Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Oleh
dr. Gede Nuari Ardadi

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR
BALI
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
yang berjudul “Hiperemesis Gravidarum” ini tepat pada waktunya. Laporan kasus
ini disusun dalam rangka mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia di
Rumah Sakit Umum Ganesha, Gianyar, Bali.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Putu Bambang Adikayana yang telah mendampingi penulis dalam
Program Intersip Dokter Indonesia ini.
2. Seluruh staf RSU Ganesha Gianyar, Bali.
3. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan kasus
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya
penulis mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu
pengetahuan dan kedokteran.

Gianyar, November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER---------------------------------------------------------------------------------------i

KATA PENGANTAR---------------------------------------------------------------------ii

DAFTAR ISI-------------------------------------------------------------------------------iii

BAB I PENDAHULUAN-----------------------------------------------------------------1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi--------------------------------------------------------------------------2
2.2 Epidemiologi-------------------------------------------------------------------2
2.3 Etiologi--------------------------------------------------------------------------3
2.4 Patofisiologi--------------------------------------------------------------------3
2.5 Manifestasi Klinis--------------------------------------------------------------5
2.6 Pemeriksaan Fisik--------------------------------------------------------------7
2.7 Pemeriksaan Penunjang-------------------------------------------------------8
2.8 Diagnosis------------------------------------------------------------------------8
2.9 Diagnosis Banding-------------------------------------------------------------9
2.10 Komplikasi-------------------------------------------------------------------10
2.11 Penatalaksanaan-------------------------------------------------------------11

BAB III LAPORAN KASUS


3.1 Identitas Pasien---------------------------------------------------------------13
3.2 Ananmesis---------------------------------------------------------------------13
3.3 Pemeriksaan Fisik------------------------------------------------------------14
3.4 Pemeriksaan Penunjang-----------------------------------------------------15
3.5 Resume Pasien----------------------------------------------------------------16
3.6 Diagnosis----------------------------------------------------------------------16
3.7 Penatalaksanaan--------------------------------------------------------------16
3.8 Prognosis----------------------------------------------------------------------17
3.9 Follow Up Pasien-------------------------------------------------------------17

BAB IV PEMBAHASAN---------------------------------------------------------------19

BAB V SIMPULAN----------------------------------------------------------------------21

DAFTAR PUSTAKA--------------------------------------------------------------------22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Mual dan muntah adalah kondisi yang wajar yang sering ditemukan pada
kehamilan trimester pertama. Mual dan muntah ini dapat menjadi masalah apabila
terjadi secara berlebihan sehingga dapat mengganggu pekerjaan sehari-hari karena
keadaan umumnya menjadi buruk karena terjadinya dehidrasi. Mual dan muntah
yang berlebihan ini disebut dengan hiperemesis gravidarum.
Hiperemesis terjadi di seluruh dunia dengan angka kejadian yang beragam
mulai dari 1-3% dari seluruh kehamilan yang terjadi di Indonesia, 0,3% dari
seluruh kehamilan di Swedia, 0,5% dari seluruh kehamilan di California, 0,8% di
Canada, 10,8% di Cina, 0,9% di Norwegia, dan 0,5% di Amerika Serikat.
Berdasarkan hasil penelitian Depkes RI tahun 2009 menjelaskan bahwa 80%
perempuan hamil mengalami rasa mual dan muntah. Hal ini dapat memicu
perempuan hamil menghindari makanan tertentu yang dapat mempengaruhi
kebutuhan nutrisi ibu dan janin.1,2
Mual dan muntah berlebih yang terjadi pada awal kehamilan sampai umur
kehamilan 20 minggu disebut hiperemesis gravidarum.1 Hiperemesis gravidarum
merupakan kondisi yang kompleks dan mengganggu aktivitas sehari-hari atau
menimbulkan komplikasi. Keadaan ini merupakan indikasi tersering ibu hamil
untuk dirawat di rumah sakit pada trimester awal kehamilan.2
Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan kematian namun hampir
25% pasien dirawat inap lebih dari sekali dengan keluhan serupa.3 Hiperemesis
gravidarum yang tidak tertangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai
komplikasi baik komplikasi terhadap ibu maupun komplikasi terhadap janin. Ibu
yang mengalami muntah persisten dapat menyebabkan dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit serta ketosis. Sedangkan pada bayi dapat terjadi
pertumbuhan janin terhambat serta kematian janin. Maka dari itu sangat penting
untuk mengetahui tanda dan gejala serta penanganan yang tepat untuk hiperemesis
gravidarum.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan
sampai usia kehamilan 20 minggu.1 Menurut The Society of Obstetricians
and Gynaecologyst of Canada (SOGC), hiperemesis gravidarum
didefinisikan sebagai keadaan mual dan muntah yang berlebihan atau
menetap pada wanita hamil dan mengganggu pekerjaan sehari-hari dan
menimbulkan komplikasi seperti penurunan berat badan lebih dari 5% dari
berat sebelum hamil, adanya tanda-tanda dehidrasi, ketidakseimbangan
elektrolit dan ketonuria.4

2.2 Epidemiologi
Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60%
multigravida.1 Insiden hiperemesis gravidarum bervariasi pada beberapa
studi populasi. Beberapa melaporkan antara 50-90% tetapi kebanyakan
berkisar antara 70-80%. Pada 20% kasus hiperemesis gravidarum gejala
berlangsung menetap selama kehamilan.4 Di dalam penelitian Mahmoud
(2012) dinyatakan bahwa hiperemesis gravidarum terjadi pada 59.000
wanita hamil di AS, dengan angka insiden sebesar 0,5%. Selain itu,
diperkirakan bahwa wanita hamil yang memiliki gejala mual dan muntah
berat di China adalah mencapai 10,8%. Di Malaysia, ditemukan bahwa
prevalensi wanita yang mengalami HG adalah 3,9%.5
Berdasarkan hasil penelitian Depkes RI tahun 2009 menjelaskan bahwa
80% perempuan hamil mengalami rasa mual dan muntah. Hal ini dapat
memicu perempuan hamil menghindari makanan tertentu yang dapat
mempengaruhi kebutuhan nutrisi ibu dan janin.1,2

2
2.3 Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum sampai saat ini masih belum diketahui
secara pasti, tetapi diperkirakan erat hubungannya dengan endokrin,
biokimiawi dan psikologis. Walaupun penyebab pastinya belum diketahui,
namun umur kehamilan muda, kehamilan pertama, mola hidatidosa,
kehamilan ganda, adanya riwayat keluarga yang mengalami hiperemesis
gravidarum, dan wanita yang sebelumnya memiliki riwayat hiperemessis
gravidarum diperkirakan dapat menjadi penyebab terjadinya hiperemesis
gravidarum. Keluhan mual dan muntah pada kehamilan dapat dipicu oleh
berbagai stimulus diantaranya stimulus visual, vestibular, olfaktorik,
gustatorik, gastrointestinal, psikogenik dan emetogenik.7

2.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hiperemesis gravidarum sampai saat ini masih
merupakan suatu perdebatan. Terdapat beberapa teori yang diduga menjadi
penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum yaitu : 7

2.4.1 Respon sistem saraf pusat terhadap rangsangan muntah


Penelitian pada binatang yang tidak hamil menunjukkan bahwa muntah
melibatkan lengkung refleks dengan koneksi vagal aferen dan eferen dengan
chemoreceptor trigger zone (CTZ), pusat muntah dan pusat vestibular pada
batang otak dan medula oblongata. Kemungkinan terlibatnya korteks
serebral dalam hiperemesis gravidarum diperlihatkan pada penelitian kasus-
kontrol dari 35 wanita hamil (17 dengan hiperemesis gravidarum dan 18
dengan emesis gravidarum). Enam dari 17 pasien dengan hiperemesis
gravidarum dibandingkan dengan 1 dari 18 wanita dengan emesis
gravidarum menunjukkan kelainan EEG yang tidak spesifik. Godwin et al.
menunjukkan adanya peningkatan kelainan dalam refleks vestibulo-okular
pada wanita hamil dengan hiperemesis gravidarum.7

3
2.4.2 Faktor plasenta
Pada kehamilan normal, jaringan plasenta banyak diinfiltrasi oleh limfosit
dan fagosit mononuklea, salah satu dari fungsi utama plasenta adalah untuk
memproduksi sitokin yang penting untuk mempertahankan kehamilan.
TNFα, Interleukin 1, dan interleukin 6 mengatur produksi dan pengeluaran
human chorionic gonadotropin (hCG). Sitokin melalui nosiseptor dikatakan
dapat menginduksi emesis melalui stimulasi sentral dan perifer dari
lengkung refleks muntah. Mekanisme lain yang dipengaruhi oleh plasenta
adalah rata-rata jumlah adenosine dan norepinephrine pada plasma. Kedua
faktor ini meningkat secara signifikan pada wanita dengan hiperemesis
gravidarum dibandingkan dengan wanita hamil yang normal. Hal ini
dipercaya disebabkan oleh aktivitas berlebihan dari sistem saraf simpatis
dan peningkatan produksi dari TNFα.7

2.4.3 Faktor hormonal


Fungsi utama lain dari plasenta adalah memproduksi hormon. Dari ketiga
hormon (hCG, E2, progesteron) yang berimplikasi terhadap patogenesis
hiperemesis, yang terbanyak diketahui adalah hCG dan kemudian diikuti
oleh estrogen.7Pengaruh fisiologis hormon estrogen tidak jelas namun
kemungkinan berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya
pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil,
meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.3

2.4.4 Faktor gastrointestinal


Rangsangan gastrointestinal memiliki peranan dalam patogenesis
hiperemesis gravidarum dimana kebanyakan wanita yang masuk rumah sakit
dengan hiperemesis gravidarum diberikan rehidrasi melalui intravena tanpa
makan atau minum dalam 24 jam pertama biasanya berhenti muntah. 7Akibat
peningkatan kadar hormon estrogen dan progesteron, timbul aktivitas
myoelektrik yang tidak normal pada saluran gastrointestinal yang mengarah
pada disritmia gerak peristaltik lambung, sehingga timbul gejala morning
sickness.12

4
2.4.5 Faktor psikologis
Terdapat pendapat bahwa hiperemesis gravidarum merupakan simbol
penolakan kehamilan. Stress dan pengaruh psikososial juga berperan
terhadap terjadinya hiperemesis gravidarum dengan adanya temuan kadar
kortisol yang dan hormon adrenokortikotropik.7

2.4.6 Defisiensi Vitamin B6 (Pyridoxin)


Kekurangan vitamin B6 fungsional dalam bentuk pyridoxal-5-
phosphate(PLP) ditemukan pada kehamilan. Hubungan defisiensi vitamin
B6 dengan hiperemesis gravidarum dikemukakan karena ditemukan adanya
perbaikan pada ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum yang diberikan
terapi vitamin B6.7
Selain itu hiperemesis gravidarum dikatakan sebagai suatu respon
pertahanan tubuh terhadap makanan yang mungkin berbahaya seperti
makanan yang mengandung kafein, tembakau dan alkohol. Adanya kelainan
enzim hati yang ditemukan pada wanita dengan hiperemesis gravidarum
mungkin disebabkan oleh adanya peningkatan beban metabolik dari
inaktivasi hormon trofoblastik dan mungkin emetogen lain yang
berhubungan dengan kehamilan.7
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan
muntah pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan
dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit. 3 Hiperemesis gravidarum ini
dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk
keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah
ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik, dan
aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan
cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler
dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun, demikian pula
klorida urin. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga
aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat
makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula dan tertimbunnya zat
metabolik toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan
bertambahnya ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah

5
yang lebih banyak, dapat merusak hati, dan terjadilah lingkaran setan yang
sulit dihentikan. Di samping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan
elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung
(sindrom Mallory-Weiss), dengan akibat pendarahan gastrointestinal. Pada
umumnya robekan ini ringan dan pendarahan dapat berhenti sendiri, jarang
sampai diperlukan transfusi dan tindakan operatif. 7

2.5 Manifestasi Klinis


Menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 tingkatan, yaitu:1,8
2.5.1 Tingkat I
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum pasien. Lemah,
tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, dan nyeri ulu hati. Nadi
meningkat hingga 100 kali/menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor
berkurang, lidah mengering dan mata cekung.
2.5.2 Tingkat II
Tampak lebih lemah dan apatis, turgor lebih menurun, lidah kering dan
tampak kotor. Berat badan turun, mata cekung, tensi turun, terjadi
hemokonsentrasi, oliguria, dan konstipasi. Aseton dapat tercium dari udara
pernafasan, dapat pula ditemukan dalam urin.
2.5.3 Tingkat III
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran somnolen sampai
koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat. Dapat terjadi komplikasi pada
susunan saraf pusat yang dikenal sebagai Ensefalopati Wernicke.

2.6 Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum dapat dilakukan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Adapun
informasi yang perlu digali saat anamnesis yaitu gejala amenore yang
disertai mual dan muntah yang berlebihan pada kehamilan muda trimester
pertama. Mual dan muntah berlebih ini biasanya mulai muncul pada usia
kehamilan 4-10 minggu kemudian puncaknnya terjadi saat umur kehamilan

6
8-12 minggu dan menurun kejadiannya saat umur kehamilan mencapai 20
minggu. Pada kasus yang jarang, gejala dapat ditemukan persisten hingga
memasuki setengah usia kehamilan.8,9
Hiperemesis gravidarum memengaruhi keadaan umum, nadi
meningkat 100 kali per menit, tekanan darah menurun pada keadaan berat,
subfebril, dan gangguan kesadaran (apatis-koma).1 Pasien biasanya datang
dengan keluhan yang menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, ketosis, gangguan
asam-basa dan elektrolit, dan penurunan berat badan >5%. Ptialisme
(berludah yang berlebihan) kadang dikeluhkan. 10
Penanganan mual dan muntah pada kehamilan tergantung dari tingkat
berat ringannya gejala, berkisar dari perubahan pola diet pada pasien dengan
gejala yang ringan, hingga pemberian obat-obatan, nutrisi parenteral total
(NPT) pada gejala yang berat. Terminasi kehamilan karena hiperemesis
sudah sangat jauh berkurang.
Penegakan diagnosis harus berawal dari konfirmasi viabilitas
kehamilan intrauterin. Ketika diagnosis hiperemesis gravidarum telah
ditegakkan, kondisi terkait seperti kehamilan multipel dan mola hidatidosa
harus dieksklusi. Pada 30% kasus, kehamilan mola dan kanker tertentu
dapat muncul dengan gejala FHG. Penegakan diagnosis hiperemesis
gravidarum juga harus mengeklusi penyebab lain dari gejala muntah seperti
gastroenteritis, kolesistitis, akut pankreatitis, obstruksi outlet gastrik,
pyelonephritis, hipertiroidism primer paratiroidism primer atau disfungsi
liver.9
Pemeriksaan laboratorium berguna dalam menegakkan diagnosis dan
terapi pasien. Adapun pemeriksaan laboratorium tersebut yaitu darah
lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, analisis gas darah, tes fungsi
hati,tes fungsi ginjal (blood urea nitrogen, kreatinin), amylase, lipase, tes
fungsi tiroid, dan β-HCG. Hasil pemeriksaan laboratorium umumnya
menunjukan tanda-tanda dehidrasi sepertipeningkatan berat jenis urin,
ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit.
Kelainan elektrolit dan asam basa dapat dijumpai seperti hipokloremia,
hiponatremia, penurunan potasium dan asidosis. Peningkatan

7
aminotransferase serum dan kadar bilirubin total dapat ditemukan. 2 Selain
pemeriksaan laboratorium juga dapat dilakukan pemeriksaan USG harus
dipertimbangkan dilakukan untuk mengekslusi kehamilan multipel dan
kehamilan mola.

b.7 Diagnosis Banding


2.7.1 Gastritis dan Ulkus Peptikum
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien
mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan
obat-obat analgetik non steroid (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak
terlalu dapat membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus
peptikum karena hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum
mempunyai keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi
perlu dihindari karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm.
Pasien dengan gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah,
juga biasanya diikuti dengan diare.4
2.7.2 Ketoasidosis diabetes
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil
mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi
disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu
dilakukan pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan badan keton pada
urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah.4
2.7.3 Pankreatitis akut
Pasien dengan pankreatitis biasanya mempunyai riwayat peminum alkohol
berat. Gejala klinis yang dijumpai berupa nyeri epigastrium, kadang-kadang
agak ke kiri atau ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-
kadang nyeri menyebar di perut dan menjalar ke abdomen bagian bawah.
Pemeriksaan serum amilase dapat membantu menegakkan diagnosis.4

2.7.4 Hipertiroidism
Hipertiroidism dapat bermanifestasi asimtomatik maupun dengan gejala dan
tanda yang signifikan.Adapun gejala dari hipertiroidism adalah kegelisahan,

8
iritablitas, peningkatan keringat, berdebar, tangan tremor, cemas, sulit tidur,
penipisan kulit, kelemahan otot terutama lengan atas dan paha.Gerakan usus
pasien dengan hipertiroidim lebih sering dan diare sering terjadi.Penurunan
berat badan dapat terjadi bahkan ketika nafsu makan baik, muntah dan pada
wanita aliran darah mestruasi berkurang dan siklus menstruasi tidak teratur
cenderung berkurang atau dengan siklusnya memanjang. Pemeriksaan fisik
dan penunjang fungsi tiroid akan sangat membantu dalam penegakan
diagnosis ini.
2.7.5 Hepatitis
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat
biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan
SGOT dan SGPT yang nyata.4

b.8 Komplikasi
Hiperemesis gravidarum jika tidak ditangani dengan baik dapat
menimbulkan komplikasi maternal maupun fetal.Pada risiko maternal, ibu
dapat mengalami diplopia, palsi nervus ke-6, nistagmus, ataksia dan kejang
akibat dari defisiensi tiamin (B1). Jika hal ini tidak segera ditangani, akan
terjadi psikosis korsakoff (meliputi amnesia, menurunnya kemampuan
untuk beraktivitas) ataupun kematian. Penyulit ini disebut Ensephalopati
Wernicke dengan trias klasik, yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata
(oftalmoplegia), gerakan yang tidak teratur (ataksia), dan
kebingungan.Dengan demikian, untuk hyperemesis tingkat III perlu
dipertimbangkan terminasi kehamilan.Penyulit lainnya yang mungkin
timbul adalah ruptur esofagus, robekan Mallory-Weiss pada esofagus,
pneumotoraks dan neuropati perifer.1
Komplikasi yang mungkin terjadi pada janin yaitu meningkatkan
peluang kejadian gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR) akibat
penurunan berat badan ibu yang kronis. Selain itu dapat juga terjadi
kematian janin, pertumbuhan janin terhambat, preterm, berat badan lahir
rendah, dan kelainan kongenital.3

9
b.9 Penatalaksanaan
Penanganan mual dan muntah pada kehamilan didasarkan pada berat
ringannya gejala. Secara garis besar, tatalaksana dapat dibagi menjadi terapi
cairan, pemberian antiemetik serta terapi nutrisi.
Tujuan utama dari terapi cairan adalah mencegah terjadinya
mekanisme kompensasi dari dehidrasi berupa penurunan perfusi uterus yang
termasuk sebagai organ nonvital. Umumnya kehilangan air dan elektrolit
diganti dengan cairan isotonik, misalnya ringer laktat, ringer asetat, atau
normal salin. Normal salin sebaiknya diberikan secara hati-hati untuk
mencegah komplikasi seperti delusional acidosis atau hyperchloremic
acidosis.11 Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti
tekanan darah arteri rata-rata 70 – 80 mmHg, denyut jantung kurang dari
100x per menit, ekstremitas hangat dengan pengisian kapiler baik, susunan
saraf pusat baik, produksi urin sejumlah 0.5 – 1 ml/kg BB/jam dan asidosis
tidak berlanjut.3
2.9.1 Pemberian Anti-Emesis
Hingga saat ini pemberian anti muntah pada kehamilan muda masih
kontroversi karena belum cukup penelitian yang terkontrol baik untuk
menyatakan keamanannya, walaupun disebutkan tidak ada hubungan antara
anti muntah dengan efek buruk pada janin. 2 Pada sebuah studi dari 315
wanita hamil menunjukan peningkatan risiko cacat bawaan jika
phenothiazine diberikan selama trimester pertama, studi besar lainnya
menunjukkan tidak ada hubungannya dengan kejadian malformasi
kongenital.
Pemberian obat anti muntah amat berkembang setelah dikenal
bermacam reseptor seperti dopamin, serotonin, muskarinik, dan histamin.
Obat-obatan tersebut merupakan antagonis terhadap reseptor masing-masing
yang menghambat impuls muntah, diantaranya pada CTZ.2
2.9.1.1 Antihistamin dan Antikolinergik
Antihistamin menghambat kerja histamin pada reseptor H1 dan
antikolinergik menghambat kerja asetilkolin pada reseptor
muskarinik. Kedua obat membatasi stimulasi terhadap pusat muntah

10
dari sistem vestibular (yang kaya dengan histamin dan asetilkolin)
tetapi mempunyai efek yang minimal pada stimulasi visceral aferen.4
2.9.1.2 Dopamin Antagonis
Dopamin antagonis meminimalkan efek dopamin pada reseptor D2
pada CTZ yang akan mengurangi rangsangan terhadap pusat muntah
di medula. Meskipun dopamin antagonis murah dan mempunyai
efikasi luas namun mempunyai efek samping diantaranya sedasi,
ortostatik hipotensi, dan gejala ekstrapiramidal seperti tardive
diskinesia.4
2.9.1.3 Serotonin Antagonis
Selektif serotonin antagonis menghambat kerja serotonin pada
reseptor 5-hidroksitriptamin3 (5-HT3) pada usus kecil, saraf vagus,
dan CTZ. Bekerja menurunkan rangsangan aferen visceral dan CTZ
pada pusat muntah di medula. Karena penghambatan yang menyebar
pada serotonin, obat ini menjadi pengobatan primer pada muntah.
Umumnya serotonin antagonis telah ditunjukkan aman, dengan efek
samping yang minimal. Nyeri kepala, diare, dan lesu merupakan
efek samping yang tersering. Reaksi hipersensitivitas jarang timbul
tetapi telah berhubungan dengan komplikasi dari urtikaria sampai
bronkhospasme dan anafilaksis.4
2.9.1.4 Kortikosteroid
Sebuah studi menunjukan tidak ada perawatan kembali untuk
muntah berulang pada wanita dengan hiperemesis gravidarum yang
diberikan metilprednisolon per oral, dibandingkan dengan lima
orang yang memerlukan perawatan kembali yang diberikan terapi
promethazin oral.1 Penulis studi tersebut mempercayai
metilprednisolon 16 mg tiga kali sehari (28 mg per hari) diikuti
dengan penurunan dosis dalam 2 minggu, berguna bagi hiperemesis
yang sukar disembuhkan.1 Kortikosteroid secara umum dianggap
aman diberikan selama kehamilan.

2.9.2 Terapi Nutrisi

11
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung
pada derajat muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan penerimaan pasien
terhadap rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan
saluran cerna harus digunakan. Bila per-oral menemui hambatan dicoba
untuk menggunakan nasogastric tube (NGT). Saluran cerna mempunyai
banyak keuntungan misalnya dapat mengabsorsi banyak nutrien, adanya
mekanisme defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu
dengan masuknya sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga
pengaturan homeostasis nutrisi.11
Bila pasien sudah dapat makan peoral, modifikasi diet yang diberikan
adalah makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat,
rendah protein dan rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk
sementara, hindari makanan yang emetogenik dan berbau sehingga
menimbulkan rangsangan muntah.1,2 Pemberian diet diperhitungkan jumlah
kebutuhan basal kalori sehari-hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.1
Salah satu rumus yang dapat menghitung kebutuhan basal (basal
energy expenditure) berdasarkan massa tubuh (body mass) adalah rumus
Harris-Benedict berdasarkan berat, tinggi dan umur. BEE = 655,10 + 9,56
W + 1,85 H – 4,68 A (dimana W = berat (kg), H = tinggi (cm) dan A =
umur (th). Untuk kebutuhan memetabolisme makanan dan aktivitas
jumlahnya dapat ditambah 15%.2
Pada pasien yang gejala muntahnya tidak berkurang, makanan dapat
diberikan melalui NGT terlebih dahulu. Nutrisi Parenteral Total (NPT)
diberikan pada pasien hiperemesis gravidarum yang berada dalam derajat
muntah yang hebat dan terus mengalami penurunan berat badan atau gagal
dengan terapi konservatif.11
Pemberian NGT menghadapi resiko yang cukup besar, karena ia
memotong jalur mekanisme regulasi dan proteksi yang dapat
mengakibatkan komplikasi pemasangan yang mengunakan kateter vena
sentral seperti pneumothoraks, hemothoraks, emboli udara dan cedera
duktus thorasikus. Namun nutrisi parenteral yang menggunakan vena perifer
dapat pula menimbulkan septik dan komplikasi metabolik. Selain itu tidak

12
digunakannya saluran cerna untuk waktu lama dapat menimbulkan atrofi
mukosa, pembentukan ulkus, disfungsi barier mukosa dan septik
enterogenik. Sehingga nutrisi parenteral digunakan sebagai jalan terakhir
pemberian makanan.11

2.9.3. Terapi alternatif


Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis gravidarum,
antara lain:
2.9.3.1 Jahe (zingiber officinale)
Jahe dilaporkan bahwa pemberian dosis harian 250 mg sebanyak 2
kali perhari lebih baik hasilnya dibandingkan plasebo pada wanita
dengan hiperemesis gravidarum. Belum ada penelitian yang
menunjukan hubungan kejadian abnormalitas pada fetus dengan
jahe.11
2.9.3.2 Vitamin B6 (piridoksin)
Vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme
lipid, karbohidrat dan asam amino. Peranan vitaminB6 untuk
mengatasi hiperemesis masih kontroversi. Dosis vitamin B6 yang
cukup efektif berkisar 12,5-25 mg per hari tiap 8 jam. Selain itu
Czeizel melaporkan suplementasi multivitamin secara bermakna
mengurangi kejadian mencegah insiden hiperemesis gravidarum.11

b.10 Prognosis
Prognosis hiperemesis gravidarum dapat sangat memuaskan bila
dilakukan dengan penanganan yang baik, namun pada tingkatan yang berat
dan tidak mendapatkan penanganan yang baik akan berkaitan dengan
pengeluaran yang buruk. Pada suatu penelitian diketahui bahwa seorang ibu
yang hiperemetik memiliki risiko nutrisi buruk bila mean diatary intake dari
semua nutrien dibawah 50% dari recommended dietary allowances.
Kemudian, diketahui lebih dari 60% pasien memiliki cadangan tiamin,
riboflavin, vitamin B6, vitamin A dan retinol binding protein yang
suboptimal.8

13
Pada kasus yang diseleksi dengan penurunan berat badan >5% dan
malnurish berkepanjangan, didapatkan keluaran kehamilan yang buruk
seperti berat badan lahir bayi rendah, pendarahan antepartum, kelahiran
premature dan terkait anomali fetal.Hal ini terkait dengan kontrol gejala
yang kurang danketidakmampuan dalam mengoreksi ketidakseimbangan
elektrolit.8

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. NMP
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 27 tahun
Status nikah : Menikah
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Mual muntah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang sadar diantar keluarganya dengan keluhan mual yang
dirasakan kurang lebih 1 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Keluhan disertai muntah dan memberat sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit (SMRS), dengan frekuensi muntah ±4-6x per hari dengan
volume per muntah ±1/2 gelas air mineral (125ml). Faktor yg memperberat
keadaan pasien yaitu pasien mencoba untuk makan dan minum akan tetapi
selalu memuntahkannya kembali, menyebabkan nafsu makan pasien
berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan yang sama juga dialami oleh pasien pada kehamilan-kehamilan
sebelumnya. Penyakit lainnya seperti penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, asma, dan kencing manis disangkal oleh pasien. Pasien juga tidak
memiliki alergi obat.

Riwayat Menstruasi :

15
Pasien mendapatkan haid pertama pada usia 15 tahun dengan siklus setiap
bulannya teratur setiap 28 hari. Lamanya haid dalam 1 periode adalah 7 hari
dengan frekuensi mengganti softex 3 kali perhari (±50 ml). Hari pertama
haid terakhir (HPHT) pasien adalah 25 November 2021, dengan taksiran
persalinan pasien yaitu pada tanggal 2 Juni 2022.
Riwayat Obstetri:

Ha Umur Berat Sex/ Cara Abortus Lahir


Umur Penolong Tempat
mil Keha Badan Persal Hidup/
Persalinan persalinan Ya Tdk
Ke: milan Lahir L P inan Mati

Hidup
Rumah
1. Aterm 3400 P SC dr. SpOG Tdk Usia 7
Sakit
th
Hidup
Rumah
2. Aterm 4000 L SC dr. SpOG Tdk Usia 4
Sakit
th
Hamil
3.
ini

Riwayat Kontrasepsi

Pasien pernah menggunakan kontrasepsi jenis suntik namun pasien


mengeluh perdarahan.

Riwayat Antenatal Care (ANC)

Pasien kontrol kehamilan ke bidan sebanyak 1 kali. Pasien sudah


mendapatkan imunisasi TT. Keluhan saat hamil mual dan muntah.

Riwayat Pernikahan

16
Pasien menikah 1 kali pada usia 19 tahun dengan lama pernikahan dengan
suami kurang lebih 8 tahun.

Riwayat Sosial dan Keluarga

Penyakit sistemik lainnya pada keluarga seperti hipertensi, diabetes melitus,


asma, dan penyakit jantung disangkal.. Pasien tidak merokok maupun
mengkonsumsi minuman beralkohol.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Darah Lengkap Status Present
Kesan Umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 97kali/menit, reguler
Laju respirasi : 20 kali/menit, tipe torakoabdominal
Suhu axilla : 36,2 OC
BB/TB : 70 kg/161 cm
Status gizi : gizi cukup
Status General
Kepala : Mata : anemis -/- , ikterus -/- , RP +/+ isokor
THT : tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : Mammae : Hiperpigmentasi areola mammae
Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), ghallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+ , rhonki -/- , whezzing -/-
Abdomen : sesuai dengan status obstetri
Ekstremitas : turgor kulit menurun
Hangat + + ,Edema - -

+ + - -

17
Status Ginekologi
Abdomen : TFU setinggi simpisis pubis, bising usus (BU) (+) baik,
distensi (-), nyeri tekan epigastrium (+)
Vagina : Pendarahan (-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

WBC : 6,3 . 103/μL


RBC : 4,25 . 106/μL
HGB : 12,9 g/dL
HCT : 37,4 %
PLT : 305 . 103/μL

Kimia Darah :
Gula darah sewaktu : 67 mg/dL

Urinalisis :
Warna : Kuning
Leukosit : Negatif
pH : 6.0
Bilirubin : +1 (1mg/dL)
Protein : +1 (15mg/dL)
Keton : +3 (80mg/dL)
Berat Jenis : 1,020
Sedimen :
Epitel : 2-5
Bakteri : +

PCR SARS CoV-2 (14/09/2021)


Negatif SARS CoV-2

3.5 Diagnosis Kerja

18
G3P2002 Usia Kehamilan 12-13 minggu T/H IU + Hiperemesis
Gravidarum grade I.

3.6 Penatalaksanaan
I. KIE :
 Hasil pemeriksaan, diagnosis, rencana terapi bahwa pasien harus
dirawat inap untuk penanganan yang lebih intensif, komplikasi
serta prognosis, bahwa hiperemesis gravidarum ini sering berulang
kejadiannya namun setelah 20 minggu kejadiannya akan menurun.
 Diet dan perubahan pola hidup, makan lebih sering dengan porsi
lebih sedikit, pisahkan makanan padat dan cair, hindari makanan
berminyak, hindari minuman dingin, hindari makanan yang terlalu
manis, hindari rangsangan sensorik seperti bau yang berlebihan.
II. Terapi
MRS
IVFD NaCl 0,9% : D5% = 1 : 1 28 tpm
a. Medikamentosa
 Pantoprazole 40mg tiap 12 jam IV
 Ondansentron 4 mg tiap 12 jam IV
 Asam folat 400mcg per hari per oral
b. Non Medikamentosa
 Diet kering
III. Monitoring/Evaluasi
Keluhan, Tanda Vital.

3.7 Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam

3.8 Follow Up Pasien di Ruangan

Tanggal S O A P

19
20-11- Pusing (+) St.Present G3P2002 UK Tx :
2021 Mual (+) Kes : CM 12-13 IVFD NaCl 0,9% :
Muntah (-) TD : 110/70 minggu T/H D5% = 1 : 1 28 tpm
mmHg IU + Pantoprazole 2x1 amp
N : 88 x/menit Hiperemesis iv
R : 20x/menit Gravidarum Ondansentron 2x4mg iv
T : 36,5 oC Asam folat 1x400mcg
St. Ginekologi po
Abd : TFU Paracetamol 3x500mg
setinggi simpisis po k/p
pubis, BU(+)N, Mx : keluhan, tanda
distensi (-) vital

21-11- Pusing (+) St.Present G3P2002 UK Tx :


2021 Mual (+), Kes : CM 12-13 IVFD NaCl 0,9% :
Muntah (-), TD : 110/70 minggu T/H D5% = 1 : 1 28 tpm
mmHg IU + Pantoprazole 2x1 amp
N : 86 x/menit Hiperemesis iv
R : 20x/menit Gravidarum Ondansentron 2x4mg iv
T : 36,3oC Asam folat 1x400mcg
St. General : po
mata : anemis -/- Paracetamol 3x500mg
St. Ginekologi po k/p
Abd TFU Mx : keluhan, tanda
setinggi simpisis vital
pubis, BU(+)N,
distensi (-)

22-11- Mual (-), St.Present G3P2002 UK Tx :


2021 Muntah (-) KU : Baik 12-13 IVFD NaCl 0,9% :
TD : 100/70 minggu T/H D5% = 1 : 1 28 tpm
mmHg IU + Pantoprazole 2x1 amp
N : 80 x/menit Hiperemesis iv
R : 18 x/menit Gravidarum Ondansentron 2x4mg iv
T : 36,4 oC Asam folat 1x400mcg
St. General po
mata : anemis -/- BPL
St. Ginekologi Emibion 1x1 po
Abd : TFU Ondancetron 2x4mg
setinggi simpisis po
pubis, BU(+)N,

20
distensi (-)

21
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum


karena berdasarkan anamnesis pada pasien ini ditemukan adanya gejala
mual dan muntah yang berat, dimana keluhan tersebut sampai mengganggu
aktivitas sehari-hari. Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien dalam usia
kehamilan 12-13 minggu mengalami keluhan muntah sejak satu bulan yang
lalu. Fakta ini mendukung diagnosis hiperemesis gravidarum yang
didefinisikan sebagai keadaan muntah yang terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu.1 Keluhan tersebut kembali semakin memberat sejak
satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan muntah
berisikan air dan sisa makanan yang tidak disertai darah terjadi dengan
frekuensi ±4-6 kali per hari dengan volume tiap kali muntah sekitar 1/2
gelas aqua (125ml). Pasien tidak mengeluhkan ada muntah tanpa ada isi
lambung yang keluar.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah pasien 120/80
mmHg dengan nadi 88 kali per menit. Pada status generalis didapatkan
kedua mata dalam keadaan cowong, turgor kulit menurun. Hasil
pemeriksaan penunjang, tidak didapatkan hemokonsentrasi, namun
didapatkan ketonuria +3. Data tersebut sesuai dengan diagnosis hiperemesis
gravidarum grade I.
Pada pasien ini dilakukan monitoring keluhan, tanda vital. Keluhan
pasien perlu diperhatikan untuk mengetahui apakah masih terdapat keluhan
mual maupun muntah pada pasien. Tanda vital pasien dilihat apakah terjadi
penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi atau peningkatan suhu
tubuh yang merupakan tanda-tanda dehidrasi.

22
BAB V
KESIMPULAN

Pada kasus ini didapatkan pasien dengan diagnosis hiperemesis gravidarum


tingkat I. Diagnosis ini dibuat berdasarkan dari data anamnesis, pemeriksaan fisik
dan penunjang. Penatalaksaan pasien dalam kasus ini sudah sesuai dengan teori.
Secara garis besar penanganan dari hiperemesis gravidarum terdiri dari
penanganan dehidrasi, antiemesis, terapi nutrisi, dan psikoterapi. Pemberian
informasi dan edukasi bagi pasien dan keluarganya penting untuk dilakukan
terkait dengan diagnosis, penanganan, pencegahan, dan prognosis dari
hiperemesis gravidarum.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam : Ilmu


Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
Jakarta; 2008; hal. 815-818
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Hiperemesis Gravidarum.
2012. Diunduh dari www.depkes.go.id/folder/view/publikasi/profil-
kesehatan.html. Diakses tanggal: 26 November 2021.
3. Herrel HE. Nausea and Vomiting of Pregnancy. American Family
Physycian. Volume 89, No 12.June 15, 2014
4. Gunawan, K., Manengkel, PS., Ocviyanti D. Diagnosis dan Tata Laksana
Hiperemesis Gravidarum. J Indon Med Assoc.2011:61;458-64.
5. Arsenault et al, The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy,
SOGC Clinical Practice Guideline, no 120, October 2002.
6. Mahmoud GA. Prevalence and risk factors of hyperemesis graviderum
among egyptian pregnant women at the woman’s health center. Med J
Cairo Univ. 2012;80(2):161-168.
7. Schoenberg, Frederic Paik. Summary of Data on Hyperemesis
Gravidarum.
Tersedia pada: http://www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html Diakses
tanggal: 26 November 2021
8. Sanu, O., Lamont, RF. Hyperemesis Gravidarum : pathogenesis and the
use of antiemetic agents. Expert Opin. Pharmacother. (2011) 12(5):737-
748
9. Prosedur Tetap Divisi Fetomaternal Bagian/SMF Obgyn FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar. 2012
10. Philip B. Hyperemesis Gravidarum: Literature Review. Wisconsin Medical
Journal. 2003, 102(3)
11. Widayana A, Megadhana IW, Kemara KP. Diagnosis and Management of
Hyperemesi Gravidarum. E-Jurnal Medika Udayana. 2013, p658-673.
Diakses pada http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/5114.
Diakses tanggal: 27 November 2021.
12. Ogunyemi, DA. Hyperemesis Gravidarum. 2017. Diakses pada
http://emedicine.medscape.com/article/2547-overview. Diakses tanggal :
27 November 2021.

24

Anda mungkin juga menyukai