Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan

oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1,

DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes

albopictus. Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe

dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotipe DEN-2. Pada

saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk, namun

angka kematian telah menurun bermakna <2%. Umur terbanyak yang terkena infeksi dengue adalah

kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin banyak kelompok umur lebih tua. Spektrum klinis

infeksi dengue dapat dibagi menjadi (1) gejala klinis paling ringan tanpa gejala (silent

dengue infection), (2) demam dengue (DD), (3) demam berdarah dengue (DBD) dan (4) demam

berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue/DSS) (Hadinegoro, dkk, 2014).

Infeksi virus dengue merupakan penyakit endemik terutama di wilayah tropis

dan subtropis seperti Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik

Barat. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar 50-100 juta infeksi dengue

terjadi tiap tahunnya. Indonesia merupakan negara endemi Dengue dengan kasus

tertinggi di Asia Tenggara. Pada 2006 Indonesia melaporkan 57% dari kasus Dengue dan hampir

80% kematian dengue dalam daerah Asia Tenggara (1132 kematian dari jumlah 1558

kematian dalam wilayah regional). Di Indonesia infeksi virus Dengue selalu dijumpai

sepanjang tahun di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan

Bandung. Perbedaan pola klinis kejadian infeksi Dengue ditemukan setiap tahun.

1
Perubahan musim secara global, pola perilaku hidup bersih dan dinamika populasi

masyarakat (adanya perang dunia, perkembangan kota yang pesat setelah perang dan mudahnya

transportasi) berpengaruh terhadap kejadian penyakit infeksi virus Dengue (Hadinegoro,

dkk, 2014).

World Health Organization memperkirakan terjadi 50 juta kasus infeksi Dengue

di seluruh dunia setiap tahun. Di Indonesia kasus pertama dengan pemeriksaan serologis

dibuktikan pada tahun 1969 di Surabaya. Angka kematian karena infeksi virus Dengue

menurun secara drastis dari 41,3% ditahun 1968 menjadi kurang dari 3% ditahun 1991,

namun Sindroma Syok Dengue masih merupakan kegawatan yang sulit diatasi. Morbiditas dan

mortalitas karena DBD/DSS yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan

beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat

penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan keadaan meteorologis

(Hadinegoro, dkk, 2014).

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis

yang bervariasi mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik

(mild undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD),

dan dengue shock syndrome. Terdapat berbagai teori yang terkait dengan patofisiologi

infeksi virus Dengue seperti hipotesis (ADE), teori virulensi virus yang mendasarkan

pola perbedaan serotipe virus dengue Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4. Teori antigen-

antibodi, yang mendasarkan kenyataan bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan aktifitas

sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan dari kadar C3,C4,dan C5. Teori

mediator, dimana makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan melepaskan mediator-mediator

seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain. Diperkirakan berbagai mediator

tersebut bertanggung jawab atas terjadinya syok septik, demam dan peningkatan

2
permeabilitas kapiler. Teori Th1/Th2 pada infeksi memperkirakan adanya faktor genetik

merupakan perkembangan teori yang menarik (Azis, 2014).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan

oleh empat serotype virus yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4, ditularkan ke manusia

melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae.

Albopictus. Dari genus Flavivirus, virus RNA dari keluarga Flaviviridae (Soedarto,

2012).

Virus dengue adalah virus dengan virion yang berukuran 50 nanometer memiliki

genom single strand RNA. Infeksi oleh satu serotipe virus dengue menyebabkan

terjadinya kekebalan yang lama terhadap serotipe virus tersebut, dan kekebalan

sementara atau waktu pendek terhadap serotipe virus dengue lainnya. Pada saat terjadi

epidemic di dalam darah seorang penderita dapat beredar lebih dari satu serotipe virus

dengue. Seseorang yang terinfeksi lebih dari satu serotype virus dapat menimbulkan

Demam berdarah Dengue atau Dengue Shock Syndrome . Seperti yang kita ketahui

terdapat empat serotype virus yang menyebabkan seseorang terinfeksi atau terjangkit

Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue virus virus tersebut antara lain Virus

dengue 1 (DEN 1), Virus dengue 2 (DEN 2), Virus dengue 3 (DEN 3), dan Virus

dengue 4(DEN 4) masing-masing serotype virus dengue tersebut memiliki genotip yang

berbeda-beda. Manusia adalah sumber infeksi utama pada Dengue.Manusia yang

darahnya mengandung virus Dengue (viremia) dapat menularkan virus ke nyamuk yang

menghisap darahnya. Setelah masa inkubasi selama 4-6 hari (minimal 3 hari dan

maksimal 10 hari) virus akan terdapat pada darah manusia dan viremia terjadi selama 4

sampai 7 hari (Soedarto, 2012).

4
Demam Berdarah ditandai dengan empat manifestasi klinis utama antara lain

demam tinggi, fenomena hemorragik, sering disertai dengan hepatomegali dan pada

kasus yang berat penderita demam berdarah dapat mengalami gangguan sirkulasi.

Selain itu pasien juga dapat mengalami syok hipovolemik yang disebabkan oleh

kebocoran plasma. Syok ini disebut sebagai sindrom syok dengue (DSS) dan dapat

mematikan. Demam berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut disertai

manifestasi perdarahan, trombositopenia, dan hemokonsentrasi disebabkan oleh virus

dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty dan Aedes Albopictus

(Abdoerrachman,2002).

Vektor dan penularannya adalah nyamuk betina bertelur di dinding tempat

penampungan air alami dan buatan. Larva dan pupa nyamuk suka sekali tinggal di air

bersih pada tempat penampungan air buatan seperti (tangki air, bak mandi, vas bunga),

barang-barang terbuang yang dapat menampung air seperti (ban karet, plastic container,

botol bekas) larva dan pupa juga dapat dijumpai pada habitat alami seperti tanaman

yang berasal dari family bromeliads, lubang pohon (Abdoerrachman,2002).

Sebaran Aedes aegypti juga dipengaruhi oleh tingginya lokasi. India meliputi

daerah dengan ketinggian permukaan laut hingga 1200 meter atas permukaan laut, di

Asia tenggara daerah sebaran terbatas pada ketinggian 1000-1500 meter , sedangkan di

Kolombia nyamuk ini bahkan masih dijumpai pada ketinggian 2200 meter. Umumnya

daerah dengan ketinggian kurang dari 500 meter memiliki populasi nyamuk yang tinggi

sedangkan untuk kawasan pegunungan populasi nyamuk umumnya rendah (Soedarto

,2012).

5
2.2 Epidemiologi

Setiap tahun di seluruh dunia dilaporkan sekitar 30 hingga 100 juta penduduk

terjangkit Demam Dengue dan sekitar 500.000 orang terjangkit Demam Berdarah

Dengue dengan 22.000 kematian terutama pada anak-anak. Di Indonesia sejak Virus

Dengue pertama kali ditemukan tahun 1968 di Surabaya insiden DBD selalu mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Indonesia sendiri adalah daerah endemis Demam Berdarah

Dengue dan mengalami epidemic tiap 4-5 tahun. Faktor – faktor yang menyumbang

Indonesia sebagai daerah endemik DD atau DBD antara lain faktor lingkungan sekitar

dengan banyak genangan air bersih yang menjadi tempat perindukan atau penetasan

telur nyamuk, mobilitas penduduk yang tinggi, dan cepatnya transportasi antar daerah.

Sejauh ini insiden dengue antara perempuan dan laki laki cenderung sama, dengue juga

dapat menginfeksi semua kelompok umur. Umumnya anak kecil di bawah 15 tahun

menderita infeksi dengan demam yang tidak spesifik dan sembuh dengan

sendirinya.Untuk kawasan Asia tenggara tempat dimana Dengue adalah Hiperendemik

Dengue biasanya di derita oleh anak berusia di bawah 15 tahun (Soedarto, 2012).

Sejak tahun 2000, infeksi Dengue di Asia Tenggara menjadi epidemic dan

menyebar ke daerah yang tidak pernah melaporkan kejadian infeksi Dengue. Pada tahun

2003, 8 negara; Bangladesh, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Sri Langka,

Thailand dan Timor-Leste, melaporkan kejadian infeksi Dengue. Pada tahun 2004

Bhutan melaporkan epidemi Dengue yang pertama.Pada tahun 2005 WHO’s Global

Outbreak Alert and Respons Network (GOARN) menemukan suatu wabah dengan case-

fatality rate yang tinggi (3,55%) di Timor - Leste.Hanya Korea yang belum pernah

melaporkan adanya infeksi Dengue (Niniek, 2013).

6
2.3 Patogenesis dan Patofisiologi

Virus dengue termasuk ke dalam Arthropoda Borne Virus (Arbo virus) dan

terdiri dari 4 serotype yaitu DEN 1, 2, 3, dan 4. Infeksi virus dengue untuk pertama kali

akan merangsang terbentuknya antibodi non-netralisasi. Sesuai dengan namanya,

antibodi tersebut tidak bersifat menetralkan replikasi virus, tetapi justru memacu

replikasi virus. Akibatnya terbentuk kompleks imun yang lebih banyak pada infeksi

sekunder oleh serotype lain. Hal itu yang menyebabkan manifestasi klinis infeksi

sekunder lebih berat dibanding infeksi sekunder (Abdoerrachman,2002).

Antibodi non-netralisasi yang terbentuk akan bersirkulasi bebas di darah atau

menempel di sel fagosit mononuklear yang merupakan tempat utama infeksi virus

dengue. Antibodi non-netralisasi yang menempel pada sel fagosit mononuklear

berperan sebagai reseptor dan generator replikasi virus. Kemudian virus dengue dengan

mudah masuk dan menginfeksi sel fagosit (mekanisme aferen). Selanjutnya virus

bereplikasi di dalam sel fagosit dan bersama sel fagosit yang telah terinfeksi akan

menyebar ke organ lain seperti hati, usus, limpa, dan sumsum tulang belakang

(mekanisme eferen). Adanya sel fagosit yang terinfeksi akan memicu respon dari sel

imun lain sehingga muncul berbagai manifestasi klinis yang disebut sebagai mekanisme

efektor (Abdoerrachman,2002).

Mekanisme efektor dimulai dengan aktivasi sel T helper (CD4), T sitotoksik

(CD8), dan sistem komplemen oleh sel fagosit yang terinfeksi. Th selanjutnya

berdiferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Th1 akan melepaskan IFN-γ, IL-2, dan limfokin

sedangkan Th2 melepaskan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Selanjutnya IFN-γ akan

merangsang monosit melepaskan TNF-α, IL-1, PAF, IL-6, dan histamin. Limfokin juga

7
merangsang makrofag melepas IL-1. IL-2 juga merupakan stimulan pelepasan IL-1,

TNF-α, dan IFN-γ. Pada jalur komplemen, kompleks imun akan menyebabkan aktivasi

jalur komplemen sehingga dilepaskan C3a dan C5a (anafilatoksin) yang meningkatkan

jumlah histamin. Hasil akhir respon imun tersebut adalah peningkatan IL-1, TNF-α,

IFN-γ, IL-2, dan histamin (luheshi,dkk, 2000).

IL-1, TNF-α, dan IFN-γ dikenal sebagai pirogen endogen sehingga timbul

demam. IL-1 langsung bekerja pada pusat termoregulator sedangkan TNF-α dan IFN-γ

bekerja tidak secara langsung karena merekalah yang merangsang pelepasan IL-1.

Bagaimana mekanisme IL-1 menyebabkan demam? Daerah spesifik IL-1 adalah pre-

optik dan hipothalamus anterior dimana terdapat corpus callosum lamina terminalis

(OVLT). OVLT terletak di dinding rostral ventriculus III dan merupakan sekelompok

saraf termosensitif (cold dan hot sensitive neurons). IL-1 masuk ke dalam OVLT

melalui kapiler dan merangsang sel memproduksi serta melepaskan PGE2. Selain itu,

IL-1 juga dapat memfasilitasi perubahan asam arakhidonat menjadi PGE2. Selanjutnya

PGE2 yang terbentuk akan berdifusi ke dalam hipothalamus atau bereaksi dengan cold

sensitive neurons. Hasil akhir mekanisme tersebut adalah peningkatan thermostatic set

point yang menyebabkan aktivasi sistem saraf simpatis untuk menahan panas

(vasokontriksi) dan memproduksi panas dengan menggigil (luheshi,dkk, 2000).

Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala lain

seperti timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan sintesis

albumin serta transferin. Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari kerjasama IL-1

dan TNF-α. Keduanya akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa. Peningkatan

8
leptin dalam sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke hipothalamus ventromedial

yang berakibat pada penurunan intake makanan (luheshi,dkk, 2000).

IFN-γ sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten,

menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi antibodi.

Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek toksik seperti demam,

rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala berat, muntah, dan somnolen

(luheshi,dkk, 2000).

Sejak awal demam sebenarnya telah terjadi penurunan jumlah trombosit pada

penderita DBD. Penurunan jumlah trombosit memudahkan terjadinya perdarahan pada

pembuluh darah kecil seperti kapiler yang bermanifes sebagai bercak kemerahan. Di sisi

lain, peningkatan jumlah histamin meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi

perembesan cairan plasma dari intravaskuler ke interstisiel. Hal itu semakin diperparah

dengan penurunan jumlah albumin akibat kerja IL-1 dan gangguan fungsi hati. Adanya

plasma leakage tersebut menyebabkan peningkatan Hct. Trombositopenia terjadi akibat

pemendekan umur trombosit akibat destruksi berlebihan oleh virus dengue dan sistem

komplemen depresi fungsi megakariosit, serta supresi sumsum tulang. Destruksi

trombosit terjadi di hepar, lien, dan sumsum tulang. Trombositopenia menyebabkan

perdarahan di mukosa tubuh sehingga sering muncul keluhan melena, epistaksis, dan

gusi berdarah. Hepatomegali pada pasien DBD terjadi akibat kerja berlebihan hepar

untuk mendestruksi trombosit dan untuk menghasilkan albumin. Selain itu, sel-sel hepar

terutama sel Kupffer mengalami banyak kerusakan akibat infeksi virus dengue. Bila

kebocoran plasma dan perdarahan yang terjadi tidak segera diatasi, maka pasien dapat

9
jatuh ke dalam kondisi kritis yang disebut DSS (Dengue Shock Sydrome) dan sering

menyebabkan kematian (luheshi,dkk, 2000).

2.4 Klasifikasi

Manifestasi klinis Demam Dengue menurut kriteria diagnosis WHO tahun 2011,

infeksi dengue dapat terjadi secara simtomatik (dengan gejala) dan asimtomatik (tanpa

gejala nyata), untuk infeksi dengue simtomatik terbagi menjadi undifferentiated fever

(sindrom infeksi virus) dengan Demam Dengue (DD) sebagai infeksi dengue ringan dan

expanded dengue syndrome atau isolated organophaty dengan Demam Berdarah

Dengue (DBD) sebagai infeksi dengue berat. Perembesan plasma merupakan tanda khas

dari DBD sedangkan kelainan organ lain dikelompokkan kedalam expanded dengue

syndrome atau isolated organophaty Secara klinis pada penderita Demam Dengue dapat

disertai pendarahan atau tidak sedangkan pada penderita Demam Berdarah Dengue

dapat disertai syok atau tidak . Berikut merupakan Skema diagnosis Dengue (Karyanti,

2011).

Gambar 1. Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO 2011

10
Spektrum klinis infeksi virus Dengue dapat berupa sindrom viral, Dengue Fever,

atau Dengue Haemoragic Fever termasuk Dengue Shock Syndrome (DSS). Infeksi

dengan satu serotip Dengue menimbulkan imunitas menetap terhadap serotip tersebut,

akan tetapi juga dapat menimbulkan proteksi silang jangka pendek untuk serotip yang

lain. Manifestasi klinis tergantung tipe virus dan faktor inang, seperti umur, status imun

dan lain sebagainya (Niniek, 2013).

Masih menurut WHO manifestasi infeksi dengue secara umum dapat dilihat

berdasarkan derajat keparahannya.

Tabel 1. Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011

Infeksi Dengue merupakan suatu penyakit sistemik yang memiliki spektrum

klinis yang luas.Setelah masa Inkubasi diikuti oleh tiga fase yaitu fase demam, fase

kritis dan fase penyembuhan. Bahkan penyakit dengan manifestasi klinik yang

kompleks seperti Demam Berdarah Dengue, terapinya relative sederhana, murah, dan

11
sangat efektif selama dilakukan terapi yang efektif dan efisien. Pengenalan gejala dan

tanda awal merupakan bagian penting yang dapat menentukan tingkat keberhasilan

pasien. Berikut adalah fase infeksi dengue (Soedarmo,2002).

1. Fase Demam

Fase ini ditandai dengan demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung

selama 2-7 hari dan biasanya terdapat tanda-tanda flushing pada wajah, eritrema pada

kulit, myalgia, atralgia, nyeri kepala, anoreksia, mual dan muntah. Perdarahan ringan

seperti petekie dan perdarahan pada membrane mukosa dapat terjadi pada fase ini.

Perdarahan vaginal dan perdarahan gastrointerstinal dapat pula terjadi pada fase ini

walaupun Shock bleeding sangat jarang. Hepatomegali dapat terjadi beberapa hari

setelah demam. Tanda awal abnormalitas pada pemeriksaan darah adalah

ditemukannya penurunan jumlah leukosit.

2. Fase Kritis

12
Suhu tubuh mulai turun ke 37,5-38,0 C atau dibawahnya, peristiwa ini terjadi pada

hari ke 3-6 dari perjalanan penyakit. Pada masa ini dapat terjadi peningkatan

permeabilitas kapiler yang ditandai dengan peningkatan nilai hematokrit.Tanda tersebut

menandakan datangnya fase kritis. Pada fase ini penderita mengalami leukopenia yang

progresif yang diikuti oleh penurunan jumlah trombosit secara cepat yang menandakan

kebocoran plasma.Syok juga dapat terjadi pada fase ini disebabkan karena kebocoran

plasma yang menyebabkan berkurangnya perfusi jaringan.Pada fase ini pasien tanpa

peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi perbaikan klinik sedangkan pada pasien

dengan peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi perburukan klinik disebabkan

karena hilangnya volume plasma. Efusi pleura dan ascites merupakan tanda dari

kebocoran plasma yang dapat dideteksi. Pasien - pasien yang mengalami perbaikan

setelah fase ini dikelompokkan menjadi infeksi dengue yang ringan.Beberapa pasien

dapat berkembang menjadi lebih berat dengan adanya kebocoran plasma perlu

dilakukan pemeriksaan darah. Pasien yang mengalami perburukan klinis akan

memberikan tanda bahaya seperti muntah persisten, perdarahan mukosa, letargi,

kegelisahan dll dikelompokkan sebagai pasien dengue dengan tanda

bahaya.Pemeriksaan darah diperlukan untuk menentukan onset dari fase kritis dan

adanya kebocoran plasma.

3. Fase Penyembuhan

Pada fase ini terjadi perbaikan kondisi pasien yang ditandai dengan peningkatan

nafsu makan, gejala-gejala abdomen yang berkurang dan adanya diuresis. Pasien juga

mengalami pruritus (rasa gatal). Nilai hematocrit kembali stabil karena rearbsobsi cairan

ekstravaskuler. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat kembali ke normal diikuti

dengan peningkatan jumlah trombosit (Soedarmo,2002).

13
2.5 Diagnosis

Anamnesis

- Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari

- Disertai lesu, tidak mau makan, dan muntah

- Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut

- Diare kadang-kadang dapat ditemukan

- Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan

(Hadinegoro, dkk, 2014).

Pemeriksaan fisik

- Gejala klinis DBD diawali demam mendadak tinggi, facial flush, muntah, nyeri

kepala, nyeri otot dan sendi,nyeri tenggorok dengan faring hiperemis,nyeri di

bawah lengkung iga kanan. Gejala penyerta tersebut lebih mencolok pada DD daripada

DBD.

- Sedangkan hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering ditemukan pada

DBD.

- Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas

kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma, hipovolemia dan syok.

- Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan rongga

peritoneal selama 24-48 jam (Hadinegoro, dkk, 2014).

14
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah

trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai

gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke3). Trombositopenia umumnya dijumpai

pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai hari

ke 3 demam (Niniek, 2013).

Kelainan laboratorium yang ditemukan adalah leukopenia dan trombositopenia.

Bila terjadi renjatan maka dapat terjadi peningkatan hemoglobin maupun hematokrit.

Penderita yang diduga demam dengue atau DBD biasanya dianjurkan melakukan

pemeriksaan hematologi secara serial untuk mendeteksi secara dini kemungkinan

terjadinya renjatan atau perdarahan yang lebih lanjut. Pada pemeriksaan klinis

laboratoris, dapat ditemukan tes tourniquet yang positif dan lekopenia (lekosit ≤ 5000

sel/mm3) membantu untuk menegakkan diagnosis dini infeksi dengue dengan nilai

prediksi positif sebesar 70% - 80%. Jumlah lekosit total pada awal demam umumnya

normal, selanjutnya menjadi lekopenia dengan menurunnya netrofil yang berlangsung

sepanjang fase demam.Jumlah trombosit umumnya normal, begitu pula komponen

system koagulasi yang lain (Niniek, 2013).

Trombositopenia ringan (100.000 –150.000 sel/mm3) seringkali ditemukan pada

pasien Dengue Fever (DF), pasien mengalami trombosit 100.000 sel/mm3,

trombositopenia berat (<50.000 sel/mm3) jarang ditemukan. Peningkatan hematokrit

yang ringan (10%) dapat ditemukan akibat dehidrasi terkait dengan demam tinggi, mual

muntah, hilangnya nafsu makan dan intake per oral yang rendah.Pemeriksaan biokimia

darah pada umumnya normal, tetapi dapat pula ditemukan peningkatan fungsi liver dan

Aspartate Amino Transferase (Niniek, 2013).

15
Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan terhadap sel darah merah, sel

darah putih dan trombosit. Pemeriksaan darah yang biasanya dilakukan untuk menapis

pasien tersangka demam berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan jumlah

trombosit, nilai hematokrit, jumlah leukosit, kadar hemoglobin dan hapusan darah tepi

untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran plasma biru (Niniek,

2013).

Penurunan jumlah trombosit menjadi ≤100.000/mm3 atau kurang dari 1-2

trombosit/lapangan pandang besar (lpb) dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada

10 lpb.1 Pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit

dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit ≤100.000/mm3.biasanya ditemukan

antara hari ketiga sampai ketujuh. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti

bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun.Pemeriksaan dilakukan

pertama saat pasien diduga menderita DBD, bila normal maka diulang pada hari ketiga

sakit, tetapi bila perlu diulangi setiap hari sampai suhu turun (Niniek, 2013).

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi

sumsung tulang dan destruksi serta pemendekan masa hidup trombosit.Gambaran

sumsum tulang pada fase awal infeksi menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi

megakariosit. Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang diajukan

WHO sebagai diagnosis klinis penyakit DBD. Jumlah trombosit biasanya normal pada 3

hari pertama.Trombositopenia mulai nampak beberapa hari setalah panas dan mencapai

titik terendah pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada DBD masih

kontroversial, trombositopenia disebutkan terjadi karena adanya supresi sumsum tulang

serta akibat destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Mekanisme peningkatan

destruksi ini belum diketahui dengan jelas (Niniek, 2013).

16
2.6 Diagnosis Banding

Dengue Fever Adalah penyakit akut yang ditandai oleh panas 2 – 7 hari, disertai 2 atau

lebih gejalaklinik dibawah. Gejala yang dimaksud adalah :

• Sakit kepala

• Nyeri retro orbital

• Myalgia / Arthralgia

• Ruam

• Manifestasi perdarahan, tourniquet test dan petechiae

Leukopenia Pada anak, Dengue Fever biasanya tampil klinis ringan (Hadinegoro,

dkk, 2014).

Dengue Hemorrhagic Fever Adalah Infeksi Virus Dengue, dengan gejala seperti

Dengue Fever yang disertai : Demam akut 2 –7 hari, mendadak, terus menerus, biasanya

bifasik disertai: manifestasi perdarahan minimal tes torniquet yang positif (perdarahan

spontan dapat berupa: petekie, ekimosis atau purpura, perdarahan selaput lendir mukosa

seperti epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/atau melena, tempat suntikan atau

tempat lainnya) (Hadinegoro, dkk, 2014).

Sindroma Syok Dengue / DSS (Dengue shock syndrome) Mencakup semua kriteria

DBD di atas disertai adanya tanda - tanda gangguan sirkulasi:

 Nadi yang kecil, cepat sampai tidak teraba

 Tekanan nadi (selisih tekanan sistolik dan dias-tolik) menyempit < 20 mmHg

 Hipotensi sesuai usia (< 5 tahun di bawah 80 mmHg; > 5 tahun di bawah 90 mmHg)

sampai tidak terukur

17
 Akral anggota badan teraba dingin, lembab

 Anak tampak gelisah atau tampak mengantuk

 Waktu pengisisan kapiler (CRT) > 2 detik

 Diuresis berkurang (< 1 cc/kgBB/jam) (Hadinegoro, dkk, 2014).

18
2.7 Tatalaksana

Bagan 1. (Hadinegoro, dkk, 2014).

19
Bagan 2.

20
Bagan 3.

21
Bagan 4.

Kriteria memulangkan pasien antara lain (Soedarto ,2012) :

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

2. Nafsu makan membaik

3. Tampak perbaikan secara klinis

22
4. Hematokrit stabil

5. Tiga hari setelah syok teratasi

6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat

7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).

2.8 Komplikasi

komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi virus dengue

adalah perdarahan, asidosis, efusi pleura dan ascites (Ismoedijanto,dkk, 2008).

2.9 Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vektor virus

dengue. Pengendalian vektor bertujuan (Nainggolan, 2006) :

1. Mengurangi populasi vektor serendah – rendahnya sehingga tidak berarti

lagi sebagai penular penyakit.

2. Menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia.

Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan penatalaksanaan

lingkungan yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan

pemantauan aktivitas untuk modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu

pandangan untuk mencegah perkembangan vektor dan kontak manusia-vektor-

patogen. Pengendalian vektor dapat berupa (Nainggolan, 2006):

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

23
a. Melakukan metode 4 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan, dan

monitor tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap

keluarga,

b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan

c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%

2. Foging Focus dan Foging Masal

a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1

minggu

b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka

waktu 1 bulan

c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan

menggunakan Swing Fog

3. Penyelidikan Epidemiologi

a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah

menerima laporan kasus

b. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus

c. Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat.

d. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.

Kewajiban pelaporan kasus dalam tempo 24 jam ke Dinas Kesehatan tingkat

II/Puskesmas tempat tinggal pasien merupakan keharusan yang sesuai dengan

Peraturan Menteri Kesehatan 560 tahun 1989 dengan tujuan kemungkinan

terjadinya penularan lebih lanjut, penyakit DBD dapat dicegah dan

ditanggulangi sedini mungkin. Dengan adanya laporan kasus pada Puskesmas/

24
Dinas Kesehatan tingkat II yang bersangkutan, dapat dengan segera melakukan

penyelidika epidemiologi di sekitar tempat tinggal kasus untuk melihat

kemungkinan resiko penularan (Soedarmo, 2002).

Apabila dari hasil penyelidikan epidemiologi diperoleh data adanya resiko

penularan DBD, maka pihak terkait akan melakukan langkah – langkah upaya

penanggulangan berupa : foging fokus dan abatisasi selektif. Tujuan abatisasi

adalah membunuh larva dengan butir – butir abate sand granule (SG) 1 % pada

tempat penyimpanan air dengan dosis ppm (part per milion) yaitu : 10 gram

meter 100 liter air. Selain itu dapat dilakukan dengan menggalakkan masyarakat

untuk melakukan kerja bakti dalan pemberantasan sarang nyamuk (Soedarmo,

2002).

2.10 Prognosis

Bila tidak disertai renjatan dalam 24 – 36 jam, biasanya prognosis akan

menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan

sembuh kecil dan prognosisnya menjadi buruk. Penyebab kematian Demam

Berdarah Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 %. (Soegijanto, 2001). Secara

keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita demam

berdarah dengue, tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak perempuan

daripada laki – laki. Penyebab kematian tersebut antara lain (Nainggolan, 2006)

1. Syok lama

2. Overhidrasi

3. Perdarahan masif

25
4. Demam Berdarah Dengue dengan syok yang disertai manifestasi yang

tidak syok

26
BAB III

PENUTUP

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang

disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis

serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara

nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Keempat serotipe dengue

terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak

berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotipe DEN-2. Pada saat ini jumlah

kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk, namun angka

kematian telah menurun bermakna <2%. Umur terbanyak yang terkena infeksi dengue

adalah kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin banyak kelompok umur lebih tua.

Spektrum klinis infeksi dengue dapat dibagi menjadi (1) gejala klinis paling

ringan tanpa gejala (silent dengue infection), (2) demam dengue (DD), (3) demam

berdarah dengue (DBD) dan (4) demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok

dengue/DSS).

27
DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman MH. 2002. Demam : Patogenesis dan Pengobatan. In:

Soedarmo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit

Tropis Edisi Pertama. Jakarta: IDAI.

Azis, 2014. Evaluasi penggunaan analgesik-antiretik ada pasien anak demam

berdarah dengue (DBD). Universitas muhammadiyah surakarta.

Hadinegoro, Moedjito, chairulfatah. 2014. Pedoman diagnosis dan tatalaksana

infeksi virus dengue pada anak. UKK infeksi dan penyakit tropis IDAI 2014.

Ismoedijanto,dkk, 2008. Pedoman diagnosis dan terapi SMF ilmu kesehatan

anak. Rumah sakit umum dokter soetomo surabaya.

Karyanti, 2011. Paediatrica Indonesiana Clinical manifestations and

hematological and serological findings in children with dengue infection. vol.

51.

Luheshi GN, Gardner JD, Rushforth DA, Luodon SA, Rothwell NJ. 2000. Leptin

actions on food intake and body temperature are mediated by IL-1.

Neurobiology Journal.

Nainggolan L, Chen K, Pohan HT, Suhendro. 2006. Demam Berdarah Dengue.

In: In: Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam Jilid III Edisi IV.

Jakarta: FKUI.

28
Niniek, 2013. Analisis Potensi Promosi Kesehatan Demam Berdarah Dengue,

Surabaya.

Soedarmo PS. 2002. Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo dkk (ed). Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: IDAI.

Soedarto, 2012. Demam Berdarah Dengue - Dengue Hemorrhagic Fever.

Universitas wijaya kusuma surabaya.

29

Anda mungkin juga menyukai