebih

baik daripda jikan masing-masing obat diberikan sendiri. Diindikasikan untuk nyeri

ringan-sedang. Dosis untuk orang dewasa biasanya 4 kali 65 mh sehari, dengan atau tanpa

asetosal. Dosis toksik biasanya menimbulkan depresi SSP dan deperesi nafas jika dosis

lebih besar lagi timbul konvulsi.

Antagonis Opioi dan Agonis Parsial

1) Antagonis Opioid

Umumnya tidak menimbulkan banyak efek kecuali bila sebelumnya telah ada efek agonis

opioid atau bila opioid endogen sedang aktif misalnya pada keadaan stress atau syok. Nalokson

merupakan prototip antagonis opioid yang relative murni, demikian pula naltrekson yang dapat

diberikan PO dan memperlihatkan masa kerja yang lebih lama daripada nalokson.

2) Agonis Parsial

(1) Pentazosin

Efeknya terhadap SSP mirip denga efek opioid yaitu menyebabkan analgesa, sedasi dan

depresi napas. Analgesia timbul lebih dini dan hilang lebih cepat daripada morfin. Diindikasikan

untuk nyeri sedang, tetapki kurang efektif bila dibandingkan dengan morfin untk nyeri berat.

(2) Butorfanol
Pada pasien pacsabedah, suntikan 2-3 mg butorfanol menimbulkan analgesia dan depresi

napas menyerupai efek suntikan 10 mg morfin atau 80 meperidin. Dosis analgetik butorfanol juga

meningkatkan tekanan arteri pulmonl dan kerja jantung. Diindikasikan untuk mengatasi nyeri akut

pascabedah. Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah dosis 1-4 mg IM atau 0,5-2 mg IV dan

dapat diulang 3-4 jam. Efek sampingnya adalah rasa lemah, berkeringat, rasa mengambang dan

mual.

(3) Tramadol

Tramadol adalah analgesic sentral dengan afinitas rendah kelemahan analgesiknya 10-20%

dari morfin. Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di system saraf pusat sehingga

memblok sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Di samping itu tramadol menghambat pelepasan

neurotransmitter dari saraf aferen yang sensitive terhadap rangang, akibatnya impuls nyeri

terhambat. Tramadol efektif untuk pengobatan nyeri akut dan kronis yang berat, nyeri pasca

embedahan. Tramadol diberikan secara oral dan dapat diulang setiap 4-6 jam dengan dosis

maksimal 400 mg per hari.

Anda mungkin juga menyukai