PENDAHULUAN
akut. Demam ini disebabkan oleh bakteri patogen enterik Salmonellae typhi yang
secara morfologi identik dengan Escherichia coli. Sinonim demam tifoid dan
demam paratifoid : Typhoid fever dan paratyphoid fever, Enteric fever, Typhus
dan paratyphus abdominalis. Walaupun patogen kuat, kuman ini tidak bersifat
Sumber infeksi S. typhi umumnya manusia, baik orang sakit maupun orang
sehat yang dapat menjadi pembawa kuman. Infeksi umumnya disebarkan melalui
jalur fekal-oral dan berhubungan dengan higienis dan sanitasi yang buruk yaitu
melalui makanan yang terkontaminasi kuman yang berasal dari tinja, kemih atau
pus yang positif. Kontaminasi pada susu sangat berbahaya karena bakteri dapat
berkembang biak dalam media ini. Penyebaran umumnya terjadi melalui air atau
kontak langsung. Oleh karena itu pencegahan harus diusahakan melalui perbaikan
sanitasi lingkungan, kebiasaan makanan, proyek MCK (Mandi, Cuci, Kakus), dan
dkk.2008)
Oleh karena penyebab demam tifoid secara klinis hampir selalu Salmonella
yang beradaptasi pada manusia maka sebagian besar kasus dapat ditelusuri pada
karier manusia. Penyebab yang terdekat kemungkinan adalah air (jalur yang
paling sering) atau makanan yang terkontaminasi oleh karier manusia. Carrier
1
adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi
Salmonella typhi dalam feses dan urine selama > 1 tahun. Karier menahun
umumnya berusia lebih dari 50 tahun, lebih sering pada perempuan, dan sering
menderita batu empedu. S. typhi sering berdiam di batu empedu, bahkan di bagian
dalam batu, dan secara intermiten mencapai lumen usus dan diekskresikan ke
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,
cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi
penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase
konvalesen, dan kronik karier. Demam Tifoid juga dikenali dengan nama lain
yaitu Typhus Abdominalis, Typhoid fever atau Entericfever. Demam tifoid adalah
penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteritik demam, sakit kepala
dan nyeri perut berlangsung lebih kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-
gejala perut, pembesaran limpa dan erupsi kulit. Demam tifoid(termasuk para-
2.2 Etiologi
berbentuk batang, gram (-), anaerob fakultatif, tidak berkapsul dan hampir selalu
motil dengan menggunakan flagela peritrikosa, yang menimbulkan dua atau lebih
3
membantu mengkarakteristikan S. enterica. Antigen yang pertama yaitu antigen O
somatik yang terlibat dalam serogrouping (S. typhi termasuk serogrouping D) dan
antigen yang satu lagi adalah antigen Vi (virulen) capsular yang berhubungan
dengan resistensi terhadap lisis yang dimediasi oleh komplemen dan resistensi
Tumbelaka,2003).
2.3 Patogenesis
mencapai usus halus. Infeksi manusia secara eksperimental dengan strain Quailes
simtomatik tetapi 105 bakteri dapat menyebabkan gejala pada 27 persen relawan.
Dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan penyakit yang lebih sering, terutama
mononuklear, lalu bertahan hidup dan memperbanyak diri dalam sel sehingga
Masa inkubasi bervariasi dan tergantung pada ukuran inokulum dan keadaan
difagositosis dalam keadaan hidup. Daya tahan dalam sel tergantung pada faktor
mikroba yang menunjang resistensi terhadap pembinasaan dan pada imunitas yang
diaktifkan oleh sel limfosit T pejamu, yang berada di bawah kendali genetik(Alan
R. Tumbelaka,2003).
4
.
ambang batas kritis, bakteremia sekunder dapat terjadi dan menimbulkan invasi
pada kelenjar empedu dan Plaque Peyeri pada usus halus. Bakteremia yang
menetap menjadi penyebab demam yang menetap pada tifoid klinis, sementara
(kolesistitis, perdarahan usus atau perforasi). Dengan invasi kelenjar empedu dan
Plaque Peyeri, kuman kembali masuk ke dalam lumen usus, dan dapat ditemukan
pada biakan feses pada awal minggu kedua penyakit klinis(Richard E dkk.2000)
jumlah yang jauh lebih kecil daripada biakan darah yang positif. Endotoksin
sistemik lain, tetapi kejadian gejala ini pada individu yang dibuat toleran terhadap
endotoksin menunjang peranan untuk faktor lain, seperti sitokin yang dilepaskan
(Prasetyo dkk,2010).
Melalui mulut makanan dan air yang tercemar Salmonella typhi (10 6-109)
lambung dan sebagian lagi kuman masuk ke dalam usus halus Di usus halus,
kuman mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang sudah
5
mengalami hipertrofi (ditempat ini sering terjadi perdarahan dan perforasi)
Kuman menembus lamina propia, kemudian masuk ke dalam aliran limfe dan
bakteriemi I dan melalui sirkulasi portal dari usus halus, dan masuk kembali ke
Melalui sirkulasi portal dan usus halus, sebagian lagi masuk ke dalam hati
terminalis, hati, lien, bagian lain sistem RES kemudian masuk kembali ke
inflamasi lokal pada jaringan tempat Salmonella typhi berkembang biak dan
endotoksin Salmonella typhi merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh
2.4 Patofisiogi
organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, 2) bakteri
bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus limfatikus
6
mesenterica, dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial 3) bakteri
dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2) banyak
yang mati namun sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang biak
dalam peyer patch dalam usus. Untuk diketahui, jumlah kuman yang masuk dan
dapat menyebabkan infeksi minimal berjumlah 105 dan jumlah bisa saja
meningkat bila keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti aklorhidria,
post gastrektomi, penggunaan obat- obatan seperti antasida, H2-bloker, dan Proton
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejnum dan
ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman
akan menembus sel- sel epitel (sel-M merupakan selnepitel khusus yang yang
melapisi Peyer Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke
lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-
sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian
7
Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag ini
hati dan Limpa. Di organ- organ RES ini kuman meninggalkan sel- sel fagosit dan
kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya
feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.
dalam hal ini adalah delirium. Pada anak- anak gangguan mental ini
biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang terjadi dalam 3 hari
8
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
dkk 2008)..
typhi ini menstimulasi makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan
kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat- zat lain.
seperti nekrosis sel, sistem vaskuler, yang tidak stabil, demam, depresi
9
Bagan 2.1. Patofisiologi Demam Tifoid
10
Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih bervariasi
bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya berpegang pada gejala
atau tanda klinis, akan lebih sulit untuk menegakkan diagnosis demam tifoid pada
anak, terutama pada penderita yang lebih muda, seperti pada tifoid kongenital
Walupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara garis
Gangguan kesadaran
akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,
konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat.
Setelah minggu kedua, gejala/ tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam
remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai
11
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada
pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39 – 41o C) serta dapat pula
Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan
tanda-tanda antara lain, lidah tampak kering, diolapisi selaput tebal, di bagian
belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila
penyakit makin progresif, akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih
prominen(Prasetyo dkk,2010).
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal
limpa pada demam tifoid tidak progresif dengan konsistensi lebih lunak(Prasetyo
dkk,2010).
Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran
1 – 5 mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan
12
punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak
hari(Prasetyo dkk,2010).
mm terdapat pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Rose
selama dua sampai empat hari pada minggu pertama. Bintik merah
muda juga dapat berubah menjadi perdarahan kecil yang tidak mudah
Lidah kotor
Bradikardia relatif.
Hepatosplenomegali.
13
2.7 Pemeriksaan penunjang
Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai sedang
yang diduga karena efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus.
leukosit oleh toksin dalam peredaran darah. Sering hitung leukosit dalam batas
normal dan dapat pula leukositosis, terutama bila disertai komplikasi lain.
relatif, aneosinofilia, dapat shift to the left ataupun shift to the right bergantung
pada perjalanan penyakitnya. SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan
kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak
maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji
antikoagulan(Richard E.dkk,2000).
14
Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai nilai
penting dalam proses diagnostik demam tifoid. Akan tetapi masih didapatkan
adanya variasi yang luas dalam sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigen
spesifik S. typhi oleh karena tergantung pada jenis antigen, jenis spesimen yang
diperiksa, teknik yang dipakai untuk melacak antigen tersebut, jenis antibodi yang
E.dkk,2000).
Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi
a) Uji Widal
terhadap kuman S.typhi yaitu uji Widal. Uji telah digunakan sejak tahun 1896.
Pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan
antibodi yang disebut aglutinin. Prinsip uji Widal adalah serum penderita dengan
pengenceran yang berbeda ditambah dengan antigen dalam jumlah yang sama.
Jika pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi. Pengenceran
serum(Alan R. Tumbelaka,2003).
15
3. Aglutinin Vi (simpai kuman).
Antibodi H timbul lebih lambat, namun akan tetap menetap lama sampai beberapa
tahun, sedangkan antibodi O lebih cepat hilang. Pada seseorang yang telah
sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin
H menetap lebih lama antara 9 bulan – 2 tahun. Antibodi Vi timbul lebih lambat
dan biasanya menghilang setelah penderita sembuh dari sakit. Pada pengidap
menunjukkan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus
benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak menyingkirkan.
Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin sekali periksa ≥ 1/200
atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid
infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S.
typhi (karier). Banyak peneliti mengemukanan bahwa uji serologi widal kurang
16
dapat dipercaya sebab dapat timbul positif palsu pada kasus demam tifoid yang
Ada 2 faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu faktor yang berhubungan
kortikosteroid.
5. Riwayat vaksinasi.
17
Beberapa keterbatasan uji Widal ini adalah:
Negatif Palsu
antibodi.
Positif Palsu
b) Tes TUBEX
sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang
Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena
hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam
18
Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX® ini,
kemudian.
Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik
IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM
menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi
19
terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi.
(Alan R. Tumbelaka,2003).
antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap
antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang
sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis
.
e) Pemeriksaan dipstik
dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan
pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol.
memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak
dkk,2008)..
typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau
dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih
20
mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan
Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif
faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah darah
yang diambil; (2) perbandingan volume darah dari media empedu; dan (3) waktu
pengambilan darah.
minimal dalam darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu
yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7
hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak
praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam
mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan
teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase
typhi(Richard E.dkk,2000)..
21
Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi
risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila
spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam
spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya
yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari
spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat
E.dkk,2000).
2.8 Diagnosis
Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan
bahkan asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang
timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran
kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran hati
dan limpa, serta gangguan status mental. Sembelit dapat merupakan gangguan
gastointestinal awal dan kemudian pada minggu ke-dua timbul diare. Diare hanya
terjadi pada setengah dari anak yang terinfeksi, sedangkan sembelit lebih jarang
penurunan berat badan, nyeri abdomen dan diare, menjadi berat. Dapat dijumpai
depresi mental dan delirium. Keadaan suhu tubuh tinggi dengan bradikardia lebih
sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Rose spots (bercak makulopapular)
22
ukuran 1-6 mm, dapat timbul pada kulit dada dan abdomen, ditemukan pada 40-
80% penderita dan berlangsung singkat (2-3 hari). Jika tidak ada komplikasi
dalam 2-4 minggu, gejala dan tanda klinis menghilang namun malaise dan letargi
Gambaran klinis lidah tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan gejala
menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu untuk
bakteriologis(Prasetyo dkk,2010).
malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis, leukimia,
Vaughan, VC,2002).
2.10 Penatalaksanaan
23
Seperti kebanyakan penyakit sistemik, istirahat sangat membantu. Pasien
pemulihan(Richard E.dkk,2000).
b) Nutrisi
Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat
adalah yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun tidak
mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, basanya
diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa(Richard
E.dkk,2000).
c) Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Kebutuhan kalori anak pada infus
tubuh yaitu dengan pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan
24
Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla
diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Bila
mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah
cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan kemungkinan untuk
diperberat keadaannya sangatlah mungkin. Bila tidak mampu intake peroral dapat
diberikan via parenteral, obat yang masih dianjurkan adalah yang mengandung
b) Antibiotik
Antibiotik yang sering diberikan adalah :
fever terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak- anak 50-100
mg/kg/hari. Diberikan selama 10-14 hari atau sampai 7 hari setelah demam turun.
Pemberian Intra Muskuler tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak
dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Pada kasus malnutrisi atau
25
dari antibiotik jenis ini adalah mudahnya terjadi relaps atau kambuh, dan
secara syrup dosis yang diberikan untuk anak 4-5 mg/kg/kali minum sehari diberi
2 kali selama 2 minggu. Efek samping dari pemberian antibiotika golongan ini
anak golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup efektif. Dosis yang
chloramphenicol(Richard E.dkk,2000).
merupakan pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan lebih dari
dalam 1-2 dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari. Atau dapat diberikan
cefotaxim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu untuk sediaan
26
Per oral dapat diberikan Cefixime 10-15 mg/kg/hari selama 10 hari(Richard
E.dkk,2000).
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai
E.dkk,2000).
2.11 Komplikasi
- Ileus paralitik
hemolitik
27
3. Paru-paru : Empiema, pneumonia, pleuritis, bronkhitis
2.12 Pencegahan
Cuci tangan.
anda dengan air (diutamakan air mengalir) dan sabun terutama sebelum
endemik tifoid. Untuk itu, minumlah air dalam botol atau kaleng. Seka
28
seluruh bagian luar botol atau kaleng sebelum anda membukanya.
Hindari makanan yang telah disimpan lama dan disajikan pada suhu
sampai suhu 57°C beberapa menit dan secara merata dapat membunuh
et al. 2004)
sulit untuk dicapai. Untuk alasan itu, beberapa ahli percaya bahwa
2004)
2.13 Prognosis
29
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia,
menjadi karier pada anak – anak rendah dan meningkat sesuai usia.
Karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid
BAB III
PENUTUP
Demam tifoid pada anak disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella
typhi yang ditularkan melalui jalur fecal-oral yang mana pada nantinya akan
Demam tifoid pada anak memiliki gejala yang cukup spesifik berupa
demam, gangguan gastro intestinal, dan gangguan saraf pusat. Demam yang
30
terjadi lebih dari 7 hari terutama pada sore menjelang malam dan turun pada pagi
hari. Gejala gastrointestinal bisa terjadi diare yang diselingi konstipasi. Pada
cavum oris bisa didapatkan Tifoid Tongue yaitu lidah kotor dengan tepi hiperemi
yang mungkin disertai tremor. Gangguan Susunan Saraf Pusat berupa Sindroma
Otak Organik, biasanya anak sering ngelindur waktu tidur. Dalam keadaan yang
berat dapat terjadi penurunan kesadaran seperti delirium, supor sampai koma.
dapat menunjang infeksi Demam Tifoid ini adalah Darah Lengkap, Uji Widal,
dengan tirah baring yang cukup, Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Rendah Serat,
dan Antibiotika yang memiliki efektivitas yang cukup tinggi terhadap kuman
Salmonella typhi.
DAFTAR PUSTAKA
Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics
2-20.
31
Maurice. M. D. Sc.d. 1994. Modern Nutritional in Health and Disease 9 th
A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15. Jakarta: EGC ; 2000.
Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri
Shils, Maurice. M. D. Sc.d. 2006. Modern Nutritional in Health and Disease 10th
Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada anak.
Medika, 2002:1-43.
32
33