PENYUSUN
PARALEL 2
KATAPENGANTAR ........................................................................................... 2
BAB I .................................................................................................................... 3
1. Pendahuluan .......................................................................................... 3
BAB II ................................................................................................................... 4
BAB III................................................................................................................ 11
6. Kesimpulan ........................................................................................... 11
Terimakasih juga saya ucapkan kepada Dr.drg Armelia sari Mkes. yang
sudah berbaik hati memberikan kesempatan kepada kami untuk menambah nilai
dan dapat menyelesaikan makalah ini. Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari
sempurna, maka dari itu kami memohon maaf dan meminta kritik dan saran dari
pembaca.
Makalah ini dibuat khusus untuk Fakultas Kedokteran Gigi Trisakti dan
diharapkan bermanfaat bagi para pembaca
BAB 1
Pendahuluan
Biofilm merupakan kumpulan dari sel sel mikrobial yang melekat secara
ireversibel pada suatu permukaan dan terbungkus dalam matriks Extracellular
Polymeric Substances (EPS) yang dihasilkannya sendiri serta memperlihatkan
adanya perubahan fenotip seperti perubahan tingkat pertumbuhan dan perubahan
transkripsi gen dari sel planktonik atau sel bebasnya.
Sejalan dengan pertumbuhannya, sel biofilm ini akan menghasilkan EPS yang
akan melekatkan mereka pada suatu permukaan dan melekatkan satu sama lain
untuk membentuk suatu mikrokoloni. Monolayer ini dikenal juga sebagai linking
film yaitu suatu substrat yang menjadi tempat sel bakteri melekat dan membentuk
mikrokoloni. Jika sel-sel terus melanjutkan pertumbuhannya dan membentuk
lapisan yang makin menebal, maka mikroba yang melekat pada lapisan terdalam
permukaan akan kekurangan zat-zat nutrisi dan terjadi akumulasi produk
buangan yang bersifat toksik. Untuk mengatasi masalah ini, mikrokoloni akan
berkembang menjadi bentuk jamur yang mempunyai saluran atau pori-pori yang
dapat dilewati oleh nutrisi dan produk metabolit dari semua sel.
Pembentukan dari biofilm ini tergantung dari konsentrasi nutrisi yang tersedia
dan diatur oleh suatu zat kimia komplek yang dikeluarkan oleh sel sebagai
komunikasi antar sel. Sebagai contoh, ketika hidup bebas, Pseudomonas
aeruginosa menghasilkan molekul signal dalam kadar yang rendah. Tetapi ketika
sel Pseudomonas aeruginosa membentuk biofilm maka konsentrasi molekul
signal akan meningkat dan menimbulkan perubahan aktivitas dari gen gen, salah
satunya adalah gen yang mengatur sintesis dari alginat untuk pembentukan
matriks ekstraseluler.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perlekatan Sel-Sel Bakteri dalam
Pembentukan Biofilm
1. 1. Efek substratum (Permukaan)
Perlekatan terjadi lebih baik pada permukaan yang kasar, karena akan
menurunkan kekuatan aliran yang dapat melepaskan biofilm, dan permukaan
yang kasar mempunyai luas permukaan yang lebih besar. Hal lain adalah
mikroorganisme lebih baik melekat pada permukaan yang hidrofobik seperti
teflon dan plastik dibandingkan pada gelas atau logam.
2. Conditioning film.
Permukaan yang terpapar oleh media cair akan segera ditutupi oleh
polimerpolimer dari medium dan menimbulkan modifikasi kimiawi yang akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perluasan dari perlekatan mikroorganisme
pada permukaan tersebut. Contohnya yang terjadi pada enamel gigi yang dilapisi
oleh proteinaceous film yang disebut ‘acquired pellicle’ dimana sel-sel bakteri
akan melekat pada enamel dalam beberapa jam paparan.
3. Hidrodinamik
Semakin cepat aliran cairan yang terjadi maka semakin mempercepat perlekatan
sel pada permukaan karena sel-sel akan bertubulensi dan berputar. Hal ini
terbatas sampai kecepatan tidak melepaskan perlekatan sel-sel dari permukaan.
C. Bakteri berproliferasi
D. Terbentuknya mikrokoloni.
Banyak streptococci yang
mengeluarkan Protective
Extracellular Polysaccharides
Bakteri memperoleh gen resisten dengan beberapa cara, antara lain lewat mutasi
DNA bakteri. Mutasi ini diwariskan ke seluruh keturunan yang dihasilkan dari
sel inti yang dikenal sebagai proses evolusi vertikal. Bakteri juga dapat
melakukan evolusi horisontal, yaitu dengan pertukaran gen antara sel-sel bakteri
yang berdekatan. Sebuah mutasi DNA spontan dapat terjadi pada sebuah plasmid
dalam suatu sel bakteri. Plasmid ialah DNA ekstrakromosomal yang hanya
terdapat pada sel bakteri. Mutasi ini dapat terjadi dari gen yang resisten antibiotik.
Mula- mula plasmid bereplikasi dalam sel inang dan ditransfer ke sel bakteri lain.
Plasmid tersebut dapat memindahkan informasi genetik antara bakteri yang
berbeda. Jenis transfer genetik tersebut dinamakan konjugasi.
Metode lain dari transfer genetika adalah transduksi, yaitu perpindahan informasi
genetik oleh virus penginfeksi bakteri yang disebut bakteriofag. Fage berikatan
pada membran sel bakteri lalu melakukan injeksi. Ada 2 hal yang dilakukan oleh
fage, yaitu DNA dapat menjadi non infektif dan menggabungkan gen yang
membawanya ke dalam DNA bakteri itu sendiri atau virus dapat berkembang
biak dan merusak sel inang.
Transfer informasi genetik juga dapat terjadi melalui transposon antara DNA
virus dan DNA bakteri. Transposisi berarti transfer genetik yang menggunakan
transposon, yaitu bahan yang lebih kecil dari DNA untuk membawa gen resisten
antibiotik. Transposon dapat keluar dari plasmid dan bergabung dengan DNA
inang yang baru atau ke dalam plasmid setelah konjugasi. Informasi genetik yang
dibawa transposon masih dapat hidup meskipun plasmid yang mentransfer
informasinya sudah mati.
Mekanisme Resistensi Antibiotik pada Bakteri Pembentuk Biofilm
Setiap bakteri mempunyai susceptibilitas yang berbeda. Spora bakteri dianggap
paling resisten, diikuti oleh mikobakteria, kemudian Gram negatif berbentuk
kokus. Ketahanan bakteri tersebut dihubungkan dengan adanya enzim degradatif
dan impermeabilitas selular. Lapisan dan korteks pada spora bakteri,
arabinogalaktan dan komponen dinding sel lain serta membran luar bakteri Gram
negatif membatasi konsentrasi biosida aktif yang mencapai daerah target sel-sel
bakteri tersebut. Kondisi khas ini ditemukan pada bakteri biofilm, sebagai hasil
mekanisme resistensi intrinsik dari adaptasi fisiologi sel. Kolonisasi biofilm
ditemukan dalam matriks glycocalyx. Bakteri akan terlindung dari pengaruh
surfaktan, antibodi, dan antibiotik dengan membangun “guard celf” pada bagian
atas biofilm yang dapat menetralkan antibiotik secara enzimatik atau
mengeluarkan antibiotik berdasarkan perubahan struktur permukaannya.
Polianionik dari matriks glycocalyx diduga berperan pada resistensi dalam
biofilm sehingga kemampuan pembentukan biofilm pada suatu bakteri dapat
dikatakan sebagai salah satu sifat dari patogenitasnya.
Resistensi antibiotik dalam bakteri biofilm diduga terjadi karena lambat atau
tidak sempurnanya penetrasi antibiotik ke biofilm oleh adanya perubahan
lingkungan kimiawi mikro pada biofilm sehingga dapat melawan aksi antibiotik
dan adanya perubahan osmotika biofilm melalui perubahan proporsi relatif dari
porin sehingga mengurangi permeabilitas cell envelope terhadap antibiotik, serta
diduga karena subpopulasi mikroorganisme dalam biofilm akan membentuk
struktur khas yang memberikan perlindungan pada mikroorganisme.
BAB 3
KESIMPULAN
Kesimpulan
Biofilm merupakan kumpulan dari sel sel mikrobial yang melekat pada suatu
permukaan gigi dan terbungkus dalam matriks Extracellular Polymeric Substances
(EPS). Pembentukan biofilm terbagi menjadi 5 tahap, yaitu Pertama, pelekatan awal
yaitu mikroba melekat pada suatu permukaan gigi dan dapat diperantarai oleh fili
(rambut halus sel) contohnya pada P.aeruginosa. Kedua, pelekatan permanen, dimana
mikrob melekat dengan bantuan eksopolisakarida (EPS). Ketiga, maturasi I yang
merupakan proses pematangan biofilm tahap awal. Keempat, maturasi II yaitu proses
pematangan biofilm tahap akhir, mikrob siap untuk menyebar. Dan yang terakhir,
dispersi dimana sebagian bakteri akan menyebar dan berkolonisasi di tempat lain.
Bakteri dapat membawa gen resistensi dengan mekanisme molekuler seperti mutase
pada antibiotika target, yaitu antibiotika yang bekerja dengan cara menginaktivasikan
protein esensial bakteri sehingga terjadi perubahan genetik. Pertukaran informasi
genetik terjadi lewat tiga mechanism, yaitu 1) transduksi: terjadi dengan peran virus,
yang secara acak mengangkut gen-gen resisten dari genom suatu bakteri dan
mentransfer materi genetiknya ke bakteri lain; 2) transformasi: terjadi dengan
menggabungkan DNA dari bakteri lain; dam 3) konjugasi: merupakan pertukaran
materi genetik dengan kontak cell to cell. Terjadinya mutase menyebabkan peningkatan
produksi enzim target antibiotika untuk menginaktivasikannya. Mutasi juga
menyebabkan perubahan permeabilitas dinding sel terhadap antibiotika.
Daftar Pustaka
Wolf, Hebert F. dan Thomas M. Hassel. 2006. Color Atlas of Dental Hygiene -
Periodontology. Stuttgart: Georg Thieme Verlag KG