B. Etiologi
Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio
caesarea adalah plasenta previa , panggul sempit, partus lama, distosia
serviks, pre-eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak
lintang dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea
adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
E. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi
pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini
akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak
dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2000), antara lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang
paham prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Tucker (1998) adalah sebagai berikut:
1. Pemantauan EKG
2. JDL dengan diferensial
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Pemeriksaan HB/Hct
5. Golongan darah
6. Urinalisis
7. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
9. USG
H. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya
setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi
dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya
daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru - paru
5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio
caesarea klasik.
I. Penatalaksanaan Medis Post SC
1. Perawatan awal
a. Letakan klien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi,
segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi
perdarahan pasca bedah.
2. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan.
Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
3. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 -
10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
4. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
5. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
d. Perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan
tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri
plester untuk mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat
jahitan kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC
e. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
d. Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/batuk, merokok
e. Keamanan
1) Adanya alergi atau sensitif terhadap obat, makanan, plester dan
larutan
2) Adanya defisiensi imun
3) Munculnya kanker/adanya terapi kanker
4) Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/reaksi anestesi
5) Riwayat penyakit hepatic
6) Riwayat transfusi darah
7) Tanda munculnya proses infeksi
f. Pemeriksaan dan Observasi
a. Temperatur
Periksa 1 kali pada 1 jam pertama sesuai dengan
peraturan rumah sakit, suhu tubuh akan meningkat bila terjadi
dehidrasi atau keletihan.
b. Nadi
Periksa setiap 15 menit selama 1 jam pertama atau
sampai stabil, kemudian setiap 30 menit pada jam-jam
berikutnya. Nadi kembali normal pada 1 jam berikutnya,
mungkin sedikit terjadi bradikardi.
c. Pernapasan
Periksa setiap 15 menit dan biasanya akan kembali
normal setelah 1 jam postpartum.
d. Tekanan Darah
Periksa setiap 15 menit selama 1 jam atau sampai stabil,
kemudian setiap 30 menit untuk setiap jam berikutnya. Tekanan
darah ibu mungkin sedikit meningkat karena upaya persalinan
dan keletihan, hal ini akan normal kembali setelah 1 jam.
e. Kandung Kemih
Kandung kemih ibu cepat terisi karena diuresis
postpartum dan cairan intravena.
f. Fundus Uteri
B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka
kering bekas operasi
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
4) Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi
dan pembedahan
5) Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan , penurunan
sirkulasi
6) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan
pembedahan
C. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi, flatus dan mobilitas
Tujuan: nyeri dapat berkurang dengan kriteria
Pasien tidak mengeluh nyeri/ mengatakan bahwa nyeri sudah
berkurang
Pasien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai
kemampuan
Wajah tidak tampak meringis
TTV dalam batas normal ; Suhu : 36,5-37,5 0 C, TD : 120/80
mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
Intervensi Rasional
1) Kaji tanda-tanda vital 1) Tanda-tanda vital merupakan
acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien
2) Lakukan pengkajian secara 2) Setiap skala nyeri memiliki
komprehensif tentang nyeri manajemen yang berbeda
meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri dan faktor
presipitasi.
3) Lakukan manajemen nyeri 3) Antisipasi nyeri akibat luka
post operasi
4) Observasi respon nonverbal 4) Reaksi terhadap nyeri
dari ketidaknyamanan biasanya ditunjukkan dengan
(misalnya wajah meringis) reaksi non verbal tanpa
terutama ketidakmampuan disengaja
untuk berkomunikasi secara
efektif.
5) Kaji faktor yang dapat 5) Mengidentifikasi jalan keluar
menurunkan toleransi yang harus dilakukan
terhadap nyeri
6) Kurangi dan hilangkan faktor 6) Tidak menambah nyeri
yang meningkatkan nyeri pasien
7) Monitoring keadaan insisi 7) Memastikan kondisi luka
luka post operasi
8) Ajarkan mobilitas yang 8) Mobilitas dapat merangsang
memungkinkan tiap jam peristaltik usus sehingga
sekali mempercepat flatus
9) Kolaborasi pemberian 9) Analgesik bekerja pada pusat
analgesik sesuai kebutuhan otak, yaitu dengan
menghambat prostaglandin
yang merangsang timbulnya
nyeri
Intervensi Rasional
1) Kaji tingkat kemampuan klien 1) Mengetahui tingkat
untuk beraktivitas kemampuan klien untuk
beraktivitas
2) Kaji pengaruh aktivitas 2) Mengetahui pengaruh
terhadap kondisi luka dan aktivitas terhadap kondisi
kondisi tubuh umum luka dan kondisi tubuh
umum
3) Bantu klien untuk memenuhi 3) Melatih kekuatan dan irama
kebutuhan aktivitas sehari- jantung selama aktivitas
hari.
4) Bantu klien untuk melakukan 4) Aktivitas yang terlalu berat
tindakan sesuai dengan dan tidak sesuai dengan
kemampuan /kondisi klien kondisi klien dapat
memperburuk toleransi
teradap aktivitas
5) Evaluasi perkembangan 5) Mengetahui perkembangan
kemampuan klien melakukan kemampuan aktivitas klien
aktivitas
Intervensi Rasional
1) Berikan perhatian dan 1) Mecegah teradinya kerusakan
perawatan pada kulit dan infeksi pada kulit
2) Inspeksi kulit terhadap adanya 2) Mencegah terjadinya
iritasi kerusakan kulit yang lebih
luas
3) Lakukan latihan gerak secara 3) Mempertahankan kekuatan
pasif atau mobilitas otot yang sakit
atau memudahkan resolusi
inflamasi pada jaringan yang
cedera
4) Observasi keadaan luka 4) Mengetahui adanya tanda-
terhadap pembentukan bulla, tanda infeksi gas gangren
krepitasi dan bau drainase
yang tidak enak
5) Lindungi kulit yang sehat dari 5) Mencegah terjadinya
kemungkinan maserasi kerusakan kulit pada area
yang sehat
6) Jaga kelembaban kulit 6) Kelembaban kulit yang randa
menyebabkan kulit
kehilangan banyak air
Intervensi Rasional
1) Lakukan pendekatan diri pada 1) Rasa nyaman akan
pasien supaya pasien merasa membuahkan rasa tenang,
nyaman tidak cemas serta
kepercayaan pada perawat
2) Yakinkan bahwa pembedahan 2) Perasaan yakin dapat
merupakan jalan terbaik yang meningkatkan motivasi serta
harus ditempuh untuk mengurangi kecemasan
menyelamatkan bayi dan ibu
3) Kaji respon psikologis 3) Mengetahui manajemen
terhadap kejadian dan coping klien
ketersediaan sistem
pendukung.
4) Observasi respon nonverbal 4) Mengetahui tingkat
pasien (misalnya: gelisah) kecemasan
berkaitan dengan ansietas yang
dirasakan
5) Berikan informasi yang benar 5) Informasi dapat mengurangi
mengenai prosedur ansietas berkenaan rasa takut
pembedahan, penyembuhan, tentang ketidaktahuan
dan perawatan post operasi.
Intervensi Rasional
1) Berikan nutrisi yang adekuat 1) Nutrisi yang adekuat akan
menghasilkan daya tubuh
yang optimal
2) Pantau suhu, nadi dan sel 2) Peningkatan suhu atau nadi >
darah putih. 100 dpm dapat menandakan
infeksi.
3) Kaji adanya tanda infeksi 3) Untuk mendeteksi adanya
(kalor, rubor, dolor, tumor, infeksi lebih awal
fungsio laesa)
4) Lakukan perawatan luka 4) Mencegah kontaminasi
dengan teknik aseptik silang terhadap infeksi
5) Berikan penkes untuk menjaga 5) Dengan adanya partisipasi
daya tahan tubuh, kebersihan dari pasien, maka
luka, serta tanda-tanda infeksi kesembuhan luka dapat lebih
dini pada luka mudah terwujud
6) Kolaborasi pemeriksaan kadar 6) Mengetahui kadar albumin
albumin dalam darah atau dalam darah atau urine
urine
7) Kolaborasi pemberian 7) Digunakan dengan
antibiotik sesuai indikasi kewaspadaan karena
pemakaian antibiotic dapat
merangsang pertumbuhan
yang berlebih dari organisme
resisten
DAFTAR PUSTAKA