Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KELAINAN REFRAKSI

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mata adalah alat optik yang digunakan untuk melihat yang dimiliki oleh manusia
dan hewan. Mata adalah Satu-satunya alat optik yang canggih dan bukan buatan
manusia. Sifat bayangan pada mata adalah nyata, terbalik, dan dapat diperkecil. Mata
memiliki bagian-bagian yang sifat dan fungsinya berbeda-beda. Berikut ini adalah bagian-
bagian mata.
a. Bagian-bagian mata :
1. Kornea
a) Bersifat tembus pandang (bening).
b) Selalu dibasahi air mata yang dihasilkan oleh kelenjar air mata.
c) Berfungsi untuk melindungi lensa mata.
2. Iris (selaput pelangi)
Iris disebut dengan selaput pelangi, hal ini disebabkan karena tiap manusia dari ras yang
berbeda memiliki warna iris yang berbeda pula. Ada orang yang memiliki iris berwarna
hitam, cokelat, biru, dan hijau. Iris mata sendiri memiliki fungsi untuk memberi warna
mata.
3. Pupil
a) Pupil adalah celah lingkaran yang terdapat di tengah-tengah iris.
b) Pupil berfungsi sebagai shutter, yakni tempat jalan masuk cahaya ke dalam rongga
mata.
c) Pupil dapat melebar dan dapat juga menyempit. Melebar dan menyempitnya pupil
tergantung pada intensitas cahaya yang masuk ke mata.
d) Pupil menyempit ketika cahaya terang dan membesar ketika cahaya redup.
4. Lensa mata
a) Lensa mata merupakan lensa cembung. Bedanya, kalau lensa mata bersifat lentur
sehingga dapat berubah menebal atau menipis. Kemampuan menebal dan menipisnya
lensa mata disebut dengan daya akomodasi.
b) Lensa mata dapat menebal atau menipis karena adanya otot akomodasi mata.
c) Lensa mata berfungsi untuk memfokuskan bayangan supaya jatuh di retina (bintik
kuning).
5. Retina
a) Retina mata fungsinya sebagai tempat jatuhnya bayangan hasil proyeksi lensa
mata.
b) Retina terdiri atas bintik kuning yang peka terhadap cahaya karena mengandung
jutaan sel saraf dan bintik buta yang tidak peka terhadap cahaya.
6. Sel saraf
Sel saraf berfungsi menangkap sinyal visual dan mengirimkannya ke saraf pusat
penglihatan di otak. Ada dua macam sel saraf pada mata, yaitu sel batang dan selkerucut.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Mengidentifikasi prinsip asuhan keperawatan pada klien dengan kelainan refraksi.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengidentifikasi konsep teori klien dengan kelainan refraksi meliputi : definisi, etiologi,
manifestasi klinik, pemeriksaan.
b. Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien dengan kelainan refraksi.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Kelainan refraksi adalah suatu kondisi ketika sinar datang sejajar pada sumbu mata
dalam kedaan tidak berakomodasi yang seharusnya direfraksikan tepat pada retina
(Makula lutea), Sehinnga tajam penglihatan maksimum tidak direfraksikan oleh mata
tepat pada retina (Makula lutea), baik itu didepan, dibelakang maupun tidak dibiaskan
pada satu titik.

B. KLASIFIKASI
a. Emetropi
Mempunyai Refraksi Emetropia, jika sinar-sinar yang sejajar dengan sumbu mata
tersebut, oleh mata tersebut tanpa akomodasi dibias pada retina, sehingga tajam
penglihatannya adalah maksimum.
Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembungkan yang terjadi akibat
kontraksi otot siliar yang terletak pada badan siliar.Akibat akomodasi,daya bias lensa
bertambah sehingga titik-titik yang letaknya lebih dekat pada mata dibias jatuh pada
retina. Pungtum Remotum adalah Titik terjauh yang tanpa akomodasi di bias jatuh pada
retina. Pungtum Proksimum adalah Titik terdekat yang dengan akomodasi maksimum
dibias jatuh pada retina.
Hipermetropia
Suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah yang menyebabkan sinar
yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan dibelakang retina. Sumbu
mata terlalu pendek ( hipermetropi Sumbu). Daya bias kornea/Lensa/Aquos humor terlalu
lemah (Hipermetropia Pembiasan)
Miopia
Adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refraktif mata terlalu kuat untuk
panjang Antero Posterior mata sehingga sinar datang sejajar sumbu mata tanpa
akomodasi difokuskan di depan retina. Sumbu mata terlalu panjang (Miopia Sumbu).
Daya bias kornea, lensa/Aquos Humor terlalu kuat (Miopia Pembiasan).
Klasifikasi myopia berdasarkan tingkat dioptrinya
1) Myopia ringan (S -1.00 – S -3.00)
2) Myopia sedang (S- 3.00 – S 6.00)
3) Myopia tinggi (< S -6.0)
Astigmatisma
Adalah tajam penglihatan dimana didapatkan bermacam-macam derajat refraksi pada
bermacam-macam meridian sehingga sinar sejajar yang datang pada mata akan
difokuskan pada tempat yang berbeda.
Afaksia
Adalah sebagai tidak adanya lensa kristalina, terjadi setelah ekstrasi katarak atau
dislokasi lensa,tanpa kemampuan menfokuskan lensa, bayangan jatuh dibelakang retina.
b. Presbiopia
Adalah gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat terjadi karena kelemahan otot
akomodasi atau lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis
lensa sehingga kurang bisa mengubah bentuk lensa untuk menfokskan mata saat
melihat.
Pada pasien presbiopia ini diperlukan kaca mata baca atau addisi untuk membaca dekat
yang berkekuatan tertentu, biasanya :
a) + 1.00 untuk usia 50 tahun
b) + 1.50 untuk usia 45 tahun
c) + 2.00 untuk usia 50 tahun
d) + 2.50 untuk usia 55 tahun
e) + 3.00 untuk usia 60 tahun

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Hipermetropia
a) Kabur bila melihat dekat
b) Mata cepat lelah, berair, sering mengantuk dan sakit kepala
c) Pupil agak miosis
d) Bilik mata depan lebih dangkal
2. Miopia
a) Kabur bila melihat jauh
b) Mata cepat lelah, pusing, dan mengantuk
c) Pupil agak midriasis
d) Bilik mata depan lebih dalam
e) Eksoftalmus
f) Retina tipis, tampak seperti macan
3. Presbiopia
a) Kesulitan membaca dekat
b) Menjauhkan objek yang dibaca
c) Mata lelah, berair dan sering merasa pedas
4. Astigmatisma
a) Diplopia
b) Gambar di kornea terlihat tidak teratur

D. PEMERIKSAAN
1. Hipermetropia
Refraksi subjektif, metode ‘trial and error” dengan menggunakan kartu snellen, mata
diperiksa satu persatu, ditentukan virus masing masing mata, Pada dewasa dan visus
tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif. Pada anak anak dan remaja dengan visus
6/6 dan keluhan astenopia akomodatif dikoreksi dengan sikloplegik. Refraksi objektif,
retinoskop dengan lensa kerja S + 2.00 pemeriksa mengawasi reaksi fundus yang
bergerak berlawanan dengan gerakan retinoskop kemudian dikoreksi dengan lensa sferis
positif sampai tercapai netralisasi.
2. Miopia
Refraksi Subjektif, metode ‘trial and error” dengan menggunakan kartu snellen,mata
diperiksa satu persatu,ditentukan virus masing masing mata. Pada dewasa dan visus
tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif. Refraksi objektif, retinoskop dengan lensa
kerja S + 2.00 pemeriksa mengawasi reaksi fundus yang bergerak berlawanan dengan
gerakan retinoskop kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai
netralisasi.
3. Presbiopia
metode ‘trial and error” hingga visus 6/6. Dengan menggunakan koreksi, jauhnya
kemudian secara binokuler ditambahkan lensa sferis positif dan diperiksa dengan
menggunakan kartu Jaeger pada jarak 30 cm.
4. Astigmatisma
Dengan teknik fogging yaitu klien disuruh melihat gambaran kipas dan ditanya manakah
garis yang paling jelas terlihat. Garis sesuai dengan meredian, kemudian dilanjutkan
dengan pemeriksaan kartu Snellen.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data Demografi
Usia pada miopi dan hipermetropia terjadi pada semua umur, sedangkan Presbiopia
mulai umur 40 tahun. Pekerjaan, perlu dikaji terutama pada pekerjaan yang memerlukan
penglihatan ekstra dan pada pekerjaan yang membutuhkan kontak dengan cahaya yang
terlalu lama.
2. Keluhan yang dirasakan
Pandangan kabur atau penglihatan kabur, kesulitan memfokuskan pandangan, pusing ,
sering lelah dan mengantuk.
3. Riwayat penyakit keluarga
Umumnya didapatkan riwayat penyakit diabetes melitus.
4. Riwayat penyakit yang lalu
Pada miopia mungkin terdapat retinitis sentralis, sedangkan pada astigmatisma
didapatkan riwayat keratokonus, keratoglobus dan keratektasia.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan kemampuan
memfokuskan sinar pada retina
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan pemfokusan mata
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan

C. Intervensi
1. Dx : Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan kemampuan
memfokuskan sinar pada retina
KH :
Ketajaman penglihatan klien meningkat dengan bantuan alat
Klien mengenal gangguan sensori yang terjadi dan melakukan kompensasi terhadap
perubahan.
Rasional :
Pengetahuan tentang penyebab mnengurangi kecemasan dan meningkatkan
pengetahuan klien sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
Mengetahui visus dasar klien dan pengembangannya setelah diberikan tindakan.
Intervensi :
Jelaskan peyebab terjadinya gangguan penglihatan.
Lakukan uji ketajaman penglihatan
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian lensa kontak atau kacamata bantu atau
operasi (keratotomi radikal ), epikeratofakia ,atau fotorefraktif keratektomi (FRK) untuk
miopia.
2. Dx : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan pemfokusan mata
Tujuan : Rasa nyama klien terpenuhi
KH :
Keluhan klien (pusing, mata lelah, berair, fotophobia) berkurang/hilang.
Klien mengenai gejala gangguan sensori dan dapat berkompensasi tehadap perubahan
yang terjadi.
Rasional :
Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
Mengurangi kelelahan mata sehingga pusing berkurang.
Mengurangi silau dan akomodasi yang berlebihan.
Intervensi :
Jelaskan penyebab pusing , mata lelah, berair dan fotofobia.
Anjurkan agar klien cukup istirahat dan tidak melakukan aktivitas membaca terus
menerus.
Gunakan lampu/penerangan yang cukup (dari atas dan belakang) saat membaca.
Kolaborasi pemberian kacamata untuk meningkatkan ketajaman penglihatan klien.
3. Dx : Risiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
Tujuan : Tidak terjadi cedera.
KH :
Klien dapat melakukan aktivitas tanpa mengalami cedera.
Klien dapat mengidentifikasi potensial bahaya dalam lingkungan.
Rasional :
perubahan ketajaman penglihatan dan kedalaman persepsi dapat meningkatkan resiko
cedera sampai klien belajar untuk mengompensasi.
Untuk mengurangi resiko cedera.
Mengurangi potensial bahaya karena penglihatan kabur
Untuk menghindari cedera.
Intervensi :
Jelaskan tentang kemungkinan yang terjadi akibat penurunan tajam penglihatan.
Beritahu klien agar lebih berhati-hati dalam melakukan aktivitas.
Batasi aktivitas seperti mengendarai kendaraan pada malam hari.
Gunakan kacamata koreksi / pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Klasifikasi kelainan refleks ada 2 yaitu :
1. Ametropia
Ametropia dapat ditemukan 4 bentuk kelainan :
Miopi (rabun jauh)
Hipermetropi (rabun dekat)
Astigmatisme
Afakia
2. Presbiopi (mata tua)

B. LAMPIRAN
Berikut gambar anatomi mata normal

C. Berikut gambar anatomi dari kelainan refraksi

DAFTAR PUSTAKA
Rahariyani, Lutfia Dwi . 2007. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata.
Jakarta : EGC
C. Dharta Dias. Ilmu Penyakit Mata . Edisi 2. CV Sagung Seto.
Manjoer, Arief. 2000. Ilmu Penyakit Mata . Jakarta : Salemba Medika.

SUHAN KEPERAWATAN KLIEN KELAINAN REFRAKSI

A. PENGERTIAN

Kelainan refraksi adalah suatu kondisi ketika sinar datang sejajar pada sumbu
mata dalam kedaan tidak berakomodasi yang seharusnya direfraksikan tepat pada
retina (Makula lutea), Sehinnga tajam penglihatan maksimum tidak direfraksikan
oleh mata tepat pada retina (Makula lutea) ,baik itu didepan ,dibelakang maupun
tidak dibiaskan pada satu titik.
B. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI

1. Emetropi
Mempunyai Refraksi Emetropia, jika sinar-sinar yang sejajar dengan sumbu mata
tersebut ,oleh mata tersebut tanpa akomodasi dibias pada retina , sehingga tajam
penglihatannya adalah maksimum.

Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembungkan yang terjadi akibat


kontraksi otot siliar yang terletak pada badan siliar.Akibat akomodasi,daya bias
lensa bertambah sehingga titik-titik yang letaknya lebih dekat pada mata dibias
jatuh pada retina.

Pungtum Remotum adalah Titik terjauh yang tanpa akomodasi di bias jatuh pada
retina.
Pungtum Proksimum adalah Titik terdekat yang dengan akomodasi maksimum
dibias jatuh pada retina

2. Hipermetropia
Suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah yang menyebabkan
sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan dibelakang
retina.
Sumbu mata terlalu pendek ( hipermetropi Sumbu ). Daya bias kornea / Lensa
/Aquos Humor terlalu lemah ( Hipermetropia Pembiasan).

Gambar Hypermetropia

3. Miopia
Adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refraktif mata terlalu kuat untuk
panjang Antero Posterior mata sehingga sinar datang sejajar sumbu mata tanpa
akomodasi difokuskan di depan retina.
Sumbu mata terlalu panjang( Miopia Sumbu).Daya nbias kornea,lensa/Aquos
Humor terlalu kuat ( Miopia Pembiasan ).

Klasifikasi myopia berdasarkan tingkat dioptrinya :


1. Myopia ringan (S -1.00 – S -3.00)
2. Myopia sedang (S- 3.00 – S 6.00)
3. Myopia tinggi (< S -6.00)

Gambar Myopia

4. Presbiopia
Adalah gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat terjadi karena kelemahan
otot akomodasi atau lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa sehingga kurang bisa mengubah bentuk lensa untuk menfokskan
mata saat melihat.
Pada pasien presbiopia ini diperlukan kaca mata baca atau addisi untuk membaca
dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya :
+ 1.00 untuk usia 50 tahun
+ 1.50 untuk usia 45 tahun
+ 2.00 untuk usia 50 tahun
+ 2.50 untuk usia 55 tahun
+ 3.00 untuk usia 60 tahun

5. Astigmatisma
Adalah tajam penglihatan dimana didapatkan bermacam-macam derajat refraksi
pada bermacam-macam meridian sehingga sinar sejajar yang datang pada mata
akan difokuskan pada tempat yang berbeda.

Gambar Astigmatisma
6. Afakia
Adalah sebagai tidak adanya lensa kristalina, terjadi setelah ekstrasi katarak atau
dislokasi lensa,tanpa kemampuan menfokuskan lensa ,bayangan jatuh dibelakang
retina.

C. MANIFESTASI KLINIS

1. Hipermetropia
 Kabur bila melihat dekat
 Mata cepat lelah , berair, sering mengantuk dan sakit kepala
 Pupil agak miosis
 Bilik mata depan lebih dangkal

1. Miopia
 Kabur bila melihat jauh
 Mata cepat lelah, pusing, dan mengantuk
 Pupil agak midriasis
 Bilik mata depan lebih dalam
 Eksoftalmus
 Retina tipis, tampak seperti macan

1. Presbiopia
 Kesulitan membaca dekat
 Menjauhkan objek yang dibaca
 Mata lelah, berair dan sering merasa pedas

1. Astigmatisma
 Diplopia
 Gambar di kornea terlihat tidak teratur

D. PEMERIKSAAN

1. Hipermetropia
Refraksi subjektif, metode ‘trial and error” dengan menggunakan kartu snellen ,
mata diperiksa satu persatu , ditentukan virus masing masing mata , Pada dewasa
dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif. Pada anak anak dan
remaja dengan visus 6/6 dan keluhan astenopia akomodatif dikoreksi dengan
sikloplegik.
Refraksi objektif , retinoskop dengan lensa kerja S + 2.00 pemeriksa mengawasi
reaksi fundus yang bergerak berlawanan dengan gerakan retinoskop kemudian
dikoreksi dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi.

Gambar Kartu Snellen

1. Miopia
Refraksi Subjektif, metode ‘trial and error” dengan menggunakan kartu snellen ,
mata diperiksa satu persatu ,ditentukan virus masing masing mata , Pada dewasa
dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif.
Refraksi objektif , retinoskop dengan lensa kerja S + 2.00 pemeriksa mengawasi
reaksi fundus yang bergerak berlawanan dengan gerakan retinoskop kemudian
dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi.

1. Presbiopia
metode ‘trial and error” hingga visus 6/6. Dengan menggunakan koreksi , jauhnya
kemudian secara binokuler ditambahkan lensa sferis positif dan diperiksa dengan
menggunakan kartu Jaeger pada jarak 30 cm.

1. Astigmatisma
Dengan teknik fogging yaitu klien disuruh melihat gambaran kipas dan ditanya
manakah garis yang paling jelas terlihat. Garis sesuai dengan meredian, kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kartu Snellen.

ASUHAN KEPERAWATAN

a) Pengkajian

Anamnesis
v Data Demografi
Usia pada miopi dan hipermetropia terjadi pada semua umur, sedangkan
Presbiopia mulai umur 40 tahun. Pekerjaan, perlu dikaji terutama pada pekerjaan
yang memerlukan penglihatan ekstra dan pada pekerjaan yang membutuhkan
kontak dengan cahaya yang terlalu lama.

v Keluhan yang dirasakan


pandangan kabur atau penglihatan kabur, kesulitan memfokuskan pandangan,
pusing , sering lelah dan mengantuk

v Riwayat penyakit keluarga


umumnya didapatkan riwayat penyakit diabetes melitus

v Riwayat penyakit yang lalu


Pada miopia mungkin terdapat retinitis sentralis, sedangkan pada astigmatisma
didapatkan riwayat keratokonus, keratoglobus dan keratektasia.

b) Diagnosa dan intervensi keperawatan

1. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan kemampuan


memfokuskan sinar pada retina

KH :
 Ketajaman penglihatan klien meningkat dengan bantuan alat
 Klien mengenal gangguan sensori yang terjadi dan melakukan
kompensasi terhadap perubahan.

Intervensi Rasional
Pengetahuan tentang penyebab
mnengurangi kecemasan dan
meningkatkan pengetahuan klien
Jelaskan peyebab terjadinya gangguan sehingga klien kooperatif dalam
penglihatan. tindakan keperawatan.

Mengetahui visus dasr klien dan


pengembangannya setelah diberikan
tindakan.
Lakukan uji ketajaman penglihatan
Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian lensa kontak atau kacamata
bantu atau operasi (keratotomi radikal ),
epikeratofakia ,atau fotorefraktif
keratektomi (FRK) untuk miopia.

1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan pemfokusan mata

Tujuan : Rasa nyama klien terpenuhi.


KH :
 Keluhan klien (pusing , mata lelah, berair, fotophobia) berkurang/hilang.
 Klien mengenai gejala gangguan sensori dan dapat berkompensasi
tehadap perubahan yang terjadi.

Intervensi Rasional
mengurangi kecemasan dan
meningkatkan pengetahuan klien
Jelaskan penyebab pusing , mata lelah, sehingga klien kooperatif dalam
berair dan fotofobia. tindakan keperawatan.

mengurangi kelelahan mata


sehingga pusing berkurang.
Anjurkan agar klien cukup istirahat dan
tidak melakukan aktivitas membaca terus
menerus.
Gunakan lampu/penerangan yang cukup mengurangi silau dan akomodasi
(dari atas dan belakang) saat membaca yang berlebihan
Kolaborasi pemberian kacamata untuk
meningkatkan tajam penglihatan klien.

1. Risiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan

Tujuan : Tidak terjadi cedera.


KH :
 Klien dapat melakukan aktivitas tanpa mengalami cedera.
 Klien dapat mengidentifikasi potensial bahaya dalam lingkungan.

Intervensi Rasional
Jelaskan tentang kemungkinan yang perubahan ketajaman penglihatan dan
terjadi akibat penurunan tajam kedalaman persepsi dapat meningkatkan
penglihatan. resiko cedera sampai klien belajar untuk
mengompensasi.
Beritahu klien agar lebih berhati-hati
dalam melakukan aktivitas Untuk mengurangi resiko cedera
Batasi aktivitas seperti mengendarai mengurangi potensial bahaya karena
kendaraan pada malam hari. penglihatan kabur
Gunakan kacamata
koreksi/pertahankan perlindungan
mata sesuai indikasi
untuk menghindari cedera.

DAFTAR PUSTAKA

 Rahariyani, Lutfia Dwi . 2007. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien


Gangguan Mata. Jakarta : EGC

 C. Dharta Dias. Ilmu Penyakit Mata . Edisi 2. CV Sagung Seto.

 Manjoer, Arief. 2000. Ilmu Penyakit Mata . Jakarta : Salemba Medika.

 www. google .com


. Definisi
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan atau
kerusakan refraksi mata sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina ( bintik kuning )
dimana sistem akomodasi berkurang. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat
sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum
( titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap
maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.

Mata minus / myopia / short sighred eye adalah : keadaan pada mata dimana cahaya/benda yang jauh
letaknya jatuh/difokuskan didepan retina/selpaut jala/bintik kuning
Myopia merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau datang
dari tak terhingga difokuskan didepan retina. Kelainan ini diperbaiki dengan lensa negatif sehingga
bayangan benda tergeser ke belakang dan diatur dan tepat jatuh diretina (Mansjoer, 2002).
Myopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tak
terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi
dibiaskan pada satu titik di depan retina.

Terdapat dua teori utama tentang terjadinya pemanjangan sumbu bola mata pada myopia yaitu:
1. Teori biologik menganggap pemanjangan sumbu bola mata sebagai akibat kelainan pertumbuhan
retina(overgrowth)
2. Teori mekanik mengemukakan penekanan (stress) sklera sebagai penyebab pemanjangan tersebut.
Myopia Yaitu keadaan di mana mata terasa kabur apabila melihat objek-objek yang letaknya jauh, tapi mata
mampu melihat objek yang dekat.

Pada rabun jauh (myopia) penderita selalu berusaha memicingkan matanya agar dapat melihat lebih jelas
objek-objek yang jauh letaknya. Hal ini adalah ciri khas utama dari penderita myopia.

Myopia paling banyak terjadi pada usia anak-anak dan ditemukan secara tak sengaja pada saat skrining
pemeriksaan mata di sekolah. Pada umumnya memang hal ini disebabkan oleh keturunan. Selain karena
faktor keturunan, myopia juga bisa disebabkan oleh faktor kelengkungan kornea maupun kelainan bentuk
lensa mata.

Ciri khas lain dari myopia ini adalah sifatnya yang progresif hingga pada usia remaja (hal ini dikarenakan
faktor panjang sumbu bola mata yang bertambah seiring pertumbuhan anak) dan kemudian progresifitasnya
menurun pada usia dewasa muda. Pertambahan derajat myopia membutuhkan kaca mata yang makin berat
kekuatannya, karena itu pada masa usia dini dianjurkan agar pemeriksaan diulang tiap 6 bulan.

Tipe / Bentuk myopia yaitu:


1) Myopia Axial
Dalam hal ini, terjadinya myopia akibat panjang sumbu bola mata (diameter Antero-posterior), dengan
kelengkungan kornea dan lensa normal, refraktif power normal dan tipe mata ini lebih besar dari normal.

2) Myopia Kurvatura
Dalam hal ini terjadinya myopia diakibatkan oleh perubahan darikelengkungan kornea atau perubahan
kelengkungan dari pada lensa seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih
cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola mata normal.

3) Perubahan Index Refraksi


Perubahan indeks refraksi atau myopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang
terjadi pada penderita Diabetes Melitussehingga pembiasan lebih kuat.

4) Perubahan Posisi Lensa


Pergerakan lensa yang lebih ke anterior setelah operasi glaucomaberhubungan dengan terjadinya myopia.
Myopia dikategorikan berbahaya apabila berpotensi untuk menimbulkan kebutaan bagi penderitanya,
karena tidak bisa diatasi dengan pemberian kacamata. Myopia berbahaya ini dibarengi dengan kerapuhan
dari selaput jala (retina) yang makin lama makin menipis dari waktu ke waktu.
Pada puncaknya proses penipisan ini menimbulkan perobekan pada selaput jala (retina), yang
membutuhkan tindakan bedah sedini mungkin untuk pemulihannya. Tingkat keberhasilan pemulihan
penglihatan akibat hal ini sangat tergantung pada kecepatan tindakan penanggulangannya.

2. Etiologi
Pertengahan tahun 1900 SM, para dokter ahli mata dan ahli pemeriksa mata ( ahli kacamata ) percaya bahwa
miopia menjadi hereditas utama. Di antara peneliti-peneliti dan para professional peduli mata, mereka
mengatakan bahwa miopia sekarang telah menjadi sebuah kombinasi genetik dan merupakan salah satu
faktor lingkungan.

Ada 2 mekanisme dasar yang dipercaya menjadi penyebab myopia yaitu:


1. Hilangnya bentuk mata ( juga diketahui sebagai hilangnya pola mata ), terjadi ketika kualitas gambar
dalam retina berkurang.
2. Berkurangnya titik fokus mata, terjadi ketika titik fokus cahaya berada di depan atau di belakang retina

Myopia Terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi. Dikatakan pula, semakin dini mata
seseorang terkena sinar terang secara langsung, maka semakin besar kemungkinan mengalami miopi. Ini
karena organ mata sedang berkembang dengan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan.akibatnya para
penderita miopi umumnya merasa bayangan benda yang dilihatnya jatuh tidak tepat pada retina matanya,
melainkan didepannya (Curtin, 2002).

3. Patofisiologi
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada myopia patologi masih belum diketahui. Sama halnya
terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio
retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya, tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di
dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi
sebagai penahannya. Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal
pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme
patogenesa terhadap elongasi berlebihan pada myopia.

Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk:


1) Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa
2) Myopia progresif, myopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola
mata
3) Myopia maligna, myopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan
atau sama dengan myopia pernisiosa sama dengan myopia maligna sama dengan myopia degenerative.
4) Myopia degenertif atau myopia maligna biasanya bila myopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada
fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada
bagian temporal papil disertai dengan atrofi karioretina.

Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sclera dan kadang-kadang terjadi rupture
membrane Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada
myopia dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris
retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optic.
(Sidarta, 2005).

4. Manifestasi Klinik
Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu objek dengan jarak jauh ( anak-
anak sering tidak dapat membaca tulisan di papan tulis tetapi mereka dapat dengan mudah membaca tulisan
dalam sebuah buku.

Penglihatan untuk jauh kabur, sedangkan untuk dekat jelas. Jika derajat miopianya terlalu tinggi, sehingga
letak pungtum remotum kedua mata terlalu dekat, maka kedua mata selalu harus melihat dalam posisi
kovergensi, dan hal ini mungkin menimbulkan keluhan (astenovergen) . Mungkin juga posisi konvergensi
itu menetap, sehingga terjadi strabismus konvergen (estropia). Apabila terdapat myopia pada satu mata jauh
lebih tinggi dari mata yang lain dapat terjadi ambliopia pada mata yang myopianya lebih tinggi. Mata
ambliopia akan bergulir ke temporal yang disebut strabismus divergen (eksotropia). (Illyas,2005).

Pasien dengan myopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah
kelopak yang sempit. Seseorang penderita myopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk
mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien myopia mempunyai
pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi.bila kedudukan mata
ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esoptropia (Sidarta, 2005).

Gejala-gejala myopia juga terdiri dari:


1) Gejala subjektif :
a. Kabur bila melihat jauh
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi )
d. Astenovergens

2) Gejala objektif :
a) Myopia simpleks :
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relative lebar. Kadang-kadang
ditemukan bola mata yang agak menonjol.
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai kresen myopia ( myopic
cresent ) yang ringan di sekitar papil saraf optik.

b)Myopia patologik :
- Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks.
- Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada:
- Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi yang terlihat sebagai floaters,
atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang
dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan myopia.
- Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas
terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil
dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur
- Makula: Berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan pendarahan subretina pada daerah
macula.
- Retina bagian perifer: Berupa degenersi kista retina bagian perifer Seluruh lapisan fundus yang tersebar
luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan
disebut sebagai fundus tigroid. (Illyas,2005).

5. Pencegahan
Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan gelap dan menonton TV
dengan jarak yang dekat. Pada beberapa tahun lalu, penurunan pelebaran mata dimaksudkan untuk salah
satu pengobatan yang telah dikembangkan untuk anak-anak, tetapi ternyata terapi tersebut tidak efektif.

Penggunaan kacamata dan kontak lensa mempengaruhi perkembangan myopia dalam akhir tahun ini.
Beberapa dokter yang menggunakan pengobatan klinik dan para peneliti merekomendasikan kekuatan lebih
( konvex ) pada lensa kacamata yang dapat dipakai untuk melihat jauh dan dekat. Para pelajar Malaysia
juga baru-baru ini melaporkan bahwa ahli ilmu pengetahuan yang baru menyatakan bahwa pembentukan
atau perbaikan pada penderita myopia disebabkan karena melajunya pertumbuhan myopia, ini juga terdapat
dalam pertanyaan-pertanyaan klinis. Banyak pengobatan myopia mengalami kesulitan dan juga terdapat
banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, beberapa grup kontrol cukup menutupi kekurangan
tersebut.

Sampai sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah kelainan refraksi pada
anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah. Biasanya dokter akan melakukan beberapa tindakan
seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk membantu penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak
dan penggunaan kacamata.

Pencegahan lainnya adalah dengan melakukan visual hygiene berikut ini:


Mencegah terjadinya kebiasaan buruk. Hal yang perlu diperhatikan adalah sejak kecil anak dibiasakan
duduk dengan posisi tegak, dan memegang alat tulis dengan benar. Lakukan istirahat tiap 30 menit setelah
melakukan kegiatan membaca atau melihat TV. Batasi jam membaca. Aturlah jarak baca yang tepat (30
centimeter), dan gunakanlah penerangan yang cukup. Kalau memungkinkan untuk anak-anak diberikan
kursi yang bisa diatur tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm. Membaca dengan posisi tidur atau
tengkurap bukanlah kebiasaan yang baik.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk melatih jauh atau bergantian melihat jauh dan dekat
secara bergantian dapat mencegah myopia. (Curtin, 2002).

6. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Nonfarmakologi
a. Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk mengobati gejala-gejala
visual pada pada penderita myopia. Dalam ilmu keratotology kontak lensa yang digunakan adalah adalah
kontak lensa yang keras atau kaku untuk pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi miopia.

b. Latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi


Para pelaksana dan penganjur terapi alternatif ini sering merekomendasikan latihan pergerakan mata dan
teknik relaksasi seperti cara menahan (pencegahan). Akan tetapi, kemanjuran dari latihan ini dibantah oleh
para ahli pengetahuan dan para praktisi peduli mata. Pada tahun 2005, dilakukan peninjauan ilmiah pada
beberapa subjek. Dari peninjauan tersebut disimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti (fakta) ilmiah yang
menyatakan bahwa latihan pergerakan mata adalah pengobatan myopia yang efektif.

c. Terapi dengan menggunakan laser dengan bantuan keratomilesis (LASIK) atau operasi lasik mata, yang
telah populer dan banyak digunakan para ahli bedah untuk mengobati miopia. Dalam prosedurnya
dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan dirubahnya tingkat miopia dengan menggunakan sebuah
laser. Selain lasik digunakan juga terapi lain yaitu Photorefractive Keratotomy (PRK) untuk jangka pendek,
tetapi ini menggunakan konsep yang sama yaitu dengan pergantian kembali kornea mata tetapi
menggunakan prosedur yang berbeda. Selain itu ada juga pengobatan yang dilakukan tanpa operasi yaitu
orthokeratologi dan pemotongan jaringan kornea mata. Orang-orang dengan miopia rendah akan lebih baik
bila menggunakan teknik ini. Orthokeratologi menggunakan kontak lensa secara berangsur-angsur dan
pergantian sementara lekukan kornea. Pemotongan jaringan kornea mata menggunakan bahan-bahan
plastik yang ditanamkan ke dalam kornea mata untuk mengganti kornea yang rusak( Lee dan Bailey,
www.allaboutvision.com/conditions/myopia.Htm,2006).

2) Penatalaksanaan Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk mensterilisasi kotoran yang
masuk ke dalam mata. Obat-obat tradisionalpun banyak digunakan ada penderita myopia
(www.allaboutvision.com/conditions/myopia.Htm,2006).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto fundus / retina
b. Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri
c. Pemeriksaan kwalitas retina ( E.R.G = electro retino gram)
d. Pemeriksaan kelainan otak / brain berkaitan dengan kelainan mata ( E.E.G = electro – ence falogram
f. EVP (evoked potential examination)
g. USG ( ultra – sono – grafi ) bola mata dan keliling organ mata missal pada tumor,panjang bola mata ,
kekentalan benda kaca (vitreous)
h. Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang tersisa)
i. CT scan dengan kontras / MRI. VI. Penatalaksanaan.

ASKEP KLIEN PADA MIOPIA

1.Pengkajian Fisik
1) Pengkajian Ketajaman Penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu Snellen.
a. Pasien duduk dengan dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen dengan satu mata ditutup.
b. Pasien diminta membaca huruf yang tertulis pada kartu, mulai dari baris paling atas kebawah,dan
tentukan baris terakhir yang masih dapat dibaca seluruhnya dengan benar.

Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas (terbesar) maka dilakuan uji hitung jari dari jarak 6
meter.
Jika pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 6 meter, maka jarak dapat dikurangi satu meter, sampai
maksimal jarak penguji dengan pasien 1 meter.
Jika pasien tetap tidak bisa melihat,dilakukan uji lambaian tangan,dilakukan uji dengan arah sinar.
Jika pengelihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar,maka dikatakan pengelihatanya adalah 0 (nol)
atau buta total.
Penilaian :
Tajam pengelihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat membaca seluruh huruf dalam kartu Snellen
dengan benar. Bila baris yang dapat dibaca selurunya bertanda 30 maka dikatakan tajam pengelihatan 6/30.
Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada
jarak 30 meter. Bila dalam uji hitung jari pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pad jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam pengelihatan 3/60. Jari terpisah dapat dilihat orang
normal pada jarak 60 meter.
Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat
melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam pengelihatan adalah 1/300.
Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja,tidak dapat melihat lambaian tangan, maka dikatakan sebagai
satu per minus. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak terhingga.

2) Pengkajian Gerakan Mata


a. Uji Menutup, salah satu mata pasien di tutup dengan karton atau tangan pemeriksa, dan pasien di minta
memfokuskan mata yang tidak tertutup pada satu benda diam sementara mata yang di tutup karton/tangan
tetap terbuka. Kemudian karton atau tangan tiba-tiba di singkirkan, dan akan nampak gerakan abnormal
mata. Bila mata, saat di tutup bergeser ke sisi temporal, akan kembali ke titik semula ketika penutup di
buka. Sebaliknya, bila bergeser ke sisi nasal, fenomena sebaliknya akan terjadi. Kecenderungan mata untuk
bergeser, ketika di tutup, ke sisi temporal, di namakan eksoforia; kecenderungan mata untuk bergeser ke
sisi nasal di sebut esoforia.

b. Lirikan Terkoordinasi, benda di gerakkan ke lateral ke kedua sisi sepanjang sumbu horizontal dan
kemudian sepanjang sumbu oblik. Masing-masing membentuk sumbu 60 derajat dengan sumbu horizontal.
Tiap posisi cardinal lirikan menggambarkan fungsi salah satu dari keenam otot ekstraokuler yang melekat
pada tiap mata. Bila terjadi diplopia (pandangan ganda), selama transisi dari salah satu posisi cardinal
lirikan, pemeriksa dapat mengetahui adanya salah satu atau lebih otot ekstraokuler yang gagal untuk
berfungsi dengan benar. Keadaan ini bias juga terjadi bila salah satu mata gagal bergerak bersama dengan
yang lain.

3) Pengkajian Lapang Pandang

Pemeriksa dan pasien duduk dengan jarak 1 sampai 2 kaki, saling berhadapan. Pasien di minta menutup
salah satu mata dengan karton, tanpa menekan, sementara ia harus memandang hidung pemeriksa.
Sebaliknya pemeriksa juga menutup salah satu matanya sebagai pembanding. Bila pasien menutup mata
kirinya, misalnya, pemeriksa menutup mata kanannya. Pasien di minta tetap melirik pada hidung pemeriksa
dan menghitung jumlah jari yang ada di medan superior dan inferior lirikan temporal dan nasal. Jari
pemeriksa di gerakkan dari posisi luar terjauh ke tengah dalam bidang vertical, horizontal dan oblik. Medan
nasal, temporal, superior dan inferior di kaji dengan memasukkan benda dalam penglihatan dari berbagai
titik perifer. Pada setiap manuver, pasien memberi informasi kepada pemeriksa saat ketika benda mulai
dapat terlihat sementara mempertahankan arah lirikannya ke depan.
a. Pemeriksaan Fisik Mata
1) Kelopak Mata, harus terletak merata pada permukaan mata
2) Buku Mata, posisi dan distribusinya
3) Sistem lakrimal, struktur dan fungsi pembentukan dan drainase air mata.
4) Pemeriksaan Mata Anterior, sclera dan konjungtiva bulbaris diinspeksi secara bersama.
5) Pemeriksaan Kornea, normalnya kornea tampak halus dengan pantulan cahaya seperti cermin, terang,
simetris dan tunggal.

2. Diagnosa Keperawatan
1)Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/gangguan status organ indera
2)Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada kepala, kelelahan pada
mata)
3)Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan

3. Intervensi Keperawatan
DX I: Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/perubahan status
organ indera
1)Kaji derajat dan durasi gangguan visual
Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien
2)Orientasikan klien pada lingkungan yang baru
Rasional: Memberikan peningkatan kenyamanan, kekeluargaan serta kepercayaan klien-perawat
3)Dorong klien mengekspresikan perasaan tentang gangguan penglihatan
Rasional: meningkatkan kepercayaan klien-perawat dan penerimaan diri
4)Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani gangguan penglihatannya
Rasional: Menurunkan kemungkinan bahaya yang akan tejadi sehubungan dengan gangguan penglihatan

DX II: Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada kepala,
kelelahan pada mata)
1)Orientasikan klien pada lingkungan yang baru
Rasional: Membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan
2)Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya
Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya dan mengurangi ansietas
3)Beritahu klien tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan.
Rasional: Mengurangi ansietas klien

DX III: Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan


1)Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis dan pengobatan
Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien.
2)Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya serta pengobatan yang akan dilakukan
Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya.
3)Anjurkan klien menghindari membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV
dengan jarak terlalu dekat.
Rasional: Membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan jarak terlalu dekat
dapat mengakibatkan kelelahan pada mata.

4. Evaluasi
1)Menyatakan penerimaan diri sehubungan dengan perubahan sensori
2)Mampu memakai metode koping untuk menghilang ansietas
3)Menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

- Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC
- Chan,WM.2004. Ophthalmology and Visual Science. The Chinese university of Hongkong.88(10):1315-
1319. www.pubmedcentral.nih.gov/artclender
- Curtin. B., J., 2002. The Myopia. Philadelphia Harper & Row. 348-381
- Curtin Brian J, Whitemore, Wayne G. The Optics of Myopia, In Duanes Clinical
- Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
- Guell, JL., Morral, M.,Gris, O. 2007. Implantation for Myopia Ophthalmology (abstract only). - -
www.pubmedcentral.nih.gov/articlender

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook


Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

0 Komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak, Semoga dapat memberi wawasan yang lebih bermanfaat!
MAKALAH KESEHATAN
GANGGUAN REFRAKSI

Program Studi Strata - 1 Keperawatan Non Reguler

Disusun oleh :

HATAKE KAPEVI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
RAJAWALI BANDUNG
2014
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga

pembiasansinar tidak difokuskan pada retina (bintik kuning). Untuk memasukkan sinar atau

bayangan benda ke mata diperlukan suatu sistem optik. Diketahui bahwa bola mata mempunyai

panjang kira-kira 2.0 cm. Untuk memfokuskan sinar ke retina diperlukan kekuatan 50.0 dioptri.

Lensa berkekuatan 50.0 dioptri mempunyai titik api pada titik 2.0 cm (Ilyas, 2006).

Pada mata yang tidak memerlukan alat bantu penglihatan (biasa disebut mata

normal) terdapat 2 sistem yang membiaskan sinar yang menghasilkan kekuatan 50.0

dioptri. Kornea mata mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan lensa mata berkekuatan 20%

atau 10 dioptri (Ilyas, 2006).

Menurut Ilyas (2006) kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak

dibentuk pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optic pada mata

sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa membelokkan
sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina.

Pada kelainan refraksi, sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, akan tetapi dapat di depan

atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi

dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan astigmatisme.

B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, kami dapat mengambil tujuan sebagai berikut :
1. Menjelaskan pengertian refraksi mata.
2. Menjelaskan klasifikasi refraksi mata.

3. Menjelaskan etiologi refraksi mata.

4. Menjelaskan patofisiologi refraksi mata.

5. Menjelaskan manifestasi klinis klien yang mengalami refraksi mata.

6. Menjelaskan komplikasi refraksi mata.

7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang refraksi mata.

8. Menjelaskan penatalaksanaan refraksi mata.

9. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan refraksi mata.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Gangguan refraksi mata adalah pembiasan sinar oleh media penglihatan yang terdiri dari

kornea, cairan mata, lensa, badan kara atau panjang bola mata, sehingga bayangan benda

dibiaskan tidak tepat di biaskan di daerah macula lutea tanpa bantuan akomodasi , keadaan ini

disebut Ametropia (Mansjoer, A : 1999)

Gangguan refraksi mata adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara miring dari suatau

medium ke medium lain yang berbeda densitasnya. Penyimpangan tersebut terjadi pada

permukaan pembatas kedua medium tersebut yang dikenal sebagai permukaan refraksi (Dorland,

1996).

Gangguan refraksi mata adalah suatau keadaan dimana penglihatan terganggu karena
terlalu pendek atau terlalu panjang bola mata sehingga mencegah cahaya terfokus dengan jelas

pada retina (Timby, Scherer dan Smith, 2000).


B. Klasifikasi
Klasifikasi kelainan refleks menurut Timby, Scherer dan Smith, E. (2000)ada 2 yaitu :

1. Ametropia

Ametropia (mata dengan kelainan refraksi) berasal dari bahasa Yunani; ametros, yang berarti tidak

seimbang/sebanding, dan opsis, adalah penglihatan. Jadi ametropia adalah suatu keadaan mata

dengan kelainan refraksi dimana mata yang dalam keadaan tanpa akomodasi atau istirahat

memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia
dibedakan menjadi 4 yaitu:

a. Ametropi oksial: Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau pendek.

b. Ametropia refraktif: Ametropia akibat kelainan system pembiasan sinar di dalam mata.

c. Ametropia kurvatur: Ametropia akibat kelengkungan kornea atau lensa yang tidak normal.

d. Ametropia indeks: Ametropia karena indeks bias abnormal di dalam mata.

Ametropia dapat ditemukan empat bentuk kelainan yaitu :

a. Myopia

Myopia adalah mata denga daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau

datang dari tak terhingga di fokuskan di depan retina. Myopia dibedakan berdasarkan :

1) Menurut bentuknya myopia dibedakan menjadi 2 yaitu :

a) Myopia refraktif

Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana

lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.

b) Myopia aksial

Myopia akibat panjanganya sumbu bola mata, dengan kelengkungan lenssa mata dan kornea yang

normal.

2) Menurut derajat beratnya myopia dibedakan dalam :


a) Myopia ringan dimana myopia kecil dari pada 1 – 3 dioptri.

b) Myopia sedang dimana myopia lebih dari antara 3 – 6 dioptri.


c) Myopia berat atau tinggi dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri.

3) Menurut perjalanan myopia dikenal bentuk :

a) Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa.

b) Myopia progresif, myopia yang bertambah terus menerus pada usia dewasa akibat bertambah

panjangnya bola mata.

c) Myopia maligna atau degeneratif, myopia yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan

atau sama dengan myopia pernisiosa ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir.

b. Hipermetropi
Merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup

dibiaskan sehingga titim fokusnya terletak dibelakang retina, hipermetropi dikenal dalam bentuk :

1) Hipermetropi manifestasi

Ialah hipermetropi yang dapat dikoreksi dengan kaca mata positif maksimal yang memberikan

tajam penglihatan yang normal.

2) Hipermetropi laten

Ialah dimana kelainan hipermetropi tanpa sikloplegia (atau dengan obat yang melemahkan

akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.

3) Hipermetropi total

Hipermetropi yang ukuranya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia (obat tetes mata, biasanya

diberikan pada anak, pemberian diberikan selama 3 hari untuk mengetahui kelainan refraksi ).

c. Afakia

Adalah suatau keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata tersebut menjadi

hipermetropi tinggi.

d. Astigmatisme

Adalah kelainan kelengkungan kornea mata. Astigmatisme dikenal dalam bentuk:

1) Astigmatisme reguler
Adalah Astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang

perlahan – lahan secara terataur dari satau meredian ke meredian berikutnya.


2) Astigmatisme irreguler

Adalah astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2 meredian yang tegak lurus.

2. Presbiopi

Adalah gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dpat terjadi akibat kelemahan otot akomodasi,

lensa meta tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sclerosis lensa.

C. Etiologi
Penyebab kelainan refraksi menurut Timby, Scherer dan smith. (2000) yaitu :
1. Myopia

a. Sumbu optik bola mata lebih panjang.

b. Pembiasan media penglihatan kornea lensa yang terlalu kuat.

2. Hipermetropi

a. Bola mata pendek atau sumbu anteropasterior yang pendek.

b. Kelengkungan kornea atau lensa kurang.

c. Indeks bias kurang pada sistem optik mata.

3. Afakia

Tidak adanya lensa mata.

4. Astigmatisme

a. Kelainan kelengkungan permukaan kornea.

b. Kelainan pembiasan pada miridian lensa yang berbeda.

c. Infeksi kornea.

d. Truma distrofi.

5. Presbiopi

a. Kelemahan otot akomodasi.

b. Lensa mata tidak kenyal atau berkurangnya elastisitas akibat sklerosis lensa.

D. Patofisiologi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas

kornea, cairan mata, lensa, badan kaca dan panjangnya bola mata. Pada orangn normal susunan

pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga

bayangan mata dibiaskan tepat di macula lutea. Mata normal disebut emetropia mata dengan

kelainan refraksi mengakibatkan sinar normal tidak dapat terfokus pada macula. Hal ini

disebabkan oleh kornea yang terlalu mendatar atau mencembung, bola mata lebih panjang atau

pendek lensa berubah kecembungannyaatau tidak ada lensa mengakibatkan Ametropi dan bila di

akibatkan oleh elastisitas lensa yang kurang atau kelemahan otot akomodasi mengakibatkan
presbiopi.

Pada Ametropi apabila bola mata lebih panjang pembiasan kornea berlebihan atau lensa

yang terlalu kuat mengakibatkan pembiasan terlalu kuat sehingga fokus terletak didepan retina dan

penderita mengalami rabun jauh ( myopia )sebaliknya bila bola mata terlalu pendek, indeks bias

kurangatau kelengkungan kornea atau lensa kurang maka pembiasan tidak cukup sehingga fokus

dibelakang retina dan mengakibatkan rabun dekat ( hipermetropi ). Hipermetropi tinggi terjadi

akibat mata tidak memiliki lensa ( Afakia ) apabila terjadi kelainan kelengkungan kornea, infeksi

kornea, distrofi atau pembiasan lensa berbeda maka akan mengakibatkan bayangan ireguler

(Astigmatisme).

Pada presbiopi elastisitas lensa yang berkurang atau kelemahan otot akomodasi

mengakibatkan daya akomodasi berkurang, sehingga lensa kurang mencembung dan pembiasan

kurang kuat. Untuk melihat mata berakomodasi terus menerus sehingga terjadi ketegangan otot

siliar yang mengakibatkan mata lelah, dan mata berair jika menekan kelenjar air mata.

Pada ametropi akomodasi juga dilakukan terus menerus agar mata dapat melihat. Hal ini

mengakibatkan mata lelah atau sakit, mata esotropia atau mata juling ke dalam dan strabismus

karena bola mata bersama – sama konvergensi, serta glaucoma sekunder karena hipertrofi otot

siliar pada badan siliar mempersempit sudut bilik mata.


Rabun jauh atau myopia yang berjalan progresif akan mengakibatkan kebutaan dan

hiperplasi pigmen epitei dan perdarahan, kebutaan dapat terjadi karena digenari macula dan retina
perifer mengakibatkan atrofi lapis sensori retina dan degennerasi saraf optik. Hiperplasi pigmen

epitel dan perdarahan terjadi karena neovaskularisasi sub retina akibat ruptur membran

bruch (Ilyas : 1998).

E. Manifestasi Klinis
1. Myopia

a. Melihat jelas bila dekat dan melihat jauh kabur (rabun jauh ).

b. Sakit kepala sering disertai juling.


c. Celah kelopak yang sempit.

d. Astemopia konvergensi.

e. Myopik kresen yaitu: gambaran bulan sabit yang terlihat pada polos posterior fundus matamyopia

yang terdapat pada daerah pupil saraf optik akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid.

f. Degenerasi macula dan retina bagian perifer.

2. Hipermetropi

a. Penglihatan dekat dan jauh kabur.

b. Sakit kepala.

c. Silau

d. Diplopia atau penglihatan ganda.

e. Mata mudah lelah.

f. Sakit mata.

g. Astenopia akomodatif.

h. Ambiopia

i. Kelelahan setelah membaca.

j. Mata terasa pedas dan tertekan.

3. Afakia
a. Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibandingm ukuran sebenarnya.

b. Terdapat efek prisma lensa tebal sehingga benda terlihat seperti melengkung.
c. Bagian yang jelas terlihat hanya bagian sentral sedangkan penglihatan tepi kabur.

4. Astigmatisme

a. Penurunan ketajaman mata baik jarak dekat maupun jauh.

b. Tidak teraturnya lekukan kornea.

5. Presbiopi

a. Kelelahan mata.

b. Mata berair.

c. Sering terasa pedas pada mata.

F. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada kelainan refraksi menurut Ilyas, Tamzil, Salamun dan Ashar

(1981) yaitu :

1. Strabismus.

2. Juling atau esotropia.

3. Perdarahan badan kaca.

4. Ablasi retina.

5. Glaukoma sekunder.

6. Kebutaan

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Mansjoer (1999) :

1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan.

Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu snellen caranya :

a. Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu snellen dengan mata tertutup satu

b. Pasien diminta membaca huruf yang terdapat pada kartu, mulai dari yang paling atas ke bawah
dan tentukan baris terakhir yang bisa di baca seluruhnya dengan benar.
c. Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas ( terbesar ) maka dilakukan uji hitung dengan

uji hitung jarak 6m.

d. Jika pasien tidak dapat menghitung jarak dari 6 m, maka jarak dapat dikurangi 1 m sampai jarak

maksimal penguji dengan pasien 1m.

e. Jika pasien tetap tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan dari jarak 1 m.

f. Jika pasien tetap tidak dapat melihat lambaian tangan dilakukan uji dengan arah sinar.

g. Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinarmaka dikatakan penglihatannya adalah

0 ( nol ) buta total.


Penilaian :

a. Tajam penglihatan adalah 6/6 berarti pasien dapat membaca seluruh hurup dalam kartu snellen

dengan benar.

b. Bila baris yang dibaca seluruhnya bertanda 30 maka dikatakan tajam penglihatan 6/30, berarti dia

hanya bisa melihat pada jarak 6m yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak

30m.

c. Bila dalam uji hitung pasien hganya dapat melihat atau menentukan dari jumlah jari yang

diperlihatkan pada jarak 3m maka dinyatakan tajam penglihatan 3/60. jari terpisah dapat terlihat

orang normal pada jarak 60m.

d. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300m bila mata hanya dapat

melihat lambaian tangan pada jarak 1m berarti tajam penglihatan adalah 1/300.

e. Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja, tidak dapat melihat lambaian tangan maka dikatakan

sebagai 1/~ orang normal dapat melihat cahaya pada jarak yang tak terhingga.

2. Pemeriksaan kelainan refraksi.

Dilakukan pada satu mata secara bergantian, biasanya dimulai dengan mata kanan kemudian mata

kiri, dilakukan setelah tajam pemeriksaan diperiksa dan diketahui adanya kelainan refraksi.

Caranya :
a. Pasien duduk dengan jarak 6m dari kartu snellen.
b. Satu mata dututup dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca baris yang terkecil yang

masih dapat dibaca.

c. Pada mata yang terbuka diletakan lensa + 0,50 untuk menghilangkan akomodasi pada saat

pemeriksaan.

d. Kemudian diletakan lensa positif tambahan, dikaji :

1) Bila penglihatan tidak bertambah baik berarti pasien tidak hipermetropi.

2) Bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang ditambah secara perlahah - lahan

bertambah baik berarti pasien mengalami hipermetropi, lensa positif terkuat yang masih
memberikan ketajaman terbaik merupakan ukuran lensa koreksi untuk mata hipermetropia

tersebut.

e. Bila penglihatan tidak bertambah baik maka diletakan lensa negatif, bila menjadi lebih jelas bearti

pasien mengalami myopia. Ukuran lensa koreksi adalah lensa negatif teingan yang memberikan

ketajaman penglihatan maksimal.

f. Bila baik dengan lensa positif maupun negatif penglihatan tidak bertambah baik atau tidak

maksimal (penglihatan tidak mencapai 6/6 ) maka akan dilakukan ujipinhole. Letakan pinhole

didepan mata yang sedang diuji dan meminta membaca baris terakhir yang masih dapat dilihat

atau dibaca sebelumnya bila :

1) Pinhole tidak memberikan perbaikan berarti mata tidak dapat dikoreksi lebih lanjut karena media

penglihatan keruh terdapat kelainan pada retina atau syaraf optik.

2) Terjadi perbaikan penglihatan, berarti terdapat astigmatisma atau silinder pada mata tersebut yang

belum mendapat koreksi.

g. Bila pasien astigmatisma maka pada mata tersebut di pasang lensa potsitif untuk membuat pasien

menderita kelainan refraksi astigmatismus miopikus.

h. Pasien diminta melihat kartu kipas astigma dan ditanya garis yang paling jelas terlihat pada

kartu kipas astigma.


i. Bila perbedaan tidak terlihat lensa positf diperlemah secara perlahan - lahan hingga pasien

melihat garis yang paling jelas dan kabur.


j. Dipasang lensa silinder negatif dengan sumbu yang sesuai dengan garis terkabur pada kipas

astigma.

k. Lensa silinder negatif diperkuat sedikit demi sedikit pada sumbu tersebut sehingga sama jelasnya

dengan garis lainya.

l. Bila sudah sampai jelasnya dilakukan tes kartu snellen kembali.

m. Bila tidak didapatkan hasil 6/6 maka mungkin lensa positif yang diberikan terlalu berat harus

dikurangi perlahan – lahan atau ditambah lensa negatif perlahan-lahan sampai tajam penglihatan

menjadi 6/6. derajat astigmat adalah ukuran lensa silinder negatif yang dipakai sehingga gambar
kipas astigmat terlihat sama jelas.

3. Pemeriksaan presbiopia.

Untuk lanjut usia dengan keluhan membaca dilanjutkan dengan pemeriksaan presbiopia caranya :

a. Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan dilakukan koreksi kelainan refraksi bila terdapat

myopia hipermetropia, atau astigmatisma sesuai prosedur diatas.

b. Pasien diminta membaca kartu pada jarak 30 – 40 cm.

c. Diberikan lensa positif mulai +1 dinaikan perlahan 2x sampai terbaca huruf terkecil pada kartu

baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan.

d. Dilakukan pemeriksaan mata satu persatu.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan refraksi menurut Satino, Ariani dan Lestari (2000).

1. Non bedah.

Gangguan refraksi harus diperbaiki agar cahaya adapat terfokus pada retina. Perbaikan ini dapat

menggunakan sebuah lensa. jenis lensa yang digunakan tergantung dari jenis kelainan refraksi.

a. Myopia menggunakan lensa konkaf atau negatif.

b. Hipermetropia menggunakan lensa konveks atau positif.


c. Presbiopia dapat menggunakan lensa konveks tetapi jika pasien tidak dapat melihat jarak jauh,

menggunakan lensa konkaf konveks atau lensa ganda.


d. Astigmatisma menggunakan lensa silinder.

Lensa tersebut dapat digunakan dengan menggunakan kaca mata atau lensa kontak.

1) Kaca mata.

Keuntungan :

a) Mudah dugunakan

b) Harganya lebih murah dan tahan lama.

Kerugian :

a) Perubahan penampilan fisik


b) Beratnya frame pada hidung dan penurunan penglihatan periperal karena penglihatan dapat

menjadi baik jika pasien melihat melalui pusat lensa.

2) Contact lense atau lensa kontak.

Merupakan diskus atau cakram bulat dari plastik yang di design untuk mengistirahatkan kornea

mata dan dipasang dibawah mata. Contak lense dipasang sesuai dengan ukuran, bentuk kornea dan

kekuatan refraksi atau pembiasan yang diinginkan.

Kerugian :

a) Sulit dalam perawatan.

b) Harga lebih mahal.

c) Ada jangka waktu pemakaian ( tidak tahan lama ).

Keuntungan :

a) Model lebih simple.

b) Tidak menimbulkan gangguan penampilan peran.

c) Bisa berfungsi sebagai estetika.

2. Bedah

Pembedahan dapat mejadi alternatif tindakan untuk kelainan refraksi. Radial keratotomy

merupakan tindakan bedah untuk mengatasi myopia sedang 8 – 16 insisi diagonal dibuat melalui
90% pada periperal kornea. contac cornea tidak di insisi sehingga penglihatan tidak dipengaruhi

insisi pada kornea yang mana menurunkan panjang antereposterior mata dan membantu gambaran
terfokus pada retina. Komplikasi pada pembedahan ini diantaranya luka atau scar pada kornea jika

insisi terlalu dalam dan kegagalan untuk mencapai kecukupan perbaikan jika insisi terlalu dangkal.

3. Prosedur bedah

Prosedur bedah yang lain yang dapat dilakukan untuk memperbaikai kelainan refraksi yaitu

epikeratophakia pembedahan dari donor jaringan kornea untuk klien kita yang mengalami kelainan

refraksi akan tetapi dalam hal ini jaringan donor yang digunakan untuk prosedur ini tidak semua

pasien dapat menerima transplantasi korne dari donor.

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN GANGGUAN REFRAKSI

A. Pengkajian
1. Wawancara

Menurut Burnner dan Suddath (2000), informasi yang perlu didapatkan pada wawancara adalah

sebagai berikut :

a. Menanyakan kepada psien tentang sejarah penyebab dan waktu mulai terjadinya gangguan

penglihatan tersebut. Pasien dengan diabetik mokular edema misalnya tipe tertentu mempunyai

ketajaman penglihatan naik turun. Pasien dengan mokular degenerasi mempunyai pusat masalah

ketajaman.

b. Menyanyakan kepada pasien sehubungan dengan kerusakan lapang periperal dimana pada kondisi

ini pasien akan lebih kesulitan saat mobilisasi sehingga ketergantungan aktifitas hidup sehari –

hari (Medication Segmen) menjadi sebuah kebiasaan (seperti merokok).


c. Mengkaji tentang penerimaan dari keterbatasan fisik melalui penggunaan fisual harus

diidentifikasi pula mengenai pengharapan realistic darlowvition.


2. Data dasar pengkajian pasien.

a. Aktifitas istirahat.

Gejala : perubahan aktifitas berhubungan dengan penglihatan lelah bila membaca.

b. Neurosensori.

Gejala : gangguan penglihatan kabur atau tidak jelas , sinar terang yang menyebabkan silau.

Tanda : bilik mata dalam, pupil lebar.

c. Nyeri atau kenyamanan

Gejala : Nyeri pada mata dan sekitar mata, sakit kepala, pusing
3. Pemeriksaan fisik

a. Celah kelopak mata sempit

b. Gambaran bulan sabit pada polos posterior fundus mata.

c. Tidak teraturnya lekukan kornea.

d. Mata berair.

e. Juling

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan adanya perubahan penerimaan

sensor.

2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya agen cidera biologi.

3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan hilangnya keseimbangan.

C. Intervensi
Diagnosa 1 : Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan adanya perubahan

penerimaan sensor

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan stimulus


penglihatan yang diterima dapatsesuai dengan kenyataanya dengan kriteria hasil :

1. Pasien mampu mengidentifikasi diri sendiri.


2. Pasien mampu mengidentifikasi orang lain.

3. Pasien mampu mengidentifikasi tempat saat ini.

4. Pasien mampu mengidentifikasi hari, bulan, tahun, dan musim yang benar.

Intervensi :
1. Beri bantuan dalam pembelajaran dan penerimaan metode alternatif untuk menjalani hidup

dengan kurangnya fungsi penglihatan.

2. Manipulasi lingkungan sekitar pasien senyaman mungkin.

3. Tingkatkan penglihatan pasien yang masih tersisa dengan mengoptimalkan pencahayaan.


4. Jangan memindahkan barang – barang di dalam kamar pasien untuk mempermudah pasien

menemukan barang yang dibutuhkan.

5. Pastikan akses ke dan penggunaan alat bantu sensori seperti alat bantu dengar dan kacamata.

Diagnosa 2 : Nyeri akut berhubungan dengan adanya agen cidera biologi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pasien mampu

mengotrol nyeri dengan kriteria hasil :

1. Pasien mengetahui penyebab dari nyerinya.

2. Pasien dapat mendeteksi dengan segera adanya serangan nyeri.

3. Pasien dapat mengurangi nyeri dengan tanpa menggunakan obat –obatan anti nyeri.

4. Pasien dapat menggunakan obat – obatan anti nyeri sesuai resep yang dianjurkan.

5. Pasien melaporkan nyeri terkontrol.

Intervensi :
1. Observasi karakteristik nyeri (penyebabnya, kualitasnya, skalanya, waktu terjadinya, arealnya dan

frekuensinya)

2. Kontrol kondisi lingkungan agar tercipta lingkungan yang nyaman (suhu udara, kebisingan,
kepadatan jumlah pengunjung)
3. Dorong pasien untuk dapat mengontrol nyerinya sendiri saat nyeri menyerang dan menentukan

tindakan yang tepat.

4. Dorong pasien untuk banyak beristirahat guna mengurangi nyeri.

5. Kolaborasi dengan medis untuk pemberian obat – obatan anti nyeri.

Diagnosa 3 : Resiko tinggi cidera berhubungan dengan hilangnya keseimbangan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pasien dapat

mengontrol factor cidera kare keterbatasan penglihatanya dengan kriteria hasil :

1. Pasien mampu mendeteksi penyebab dari kerusakan penglihatanya.

2. Pasien mampu menggunakanalat bantu penglihatan

3. Pasien mampu menggunakan obat –obatan untuk mata.

4. Pasien mampu memonitor penyebab terjadinya cidera yang ada di lingkunganya.

5. Pasien mampu melakukan aktifitas dengan lancar dengan bantuan cahaya yang adekuat.

Intervensi :
1. Identifikasi resiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cidera.

2. Hindari kegiatan yang menyebabkan cidera fisik.

3. Pantau faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan.

4. Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko.

5. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko injuri.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan refraksi mata adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara miring dari suatau

medium ke mediuGm lain yang berbeda densitasnya. Penyimpangan tersebut terjadi pada

permukaan pembatas kedua medium tersebut yang dikenal sebagai permukaan refraksi (Dorland,

1996; 1591 ). Terdapat 2 gangguan refraksi mata yaitu ametropia dan presbiopi. Ametropia dibagi

lagi menjadi 4 macam yaitu, miopi, hipermetropi, afakia, dan astigmatisme. Etiologi dan
manifestasi klinis dari gangguan refraksi mata tergantung dari jenis refrakasi mata itu sendiri.

Adapun komplikasi dari gangguan refraksi mata antara lain Strabismus, Juling atau

esotropia, perdarahan badan kaca, ablasi retina, glaukoma sekunder, kebutaan. Terdapat 3

penatalaksanaan untuk pasien dengan gangguan refraksi mata yaitu non bedah, bedah dan prosedur

bedah.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner Suddarth. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.

Carpenito, Lynda Jual. 2007. Rencana Asuhan dan Pendokumentasian Keperawatan. Alih Bahasa

Monika Ester. Edisi 2. EGC. Jakarta.


Dorland. 1996. Kamus Kedokteran. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed. 3. EGC. Jakarta.


lyas S, Hifema. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Ilyas,Sidarta. Muzakkir Tanzil. Salamun. Zainal Azhar. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Makalah Gangguan Refraksi. 2013. http://aanborneo.blogspot.com/2013/04/-makalah-gangguan-refraksi-

mata_21.html. Accessed 11 April 2014.

Mansjoer, Arif. Dkk (1999 dan 2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I dan II, Fakultas Kedokteran UI

: Media Aescullapius. Jakarta.

Timby, Scherer, Smith. 1999. Introductory Medical Surgical Nursing. Ed ke-7. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.

abu, 24 Desember 2014

Prinsip Koreksi Mata (Miopia, Hipermetropia, dan


Presbiopia)

Nama : Ika Oktavia Risdiana M


NIM : G1D014021

Kelompok 1

Atyanti Isworo, S. Kep., Ns., M. Kep., Sp. KMB

PRINSIP KOREKSI MATA


System indra merupakan sistem yang sangat vital dalam kehidupan. Ada mata sebagai indra
penglihatan, telinga sebagai indra pendengaran, hidung sebagai indra pembau, kulit sebagai indra peraba,
dan lidah sebagai indra perasa atau pengecap. Namun, alat indra tersebut jika tidak dijaga dengan baik
akan menimbulkan kerusakan, seperti mata. Mata adalah struktur bulat berisi cairan yang dibungkus
dengan tiga lapisan. Dari lapisan paling luar sampai lapisan paling dalam mata adalah (1) sklera/kornea;
(2) koroid; dan (3) retina (Sherwood, 2011).

Kelainan mata yang saat ini paling banyak terjadi yaitu miopia (rabun jauh). Saat ini miopia paling
banyak dialami oleh remaja, bahkan anak-anak pun sekarang sudah semakin banyak yang menggunakan
kacamata tebal. Miopia atau penglihatan dekat adalah kekuatan optik mata terlalu tinggi, biasanya karena
bola mata yang panjang, dan sinar cahaya paralel jatuh pada fokus didepan retina (James, Chew, dan Bron,
2005). Miopia atau sering disebut minus adalah jenis kelainan mata yang menyebabkan penderitanya
tidak dapat melihat benda dari jarak jauh dengan baik (Subroto). Miopia dapat terjadi apabila mata tidak
mampu melakukan akonodasi secara adekuat untuk benda yang jauh. Miopia dapat terjadi akibat
pemanjangan bola mata pada masa pertumbuhan yang menyebabkan bayangan difokuskan didepan
retina (Corwin, 2009). Miopia ringan umumya dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata atau kensa
kontak. Namun, untuk mata minus tinggi, penggunaan kacamata seringkali menyebabkan aktivitas
penderita terganggu karena kacamata yang digunakan pasti berlensa tebal. Bila sudah demikian,
diperlukan operasi untuk mengatasinya (Subroto).
Selain miopia, kelainan mata yang lain yaitu hipermetropia yang sering disebut juga dengan rabun
dekat. Hipermetropia ini dapat terjadi apabila mata tidak mampu melakukan akonodasi secara adekuat
untuk benda yang dekat sehingga menyebabkan benda difokuskan dibelakang retina. Hipermetropia ini
dapat terjadi pada usia muda atau dapat terjadi pada usia lebih lanjut (Corwin, 2009). Hipermetropia
menyebabkan penderitanya dapat melihat dari jarak jauh dengan lebih baik daripada dari jarak dekat.
Biasa disebut pula dengan mata plus. Sama halnya dengan mata minus, mata plus ringan juga dapat
dikoreksi dengan kacamata atau lensa kontak. Sementara untuk mata plus tinggi diperlukan
operasi (Subroto).
Kelainan mata selain miopia dan hipermetropia, ada pula presbiopia. Presbiopia adalah mata tua
karena tidak adanya elastisitas mata dan tidak mampunya melihat benda dekat (Berman, 2009). Mata tua
ini disebabkan pula karena faktor usia. Dengan kata lain, mata tua merupakan kemunduran daya
penglihatan karena faktor usia. Presbiopia dapat terjadi bersamaan dengan miopia, hipermetropia,
maupun astigmata. Penyakit presbiopia dapat diatasi ataudikoreksi dengan menggunakan lensa rangkap
atau bifokus. Kacamata ini mempunyai dua lensa, yaitu untuk membaca dipasang dibawah dan untuk
melihat jarak jauh dipasang diatas.namun, apabila penglihatan jarak jauh masih baik, bisa menggunakan
kacamata untuk baca (Swadaya).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa mata merupakan organ vital yang sangat penting
dan berpengaruh dalam kehidupan. Kelainan pada mata dapat berupa miopia (rabun jauh), hipermetropia
(rabun dekat), dan presbiopia (mata tua). Oleh karena itu, mari kita jaga mata ini dengan baik-baik. Jangan
merusaknya dengan hal-hal yang salah seperti membaca sambil tidur, menonton televisi terlalu dekat,
ataupun bermain games tanpa kenal waktu. Jadi, gunakanlah mata dengan baik dan benar.

Daftar Pustaka :

Berman, Audrey dkk. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Ed. 5. Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Ed. 3. Jakarta : EGC.

James, Bruce, Chris Chew, dan Anthony Bron. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Ed. 9. Jakarta : Erlangga.

Subroto, H.M.M.A. Kesembuhan melalui Air Mata (Terapi Penyakit Mata dengan Keben): AgroMedia.

Swadaya, Niaga. Terapi Mata dengan Pijat dan Ramuan. Jakarta : Penebar Plus.
Diposting oleh Ika Oktavia Risdiana M di 18.18

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Posting Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Anda mungkin juga menyukai