OLEH :
PEMBIMBING
dr. Tedjo Arianto Sp.B-KBD
1
BAB I
IDENTIFIKASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Tanggal Lahir : 10 November 1975
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Morowali, Desa Sainoa
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk : 4 November 2018
RM : 54 19 89
DPJP : dr. Tedjo Arianto, Sp.B-KBD
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Perut membesar
2. Anamnesis Terpimpin : Pasien datang dengan perut membesar sejak lima
hari yang lalu. Sebelum perut membesar pasien sering mengeluhkan nyeri
perut yang hilang timbul, bersifat tumpul dengan intensitas sedang. Pasien
mengatakan hal ini baru pertamakali dialami. Keluhan lain mual (+),
muntah (-), riwayat sering demam (+). BAK dalam batas normal, BAB (-)
sejak satu hari yang lalu. Tiga hari sebelumnya pasien 2x BAB cair
bercampur lendir (+), darah (-), berwarna hitam (-). Pasien juga mengaku
mengalami penurunan berat badan dan nafsu makan yang dialami sejak
satu bulan yang lalu. Riwayat penyakit sebelumnya : Pasien menderita
batuk lama sejak enam bulan yang lalu, berdahak (+),berdarah (+),keringat
malam(+),namun tidak memeriksakan diri ke puskesmas.Riwayat penyakit
tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-). Riwayat penggunaan obat –
obatan serta jarum suntik tidak ada. Riwayat operasi sebelumnya tidak
ada. Riwayat imunisasi tidak diketahui. Riwayat keluarga atau tetangga
menderita keluhan yang sama tidak diketahui.
2
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sakit sedang, Composmentis, Status gizi kurang
Tanda Vital
TD Nadi Pernafasan Suhu
130/80 mmHg 86 x/Menit 20 x/Menit 37 0C
Status Generalis
Kepala Normosefal, deformitas (-)
Mata Konjuntiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Leher Pembesaran KGB daerah colli dextra Ukuran 2x1 cm, lunak,
mobile. JVP dalam batas normal
Thoraks Inspeksi
Simetris kiri = kanan. Deformitas (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus dalam batas normal
Perkusi
Sonor kiri = kanan
Auskultasi
Bunyi nafas vesikuler, Rhonki +/+, Wheezing -/-
Jantung Inspeksi
Iktus kordis tidak tampak, deformitas (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi
Batas jantung kesan normal
Auskultasi
Bising jantung (-)
Abdomen STATUS LOKASI
Ekstremitas Edema -/-
3
Gambar 1. Abdomen tampak anterior
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Darah Rutin (04/11/2018)
Parameter Nilai Rujukan
WBC 5,37 103 U/L 4000-10000
HGB 9,2 g/dL 12.0-16.0
MCV 74,1 fL 80-97 fL
MCH 22,7 pg 26,5-33 pg
MCHC 30,6 g/dL 31,5-35 g/dL
PLT 464 103 U/L 150-400 103 U/L
4
Kimia Darah (04/11/2018)
Parameter Nilai Rujukan
GDS 94 70-180 mg/dL
Ureum 30 15-40 mg/dL
Creatinine 0,6 0,5-1,0 mg/dL
SGOT 42 <31 U/L
SGPT 36 <31 U/L
2. USG
15/11/2018
- Tampak cairan bebas di cavum abdomen
- Saat ini hepar, gall bladder, pancreas, ginjal, hepar, lien, uterus, dan
adneksa tak tampak kelainan
Kesan : Asites
5
3. BNO 3 Posisi
04/11/2018
- Tampak ground glass appearance di cavum abdomen sampai cavum
pelvis disertai floating gas usus
- Tak tampak jelas gambaran coiled spring, hearing bone sign
- Bayangan hepar dan lien tak tampak membesar
- Countour ginjal kanan dan kiri tidak tampak jelas
- Tak tampak bayagan radiopak sepanjang traktus urinarius
- Psoas shadow kanan dan kiri tak tampak jelas
- Tampak osteofit pada VL 3,4,5 pedicle dan spatium intervertebralis
tampak baik
BNO Tegak/LLD
- Tak tampak gambaran step ladder patologis maupun udara diluar
countour usus.
Kesan
- Curiga asites
- Spondylosis lumbalis
6
E. RESUME
Perempuan usia 45 tahun masuk ke IGD dengan perut membesar sejak
lima hari yang lalu. Sebelum perut membesar pasien sering mengeluhkan
nyeri perut yang hilang timbul, bersifat tumpul dengan intensitas sedang.
Pasien mengatakan hal ini baru pertamakali dialami. Keluhan lain mual (+),
muntah (-), riwayat sering demam (+). BAK dalam batas normal, BAB (-)
sejak satu hari yang lalu. Tiga hari sebelumnya pasien 2x BAB cair bercampur
lendir (+), darah (-), berwarna hitam (-). Pasien juga mengaku mengalami
penurunan berat badan dan nafsu makan yang dialami sejak satu bulan yang
lalu.
Riwayat penyakit sebelumnya : Pasien menderita batuk lama sejak
enam bulan yang lalu, berdahak (+), berdarah (+), keringat malam (+), namun
tidak sempat memeriksakan diri ke puskesmas.
Pada pemeriksaan ditemukan sakit sedang dengan gizi kurang. Pada
pemeriksaan fisik menyeluruh ditemukan konjuntiva pucat, pemeriksaan leher
teraba pembesaran KGB daerah colli dextra ukuran 2x1 cm, lunak, mobile.
Pemeriksaan thoraks ditemukan auskultasi terdapat rhonki pada kedua
lapangan paru, pada pemriksaan kardiovaskular dalam batas normal. Pada
pemeriksaan abdomen ditemukan cembung, ikut gerak nafas, peristaltik (+)
kesan menurun, nyeri tekan (+) seluruh region abdomen, Massa (-), pekak
seluruh region abdomen.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb 9,2, MCV 74,1, MCH
22,7, MCHC 22,7 dan hipoalbuminemia
Pemeriksaan ultrasound ditemukan asites, dan pada foto BNO 3 posisi
ditemukan spondilosis lumbalis tanpa tanda - tanda obstruksi.
F. DIAGNOSA KERJA
Asites + Suspek Tuberculosis Usus + Anemia
G. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
Tirah baring
7
Farmakologi
- IVFD RL 28 tpm
- Pantoprazole 1 Vial/12J/IV
- Antrain 1A/8J/IV
H. FOLLOW UP
Minggu S : Nyeri perut P : IVFD RL 28 tpm
4/11/2018 O : TD 110/80 mmHg Pantoprazole 1Vial/12J
N 84 x/menit Antrain 1A/8J/IV
P 22 x/menit
S 37,1 oC
Abdomen
I: Cembung, ikut gerak nafas,
Distensi (+)
A:Peristaltik (+) kesan menurun
P: Nyeri tekan (+) seluruh regio
abdomen, Massa (-), undulasi
(+)
P: Pekak seluruh region
abdomen
A : PH0 Asites + Anemia
Senin S : Nyeri perut P : Transfusi PRC 1 Bag
5/11/2018 O : TD 110/80 mmHg IVFD RL 28 tpm
N 84 x/menit Pantoprazole 1Vial/12J
P 22 x/menit Antrain 1A/8J/IV
S 37,1 oC
Abdomen
I: Cembung, ikut gerak nafas,
Distensi (+)
A:Peristaltik (+) kesan menurun
P: Nyeri tekan (+) seluruh regio
abdomen, Massa (-), undulasi
(+)
P: Pekak seluruh region
abdomen
8
Rabu S : Nyeri seluruh perut P : Cek albumin
7/11/2018 O : TD 130/80 mmHg Transfusi PRC 1 bag
N 84 x/menit RL : NS : Aminofluid
P 22 x/menit Antrain 1A/8J/IV
S 37,1 oC Pantoprazole 1Vial/12J
9
S 37,1 oC Ketorolac 1A/12 j/iv
Drain 900 cc/10 jam
Urin 300 cc/8 jam
Abdomen
I: Datar, ikut gerak nafas,
A:Peristaltik (+)
P: Nyeri tekan (-)Massa (-),
undulasi (-)
P: Tympani
10
S 37,1 oC
I: Datar, ikut gerak nafas,
A:Peristaltik (+)
P: Nyeri tekan (-)Massa (-),
undulasi (-)
P: Tympani
I. Dokumentasi Operatif
11
Instruksi Post Operasi
Mikroskopis :
J. DIAGNOSIS AKHIR
Tuberkulosis Usus
K. PROGNOSIS
12
TUBERCULOSIS USUS
Sri Hasriani Haris, Tedjo Arianto
A. PENDAHULUAN
Tuberculosis (TB) bertanggung jawab sekitar 1,7 juta kematian
diseluruh dunia, dan jumlah kasus baru (lebih dari 9 juta) yang terbesar dalam
sejarah. TB dikaitkan dengan kemiskinan dan imunodifisiensi.1
Paru – paru merupakan organ primer yang terkena namun dapat juga
mengenai ekstrapulmonal. Diperkirakan sekitar 10-12% kasus merupakan TB
ekstrapulmonal dan sekitar 10-16% mengenai abdomen. TB abdomen dapat
mengenai usus, peritoneum, limfonodus, dan organ solid abdomen. Beberapa
laporan kasus mengatakan bahwa sebanyak 2-3% TB abdomen terjadi di
kolon. TB usus dapat ditemui disemua usia namun didominasi usia 20-40
tahun1,2,3
B. ANATOMI USUS
Panjang usus besar (kolon dan rectum) 1.500cm, yang terdiri dari sekum,
kolon asenden, kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum.
Dinding usus besar mempunyai tiga lapis yaitu lapisan mukosa (bagian dalam),
yang berfungsi untuk mencerna dan absorpsi makanan, lapisan muskularis
(bagian tengah) yang berfungsi untuk mendorong makanan ke bagian bawah,
dan lapisan serosa (bagian luar), bagian ini sangat licin sehingga dinding usus
tidak berlengketan satu sama lain di dalam rongga abdomen. Berbeda dengan
mukosa usus halus, pada mukosa kolon tidak dijumpai villi dan kelenjar
biasanya lurus-lurus dan teratur. Permukaan mukosa terdiri dari pelapis epitel
tipe absortif (kolumnar) diselang seling sel goblet. Pelapis epitel kripta terdiri
dari sel goblet. Pada lamina propria secara sporadik terdapat nodul jaringan
limfoid. Sel berfungsi mengabsorpsi air, lebih dominan pada kolon bagian
proksimal (asendens dan tranversum), sedangkan sel goblet lebih banyak
dijumpai pada kolon desenden. Lamina propria lebih seluler (sel plasma,
limfosit dan eosinofil) pada bagian proksimal dibanding dengan distal dan
13
rektum. Pada bagian distal kolon, sel plasma hanya ada dibawah epitel
permukaan. Sel paneth bisa ditemukan pada sekum dan kolon asenden. Pada
anus terdapat sfingter anal internal (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot
rangka) yang mengitari anus4.
C. EPIDEMIOLOGI
Tuberculosis adalah pembunuh kedua setelah HIV AIDS yang
disebabkan oleh infeksi. Menurut World Health Organization (WHO), pada
tahun 2013 lebih 9 juta orang didiagnosa dengan tuberculosis dan 1,5 juta
meninggal. Jumlah kasus terbanyak terdapat di Asia Tenggara dan Pasifik
Barat sekitar 56% dari semua kasus baru yang terjadi di seluruh dunia.5
Tuberculosis adalah penyakit social dengan aspek medis digambarkan
sebagai barometer kesejahteraan social. Factor social termasuk kemiskinan,
ketidaktahuan, buta huruf, kepadatan penduduk, kekurangan gizi, dan
kurangnya kesadaran masyarakat.5
Beberapa tahun terakhir insidensi tuberculosis abdominal juga
meningkat. Tuberculosis abdominal hadir 6 kali lebih sering dari tuberculosis
14
ekstrapulmonal setelah limfa, genitourinary, tulang dan sendi, dan meningitis
tuberculosis.5
Tuberculosis usus lebih sering terjadi pada dewasa dengan rasio laki –
laki dibanding perempuan sekitar 1:2.5
D. ETIOLOGI
Tuberculosis disebabkan oleh beberapa organisme Mycobacterium
Tuberculosis Complex (MTBC), termasuk Mycobacterium Tuberculosis,
penyebab tuberculosis pada manusia, M. Africanum, penyebab tuberculosis
pada manusia hanya di sebagian daerah Afrika, M. bovis, M. caprae, dan M.
pinnipedi, penyebab tuberculosis pada mamalia liar dan peliharaan, M.
microti, penyebab tuberculosis pada tikus.6
Mtb adalah Mycobacteria yang tumbuh sangat lambat dengan waktu
sekitar 12-24 jam di bawah kondisi optimal. Mtb memiliki dinding yang khas,
sangat kuat untuk mencegah masuknya senyawa berbahaya dan obat – obatan
dan memainkan peran mendasar dalam factor virulensi. Mtb memiliki
membrane luar yang fungsinya sama dengan bakteri gram negative terdiri dari
dua lapisan lemak asimetris yang terbuat dari asam lemak dan glikolipid dan
membrane luarnya terdiri dari lilin. Membrane luar dan dalam membentuk
ruang periplasmik, dengan adanya lapisan tipis dari peptidoglikan terhubung
dengan arbinogalaktan dan lipoarabinomannan yang terikat pada asam
mikolik. Isoniazid dan etambutol, obat tb yang efektif, dengan target asam
mikolik dan arabinogalaktan yang masing – masing penting dalam
pembentukan dinding Mtb.6
E. PATOFISIOLOGI
Beberapa pendapat bagaimana basil tubercle mencapai traktus
gastrointestinal (i) menyebar hematogen dari focus primer pada anak, dengan
reaktivasi (ii) menelan basil pada sputum dari focus paru yang aktif (iii)
penyebaran langsung dari organ berdekatan (iv) aliran limfa dalam limfonodus
yang terinfeksi.7
15
Sebelumnya dipercayai kebanyakan kasus disebabkan karena reaktifasi
focus yang kemudian dipatahkan menggunakan DNA yang memperlihatkan
sekitar 40% kasus disebabkan karena reinfeksi. Di India, organism isolasi dari
usus merupakan M. tuberculosis, dan M. bovis.7
Awalnya, basil tuberkel masuk ke traktus intestinal melalui pencernaan
dari sputum terinfeksi. Lapisan mukosa traktus gastrointestinal dapat
terinfeksi oleh basil dengan membentuk tuberkel epiteloid pada jaringan
limfoid submukosa. Setelah 2-4 minggu, nekrosis kaseosa dari tuberkel
menyebabkan ulserasi dari mukosa diatasnya yang dapat menyebar ke lapisan
terdalam dan masuk ke limfonodus terdekat dan masuk ke peritoneum. Jarang,
basil dapat masuk ke sirkulasi portal atau arteri hepatic sampai mengenai
organ solid seperti hati, pancreas, dan lien. Mekanisme kedua adalah
penyebaran hematogen dari focus tuberkel dari tempat lain di tubuh ke organ
solid abdomen, ginjal, limfonodus, dan peritoneum. Mechanisme ketiga
termasuk penyebaran langsung ke peritoneum dari focus infeksi sekitarnya,
termasuk tuba fallopi atau adnexa, atau abses psoas, dan spondilitis
tuberculosis. Terakhir dapat menyebar melalui aliran limfa dari nodus yang
terinfeksi.8
F. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinik tergantung tempat dan tipe yang terkena (Tabel 1)
Table 1. Gejala Klinik
Tempat Tipe Gejala klinik
Usus kecil Ulserasi Diare
Malabsorbsi
Usus besar Striktur Obstruksi
Ulserasi Perdarahan rectum
Hipertrofi Massa, obstruksi
Peritoneum Asites Nyeri, distensi
Adhesi Obstruksi
Limfonodus - Massa, obstruksi
Dikutip dari kepustakaan9
16
1. Small bowel tuberculosis
Mengenai usus kecil tuberculosis lebih sering dikatakan
tuberculosis enteritis. Region ileocaecal adalah region yang paling sering
terkena pada traktus gastrointestinal. Kemungkinan disebabkan
peningkatan fisiologis statis, peningkatan jumlah cairan, absorbs elektrolit,
aktifitas digestif minimal, dan banyaknya jaringan limfoid pada tempat
tersebut. Terlihat dari sel M yang berhubungan dengan payer patch yang
dapat memfagositosis basil BCG.7,10
Perjalanan tuberculosis lambat, dan pasien mungkin tidak mencari
pengobatan sampai komplikasi muncul. Beberapa penelitian terbaru
mengemukakan tentang gejala tuberculosis yang paling sering muncul
yaitu demam, nyeri abdomen (sering kronik), keringat malam, lelah,
kehilangan berat badan, konstipasi, diare, dan perdarahan. Kadang –
kadang dapat dirasakan teraba massa abdomen, lebih sering dikuadran
kanan bawah 9,10
2. Colorectal Tuberculosis
Tuberculosis colon jarang namun beberapa literature tetap
menggambarkan dengan baik. Sama dengan tuberculosis enteritis, gejala
kliniknya tidak spesifik termasuk demam, kehilangan berat badan, nyeri
perut, perdarahan gastrointestinal, dan diare. Kadang – kadang teraba
massa abdominal. Caecum lebih sering terkena.10
Pada keadaan kolon terkena, tuberculosis mengenai rectum dan
anus dilaporkan. Relative jarang, hanya sekitar 1% dari tuberculosis usus
yang mengenai anus. Gejalanya termasuk fissure ani, dan lesi perianal
rekurent.10
G. LANGKAH DIAGNOSIS
Paustian pada tahun 1964, menyebutkan untuk mendiagnosis
tuberculosis usus 1 dari 4 kriteria harus terpenuhi : (i) bukti histology dari
tuberkel dengan nekrosis kaseosa, (ii) deskripsi khas baik dari temuan operasi
17
dengan biopsy nodus mesenterikus memperlihatkan bukti histology
tuberculosis., (iii) inokulasi hewan atau kultur jaringan yang dicurigai
menghasilkan pertumbuhan M. tuberculosis, (iv) gambaran histology basil
tahan asam.7
Criteria ini harus diingat dan diagnosis dibuktikan dengan radiologis
dan histopatologi.7
1. Laboratorium
Tidak ada temuan spesifik termasuk pada laboratorium rutin selain
anemia ringan dan peningkatan laju endap darah pada 50-80% pasien.
Leukosit biasanya normal, dan hipoalbuminemia7,9
Tuberculin test biasanya positif tetapi tidak bernilai untuk
membedakan antara penyakit aktif dan penyakit tidak aktif. Test serologi
seperti soluble antigen fluorescent antibody (SAFA) dan enzyme – linked
immunosorbent assay (ELISA) tidak sensitive dan spesifik dan hanya
memberikan diagnosis tidak pasti.11
18
tuberculosis dibanding asites sirosis atau keganasan. Diagnosis akurat bila
nilainya lebih dari 30 U/L. Pada pasien dengan koinfeksi HIV, nilai ADA
dapat normal atau rendah. Positif palsu dapat ditemukan pada asites
19
4. Ultrasonografi (USG)
20
Gambar 4. potongan Axial dan Coronal Ileocecal Tuberculosis menunjukan
penebalan katup illeocecal
6. Laparoskopi
21
7. Histopatologi
H. DIAGNOSA BANDING
22
Gambar 8. Perbandingan mucosa colon normal, crohn disease dan colitis
ulseratif15
I. PENATALAKSANAAN
23
1. Panduan OAT Kategori Lini Pertama
a. Kategori-1: 2 (HRZE)/ 4 (HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru16 :
1) Pasien TB Paru terkonfirmasi Bakteriologis
2) Pasien TB paru terdiagnosis klinis
3) Pasien TB Ekstra Paru
24
Tabel 4. Dosis Panduan OAT KDT Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari RHZE Tahap lanjutan 3 kali
(150/75/400/275) + S seminggu RH (150/150) +
E(400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2 tab 4KDT + 2 tab 4 KDT 2 tab 2 KDT + 2 tab Etambutol
500 mg
Streptomisin inj.
38-54 kg 3 tab 4 KDT + 3 tab 4 KDT 3 tab 2 KDT + 3 tab Etambutol
750 mg
Streptomisin inj.
55-70 kg 4 tab 4 KDT + 4 tab 4 KDT 4 tab 2 KDT + 4 tab Etambutol
1000 mg
Streptomisin inj.
≥ 71 kg 5 tab 4 KDT + 5 tab 4 KDT 5 tab 2 KDT + 5 tab Etambutol
1000 mg (> do maks)
Streptomisin inj.
25
Gambar 9. Alur Diagnosa dan Tindak Lanjut TB Paru Pada Pasien Dewasa16
26
Keterangan16 :
1. Pemeriksaan klinis secara cermat dan hasilnya dicatat sebagai data dasar
kondisi pasien dalam rekam medis
2. Untuk Faskes yang memiliki alat tes cepat, pemeriksaan mikroskopis
langsung tetap dilakukan untuk terduga TB tanpa kecurigaan atau bukti HIV
maupun resistensi OAT
3. Hasil pemeriksaan BTA negative pada semua contoh uji dahak (SPS) tidak
menyingkirkan diagnosis TB. Apabila akses memungkinkan dapat
pemeriksaan tes cepat dapat dilakukan hanya dengan mengirimkan contoh uji
4. Sebaiknya pembacaan hasil foto thoraks oleh ahli radiologi
5. Pemberian antibiotic Non OAT yang tidak memberikan efek pengobatan TB
termasuk golongan kuinolon
6. Untuk memastikan diagnosis TB
7. Dilakukan TIPK (Test HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan
Konseling)
8. Bila hasil pemeriksaan ulang tetap BTA negatif, lakukan observasi dan
assessment lanjutan oleh dokter untuk faktor-faktor yang bisa mengarah ke
TB
27
BAB III
DISKUSI KASUS
28
tekan (+) seluruh region abdomen, kanan bawah.
Massa (-), pekak seluruh regio
abdomen. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan Hb 9,2, dan
hipoalbuminemia
29
DAFTAR PUSTAKA
30