Oleh:
Rezky Syarifuddin, S. Ked
K1A1 14 106
Aulia Areta Rahma, S.Ked
K1A1 14 120
Pembimbing :
dr. Arimaswati, M.Sc
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas laporan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih, semoga laporan ini bisa menjadi
bahan acauan buat para pembaca untuk melakukan identifikasi masalah pada
puskesmas.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Secara umum penulisan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
epidemiologis penyakit DBD di Puskesmas Kandai selama tiga tahun terakhir
serta informasi mengenai pelaksanaan program surveilans di puskesmas
tersebut.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi penyakit DBD menurut waktu (time), tempat
(place) dan orang (person) di Puskesmas Kandai Kota Kendari tahun
2016-2018.
b. Untuk mengetahui gambaran proses pelaksanaan surveilans penyakit
DBD yaitu pengamatan, pencatatan, pengolahan dan analisis data, serta
diseminasi penyakit di Puskesmas Kandai Kota Kendari.
c. Untuk mengetahui gambaran atribut surveilans yaitu Kesederhanaan
(simplicity), fleksibilitas (flexibility) dan ketepatan waktu (timeliness)
dalam sistem surveilans penyakit DBD di Puskesmas Kandai Kota
Kendari.
1.3 Manfaat
1.3.1 Praktis
Dapat memberikan informasi bagi pihak instansi Dinas Kesehatan Kota
Kendari dan puskesmas Kandai sebagai pedoman dalam memberikan prioritas
perencanaan program dan menentukan arah kebijakan dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD.
1.3.2 Ilmiah
Suveilans ini diharapkan dapat menjadi bahan ilmiah dan memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan serta merupakan bahan acuan bagi peneliti
selanjutnya.
1.3.3 Mahasiswa
Aplikasi ilmu dan pengalaman berharga serta dapat menambah wawasan
ilmiah dan pengetahuan penulis tentang penyakit DBD. Menambah ilmu
pengetahuan dan pengalaman khususnya dalam mengadakan praktik
surveilans yang selanjutnya mengaplikasikan teori yang diperoleh di ruang
kuliah dengan melihat keadaan yang sebenarnya di lapangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Fleksibility (fleksibilitas)
Suatu sistem surveilans yang fleksibel dapatmenyesuaikan diri
dengan perubahan informasi yang dibutuhkanatau situasi pelaksanaan
tanpa disertai peningkatan yang berartiakan kebutuhan biaya, tenaga dan
waktu. Sistem yang fleksibeldapat menerima, misalnya penyakit dan
masalah kesehatan yangbaru diidentifikasikan, perubahan definisi kasus,
dan variasi–variasidari sumber pelaporan.Fleksibilitas ditentukan secara
retrospektifdengan mengamati bagaimana suatu sistem dapat
memenuhikebutuhan–kebutuhan baru. Fleksibilitas sulit dinilai
apabilasebelumnya tidak ada upaya untuk menyesuaikan sistem
tersebutdengan masalah kesehatan lain.
3. Acceptability (kemampuan untuk diterima)
Acceptabilitydimaksudkan dengan keinginan individu atau
organisasi untuk ikut serta dalam melaksanakansistem surveilans. Dalam
hal evaluasi sistem surveilans, acceptabilitymenunjukkan keinginan
untuk digunakan sistem oleh:
a. Orang-orang diluar kedinasan, misalnya mereka yang diminta
melakukan sesuatu sistem.
b. Orang dalam kedinasan yang melaksanakan sistem untuk menilai
acceptability, seseorang mesti mempertimbangkan titik-titik
interaksi antara sistem dan partisipasinya, termasuk orang-orang
pelaksana dan kasus yang dilaporkan. Indikator kuantitatif
acceptabilitymeliputi:
1) Angka partisipasi subjek dan dinas;
2) Jika partisipasi tinggi, bagaimana agar cepat tercapai;
3) Angka kelengkapan interviewdan angka penolakan
pertanyaan (jika sistem melakukan interviewpada subjek);
4) Angka pelaporan dokter, laboratorium, atau rumah
sakit/fasilitas lainnya;
5) Ketepatan waktu pelaporan.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhiaksepabilitas dari
suatu sistem adalah :
1) Pentingnya suatu masalah kesehatan.
2) Pengakuan dari sistem terhadap kontribusi individual
3) Tingkat responsif dari sistem terhadap saran–saran dan
komentar.
4) Waktu yang diperlukan dibandingkan dengan waktu yang
tersedia.
5) Keterbatasan yang diakibatkan oleh adanya peraturan–
peraturan baikdi tingkat pusat maupun daerah dalam hal
pengumpulan data danjaminan kerahasian data.
6) Kewajiban untuk melaporkan suatu peristiwa kesehatan
sesuaidengan peraturan di daerah maupun pusat.
4. Sensitivity (Sensitivitas)
Sensitivitas sistem surveilans dapat dinilai dari dua
tingkat.Pertama pada tingkat pelaporan kasus, kedua proporsi kasus atau
masalah kesehatan yang dideteksi oleh sistem surveilans. Sensitivitas
sistem surveilans dipengaruhi oleh kemungkinan kemungkinan seperti:
a. Orang-orang dengan penyakit tertentu atau masalah kesehatan
yang mencari pengobatan medis;
b. Penyakit atau keadaan yang akan didiagnosis, keterampilan
petugas kesehatan, dan sensitivitas tes diagnostik; dan
c. Kasus yang akan dilaporkan kepada sistem dan pemberian
diagnosisnya.
Ketiga keadaan ini dapat dikembangkan terhadap sistem
surveilans yang tidak sama dengan model petugas kesehatan tradisional.
Misalnya, sensitivitas sistem surveilans untuk morbiditi atau faktor
risiko berdasarkan telepon dipengaruhi oleh :
1) Banyak yang mempengaruhi telepon, berada di rumahketika
ditelepon, dan setuju untuk ikut serta.
2) Kemampuan orang untuk mengerti pertanyaan dan menentukan
status mereka secara tepat;
3) Keinginan responden untuk melaporkan keadaan mereka.
5. Predictive value positive (positif prediktif value)
Nilai prediksi positif adalah proporsi dari populasi yang
diidentifikasikan sebagai kasus oleh suatu sistem surveilans dan
kenyataannya memang kasus. Nilai prediktif positif (NPP) sangat
penting karena nilai NPP yang rendah berarti :
a. Kasus yang telah dilacak sebenarnya bukan kasus.
b. Telah terjadi kesalahan dalam mengidentifikasikan KLB.
6. Representativeness (kerepresentatifan)
Sistem surveilans yang representative adalah dapat menguraikan
dengan tepat kejadian terhadap peristiwa kesehatan sepanjang waktu dan
distribusinya dalam populasi menrut tempat dan waktu. Sistem yang
representative akan menggambarkan secara akurat:
a. Kejadian peristiwa kesehatan dalam periode waktu tertentu.
b. Distribusi kejadian menurut tempat dan orang.
Dinilai dengan membandingkan karakteristik dari kejadian
dengan semua kejadian yang ada dalam hal: karakteristik populasi,
riwayat, upaya kesehatan yang tersedia dan sumber data yang ada.
9. Stability (stabilitas)
Stabilitas mengacu pada dua hal antara lain:
a. Reliability yaitu kemampuan untuk pengumpulan, manajemen
dan menyediakan data secara benar
b. Availability yaitu kemampuan untuk melaksanakan surveilans
jika dibutuhkan, dengan metode:
1) Jumlah kejadian tak terjadwal
2) Jumlah kejadian kerusakan sistem/computer
3) Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan
sistem (hardware, software, service dan waktu yang
dibutuhkan)
4) Persentase waktu sistem dapat berjalan secara penuh
5) Waktu yang direncanakan dan waktu dibutuhkan dalam
mengumpulkan, menerima, manajemen (transfer, entry,
editing, penyimpanan &backup), dan mengeluarkan data.
2.2.5 Evaluasi Sistem Surveilans
Pelaporan Pemberian
Data Feed Back
Pengambilan Kompilasi Analisis
Data Data Data &
Interpretasi Keputusan
Investigas Tindakan
Penemuan Tindak
i
Lanjut
e. Evaluasi
Evaluasi adalah upaya yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui efektifitas program. Secara umum tujuannya untuk
menjelaskan kegunaan dari sumber kesehatn masyarakat (public health
resource) melalui pengembangan sistem surveilans yang efektif dan
efisien. Pedoman ini dapat dipakai sebagai pedoman perorangan dalam
melakukan evalaluasi dan sebagai bahan acuan untuk mereka yang sudah
biasa dengan proses evaluasi.
Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur hasil dari Surveilans
Kesehatan yang telah dilaksanakan dalam perode waktu
tertentu.Disebabkan banyaknya aspek yang berpengaruh dalam
pencapaian suatu hasil, maka evaluasi objektif harus dapat digambarkan
dalam menilai suatu pencapaian program. Peran dan kontribusi Surveilans
Kesehatan terhadap suatu perubahan dan hasil program kesehatan harus
dapat dinilai dan digambarkan dalam proses evaluasi.
Kegiatan Evaluasi di Puskesmas Kandai tidak berjalan sebagaimana
mestinya, karena evaluasi yang dilakukan hanya sebatas untuk mengetahui
berapa jumlah kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas. Adapun
kegiatan evaluasi yang lainnya mengenai penyakit DBD dilakukan dalam
bentuk kegiatan Mini lokakarya tiap bulan.
5. Gambaran Evaluasi Atribut Sistem Surveilans
a. Kesederhanaan
Kesederhanaan surveilans berarti struktur yang sederhana dan mudah
dioperasikan. Sistem surveilans sebaiknya sesederhana mungkin, tetapi
dapat mencapai objektif. Instrumen/ formulir pengumpulan data penyakit
DBD di Puskesmas Kandai mudah dipahami dalam pelaksanaannya dan
jenis laporan yang digunakan pada surveilans DBD adalah register DBD
yang dilakukan oleh petugas surveilans yang telah didiagnosis oleh dokter.
Adapun variabel yang terdapat dalam register DBD ialah nama pasien,
umur, jenis kelamin, alamat,pemeriksaan contoh Rumple leed, dan hasil
akhir pengobatan.
b. Fleksibilitas
Suatu sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan informasi yang dibutuhkan atau situasi pelaksanaan tanpa
disertai peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, tenaga dan waktu.
Sistem yang fleksibel dapat menerima, misalnya penyakit dan masalah
kesehatan yang baru diidentifikasikan, perubahan definisi kasus, dan
variasi–variasi dari sumber pelaporan.Fleksibilitas ditentukan secara
retrospektif dengan mengamati bagaimana suatu sistem dapat memenuhi
kebutuhan–kebutuhan baru.
Di Puskesmas Kandai tidak pernah ada perubahan format pelaporan
dalam sistem surveilans DBD karena Dinas Kesehatan telah menetapkan
format pelaporan Penyakit Menular (PM), sehingga petugas surveilans
telah menyesuaikan diri dengan format pelaporan yang ada.
c. Ketepatan Waktu
Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh kecepatan
atau keterlambatan diantara langkah-langkah dalam suatu sistem
surveilans mulai dari proses pengumpulan data, pengolahan analisis dan
interpretasi data serta penyebarluasan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
Ketepatan pelaporan penyakit DBD di puskesmas ini sudah cukup
baik, karena laporan dilaporkan secara rutin setiap triwulan sekali pada
saat Mini Lokakarya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Distribusi penyakit DBD menurut waktu (time), tempat (place) dan
orang (person) di Puskesmas Kandai Kota Kendari Periode tahun
Januari 2015-Desember 2017.
a. Pada tahun 2015 distribusi penyakit DBD dengan persentase
terbesar terjadi pada bulan Desember sebesar 27,27% (3 kasus),
berasal dari kelompok umur 0-14 tahun yaitu 11 orang (100%),
dan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 10 orang (90,91%).
b. Pada tahun 2016 persentase terbesar terjadi pada bulan Januari
sebesar 22,22% (6 kasus), pada kelompok umur 0-14 tahun yaitu
sebanyak 16 orang (59,26%), dan banyak terjadi pada jenis
kelamin perempuan sebanyak 19 orang (70,37%).
c. Pada tahun 2017 persentase terbesar terjadi pada bulan April
sebesar 37,5% (3 kasus), semua penderita terdapat pada kelompok
umur 0 – 14 tahun dan 15 - 24 tahun masing - masing 4 orang
(50%), dan paling banyak terjadi pada jenis laki – laki sebanyak 5
orang (62,50%).
d. Pada tahun 2015 terdapat 11 penderita (23,91%), kemudian pada
tahun 2016 mengalami peningkatan menjadi 27 penderita
(58,70%). Namun pada tahun 2017 menurun menjadi 8 penderita
(17,39%),
2. Pelaksanaan Surveilans DBD di Puskesmas Kandai periode Januari
2015-Desember belum cukup baik karena ada yang seharusnya di
lakukan di Puskesmas namun tidak dilaksanakan.
3. Atribut sistem surveilans DBD di Puskesmas Kandai periode Januari
2015-Desember 2017 telah dilaksanakan dengan cukup baik mulai dari
kesederhananaan (simplicity), fleksibilitas (flexibility), dan ketepatan
waktu (timeliness).
5.2 Saran
1. Kepada petugas surveilans diharapkan agar melakukan pengamatan,
pencatatan dan pelaporan secara lengkap dan akurat agar data yang
dikumpulkan mengenai distribusi penyakit berdasarkan orang, tempat dan
waktu lebih baik. Selain itu, dalam pelaksanaan surveilans di Puskesmas
KandaiKota Kendari, sebaiknya pihak Puskesmas menganalisis data
berdasarkan tempat secara rinci per Rukun Warga (RW) sehingga apabila
ada program pencegahan atau penanggulangan penyakit DBD dapat tepat
sasaran.
2. Penyelenggaraan Surveilans penyakit DBD diharapkan dapat optimal,
maka diperlukan peran serta semua sektor, terutama seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan milik pemerintah ataupun masyarakat, instansi
kesehatan baik di daerah maupun di pusat.
3. Dalam pelaksanaan surveilans di Puskesmas Kandai diharapkan ada
penambahan jumlah fasilitas penginputan data (komputer) agar lebih
mempermudah dalam menganalisis data. Selain itu disarankan agar
mengikuti pelatihan penggunaan software bagi petugas surveilans untuk
peningkatan keterampilan dalam melakukan pengolahan data serta
penggunaan komputer dalam pencatatan dan pengolahan data.
4. Dokumen-dokumen hasil pencatatan penderita yang berkunjung di
Puskesmas Kandai hendaknya disimpan dengan baik agar mudah
didapatkan apabila dibutuhkan.
5. Distribusi epidemiologi berdasarkan waktu, tempat dan orang sangat perlu
dilakukan karena sangat penting dalam menentukan program dan
intervensi yang akan dilakukan selanjutnya. Misalnya distribusi
berdasarkan waktu, dapat dilihat dari peningkatan kasus pada musim
hujan atau musim dingin perlu dilakukan antisipasi dalam bentuk kegiatan
penyuluhan dalam menghadapi perubahan musim.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Kota Kendari Bidang P2PL. 2016. Distribusi Kasus Demam
Bedarah Dengue (DBD) Menurut Puskesmas Tahun 2016. Kendari.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2017. Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2016. Kendari.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2014. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2015. Jakarta.
Lee, L.M., Steven M.Teutsc, Stephen B.Thacker, Michael E. Louis. 2010. Principles
& Practice of Public Health Surveillance. New York: Oxford university press.
Pramestuti N. 2012. Identifikasi vektor utama demam berdarah dengue dan sebaran
virus Dengue di Kabupaten Banjarnegara. Laporan Akhir Penelitian Riset
Pembinaan Kesehatan. Banjarnegara: Balai Litbang P2B2 Banjarnegara.
WHO. 2004. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. EGC. Jakarta.
WHO. 2009. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention And Control.
WHO. Switzerland.
Wuryanto, M.Arie. 2010. Surveilans Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
Permasahannya di Kota Semarang Tahun 2008. Seminar Nasional
Mewujudkan Kemandirian Kesehatan Masyarakat Berbasis Preventif dan
Promotif .