Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ILMU BEDAH KASUS BESAR

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

ASITES SUSP. TUBERCULOSIS USUS

OLEH :

Sri Hasriani Haris


K1A1 12 012

PEMBIMBING
dr. Tedjo Arianto Sp.B-KBD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

1
BAB I
IDENTIFIKASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Tanggal Lahir : 10 November 1975
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Morowali, Desa Sainoa
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk : 4 November 2018
RM : 54 19 89
DPJP : dr. Tedjo Arianto, Sp.B-KBD

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Perut membesar
2. Anamnesis Terpimpin : Pasien datang dengan perut membesar sejak lima
hari yang lalu. Sebelum perut membesar pasien sering mengeluhkan nyeri
perut yang hilang timbul, bersifat tumpul dengan intensitas sedang. Pasien
mengatakan hal ini baru pertamakali dialami. Keluhan lain mual (+),
muntah (-), riwayat sering demam (+). BAK dalam batas normal, BAB (-)
sejak satu hari yang lalu. Tiga hari sebelumnya pasien 2x BAB cair
bercampur lendir (+), darah (-), berwarna hitam (-). Pasien juga mengaku
mengalami penurunan berat badan dan nafsu makan yang dialami sejak
satu bulan yang lalu. Riwayat penyakit sebelumnya : Pasien menderita
batuk lama sejak enam bulan yang lalu, berdahak (+),berdarah (+),keringat
malam(+),namun tidak memeriksakan diri ke puskesmas.Riwayat penyakit
tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-). Riwayat penggunaan obat –
obatan serta jarum suntik tidak ada. Riwayat operasi sebelumnya tidak
ada. Riwayat imunisasi tidak diketahui. Riwayat keluarga atau tetangga
menderita keluhan yang sama tidak diketahui.

2
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sakit sedang, Composmentis, Status gizi kurang
Tanda Vital
TD Nadi Pernafasan Suhu
130/80 mmHg 86 x/Menit 20 x/Menit 37 0C

Status Generalis
Kepala Normosefal, deformitas (-)
Mata Konjuntiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Leher Pembesaran KGB daerah colli dextra Ukuran 2x1 cm, lunak,
mobile. JVP dalam batas normal
Thoraks Inspeksi
Simetris kiri = kanan. Deformitas (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus dalam batas normal
Perkusi
Sonor kiri = kanan
Auskultasi
Bunyi nafas vesikuler, Rhonki +/+, Wheezing -/-
Jantung Inspeksi
Iktus kordis tidak tampak, deformitas (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi
Batas jantung kesan normal
Auskultasi
Bising jantung (-)
Abdomen STATUS LOKASI
Ekstremitas Edema -/-

STATUS LOKASI REGIO ABDOMEN


Inspeksi Cembung, ikut gerak nafas, Distensi (+)
Auskultasi Peristaltik (+) kesan menurun
Palpasi Nyeri tekan (+) seluruh regio abdomen, Massa (-), undulasi
(+)
Perkusi Pekak seluruh region abdomen

3
Gambar 1. Abdomen tampak anterior

Gambar 2. Abdomen tampak lateral

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Darah Rutin (04/11/2018)
Parameter Nilai Rujukan
WBC 5,37 103 U/L 4000-10000
HGB 9,2 g/dL 12.0-16.0
MCV 74,1 fL 80-97 fL
MCH 22,7 pg 26,5-33 pg
MCHC 30,6 g/dL 31,5-35 g/dL
PLT 464 103 U/L 150-400 103 U/L

4
Kimia Darah (04/11/2018)
Parameter Nilai Rujukan
GDS 94 70-180 mg/dL
Ureum 30 15-40 mg/dL
Creatinine 0,6 0,5-1,0 mg/dL
SGOT 42 <31 U/L
SGPT 36 <31 U/L

Darah Rutin (07/11/2018)


Parameter Nilai Rujukan
WBC 7,34 103 U/L
HGB 11,2 g/dL
PLT 542 103 U/L

Kimia Darah (07/11/2018)


Parameter Nilai Rujukan
Albumin 2,8 3,5-5,2 gr/dL

2. USG
15/11/2018
- Tampak cairan bebas di cavum abdomen
- Saat ini hepar, gall bladder, pancreas, ginjal, hepar, lien, uterus, dan
adneksa tak tampak kelainan
Kesan : Asites

Gambar 3. USG Abdomen

5
3. BNO 3 Posisi
04/11/2018
- Tampak ground glass appearance di cavum abdomen sampai cavum
pelvis disertai floating gas usus
- Tak tampak jelas gambaran coiled spring, hearing bone sign
- Bayangan hepar dan lien tak tampak membesar
- Countour ginjal kanan dan kiri tidak tampak jelas
- Tak tampak bayagan radiopak sepanjang traktus urinarius
- Psoas shadow kanan dan kiri tak tampak jelas
- Tampak osteofit pada VL 3,4,5 pedicle dan spatium intervertebralis
tampak baik
BNO Tegak/LLD
- Tak tampak gambaran step ladder patologis maupun udara diluar
countour usus.
Kesan
- Curiga asites
- Spondylosis lumbalis

Gambar. 4 BNO 3 Posisi

6
E. RESUME
Perempuan usia 45 tahun masuk ke IGD dengan perut membesar sejak
lima hari yang lalu. Sebelum perut membesar pasien sering mengeluhkan
nyeri perut yang hilang timbul, bersifat tumpul dengan intensitas sedang.
Pasien mengatakan hal ini baru pertamakali dialami. Keluhan lain mual (+),
muntah (-), riwayat sering demam (+). BAK dalam batas normal, BAB (-)
sejak satu hari yang lalu. Tiga hari sebelumnya pasien 2x BAB cair bercampur
lendir (+), darah (-), berwarna hitam (-). Pasien juga mengaku mengalami
penurunan berat badan dan nafsu makan yang dialami sejak satu bulan yang
lalu.
Riwayat penyakit sebelumnya : Pasien menderita batuk lama sejak
enam bulan yang lalu, berdahak (+), berdarah (+), keringat malam (+), namun
tidak sempat memeriksakan diri ke puskesmas.
Pada pemeriksaan ditemukan sakit sedang dengan gizi kurang. Pada
pemeriksaan fisik menyeluruh ditemukan konjuntiva pucat, pemeriksaan leher
teraba pembesaran KGB daerah colli dextra ukuran 2x1 cm, lunak, mobile.
Pemeriksaan thoraks ditemukan auskultasi terdapat rhonki pada kedua
lapangan paru, pada pemriksaan kardiovaskular dalam batas normal. Pada
pemeriksaan abdomen ditemukan cembung, ikut gerak nafas, peristaltik (+)
kesan menurun, nyeri tekan (+) seluruh region abdomen, Massa (-), pekak
seluruh region abdomen.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb 9,2, MCV 74,1, MCH
22,7, MCHC 22,7 dan hipoalbuminemia
Pemeriksaan ultrasound ditemukan asites, dan pada foto BNO 3 posisi
ditemukan spondilosis lumbalis tanpa tanda - tanda obstruksi.
F. DIAGNOSA KERJA
Asites + Suspek Tuberculosis Usus + Anemia

G. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
Tirah baring

7
Farmakologi
- IVFD RL 28 tpm
- Pantoprazole 1 Vial/12J/IV
- Antrain 1A/8J/IV

H. FOLLOW UP
Minggu S : Nyeri perut P : IVFD RL 28 tpm
4/11/2018 O : TD 110/80 mmHg Pantoprazole 1Vial/12J
N 84 x/menit Antrain 1A/8J/IV
P 22 x/menit
S 37,1 oC
Abdomen
I: Cembung, ikut gerak nafas,
Distensi (+)
A:Peristaltik (+) kesan menurun
P: Nyeri tekan (+) seluruh regio
abdomen, Massa (-), undulasi
(+)
P: Pekak seluruh region
abdomen
A : PH0 Asites + Anemia
Senin S : Nyeri perut P : Transfusi PRC 1 Bag
5/11/2018 O : TD 110/80 mmHg IVFD RL 28 tpm
N 84 x/menit Pantoprazole 1Vial/12J
P 22 x/menit Antrain 1A/8J/IV
S 37,1 oC
Abdomen
I: Cembung, ikut gerak nafas,
Distensi (+)
A:Peristaltik (+) kesan menurun
P: Nyeri tekan (+) seluruh regio
abdomen, Massa (-), undulasi
(+)
P: Pekak seluruh region
abdomen

A : PHI Asites + Anemia


Selasa S : Nyeri perut P : Cek Darah rutin
6/11/2018 O : TD 110/80 mmHg RL : NS : Aminofluid
N 84 x/menit Pantoprazole 1Vial/12J
P 22 x/menit Antrain 1A/8J/IV
S 37,1 oC Rencana laparotomi drainase
Abdomen
I: Cembung, ikut gerak nafas,
Distensi (+)
A:Peristaltik (+) kesan menurun
P: Nyeri tekan (+) seluruh regio
abdomen, Massa (-), undulasi
(+)
P: Pekak seluruh region
abdomen

A : PH2 Asites + Anemia

8
Rabu S : Nyeri seluruh perut P : Cek albumin
7/11/2018 O : TD 130/80 mmHg Transfusi PRC 1 bag
N 84 x/menit RL : NS : Aminofluid
P 22 x/menit Antrain 1A/8J/IV
S 37,1 oC Pantoprazole 1Vial/12J

A : PH3 Asites + Anemia


Kamis S : Nyeri perut P : As. Mefenamat 3x1
8/11/2018 O : TD 130/80 mmHg Omeprazol 3x1
N 84 x/menit Neurodex 2x1
P 22 x/menit
S 37,1 oC
Abdomen
I: Cembung, ikut gerak nafas,
Distensi (+)
A:Peristaltik (+) kesan menurun
P: Nyeri tekan (+) seluruh regio
abdomen, Massa (-), undulasi
(+)
P: Pekak seluruh region
abdomen

A : PH4 Asites + Anemia


Jumat S : Nyeri perut P : As. Mefenamat 3x1
9/11/2018 Muntah 1x Omeprazol 3x1
O : TD 110/80 mmHg Neurodex 2x1
N 84 x/menit
P 22 x/menit
S 37,1 oC
Abdomen
I: Cembung, ikut gerak nafas,
Distensi (+)
A:Peristaltik (+) kesan menurun
P: Nyeri tekan (+) seluruh regio
abdomen, Massa (-), undulasi
(+)
P: Pekak seluruh region
abdomen

A : PH5 Asites + Anemia


Sabtu S:- P : Rencana OP hari ini
10/11/2018 O : TD 110/80 mmHg Instruksi Post OP
N 84 x/menit Ceftriaxon 1 gr/12 j/iv
P 22 x/menit Ranitidine 1A/12 j/iv
S 37,1 oC Ketorolac 1A/12 j/iv
Abdomen
I: Cembung, ikut gerak nafas,
Distensi (+)
A:Peristaltik (+) kesan menurun
P: Nyeri tekan (+) seluruh regio
abdomen, Massa (-), undulasi
(+)
P: Pekak seluruh region
abdomen

A : PH6 Asites + Anemia


Minggu S:-
11/11/2018 O : TD 110/80 mmHg Instruksi Post OP
N 84 x/menit Ceftriaxon 1 gr/12 j/iv
P 22 x/menit Ranitidine 1A/12 j/iv

9
S 37,1 oC Ketorolac 1A/12 j/iv
Drain 900 cc/10 jam
Urin 300 cc/8 jam
Abdomen
I: Datar, ikut gerak nafas,
A:Peristaltik (+)
P: Nyeri tekan (-)Massa (-),
undulasi (-)
P: Tympani

A : POH1 Susp. TB usus +


Anemia
Senin S : Nyeri bekas OP, Mual P : Ganti drain & GV
12/11/2018 O : TD 100/70 mmHg Ganti oral
N 84 x/menit Ciprofloxacin 2x1
P 22 x/menit As. Mefenamat 3x1
S 37,1 oC Omeprazol 2x1
Drain 100 cc RL + NS Tiap ganti
Abdomen
I: Datar, ikut gerak nafas,
A:Peristaltik (+)
P: Nyeri tekan (-)Massa (-),
undulasi (-)
P: Tympani

A : POH2 Asites + Anemia +


Susp TB Usus
Selasa S : Nyeri bekas OP, Mual P : Ciprofloxacin 2x1
13/11/2018 O : TD 100/70 mmHg As. Mefenamat 3x1
N 84 x/menit Omeprazol 2x1
P 22 x/menit RL + NS Tiap ganti
S 37,1 oC
Drain 50 cc
Abdomen
I: Datar, ikut gerak nafas,
A:Peristaltik (+)
P: Nyeri tekan (-)Massa (-),
undulasi (-)
P: Tympani

A : POH3 Asites + Anemia +


Susp TB Usus
Rabu S : Nyeri bekas OP, Mual P : Aff Drain & Infus
14/11/2018 O : TD 100/70 mmHg Ciprofloxacin 2x1
N 84 x/menit As. Mefenamat 3x1
P 22 x/menit Omeprazol 2x1
S 37,1 oC
Drain 20 cc
I: Datar, ikut gerak nafas,
A:Peristaltik (+)
P: Nyeri tekan (-)Massa (-),
undulasi (-)
P: Tympani

A : POH4 Asites + Anemia +


Susp TB Usus
Kamis S : Nyeri perut, Mual P : Ciprofloxacin 2x1
15/11/2018 O : TD 100/70 mmHg As. Mefenamat 3x1
N 84 x/menit Omeprazol 2x1
P 22 x/menit Pasien boleh pulang

10
S 37,1 oC
I: Datar, ikut gerak nafas,
A:Peristaltik (+)
P: Nyeri tekan (-)Massa (-),
undulasi (-)
P: Tympani

A : POH5 Asites + Anemia +


Susp. TB Usus

I. Dokumentasi Operatif

11
Instruksi Post Operasi

Pemeriksaan Histopatologi Dinding Peritoneum

Mikroskopis :

Sedian jaringan menunjukan granuloma-granuloma yang terdiri dari


kumpulan sel histiosit epiteloid, limfosit, dan sel datia. Beberapa
dengan inti yang tersusun di tepi (sel datia langhans). Struktur
granuloma tersebut tersebar di antara jaringan ikat.

Kesimpulan : Peradangan Spesifik Menyokong suatu infeksi


Tuberkulosis

J. DIAGNOSIS AKHIR

Tuberkulosis Usus

K. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

12
TUBERCULOSIS USUS
Sri Hasriani Haris, Tedjo Arianto

A. PENDAHULUAN
Tuberculosis (TB) bertanggung jawab sekitar 1,7 juta kematian
diseluruh dunia, dan jumlah kasus baru (lebih dari 9 juta) yang terbesar dalam
sejarah. TB dikaitkan dengan kemiskinan dan imunodifisiensi.1
Paru – paru merupakan organ primer yang terkena namun dapat juga
mengenai ekstrapulmonal. Diperkirakan sekitar 10-12% kasus merupakan TB
ekstrapulmonal dan sekitar 10-16% mengenai abdomen. TB abdomen dapat
mengenai usus, peritoneum, limfonodus, dan organ solid abdomen. Beberapa
laporan kasus mengatakan bahwa sebanyak 2-3% TB abdomen terjadi di
kolon. TB usus dapat ditemui disemua usia namun didominasi usia 20-40
tahun1,2,3

B. ANATOMI USUS
Panjang usus besar (kolon dan rectum) 1.500cm, yang terdiri dari sekum,
kolon asenden, kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum.
Dinding usus besar mempunyai tiga lapis yaitu lapisan mukosa (bagian dalam),
yang berfungsi untuk mencerna dan absorpsi makanan, lapisan muskularis
(bagian tengah) yang berfungsi untuk mendorong makanan ke bagian bawah,
dan lapisan serosa (bagian luar), bagian ini sangat licin sehingga dinding usus
tidak berlengketan satu sama lain di dalam rongga abdomen. Berbeda dengan
mukosa usus halus, pada mukosa kolon tidak dijumpai villi dan kelenjar
biasanya lurus-lurus dan teratur. Permukaan mukosa terdiri dari pelapis epitel
tipe absortif (kolumnar) diselang seling sel goblet. Pelapis epitel kripta terdiri
dari sel goblet. Pada lamina propria secara sporadik terdapat nodul jaringan
limfoid. Sel berfungsi mengabsorpsi air, lebih dominan pada kolon bagian
proksimal (asendens dan tranversum), sedangkan sel goblet lebih banyak
dijumpai pada kolon desenden. Lamina propria lebih seluler (sel plasma,
limfosit dan eosinofil) pada bagian proksimal dibanding dengan distal dan

13
rektum. Pada bagian distal kolon, sel plasma hanya ada dibawah epitel
permukaan. Sel paneth bisa ditemukan pada sekum dan kolon asenden. Pada
anus terdapat sfingter anal internal (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot
rangka) yang mengitari anus4.

Gambar 1. Anatomi Usus

C. EPIDEMIOLOGI
Tuberculosis adalah pembunuh kedua setelah HIV AIDS yang
disebabkan oleh infeksi. Menurut World Health Organization (WHO), pada
tahun 2013 lebih 9 juta orang didiagnosa dengan tuberculosis dan 1,5 juta
meninggal. Jumlah kasus terbanyak terdapat di Asia Tenggara dan Pasifik
Barat sekitar 56% dari semua kasus baru yang terjadi di seluruh dunia.5
Tuberculosis adalah penyakit social dengan aspek medis digambarkan
sebagai barometer kesejahteraan social. Factor social termasuk kemiskinan,
ketidaktahuan, buta huruf, kepadatan penduduk, kekurangan gizi, dan
kurangnya kesadaran masyarakat.5
Beberapa tahun terakhir insidensi tuberculosis abdominal juga
meningkat. Tuberculosis abdominal hadir 6 kali lebih sering dari tuberculosis

14
ekstrapulmonal setelah limfa, genitourinary, tulang dan sendi, dan meningitis
tuberculosis.5
Tuberculosis usus lebih sering terjadi pada dewasa dengan rasio laki –
laki dibanding perempuan sekitar 1:2.5
D. ETIOLOGI
Tuberculosis disebabkan oleh beberapa organisme Mycobacterium
Tuberculosis Complex (MTBC), termasuk Mycobacterium Tuberculosis,
penyebab tuberculosis pada manusia, M. Africanum, penyebab tuberculosis
pada manusia hanya di sebagian daerah Afrika, M. bovis, M. caprae, dan M.
pinnipedi, penyebab tuberculosis pada mamalia liar dan peliharaan, M.
microti, penyebab tuberculosis pada tikus.6
Mtb adalah Mycobacteria yang tumbuh sangat lambat dengan waktu
sekitar 12-24 jam di bawah kondisi optimal. Mtb memiliki dinding yang khas,
sangat kuat untuk mencegah masuknya senyawa berbahaya dan obat – obatan
dan memainkan peran mendasar dalam factor virulensi. Mtb memiliki
membrane luar yang fungsinya sama dengan bakteri gram negative terdiri dari
dua lapisan lemak asimetris yang terbuat dari asam lemak dan glikolipid dan
membrane luarnya terdiri dari lilin. Membrane luar dan dalam membentuk
ruang periplasmik, dengan adanya lapisan tipis dari peptidoglikan terhubung
dengan arbinogalaktan dan lipoarabinomannan yang terikat pada asam
mikolik. Isoniazid dan etambutol, obat tb yang efektif, dengan target asam
mikolik dan arabinogalaktan yang masing – masing penting dalam
pembentukan dinding Mtb.6

E. PATOFISIOLOGI
Beberapa pendapat bagaimana basil tubercle mencapai traktus
gastrointestinal (i) menyebar hematogen dari focus primer pada anak, dengan
reaktivasi (ii) menelan basil pada sputum dari focus paru yang aktif (iii)
penyebaran langsung dari organ berdekatan (iv) aliran limfa dalam limfonodus
yang terinfeksi.7

15
Sebelumnya dipercayai kebanyakan kasus disebabkan karena reaktifasi
focus yang kemudian dipatahkan menggunakan DNA yang memperlihatkan
sekitar 40% kasus disebabkan karena reinfeksi. Di India, organism isolasi dari
usus merupakan M. tuberculosis, dan M. bovis.7
Awalnya, basil tuberkel masuk ke traktus intestinal melalui pencernaan
dari sputum terinfeksi. Lapisan mukosa traktus gastrointestinal dapat
terinfeksi oleh basil dengan membentuk tuberkel epiteloid pada jaringan
limfoid submukosa. Setelah 2-4 minggu, nekrosis kaseosa dari tuberkel
menyebabkan ulserasi dari mukosa diatasnya yang dapat menyebar ke lapisan
terdalam dan masuk ke limfonodus terdekat dan masuk ke peritoneum. Jarang,
basil dapat masuk ke sirkulasi portal atau arteri hepatic sampai mengenai
organ solid seperti hati, pancreas, dan lien. Mekanisme kedua adalah
penyebaran hematogen dari focus tuberkel dari tempat lain di tubuh ke organ
solid abdomen, ginjal, limfonodus, dan peritoneum. Mechanisme ketiga
termasuk penyebaran langsung ke peritoneum dari focus infeksi sekitarnya,
termasuk tuba fallopi atau adnexa, atau abses psoas, dan spondilitis
tuberculosis. Terakhir dapat menyebar melalui aliran limfa dari nodus yang
terinfeksi.8

F. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinik tergantung tempat dan tipe yang terkena (Tabel 1)
Table 1. Gejala Klinik
Tempat Tipe Gejala klinik
Usus kecil Ulserasi Diare
Malabsorbsi
Usus besar Striktur Obstruksi
Ulserasi Perdarahan rectum
Hipertrofi Massa, obstruksi
Peritoneum Asites Nyeri, distensi
Adhesi Obstruksi
Limfonodus - Massa, obstruksi
Dikutip dari kepustakaan9

16
1. Small bowel tuberculosis
Mengenai usus kecil tuberculosis lebih sering dikatakan
tuberculosis enteritis. Region ileocaecal adalah region yang paling sering
terkena pada traktus gastrointestinal. Kemungkinan disebabkan
peningkatan fisiologis statis, peningkatan jumlah cairan, absorbs elektrolit,
aktifitas digestif minimal, dan banyaknya jaringan limfoid pada tempat
tersebut. Terlihat dari sel M yang berhubungan dengan payer patch yang
dapat memfagositosis basil BCG.7,10
Perjalanan tuberculosis lambat, dan pasien mungkin tidak mencari
pengobatan sampai komplikasi muncul. Beberapa penelitian terbaru
mengemukakan tentang gejala tuberculosis yang paling sering muncul
yaitu demam, nyeri abdomen (sering kronik), keringat malam, lelah,
kehilangan berat badan, konstipasi, diare, dan perdarahan. Kadang –
kadang dapat dirasakan teraba massa abdomen, lebih sering dikuadran
kanan bawah 9,10

2. Colorectal Tuberculosis
Tuberculosis colon jarang namun beberapa literature tetap
menggambarkan dengan baik. Sama dengan tuberculosis enteritis, gejala
kliniknya tidak spesifik termasuk demam, kehilangan berat badan, nyeri
perut, perdarahan gastrointestinal, dan diare. Kadang – kadang teraba
massa abdominal. Caecum lebih sering terkena.10
Pada keadaan kolon terkena, tuberculosis mengenai rectum dan
anus dilaporkan. Relative jarang, hanya sekitar 1% dari tuberculosis usus
yang mengenai anus. Gejalanya termasuk fissure ani, dan lesi perianal
rekurent.10

G. LANGKAH DIAGNOSIS
Paustian pada tahun 1964, menyebutkan untuk mendiagnosis
tuberculosis usus 1 dari 4 kriteria harus terpenuhi : (i) bukti histology dari
tuberkel dengan nekrosis kaseosa, (ii) deskripsi khas baik dari temuan operasi

17
dengan biopsy nodus mesenterikus memperlihatkan bukti histology
tuberculosis., (iii) inokulasi hewan atau kultur jaringan yang dicurigai
menghasilkan pertumbuhan M. tuberculosis, (iv) gambaran histology basil
tahan asam.7
Criteria ini harus diingat dan diagnosis dibuktikan dengan radiologis
dan histopatologi.7
1. Laboratorium
Tidak ada temuan spesifik termasuk pada laboratorium rutin selain
anemia ringan dan peningkatan laju endap darah pada 50-80% pasien.
Leukosit biasanya normal, dan hipoalbuminemia7,9
Tuberculin test biasanya positif tetapi tidak bernilai untuk
membedakan antara penyakit aktif dan penyakit tidak aktif. Test serologi
seperti soluble antigen fluorescent antibody (SAFA) dan enzyme – linked
immunosorbent assay (ELISA) tidak sensitive dan spesifik dan hanya
memberikan diagnosis tidak pasti.11

2. Pemeriksaan Cairan Asites


Cairan asites pada tuberculosis berwarna kekuningan dengan
protein >3 gr/dL, dengan total cell count 150-4000/µL, umumnya terdiri
dari limfosit (70%). Glukosa ratio kurang dari 0,96 dan albumin
gradiennya kurang dari 1,1 g/dL.7
Pada pewarnaan dan kultur rendah. Pewarnaan basil tahan asam
positif kurang dari 3% dari semua kasus. Kultur positif kurang dari 205
kasus, dan mengambil waktu 6-8 minggu untuk munculnya koloni M.
tuberculosis.7
Adenosine deaminase (ADA) adalah aminohidrolase yang
mengubah adenosine ke inosin dan terlibat dalam katabolisme purin.
Aktifitas enzim lebih banyak pada limfosit T dibanding B, derajat
pembelahan dari sel T. ADA meningkat pada serum asites tuberculosis
disebabkan stimulasi sel T oleh antigen mycobacterial. Jumlah ADA
diukur pada cairan asites 49 orang, jumlahnya lebih tinggi pada asites

18
tuberculosis dibanding asites sirosis atau keganasan. Diagnosis akurat bila
nilainya lebih dari 30 U/L. Pada pasien dengan koinfeksi HIV, nilai ADA
dapat normal atau rendah. Positif palsu dapat ditemukan pada asites

malignancy. Tingginya jumlah interferon-ᵧ pada asites tuberculosis dapat

digunakan sebagai diagnosis. Kombinasi ADA dan interferon


meningkatkan sensitifitas dan spesifisitas.7

3. Foto Polos Abdomen dan Dada


Foto polos abdomen (erect dan supine) digunakan sebagai
pemeriksaan sederhana. Mungkin memperlihatkan adanya multiple air
fluid levels dan dilatasi loop usus pada kasus obstruksi usus akut dan
subakut. Kalsifikasi pada limfonodus abdominal mengindikasikan
tuberculosis.12

Gambar 2 Dilatasi Loop usus

Foto thorax yang dilakukan bersama-sama dapat memperlihatkan


tuberculosis yang telah sembuh atau masih aktif pada 22-80% kasus.
Ditemukannya lesi tuberkel di foto thorax mendukukng diagnoisis
tuberculosis usus namun pada foto thorax yang normal tidak dapat
disingkirkan.12

19
4. Ultrasonografi (USG)

Gambar 3. USG abdomen memperlihatkan pembesaran limfonodus mesenterikus


(hypoecoic center disebabkan kaseosa)

USG kebanyakan digunakan pada tuberculosis ekstraintestinal


(peritoneal, limfonodus). Pada usg abdomen memperlihatkan massa pada
loop usus kecil dengan penebalan dinding, dan asites. Temuan ini tidak
spesifik pada tuberculosis usus karena dapat ditemukan pada asites
malignan. Interloop asites disebabkan pengumpulan cairan pada loop usus
dinamakan Club Sandwich atau Sliced Bread.
5. CT Abdomen
Untuk differential diagnosis termasuk penyakit chron, limfoma,
dan keganasan. CT scan sangat membantu untuk menilai kelainan
intralumen dan ekstralumen, perluasan penyakit. Temuan paling sering
pada CT Scan adalah penebalan regio ileocaecal dengan atau tanpa dilatasi
usus proksimal. Untuk membedakan diagnostic tuberculosis usus dan
chron disease sebagai berikut
Table 2. Perbedaan antara tuberculosis dan penyakit chron
Tuberculosis Penyakit chron
Penebalan dinding Penebalan dinding
Tanpa stratifikasi Dengan statifikasi pada inflamasi akut
Striktur konsentrik Striktur eksentrik
Fibrofatty Fibrofatty
Proliferasi mesentrium sangat jarang Proliferasi mesenterium
Tidak ada pembuluh darah Hipervaskularisasi
Pembengkakan mesenterium
Hypodense limfonodus dengan perifer Limfadenopati ringan
enhancement
High dense asites Abses

20
Gambar 4. potongan Axial dan Coronal Ileocecal Tuberculosis menunjukan
penebalan katup illeocecal
6. Laparoskopi

Gambar 5. Adhesi, asites, dan tuberkel yang terlihta pada laparoskopi

Gambar 6. Asites berwarna jerami, nodul keputihan multiple tersebar di


peritoneum, dan penebalan omentum

Temuan laparoskopi pada pasien dengan tuberculosis usus adalah


nodul atau tuberkel peritoneal, asites, massa usus, adesi, multiple striktur
usus halus, adesi pelvis, massa tuboovarian, hidrosalfing, pyosalfing,
perihepatik adhesi (Fitz Hugh Cutis Syndrome), hiperemis edematous
usus, penebalan omentum atau nodular, dan mesenterikus adenopati.
Laparoskopi selain dilihat secara langsung juga dapat digunakan untuk
pengambilan jaringan dan cairan asites untuk dilakukan pemeriksaan
histopatologi.13

21
7. Histopatologi

Gambar 7. Mukosa dan submukosa sel epitel granuloma dan langhan’s


giant sel

Tuberculosis usus biasanya didiagnosis secara pasti dengan


menggunakan radiologi dan histopatologi. Metode biopsy termasuk biopsy
mukosa GI dengan endoskopi, percutaneus biopsy, endoskopi ultrasound
biopsy, pembedahan biopsy (open dan laparoskopi). Nekrosis kaseosa
pada granuloma adalah tanda histology dari tuberculosis usus. Multiple
granuloma, dan koalesen pada mukosa dan submukosa.8

H. DIAGNOSA BANDING

Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan istilah umum yang


digunakan untuk menggambarkan kelainan idiopatik yang berhubungan
dengan peradangan pada gastrointestinal. IBD terdiri dari dua penyakit
yaitu penyakit Crohn (PC) dan kolitis ulseratif (KU). PC digunakan
pertama kali oleh Dr. Crohn yang menemukan kelainan berupa peradangan
pada saluran cerna mulai dari mulut sampai dengan rektum. Istilah KU
digunakan untuk membedakan dengan PC. Kelainan pada KU hanya
terbatas pada kolon, dimana terjadi peradangan dan terdapat ulkus hanya
pada permukaan usus. Gejala utama PC adalah nyeri abdomen. Sedangkan
gejala utama pada KU adalah diare dan perdarahan rektal. Gejala lainnya
adalah defekasi pada malam hari, abses perianal, dan gambaran klinis
mirip apendisitis14.

22
Gambar 8. Perbandingan mucosa colon normal, crohn disease dan colitis
ulseratif15

I. PENATALAKSANAAN

Pengobatan tuberculosis usus serupa dengan tuberculosis paru.


Pemberian antituberkulosis selama 6 bulan termasuk 2 bulan HREZ diikuti 4
bulan HR direkomendasikan pada semua pasien tuberculosis usus. Namun
sebelumnya terapi antituberkulosis ini berlangsung selama 8 sampai 12 bulan
yang kemudian beberapa penelitian menganggap jika regimen tersebut serupa
dengan rejimen 6 bulan. Namun tetap masih banyak dokter memperpanjang
terapi 12 sampai 18 bulan. Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan
fibrosis selama perbaikan untuk mencegah obstruksi dikemudian hari, namun
efek ini dapat memperlambat penyembuhan dan predisposisi untuk perforasi
dan selanjutnya obrtruksi. Beberapa penelitian memperlihatkan tuberculosis
usus dapat membaik dengan pengobatan tanpa perlu pembedahan.12

23
1. Panduan OAT Kategori Lini Pertama
a. Kategori-1: 2 (HRZE)/ 4 (HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru16 :
1) Pasien TB Paru terkonfirmasi Bakteriologis
2) Pasien TB paru terdiagnosis klinis
3) Pasien TB Ekstra Paru

Tabel 3 Dosis Panduan OAT-KDT Kategori 1


Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 56 hari Tahap Lanjutan 3 kali
RHZE (150/75/400/275) seminggu selama 16
minggu RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT
55-70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

Tabel 4. Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 1


Tahap Lama Dosis per hari/kali Jumlah
Pengobatan Pengobatan hari/kali
Tablet Kaplet Tablet Tablet menelan
Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol obat
@300 mgr @450 mgr @500 mgr @250 mgr
Intensif 1 1 3 3 56
Lanjutan 2 1 - - 48

b. Kategori-2: 2 (HRZE)S/ HRZE/5 (HR) 3E3


Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah
diobati sebelumnya (pengobatan ulang)16 :
1) Pasien kambuh
2) Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya
3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat

24
Tabel 4. Dosis Panduan OAT KDT Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari RHZE Tahap lanjutan 3 kali
(150/75/400/275) + S seminggu RH (150/150) +
E(400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2 tab 4KDT + 2 tab 4 KDT 2 tab 2 KDT + 2 tab Etambutol
500 mg
Streptomisin inj.
38-54 kg 3 tab 4 KDT + 3 tab 4 KDT 3 tab 2 KDT + 3 tab Etambutol
750 mg
Streptomisin inj.
55-70 kg 4 tab 4 KDT + 4 tab 4 KDT 4 tab 2 KDT + 4 tab Etambutol
1000 mg
Streptomisin inj.
≥ 71 kg 5 tab 4 KDT + 5 tab 4 KDT 5 tab 2 KDT + 5 tab Etambutol
1000 mg (> do maks)
Streptomisin inj.

Tabel 5. Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2 HRZES/HRZE/5H3R3E3

Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Etambutol Streptomisin Jumlah


Pengobatan Pengobatan Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Tablet Tablet Inj hari/kali
@300mgr @450 mgr @500 mgr @250 @ menelan
mgr 400 obat
mgr
Tahap Awal 2 bulan 1 1 3 3 - 0.75 gr 56
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
harian)
Tahap 5 bulan 2 2 - 1 2 - 60
Lanjutan
(dosis 3x
seminggu)

Pembedahan dilakukan untuk menangani komplikasi termasuk


obstruksi, perforasi, perdarahan massive yang tidak berespon dengan terapi
konservatif. Striktur ditangani dengan strikturoplasti atau reseksi pada segmen
usus yang terkena. Perforasi ditangani dengan melakukan reseksi dan
anastomosis.12

25
Gambar 9. Alur Diagnosa dan Tindak Lanjut TB Paru Pada Pasien Dewasa16

26
Keterangan16 :
1. Pemeriksaan klinis secara cermat dan hasilnya dicatat sebagai data dasar
kondisi pasien dalam rekam medis
2. Untuk Faskes yang memiliki alat tes cepat, pemeriksaan mikroskopis
langsung tetap dilakukan untuk terduga TB tanpa kecurigaan atau bukti HIV
maupun resistensi OAT
3. Hasil pemeriksaan BTA negative pada semua contoh uji dahak (SPS) tidak
menyingkirkan diagnosis TB. Apabila akses memungkinkan dapat
pemeriksaan tes cepat dapat dilakukan hanya dengan mengirimkan contoh uji
4. Sebaiknya pembacaan hasil foto thoraks oleh ahli radiologi
5. Pemberian antibiotic Non OAT yang tidak memberikan efek pengobatan TB
termasuk golongan kuinolon
6. Untuk memastikan diagnosis TB
7. Dilakukan TIPK (Test HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan
Konseling)
8. Bila hasil pemeriksaan ulang tetap BTA negatif, lakukan observasi dan
assessment lanjutan oleh dokter untuk faktor-faktor yang bisa mengarah ke
TB

Gambar 10. Algoritma untuk mendiagnosis tuberculosis usus12

27
BAB III
DISKUSI KASUS

KASUS TINJAUAN PUSTAKA


Perempuan usia 45 tahun masuk ke Tuberculosis usus lebih sering terjadi pada
IGD dengan perut membesar sejak dewasa dengan rasio laki – laki dibanding
lima hari yang lalu perempuan sekitar 1:2
Pasien sering nyeri perut yang gejala tuberculosis yang paling sering
hilang timbul, bersifat tumpul muncul yaitu demam, nyeri abdomen
dengan intensitas sedang. Keluhan (sering kronik), keringat malam, lelah,
lain mual (+), Riwayat sering kehilangan berat badan, konstipasi, diare,
demam (+). BAB (-) sejak satu hari dan perdarahan
yang lalu. Tiga hari sebelumnya
pasien 2x BAB cair bercampur Tuberculosis usus dapat menyebabkan
lendir (+), darah (-), berwarna hitam terhambatya absorbs makanan sehingga
(-). Penurunan berat badan dan nafsu penderita tampak kelihatan lebih kurus
makan yang dialami sejak satu bulan
yang lalu. Perjalanan tuberculosis lambat, dan pasien
mungkin tidak mencari pengobatan sampai
komplikasi muncul
Riwayat penyakit sebelumnya : Pada penderita tuberkulosisi usus dapat
Pasien menderita batuk lama sejak ditemukan tuberculosis paru yang telah
enam bulan yang lalu, berdahak (+), sembuh atau masih aktif pada 22-80%
berdarah (+), keringat malam (+), kasus. Ditemukannya lesi tuberkel di paru
namun tidak sempat memeriksakan mendukung diagnosis tuberculosis usus
diri ke puskesmas. namun dapat juga ditemukan thorax yang
normal.

Pemeriksaan fisik ditemukan Pada tuberculosis usus pasien datang


konjuntiva pucat, pemeriksaan leher dengan anemia, dan nyeri perut. Asites
teraba pembesaran KGB daerah colli dapat sering terjadi namun temuan ini tidak
dextra ukuran 2x1 cm, lunak, spesifik pada tuberculosis usus karena
mobile. Pemeriksaan thoraks dapat ditemukan pada asites malignan .
ditemukan auskultasi terdapat Pada pemeriksaan laboratorium juga
rhonki pada kedua lapangan paru, ditemukan Hb menurun dan
Pada pemeriksaan abdomen hipoalbuminemia.
ditemukan cembung, ikut gerak
nafas, Distensi abdomen (+), Kadang – kadang dapat dirasakan teraba
peristaltik (+) kesan menurun, nyeri massa abdomen, lebih sering dikuadran

28
tekan (+) seluruh region abdomen, kanan bawah.
Massa (-), pekak seluruh regio
abdomen. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan Hb 9,2, dan
hipoalbuminemia

Pemeriksaan ultrasound ditemukan Pada USG abdomen memperlihatkan massa


asites, dan pada foto BNO 3 posisi pada loop usus kecil dengan penebalan
ditemukan spondilosis lumbalis dinding, dan asites. Interloop asites
tanpa tanda - tanda obstruksi. disebabkan pengumpulan cairan pada loop
usus dinamakan Club Sandwich atau Sliced
Bread.
Foto polos abdomen (erect dan supine)
digunakan sebagai pemeriksaan sederhana.
Mungkin memperlihatkan adanya multiple
air fluid levels dan dilatasi loop usus pada
kasus obstruksi usus akut dan subakut
Pemeriksaan Histopatologi Tuberculosis usus biasanya didiagnosis
Mikroskopis : secara pasti dengan menggunakan radiologi
Sedian jaringan menunjukan dan histopatologi. Nekrosis kaseosa pada
granuloma-granuloma yang terdiri granuloma adalah tanda histology dari
dari kumpulan sel histiosit epiteloid, tuberculosis usus. Multiple granuloma, dan
limfosit, dan sel datia. Beberapa sel datia langhan’s
dengan inti yang tersusun di tepi (sel
datia langhans). Struktur granuloma
tersebut tersebar di antara jaringan
ikat.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Rocha EL et al. 2015. Abdominal Tuberculosis : A Radiological Review with


Emphasis on Computed Tomography and Magnetic Resonance Imaging Findings.
Radiol Bras. Vol 48(3) hal 181-191
2. Sharma R, Madhusudhan KS, and Ahuja V.2016. Intestinal Tuberculosis Versus
Chorn’s Disease : Clinical and Radiological Recommendations. Indian J Radiol
Imaging. Vol 26(2) hal 161-172
3. Murwaningrum A, Abdullah M, and Makmur D. 2016. Pendekatan Diagnosis dan
Tatalaksana Tuberculosis Intestinal. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol 3(3) hal
165-173
4. Universitas Sumatera Utara. 2011. Colon dan Rectum. Akses Online
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/24995/Chapter%20II.pdf?seq
uence=4 (23 November 2018)
5. Figueroa D, Guzman N, and Isache C.2016. Case Repor Tuberculous Enteritits : A
Rare Complication of Miliary Tuberculosis. Akses Online
https://www.hindawi.com/journals/criid/2016/6949834/ (23 November 2018)
6. Delogu G, Sali M, and Fadda G. 2013. The Biology of Mycobacterium Tuberculosis
Infection. Mediterr J Hematol Infect. Vol 5(1) hal 1-8
7. Sharma MP and Bhatia V. 2004. Abdominal tuberculosis. Indian J Med Res. Vol
120 hal 305-315
8. Debi U, et al. 2014. Abdominal Tuberculosis Of The Gastrointestinal Tract:
Revisited. World J Gastroenterol. Vol 20(40) hal 14831-14840
9. Rathi P and Gambhire P. 2016. Abdominal Tuberculosis. Akses Online
http://www.japi.org/february_2016/06_ra_abdominal_tuberculosis.pdf (24 November
2018)
10. Malikowski T et al. 2018. Tuberculosis of the Gastrointestinal Tract and Associated
Viscera. J Clin Tuberc Other Myobact Dis. Vol 12 hal 1-8
11. Sood R. 2001. Diagnosis of Abdominal Tuberculosis : Role of Imaging. Journal
Indian Academy of Clinical Medicine. Vol 2(3) hal 169-177
12. Chugh S and Jain V. 2007. Chapter 102_Abdominal Tuberculosis : Current Concepts
in Diagnosis and Management. Akses Online
http://www.apiindia.org/pdf/medicine_update_2007/102.pdf (5 December 2018)
13. Saxena P and Saxena S. 2016. The Role of Laparoscopy in Diagnosis of Abdominal
Tuberculosis. Int Surg J. Vol 3(3) hal 1557-1563
14. Yosy, DS dan Salwan H. 2014. Inflammatory Bowel Disease Pada Anak. MKS . Th.
46, No. 2, hal 158-163
15. Hopkins, John. 2013. Colitis Ulseratif Akses Online
https://www.hopkinsmedicine./small_large_intestine/ulcerative_colitis.pdf (1 Januari
2019)
16. Kemenkes RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

30

Anda mungkin juga menyukai