TUBERKULOSIS
Disusun oleh :
Pendahuluan
Penyakit tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang menyebabkan banyak terjadinya
kematian. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3
juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB di dunia terjadi pada negara berkembang.
Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-5 di dunia setelah India,
Cina, Afrika selatan dan Nigeria. Diperkirakan total pasien TB di Indonesia 5,8% dari total
pasien TB di dunia. Setiap tahun, diperkirakan ada 429.730 kasus baru dan kematian 62.246
orang.
Pada awal tahun 1990, World Health Organization (WHO) dan International Union
Against Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD) mengembangkan strategi yang dikenal
sebagai Directly observed Treatment Short-course (DOTS. Bank Dunia menyatakan bahwa
DOTS adalah intervensi kesehatan yang efektif secara ekonomis. Obat-obat yang
dipergunakan sebagai obat anti tuberkulosis (OAT) yaitu : Isoniazid (INH), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan Etambutol (E).
Tuberkulosis
1. Etiologi
3
2. Patogenesis
4
pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberkulosa milier
terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan
paru. Pada TB yang sudah lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan
emfisema.
tuberkulosis, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. 2). Kalau hasil
rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.
Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya,
Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala
klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS. 1). Kalau hasil SPS positif,
didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis BTA positif. 2). Kalau hasil SPS tetap negatif,
lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.
a. Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB BTA negatif
rontgen positif
b. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.
Berdasarkan diagnosis di atas WHO pada tahun 1991 memberikan kriteria pada pasien
TB paru menjadi : a). Pasien dengan sputum BTA positif adalah pasien yang pada
pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang kurangnya pada 2 kali
pemeriksaan/1 sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan
gambaran TB aktif /1 sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif. b). Pasien
dengan sputum BTA negatif adalah pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara
mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif.
b. Pemeriksaan darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi
dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap
darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali ke
normal dan jumlah limfosit masih tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil
pemeriksaan darah lain juga didapatkan: anemia ringan dengan gambaran normokrom
normositer, gama globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun (Depkes RI, 2006).
c. Tes tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis TB
terutama pada anak-anak (balita). Sedangkan pada dewasa tes tuberkulin hanya untuk
menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi Mycobacterium
tuberculosis atau Mycobacterium patogen lainnya.
Tes tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified
Protein Derivative) secara intrakutan. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe
lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi
seluler dan antigen tuberkulin.
8
Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam: a). Indurasi 0-5 mm
(diameternya) : Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Di sini peran antibodi humoral
paling menonjol. b). Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan = golongan normal sensitivity. Di
sini peran antibodi humoral masih menonjol. c). Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif =
golongan low grade sensitivity. Di sini peran kedua antibodi seimbang. d). Indurasi > 15
mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di sini peran antibodi seluler paling
menonjol.
4. Komplikasi tuberkulosis
Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus
Poncet’s arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas,
kerusakan parenkim paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal
napas (sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB).
Gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan kelima (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau pada akhir pengobatan.
Atau penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif pada akhir bulan kedua pengobatan.
f. Kasus kronis
Kasus kronis adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori II dengan pengawasan yang baik.
g. Tuberkulosis resistensi ganda
Tuberkulosis resistensi ganda adalah tuberkulosis yang menunjukkan resistensi terhadap
Rifampisin dan INH dengan/tanpa OAT lainnya.
Kategori II : 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZES/1HRZE yaitu R dengan H, Z, E, setiap hari
selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi
negatif fase lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-
12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA
masih positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum untuk uji
kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3 atau 5 HRE.
Kategori III : 2HRZ/2H3R3
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H3R3, yang dilanjutkan dengan fase
lanjutan 2HR atau 2 H3R3.
Kategori IV : Rujuk ke ahli paru atau menggunakan INH seumur hidup
Pada pasien kategori ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya harus dikultur
dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup diberikan H saja sesuai rekomendasi WHO
atau menggunakan pengobatan TB resistensi ganda (MDR-TB).
Dosis Obat yang Dipakai di Indonesia
Jenis Dosis
Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket dengan tujuan memudahkan pemberian obat
dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai. Tersedia obat Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) untuk paduan OAT kategori I dan II. Tablet OAT-KDT ini adalah
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam 1 tablet. Dosisnya (jumlah tablet yang diminum)
disesuaikan dengan berat badan pasien, paduan ini dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien
dalam 1 masa pengobatan.
Dosis Paduan OAT KDT Kategori I : 2(RHZE)/4(RH)3
13
Efek samping yang dapat ditimbulkan OAT berbeda-beda pada tiap pasien, lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Efek Samping Pengobatan dengan OAT
Jenis Obat Ringan Berat
Isoniazid (H) tanda-tanda keracunan pada Hepatitis, ikhterus
syaraf tepi, kesemutan,
nyeri otot dan gangguan
kesadaran. Kelainan yang
lain menyerupai defisiensi
piridoksin (pellagra) dan
kelainan kulit yang
14
Untuk mencegah terjadinya efek samping OAT perlu dilakukan pemeriksaan kontrol,
seperti:
a. Tes warna untuk mata, bagi pasien yang memakai Etambutol
b. Tes audiometri bagi pasien yang memakai Streptomisin
c. Pemeriksaan darah terhadap enzim hepar, bilirubin, ureum/kreatinin, darah perifer dan
asam urat (untuk pasien yang menggunakan Pirazinamid)
World Health Organization (1993) menjelaskan bahwa hasil pengobatan penderita
tuberkulosis paru dibedakan menjadi :
a. Sembuh: bila pasien tuberkulosis kategori I dan II yang BTA nya negatif 2 kali atau
lebih secara berurutan pada sebulan sebelum akhir pengobatannya.
15
b. Pengobatan lengkap: pasien yang telah melakukan pengobatan sesuai jadwal yaitu
selama 6 bulan tanpa ada follow up laboratorium atau hanya 1 kali follow up dengan hasil
BTA negatif pada 2 bulan terakhir pengobatan.
c. Gagal: pasien tuberkulosis yang BTA-nya masih positif pada 2 bulan dan seterusnya
sebelum akhir pengobatan atau BTAnya masih positif pada akhir pengobatan.
Pasien putus berobat lebih dari 2 bulan sebelum bulan ke-5 dan BTA terkhir masih
positif.
Pasien tuberkulosis kategori II yang BTA menjadi positif pada bulan ke-2 dari
pengobatan.
d. Putus berobat/defaulter: pasien TB yang tidak kembali berobat lebih dari 2 bulan
sebelum bulan ke-5 dimana BTA terakhir telah negatif.
e. Meninggal: penderita TB yang meninggal selama pengobatan tanpa melihat sebab
kematiannya.
DAFTAR PUSTAKA