Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit progresif yang ditandai dengan

ketidakmampuan tubuh dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang

menyebabkan terjadinya hiperglikemia.(Akoit, 2015).Kondisi hiperglikemi

merupakan factor predisposisi berkembangnya komplikasi lanjut.Oleh karena itu

upaya peningkatan kontrol glikemik ditujukan mencegah komplikasi mikrovaskuler

dan makrovaskuler (WHO, 2012).

Diabetes melitus (DM) adalah salah satu penyakit kronis yang paling sering

ditemukan pada abad ke 21.Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik dimana

tubuh tidak menghasilkan atau tidak menggunakan insulin dengan benar. Insulin

adalah hormon yang mengatur kadar gula dalam darah.Diabetes menyebabkan

peningkatan kadar gula darah, yang menimbulkan berbagai komplikasi seperti

penyakit jantung, pembuluh darah,gagalginjal,gangguan

penglihatan,impotensi,ulkus pada kaki dan gangrene jika tidak melakukan

perawatan mandiri(Katuuk, 2017)Diabetes melitus merupakan penyakit

gangguan metabolisme kronis yang ditandai peningkatan glukosa darah

(hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan antara supplai dan

kebutuhan insulin.insulin dalam tubuh dibutuhkan untuk memfasilitasi

masuknya glukosa dalam sel agar dapat digunakan untuk metabolisme dan

pertumbuhan sel. Berkurang atau tidak adanya insulin menjadikan glukosa

1
tertahan di dalam darah dan menimbulkan peningkatan gula darah, sementara

sel menjadi kekurangan glukosa yang sangat dibutuhkan dalam kelangsungan

dan fungsi sel. (Tarwoto, 2012, p.151).

Berdasarkan informasi dari World Health Organization (WHO), diabetes

melitus memiliki beberapa jenis, yakni diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus

tipe 2, dan diabetes mellitus tipe 3.Dari beberapa tipe diabetes melitus sekitar 90-

95 % penderita diabetes melitus terdapat pada tipe 2.Diabetes melitus tipe 2

dikenal sebagai diabetes yang tidak tergantung pada insulin.diabetes tipe ini

berkembang ketika tubuh masih mampu menghasilkan insulin, tetapi tidak dapat

memenuhinya. Atau bisa juga disebabkan oleh insulin yang dihasilkan mengalami

resistensi sehingga tidak dapat bekerja secara maksimal.(Adi D.Tilong,

2012,p.63).

Penyakit DM tipe II sering juga disebut diabetes lifestyle karena

penyebabnya selain faktor keturunan, faktorlingkungan meliputi usia, obesitas,

resistensi insulin,makanan, aktifitas fisik, dan gaya hidup penderita yang

tidaksehat juga berperan dalam terjadinya DM tipeII.Perkembangan DM tipe II

yang lambat, seringkali membuatgejala dan tanda-tandanya tidak jelas. (Lestari,

2018)

Di tahun 2013, World Health Organization (WHO, 2013)mengatakan

jumlah kematian akibat diabetes mellitus pada tahun 2013 yaitu sebanyak 5,1 juta

orang. Jumlah ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kematian yang

disebabkan oleh penyakit HIV/AIDS (1,5 juta orang), tuberkulosis (1,5 juta

orang), dan malaria (0,6 juta orang).Pada tahun 2012, diabetes merupakan

2
penyebab kematian kedelapan pada kedua jenis kelamin dan penyebab kematian

kelima pada perempuan.Hampir 80% angka kematian akibat DM banyak terjadi

pada Negara berkembang dan berpenghasilan rendah dan menengah. Dari tahun

2010 sampai 2030 akibat dari kerugian dari gross domestic (GDP) di seluruh

dunia karena diabetes diestimasikan sekitar 1,7 triliun dolar.

Organisasi kesehatan dunia / WHO tahun 2016 menyatakan bahwa sekitar

422 juta jiwa orang di seluruh Dunia mengidap diabetes (Word Health

Organisation, 2016). Pada tahun 2015, prevalensi angka kejadian DM didunia

adalah mencapai 415 juta penderita.Indonesia masuk urutan ke tujuh dunia pada

tahun 2015 dengan jumlah 10 juta penderita.Jumlah penyandang diabetes di

Indonesia mencapai angka 425 juta orang pada tahun 2017. Proyeksi tersebut

diprediksi meningkat mencapai 16,7 juta orang pada tahun 2045 (International

Diabetes Federation, 2017).

Menurut laporan Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit diabetes

melitus di Indonesia adalah sebesar 1,5 % dan prevalensi penyakit diabetes

melitus di Provinsi Sumatera Barat adalah sebesar 1,3%.ini menunjukkan bahwa

angka kejadian diabetes mellitus di provinsi sumatera baratcukup tinggi jika tidak

diatasi maka angka kejadian diabetes mellitus di provinsi sumatera barat akan

terus meningkat.Kabupaten/Kota yang menempati 5 urutan prevalensi diabetes

melitus tertinggi di Provinsi Sumatera Barat adalah Kota Bukittinggi (2,6%)

angka ini jika di bandingkan dengan provinsi sumatera barat prevalensi penyakit

diabetes mellitus di kota bukittinggi cukup tinggi , Kota Pariaman (2,6%), Kota

SawahLunto (2,2%), Pesisir Selatan (1,9%), dan Pasaman Barat (1,6%).Dari

3
angka prevalensi diabetes mellitus Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

menunjukkan bahwa Kota Bukittinggi memiliki angka kejadian diabetes mellitus

yang cukup tinggi.

Dengan meningkatnya angka kejadian pada penyakit diabetes mellitus

ini, maka sangat diperlukan upaya untuk penatalaksanaan diabetes mellitus yang

baik dan tepat. Tujuan utama dalam penatalaksanaan DM adalah mencegah

terjadinya komplikasi diabetes melitusserta menurunkan mortalitas dan beban

ekonomi penyandang diabetes mellitus. Tujuan utama tersebut dapat tercapai jika

pasien memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk melakukan

pengelolaan terhadap penyakitnya secara mandiri melalui aktifitas perilaku

perawatan diri .(Sulistria, 2013).

Upaya tindakan perawatan diri secara mandiri (self care) adalah tindakan

yang mendukung pengelolaan diabetes melitus yang dikemukakan oleh Dorothea

Orem.menurut Orem’s (1980) Perawatan mandiri (self care) adalah suatu

pelaksanaan kegiatan yang di prakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri

untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan

kesejahteraan sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit. Perawatan diri (self care)

pelaksanaan aktivitas individu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan

dalam mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan.Jika perawatan diri

dapat dilakukan dengan efektif, maka dapat membantu individu dalam

mengembangkan potensi dirinya.(Silvia Junianty, Nursiswati, 2011).Tujuan dari

teori Orem adalah membantu klien melakukan perawatan diri sendiri. Menurut

4
Orem, asuhan keperawatan diperlukan ketika klien tidak mampu memenuhi

kebutuhan biologis, psikologis perkembangan dan social.(Potter & Perry, 2005).

Bentuk perawatan diri (self care) diabetes mellitus meliputi pengaturan

pola makan, latihan fisik, pemantauan gula darah, pengobatan dan perawatan

kaki.(Imam Hafid, 2014).Penelitian yang berhubungan dengan perilaku perawatan

diri penyandang diabetes mellitus dilakukan oleh Sukkarieh (2011) di

Libanon.Penelitian yang menggunakan Summary of Diabetes Self Care Activities

(SDSCA) mengukur aktifitas perawatan diri dalam 7 hari terakhir. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa pengaturan diet rata-rata 3,07 hari, olahraga 1,36 hari,

pemantauan kadar gula darah 2,49 hari, perawatan kaki 1,18 hari dan kepatuhan

terhadap obat 6,58 hari. Kondisi ini menggambarkan bahwa masih rendahnya

kepatuhan penyandang diabetes mellitus terhadap perilaku perawatan diri.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku perawatan diri, salah satu

diantaranya yaitu dukungan sosial.(Akoit, 2015)

Dukungan sosial merupakan bentuk interaksi antar individu yang

memberikan kenyamanan fisik dan psikologis melalui terpenuhinya kebutuhan

akan afeksi serta keamanan. Penderita diabetes melitus dengan dukungan sosial

yang baik akan memiliki perasaan aman dan nyaman sehingga akan tumbuh rasa

perhatian terhadap diri sendiri dan meningkatkan motivasi untuk melakukan

pengelolaan penyakit. (Antari, G.A.A., Rasdini, I G.A., Triyani, 2011). Konsep

Dukungan sosial, mengacu pada pasien merasakan dan menerima jaringan sosial

nya seperti keluarga,teman-teman dan orang lain. Dukungan social, diukur dalam

tiga dimensi, demensi pertama adalah dukungan obyektif, yaitu, keluarga, teman,

rekan kerja, dan sebagainya. Yang kedua adalah dukungan yang mengacu pada

5
pengalaman emosional seperti dihormati, didukung, dan dipahami. demensi ketiga

adalah tingkat dukungan pemanfaatan sosial, penerimaan berbagai aspek

dukungan dan upaya dalam mencari dukungan dari keluarga, kerabat,teman, dan

masyarakat yang lebih besar.(Shao, Liang, Shi, Wan, & Yu, 2017).

Dukungan sosial pada pasien dengan penyakit kronis adalah bantuan yang

diberikan oleh keluarga, teman, tetangga atau orang lain. Kemudian termasuk

domain yang berbeda, seperti informasi, kenyamanan emosional, dan bantuan

praktis. Dukungan ini diberikan melalui jaringan sosial individu dengan keluarga

dan teman-teman, tetapi juga dalam organisasi masyarakat dan lingkungan

setempat. (Koetsenruijter et al., 2015). Bentuk dari dukungan sosial yang

dibutuhkan oleh penderita diabetes melitus dapat berupa dukungan informasi

(berupa saran, nasehat, pengarahan atau petunjuk); dukungan emosional (berupa

afeksi, kepercayaan, kehangatan, kepedulian dan empati); dukungan penilaian

(berupa penghargaan positif,dorongan maju atau persetujuan terhadap gagasan

dan perasaan); dukungan instrumental (berupa barang atau materi). Dukungan dari

luar yang diberikan pada penderita dapat mempengaruhi depresi dan kecemasan

yang dialami penderita.(Jauhari, 2016).

Dukungan social adalah bantuan yang diterima dari orang lain yang

memungkinkan untuk mencapai kesejahteraan penerima dukungan. Dukungan

sosial sangat membantu penyandang diabetes melitus tipe 2 untuk meningkatkan

kontrol terhadap diabetes, karena tipe atau karakter orang Indonesia yaitu selalu

membutuhkan dukungan dari orang lain terutama dalam kondisi sakit. Kurangnya

dukungan sosial berdampak pada rendahnya aktivitas pasien DM, distres

6
emosional yang lebih besar, ketidakaturan dalam kebiasaan diet dan menurunnya

frekuensi untuk pemeriksaan kaki. (Katuuk, 2017).

Dukungan sosial sangat membantu penderita diabetes mellitus tipe-2 untuk

dapat meningkatkan keyakinanakankemampuannya melakukan perawatan diri.

Penderita dengan dukungan sosial yang baik akan memiliki perasaan aman dan

nyaman sehingga akan tumbuh rasa perhatian terhadap diri sendiri dan

meningkatkan motivasiuntukmelakukan pengelolaan penyakit. (Antari, G.A.A.,

Rasdini, I G.A., Triyani, 2011).

Pasien DM tipe II yang memiliki dukungan sosial yangtinggi akan

memiliki efek terhadap kesehatan dankesejahteraan pasien. Setiadi (2008)

menyatakan efek daridukungan sosial terhadap kesehatan dan

kesejahteraanberfungsi secara bersamaan.Keberadaan dukungan sosial yang

adekuat berhubungan dengan menurunnya mortalitas,lebih mudah patuh dalam

menjalani perawatan, fungsikognitif, fisik, dan kesehatan emosi.(Lestari, 2018).

Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian Emilia (2014), yang mencari

hubungan dukungan sosial terhadap perawatan mandiri (self care), didapatkan

hasil perilaku perawatan diri sebanyak 4,1%, pengaturan diet 4,6%, pemeriksaan

gula darah 4,4% dan penggunaaan obat 6,8% dengan tingkat dukungan sosial

sebesar 55,4%. Hasil ini cukup membuktikan bahwa dukungan sosial dapat

mendorong pasien diabetes melitus untuk melakukan perawatan mandiri (self

care).

RSUD DR. Achmad Mochtar merupakan Rumah Sakit rujukan untuk

wilayah Sumatra barat. Berdasarkan data yang di dapatkan dari rekam medic

RSUD DR. Achmad Mochtar Bukittinggi,didapatkan bahwa jumlah penderita

7
diabetes mellitus pada tahun 2016-2017 sebanyak 1.468 orang. Pada tahun 2016

sebanyak 753 dengan diabetes mellitus tipe 2 sebanyak 400 orang dan 2017

sebanyak 715 orang dengan diabetes mellitus tipe 2 sebanyak 435 orang. Dari

jumlah diatas dapat disimpulkan bahwa masih tingginya angka kejadian diabetes

mellitus di RSUD DR.Achmad Mochtar Bukittinggi (Rekam medik RSUD

Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi).

Menanggapi beberapa permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk

mengetahui hubungan dukungan social dengan self care pada pasien diabetes

mellitus tipe di Poli Penyakit Dalam di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi

2018.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “hubungan dukungan

social dengan self care pada pasien diabetes mellitus tipe II di Poli

Penyakit Dalam di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi 2018”?.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk

mengetahuihubungan dukungan social dengan self care pada pasien

diabetes mellitus tipe II di Poli Penyakit Dalam di RSUD Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi 2018.

2. Tujuan khusus

8
a. Untuk mengetahui rata-rata dukungan social pada pasien diabetes

mellitus tipe 2 di Poli Penyakit Dalam di RSUD Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi 2018.

b. Untuk mengetahui rata-rataself care pada pasien diabetes mellitus

tipe 2 di Poli Penyakit Dalam di RSUD Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi 2018.

c. Untuk mengetahui hubungan dukungan social dengan self care

pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Poli Penyakit Dalam di

RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi 2018.

C. Manfaat Penelitian

A. Bagi Rumah Sakit

Penelitian dapat memberikan gambaran kepada rumah sakit

bagaimana hubungan antara dukungan sosial dengan self care pada

penderita diabetes mellitus tipe 2 di Poli Penyakit Dalam RSUD dr.

Achmad Mochtar Bukittinggi 2018 dan memberikan justifikasi

bahwa self care merupakan hal yang penting dilakukan bagi pasien

DM tipe 2, sehingga gula darah dapat terkontrol dan dapat mencegah

timbulnya komplikasi akibat diabetes.

B. Bagi perawat

9
Penelitian dapat dijadikan sebagai masukan kepada perawat

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang berkontribusi

terhadap tindakan self care sehingga dapat meningkatkan mutu

asuhan keperawatan terhadap penderita diabetes melitus tipe 2.

C. Bagi institusi pendidikan

Manfaat penelitian ini bagi institusi pendidikan dapat

digunakan sebagai tambahan referensi bacaan dalam penelitian dan

memfasilitasi para peneliti keperawatan untukmengeksplorasi dan

mengembangkan asuhan keperawatan pasien dengandiabetes tipe 2.

D. Bagi peneliti selanjutnya

Manfaat penelitian ini bagi peneliti lain dapat digunakan

sebagai bahan masukan dan dapat dijadikan sebagai data

pembanding pada penelitian selanjutnya.

D. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu

Keperawatan Stikes Fort De Kock Bukittinggi. Penelitian ini untuk

mengetahuihubungan dukungan social dengan self care pada pasien

diabetes melitus diruangan polipenyakit dalam RSUD Dr. Acmad

Mochtar Bukittinggi yang dilaksanakan pada tahun2018. Penelitian ini

merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain cross

sectional.Penelitian ini akan dilaksanakan bulan November-Desember

2018 di Poli penyakit dalam RSUD dr. Achmad Mochtar Bukittingi.

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 di RSUD dr.

10
Achmad Mochtar Bukittinggi dengan jumlah sampel sebanyak 80

orang.. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

menggunakanpurposive sampling.Pengumpulan data dengan pengisian

kuesioner,dan dianalisa menggunakan uji korelasi.

11
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Diabetes Melitus

1.Pengertian

Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolism kronis

yang ditandai peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan

karena ketidakseimbangan antara supplai dan kebutuhan insulin.insulin

dalam tubuh dibutuhkan untuk memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel

agar dapat digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. Berkurang

atau tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

menimbulkan peningkatan gula darah, sementara sel menjadi kekurangan

glukosa yang sangat dibutuhkan dalam kelangsungan dan fungsi

sel.(Tarwoto,2012, p.151).

Diabetes melitus adalah suatu kondisi di mana kadar gula di dalam

darah tinggi dari biasa/normal (normal: 60 mg/dl sampai dengan 145

mg/dl, karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan hormon

insulin secara cukup. Perlu diketahui bahwa hormon insulin dihasilkan

oleh pancreas dalam tubuh kita untuk mempertahankan kadar gula darah

agar tetap normal. Hal ini disebabkan tidak dapatnya gula memasuki sel-

12
sel yang terjadi karena tidak terdapat atau kekurangan atau resisten

terhadap insulin. (Mirza maulana,2015,p.35).

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

a. Diabetes melitus tipe 1 atau insulin dependent diabetes mellitus

(INDDM) yaitu DM yang bergantung pada insulin. Diabetes tipe ini

terjadi pada 5% s.d 10% penederita DM. pasien sangat tergantung

insulin penyuntikan untuk mengendalikan gula darah.

b. Diabetes mellitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus

(NIDDM) yaitu DM yang tidak tergantung pada insulin. Kurang lebih

90 % - 95% penderita DM adalah tipe 2. DM tipe 2 terjadi akibat

penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat

penurunan produksi insulin. (Tarwoto, 2012, p.151).

c. Diabetes karena malnutrisi yaitu terjadinya akibat malnutrisi, biasanya

pada penduduk yang miskin.

d. Diabetes sekunder yaitu Dm yang berhubungan dengan keadaan atau

penyakit tertentu. Minsalnya penyakit pankreas

(pancreatitis,neoplasma,trauma), penyakit infeksi seperti congenital

rubella.(Tarwoto, 2012, p.155).

e. Diabetes mellitus gestasional yaitu DM yang terjadi pada masa

kehamilan, dapat didiagnosa dengan menggunakan test toleran

glukosa, terjadi pada kira-kira 24 minggu kehamilan, individu dengan

DM gestasional 25 % akan berkembang menjadi DM. (Tarwoto, 2012,

p.155).

3. Etiologi Diabetes Mellitus

13
Menurut Mirza Maulana pada tahun 2015 penyebab diabetes adalah :

a. Genetik atau Faktor Keturunan

Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau di wariskan, bukan

ditularkan. Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki

kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan

anggota keluarga yang tidak menderita DM. para ahli kesehatan

menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromoson seks

atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penerita sesungguhnya,

sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk

diwariskan kepada anak-anaknya.

b. Virus dan Bakteri

Virus penyebab DM adalah rubella,mumps,dan human

coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta,

virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus

ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan

hilangnya otoimun dalam sel beta.Diabetes melitus akibat bakteri

masih belum bisa dideteksi.Namun , para ahli kesehatan menduga

bakteri cukup berperan menyebabkan DM.

c. Bahan toksin atau Beracun

Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung

adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozctin (produk dari

sejenis jamur).

d. Nutrisi

14
Nutrisi yang berlebihan ( overnuttrion) merupakan faktor resiko

pertama yang diketahui menyebabkan DM. Semakin berat badan

berlebih atau obesitas akibat nutrisi yang berlebihan, semakin besar

kemungkinan seseorang terjangkit DM.

e. Kadar kortikosteroid yang tinggi

f. Kehamilan diabetes gestasional, yang akan hilang setelah melahirkan.

g. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.

h. Racun yang memengaruhi pembentukan atau efek dari insulin

4. Manifestasi klinis

a. Sering kencing (polyuria) terutama pada malam hari.

b. Gampang haus dan banyak minum (polydipsia).

c. Mudah lapar dan banyak makan (polifagia).

d. Mudah lelah dan sering mengantuk.

e. Penglihatan kabur.

f. Sering pusing dan mual.

g. Koordinasi gerak anggota tubuh terganggu.

h. Berat badan menurun terus.

i. Sering kesemutan serta gatal-gatal pada tangan. (Adi D. Tilong,

2012,p.72).

5. Komplikasi diabetes mellitus

a. Komplikasi akut

1) Hipoglikemia yaitu keadaan seseorang dengan kadar glukosa

darah di bawah nilai normal. Gejala hipoglikemia ditandai dengan

munculnya rasa lapar, gementar, mengeluarkankeringat, berdebar-

15
debar, pusing, gelisah, dan penderita bisa menjadi koma. (Mirza

Maulana, 2015,p.65).

2) Ketoasidosis diabetik-koma diabetic yang diartikan sebagai

keadaan tubuh yang sangat kekurangan insulin dan bersifat

mendadak akibat infeksi, lupa suntik insulin, pola makan yang

terlalu beba, atau stress. (Mirza Maulana, 2015,p.65).

3) Koma hiperosmoler non ketotik yang diakibatkan adanya

dehidrasi berat, hipotensi, dan shock. Karena itu, koma

hiperosmoler non ketotik diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa

penimbunan lemak yang menyababkan penederita menunjukkan

pernapasan yang cepat dan dalam.(Mirza Maulana, 2015,p.65).

4) Koma lakto asidosis yang diartikan sebagai keadaan tubuh dengan

asam laknat yang tidak dapat diubah menjadi bikarbonat.

Akibatnya , kadar asam laknat dalam darah meningkat dan

seseorang bisa mengalami koma.(Mirza Maulana, 2015,p.65).

b. Komplikasi Kronik

1) Neuropati Diabetik

Kerusakan yang terjadi pada saraf perifer atau saraf tepi, yang

biasanya terjadi berada di anggota gerak bawah, yaitu kaki dan

tungkai bawah (Tandra, 2017, p.77).

2) Retinopati Diabetik

Retinopati adalah kelainan yang mengenai pembuluh darah

halus retina.Retina terdapat di dalam bola mata sebelah belakang

16
dan kerjanya adalah menembus cahaya yang datang dari luar

setelah menembus lensa. Jika terjadi kerusakan pada pembuluh

darah retina, maka fungsi retina akan terganggu sehingga

terjadilah gangguan penglihatan (Kurniadi & Nurrahmi, 2014,

p.202).

3) Nefropati Diabetik

Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler

adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar

glukosa dalam darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal

akan mengalami stres yang menyebabkan kebocoran protein

darah dalam urin (Widyanto & Triwibowo, 2013, p.149).

4) Pembuluh darah kaki

Kelainan ini disebabkan oleh penebalan dinding pembuluh

darah besar(makroangiopati)atau yang lazim disebut

aterosklerosis.Dengan penebalan tersebut, aliran darah ke tungkai

dan kaki menjadi tidak lancar dan berkurang sehingga

menimbulkan beberapa keluhan seperti kaki terasa dingin, kram,

otot tungkai, dan kulit kering (Kurniadi & Nurrahmi, 2014,

p.207).

5) Penyakit jantung coroner

Diabetes merusak dinding pembulu darah yang

menyebabkan penumpukkan lemak di dinding yang rusak dan

menyempitkan pembuluh darah.Akibatnya suplai darah ke otot

17
jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga

kematian mendadak bisa saja terjadi (Tandra, 2017, p.100).

6. Patofisologi Diabetes

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk

sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga

memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik.Energi

yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan

setiap hari.Bahkan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak

dan protein. Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang

dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10%

menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada

diabetes mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat

defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan

metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar

glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia

(Rendi & Margareth,2012, p.168).

Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya

hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat

diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi

hiperglikemia. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemia ini, karena

ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg%,sehingga apabila terjadi

hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah

glukosa dalam darah.Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air

maka semua kelebihan dikelurkan bersama urin yang disebut

18
glukosuria.Bersamaan dengan keadaan glukosuria maka sejumlah air

hilang dalam urin yang disebut polyuria. Polyuria mengakibatkan

dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga

pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum

terus yang disebut polidipsi (Rendi & Margareth, 2012, p.168).

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya

transport glukosa ke sel – sel sehingga sel – sel kekurangan makanan dan

simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena

digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan

merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut

polipagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi

penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah

meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak

hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urin dan pernapasan,

akibatnya bau urin dan napas penderita berbau aseton atau berbau buah –

buahan. Keadaan asidosis ini apabila terjadi tidak segera diobati akan

terjadi koma yang disebut koma diabetik (Rendi & Margareth, 2012,

p.168).

7. Penatalaksaan diabetes melitus

a. Diet

Syarat – syarat diabetes mellitus :

1) Memperbaiki kesehatan umum penderita

2) Mengarahkan pada berat badan normal

19
3) Menormalkan pertumbuhan diabetes mellitus anak dan dewasa

muda

4) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic

5) Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita

6) Menarik dan mudah diberikan (Rendi & Margareth, 2012, p.170).

Prinsip diet DM, adalah :

Jumlah sesuai kebutuhan

1) Jadwal diet ketat

2) Jenis : boleh dimakan / tidak

Untuk mencegah hiperglikemia postprandial dan glikosuria,

pasien – pasien diabetik tidak boleh makan karbohidrat

berlebihan. Umumnya karbohidrat merupakan 50 % dari jumlah

total kalori per hari yang diizinkan. Lemak yang dimakan harus

dibatasi sampai 30% dari total kalori per hari yang diizinkan, dan

sekurang – kurangnya setengah dari lemak itu harus dari jenis

polyunsaturated (Price & Wilson, 2013, p.1264).

b. Olahraga atau Latihan

Sangat penting dalam pelaksanaan DM karena efeknya dapat

menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktro resiko

kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan

meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki

pemaikaian insulin, sirkulasi darah dan tonus otot. Latihan ini sangat

bermanfaat pagi oenderita DM karena dapat menurunkan BB,

20
mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh.

Mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar High Density

Lipoprotein (HDL)-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total

serta triglerisida.Latihan yang di anjurkan adalah 3-4 seminggu dalam

30 menit. Meskipun demikian penderita DM dengan kadar glukosa

>250 mg/dl (14mmol/dl) dan menunjukan adanya keton dalam urin

tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urine

memperlihatkan hasil negatif kadar glukosa darah telah mendekati

normal. Latihan dengan kadar glukosa darah yang tinggi akan

meningkatkan sekresi glukogen, Growth Hormone (GH) dan

ketekolamin, peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih

banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah

(Widyanto & Triwibowo, 2013, p.152).

c. Pendidikan kesehatan

Beberapa hal penting yang perlu disampaikan pada pasien Dm adalah:

a. Penyakit DM yang meliputi pengertian, tanda dan gejala,

penyebab, patofisiologi dan tes diagnosis.

b. Diet atau managemen diet pada pasien DM.

c. Aktivitas sehari-hari termasuk latihan dan olahraga.

d. Pencegahan terhadap komplikasi DM diantaranya penatalaksanaan

hipoglikemia, pencegahan terjadinya gangrene pada kaki dengan

latihan senam kami.

e. Pemberian obat-obatan DM dan cara injeksi insulin.

21
f. Cara monitoring dan pengukuran glukosa darah secara mandiri.

(Tarwoto, 2012,p.169)

d. Obat-Obatan

1) Golongan sulfonylurea

Cara kerja golongan sulfonylurea adalah merangsang sel β

pankreas untuk mengeluarkan insulin, jadi hanya bekerja bila sel sel β

utuh.Obat ini juga mampu menghalangi pengikatan insulin,

mempertinggi kepekaan jaringan terhadap insulin dan menekan

pengeluaran glukogen.Efek samping yang di timbulkan adalah mual,

muntah, sakit kepala, vertigo, dan demam.Selain itu juga dapat terjadi

dermatitis, pruritus, lekopeni, trombositopeni, dan anemia.Kontra

indikasi pemberian obat golongan ini adalah pada penyakit hati,

ginjal, dan thyroid (Widyanto & Triwibowo, 2013, p.152).

2. Golongan Biguanid

Golongan biguanid tidak sama dengan golongan sulfonylurea

karena tidak merangsang sekresi insulin. Biguanid menurunkan kadar

glukosa darah menjadi normal dan istimewanya tidak menyebabkan

hipoglikemia. Efek samping penggunaan obat ini adalah nausea,

muntah, dan diare (Widyanto & Triwibowo, 2013, p.153).

3. Pemberian hormon insulin

Pasien dengan DM tipe 1 tidak mampu memproduksi insulin dalam

tubuhnya, sehingga sangat tergantung pada insulin dalam

tubuhnya.Berbeda dengan DM tipe 2 yang tidak tergantung pada

22
insulin, tetapi memerlukannya sebagai pendukung untuk

menurunkan glukosa darah dalam mempertahankan kehidupan.

Tujuan pemberian insulin adalah meningkatkan transport glukosa

ke dalam sel dan menghambat konversi glikogen dan asam amino

menjadi glukosa. (Tarwoto, 2012,p.167).

Berdasarkan daya kerjanya insulin dibedakan menjadi :

a. Insulin dengan masa kerja pendek (2-4 jam) seperti regular

insulin, actrapid.

b. Insulin dengan masa kerja menengah (6-12 jam) seperti

NPH (Nteutral Protamine Hagedom) insulin, Lente insulin.

c. Insulin dengan masa kerja panjang (18-24 jam) seperti

protamine zinc insulin dan ultralente insulin.

d. Insulin campuran yaitu kerja cepat dan menengah,

minsalnya 70 % NPH, 30% regular. ((Tarwoto, 2012,p.168)

E. Monitoring glukosa darah

Pasien dengan Dm perlu diperkenalkan tanda dan gejala hiperglikemia

dan hipoglikemia serta yang paling penting adalah bagaimana menonitor

glukosa darah secara mandiri.Pemeriksaan glukosa darah dapat

dilakukan secara mandiri dengan menggunakan

glukometer.Pemeriksaan inipenting untuk memastikan glukosa darah

dalam keadaan stabil.(Tarwoto, 2012,p.169).

Cara pengukuran glukosa darah mandiri secara mandiri yaitu :

1. Siapkan alat glukometer, sesuaikan antara glukometer dengan kode

strip preaksi khusus

23
2. Pastikan kode pada glukometer sama dengan kode strip preaksi

khusus.

3. Lakukan pengembilan darah dengan cara menusukkan stik pada

ujung jari sehingga darah akan keluar.

4. Tempelkan darah yang sudah ada pada ujung jari pada strip yang

sudah siap pada glukometer.

5. Biarkan darah dalam strip selama 45-60 detik sesuai dengan

ketentuan pabrik glukometer.

6. Hasil gula darah dapat dilihat pada layar monitor glukometer.

Pengukuran glukos darah dapat dilakukan pada sewaktu-waktu atau

pengukuran gula sewaktu yaitu pasien tanpa melakukan

puasa,pengukuran 2 jam setelah makan dan pengukuran pada saat

puasa. (Tarwoto, 2012,p.170).

A. Dukungan sosial

1. Pengertian

Dukungan sosial adalah bantuan yang diberikan oleh keluarga,

teman, tetangga atau orang lain. Kemudian termasuk domain yang

berbeda, seperti informasi, kenyamanan emosional, dan bantuan praktis.

Dukungan ini diberikan melalui jaringan sosial individu dengan

keluarga dan teman-teman, tetapi juga dalam organisasi masyarakat dan

lingkungan setempat.(Koetsenruijter et al., 2015).(Katuuk, 2017)

mendefinisikan Dukungan social adalah bantuan yang diterima dari

orang lain yang memungkinkan untuk mencapai kesejahteraan

penerima dukungan.

24
Dukungan sosial menurut Sarafino dan Smith(2011) mengacu pada

kenyamanan, perhatian, penghargaan,atau bantuan yang diberikan oleh

orang lain atau kelompokkepada individu. Dengan demikian, pasien

yang mendapatkandukungan sosial akan merasa bahwa dirinya dapat

diterimaoleh lingkungan dan sosial.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial

Menurut Pendapat Cohen dan Syme (dalam Ika, 2008) menyatakan

terdapat beberapa faktor yang memengaruhi dukungan sosial yaitu :

1. Pemberi dukungan social

2. Jenis dukungan social

3. Penerima dukungan

4. Lamanya pemberian dukungan

3. Jenis dukungan social

1) Dukungan Emosional

Mencakup ungkapan empati, kepeduliaan, dan perhatian terhadap

orang yang bersangkutan.

2) Dukungan Penghargaan

Terjadi lewat ungkapan hormat/ penghargaan positif untuk orang

lain itu,dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau

perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang

lain, misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruk

keadaannya (menambah harga diri).

3) Dukungan Instrumental

25
Mencakup bantuan langsung, misalnya orang member pimjaman

uang kepada orang yang membutuhkan atau menolong dengan

memberi pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan.

4) Dukungan informative

Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi

serta petunjuk. (Nursalam & Ninuk, 2011,p.2011).

4. Aspek –Aspek Dukungan Sosial

Menurut (Shao et al., 2017) dukungan sosial terbagi dalam tiga

aspek yaitu:

a. Dukungan keluarga (family support) Merupakan bentuk

dukungan atau bantuan yang diberikan oleh keluarga seperti

orantua, saudara kandung, dan anak terhadap individu seperti

membantu dalam membuat keputusan maupun kebutuhan secara

emosional.

b. Dukungan teman (friend support) Merupakan bentuk dukungan

atau bantuan yang diberikan oleh teman-teman seperti teman

sebaya, rekan kerja kepada individu seperti dalam kegiatan

sehari-hari maupun bantuan lainnya.

c. Dukungan orang yang istimewa (significant others support)

Merupakan bentuk dukungan atau bantuan yang diberikan oleh

seseorang yang berarti dalam kehidupan individu seperti

pasangan, guru, dokter dan lain sebagainya dalam bentuk

membuat merasa nyaman dan merasa dihargai.

5. Mekanisme Dukungan Sosial berpengaruh terhadap kesehatan

26
1. Mediator prilaku. Mengajak individu untuk mengubah perilaku

yang jelek dan meniru prilaku yang baik. (minsal,berhenti

merokok).

2. Psikologi. Meningkatkan harga diri dan menjembatani suatu

interaksi yang bermakna.

3. Fisiologis. Membantu relaksasai terhadap sesuatu yang

mengancam dalam upaya meningkatkan sistem imun seseorang.

(Nursalam & Ninuk, 2011,p.30)

6. Hubungan dukungan sosial dengan diabetes melitus

Pasien DM tipe II yang memiliki dukungan sosial yang tinggi akan

memiliki efek terhadap kesehatan dan kesejahteraan pasien. Setiadi

(2008) menyatakan efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan

kesejahteraan berfungsi secara bersamaan. Keberadaan dukungan

social yang adekuat berhubungan dengan menurunnya mortalitas,lebih

mudah patuh dalam menjalani perawatan, fungsi kognitif, fisik, dan

kesehatan emosi. Sedangkan Arsana (2012) menjelaskan dukungan

sosial keluarga dalam hal diet bermanfaat dapat mengontrol jumlah

makanan serta jammakan. Pasien DM tipe II menjadi termotivasi

untukmenjalankan perawatan akibat adanya dukungan sosial

yangmembuat pasien merasa nyaman dan tentram untuk menjalanidiet

DM tipe II.(Lestari, 2018)

B. Konsep Self care

1. Defenisi

27
Dorothea Orem ( 1971 ) mengembangkandefenisikeperawatan

yang menekankan pada kebutuhankliententang perawatan diri sendiri

(self care).Perawatandirisendiri dibutuhkan oleh setiap manusia, baik

laki-laki, perempuan, maupun anak-anak. Ketikaperawatan diri tidak

dapat di pertahankan, akanterjadikesakitanataukematian (Potter &

Ferry, 2005)

Orem mendefenisikan self care sebagai aktivitas yang dilakukan

oleh seseorang dimana individu memulai dan melakukan suatu

tindakan berdasarkan keinginannya dengan tujuan untuk

mempertahankan hidup dan kesehatan serta kesejahteraan (Weiler &

Janice, 2007 ;kusniawati, 2011). Self care merupakan tindakan yang

dilakukan secara mandiri oleh seseorang untuk mencapai tujuan

tertentu (Kusniawati, 2011).

Menurut Kusniawati (2009)Self care diabetes adalah tindakan yang

dilakukan perorangan untuk mengontrol diabetes yang meliputi

tindakan pengobatan dan pencegahan komplikasi. Sedangkan Sousa &

Zauszniewski (2005) mendefinisikan self care diabetes merupakan

kemampuan seseorang dalam melakukan self care dan penampilan

tindakan self care diabetes untuk meningkatkan peningkatan

pengaturan gula darah (Kusniawati, 2013).

Orem mengembangkan teori Self Care Deficit meliputi 3 teori yang

saling berkaitan yaitu sebagai berikut : (Muhlisin,2010)

a) Teori perawatan diri (self care theory)

28
Menggambarkan dan menjelaskan tujuan dan cara individu

melakukan perawatan dirinya. Self Care adalah performance atau

praktek kegiatan individu untuk berinisiatif dan membentuk

perilaku mereka dalam memelihara kehidupan kesehatan dan

kesejahteraan jika self care dibentuk dengan efektif maka hal

tersebut akan membantu membentuk integritas stuktur dan fungsi

manusia dan erat kaitannya dengan perkembangan manusia.

b) Teori deficit perawatan diri (deficit self care theory)

Menggambarkan dan menjelaskan keadaan individu yang

membutuhkan bantuan dalam melakukan perawatan diri, salah

satunya adalah dari keperawatan.

c) Teori system keperawatan (nursing system theory)

Menggambarkan dan menjelaskan hubungan interpersonal yang

harus dilakukan dan dipertahankan oleh seorang perawat agar

dapat melakukan sesuatu secara produktif.

2. Tujuan dan manfaat self care

Tujuan self care diabetes adalah untuk mencapai pengontrolan gula

darah secaraoptimal serta mencegah terjadinya komplikasi.Karena self

care memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas kesehatan

dan kesejahteraan pasien.(Sulistria, 2013)

Tujuan dari teori Orem adalah membantu klien melakukan

perawatan diri sendiri. Menurut Orem, asuhan keperawatan diperlukan

ketika klien tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis, psikologis

perkembangan dan sosial (Potter & Perry, 2005)

29
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self care

Ada beberapa factor yang mempengaruhi perilaku self care

diabetes yaitu sebagai berikut:

1) Usia

2) Jenis kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin dapat

mempengaruhi cara penerapan self care pada diri individu tersebut.

Penderita berjenis kelamin perempuan mempunyai self care yang

lebih baik daripada laki-laki karena pada kenyataannya perempuan

lebih peduli terhadap kesehatannya sehingga ia lebih peduli dalam

melakukan self care. Sousa,dkk 2005 dalam (Kusniawati, 2011)

3) Lama menderita diabetes melitus

Lamanya seseorang menderita sangat berpengaruh terhadap

pemahaman dan pelaksanaan self care karena pasien yang sudah

lam menderita diabetes melitus sudah banyak mendapat

pengetahuan dan informasi mengenai penyakit yang dialaminya

dan sudah merasakan bagaimana efek dari tindakan yang

dilakukannya sehingga penderita dapat berpikir dan merasakan apa

yang terjadi apabila melakukan self care dengan baik atau tidak

(Putra, 2016)

4) Social ekonomi

Social ekonomi penderita diabetes melitus sangat mempengaruhi

pentalaksanaan self-care

5) Aspek Emosional

30
Aspek emosional yang dimiliki oleh penderita diabetes melitus

dapat berpengaruh dalam melakukan aktivitas self care. Pasien

yang mampu memanajemn emosionalnya yang terjadi karena

penyakitnya maka akan mempermudah klien untuk melakukan

perawatan diabetes melitus yang harus dijalankan di kehidupan

sehari-harinya. Oleh karena itu untuk aspek emosional dapat

mempengaruhi keberhasilan program perawatan bagi pasien

diabtes melitus tipe II sehingga pasien mampu beradaptasi dengan

kondisi penyakitnya dan menjalankan perawatan mandiri

(Kusnawati, 2011).

6) Dukungan social keluarga

Sebuah dukungan atau motivasi sangt dibutuhkan seseorang dalam

keadaan tidak baik apalagi saat mereka mengalami masalah

kesehatan dalam diri mereka, dukungan ini dapat berasal dari

dalam diri sendiri ataupun berasal dari luar (orang

disekitar).Dengan adanya dukungan social dari orang-orang yang

berada di sekitar penderita dapat menetukan bagaimana perilaku

self-care (Kusniawati, 2011).

4. Perilaku self care pada pasien diabetes melitus

Perilaku self care diabetes merupakan tanggung jawab bagi

setiap penderita DM. Dengan mampunya penderita melakukan selfcare

diabetes baik berupa pengaturan pola makan, latihan fisik, pemantauan

gula darah, pengobatan, dan perawatan kaki maka akan tercapai

31
pengontrolan gula darah secara optimal dan meminimalkan terjadinya

komplikasi akibat diabetes.(Imam Hafid, 2014)

a. Manajemen Diet

Control diet, nutrisi dan berat badan merupakan dasar dalam

penangana diabetes mellitus (Rendy & Margareth, 2012). Tujuan

utama dalam penataksanaan diet pasien diabetes antara lain adalah

untuk mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah dan

lipid mendekati normal, mencapai dan mempertahankan berat

badan dalam batas normal ± 105 darberat badan ideal, mencegah

terjadinya komplikasi akut dan kronik, srta meningkatakan kualitas

hidup penderita ( Suyono, 2009).

Diet penderita diabetes ditujukan untuk mengatur jumlah kalori

dan karbohidrat yang dimakan setiap hari, jumlah kalori yang

dianjurkan tergantung sekali pada kebutuhan untuk

mempertahankan, mengurangi, atau menambah berat badan

(Guyton & Hall, 2006).

Pengaturan pola makan sangat penting dalam merawat klien

diabetes. Tujuan pengaturan pola makan pada klien DM adalah

membantu klien memperbaiki kebiasaan makan untuk

mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, dengan cara :

mempertahankan glukosa darah dalam batas normal, mencapai dan

mempertahankan kadar lipid serum dalam batas normal, memberi

cukup energi, mencapai atau mempertahankan berat badan normal,

32
meningkatkan sensitifitas reseptor insulin dan menghindari atau

menangani komplikasi akut maupun kronik. (Imam Hafid, 2014)

Pengaturan pola makan pada klien diabetes mellitus membantu

meningkatkan sensitivitas reseptor insulin sehingga akhirnya dapat

menurunkan kadar glukosa darah. Oleh karena itu, dengan diet yang

sesuai dengan yang dianjurkan, maka penderita DM dapat

meminimalkan terjadinya komplikasi pada DM. Pengaturan makan

yang dianjurkan bagi klien DM adalah makanan dengan komposisi

seimbang dalam karbohidrat, kalori, protein dan lemak sesuai dengan

standar.Dianjurkan juga bagi penderita DM untuk mengkonsumsi

sayuran. Sedangkan bahan makanan yang tidak dianjurkan, dibatasi

atau dihindari yaitu makanan yang banyak mengandung tinggi lemak

(seperti daging, makanan yang mengandung minyak atau mentega dan

lain-lain) dan yang banyak mengandung gula (seperti kue,

biscuit,selai, dan lain-lain). (Imam Hafid, 2014).

b. Latihan fisik

Latihan fisik pada klien DM dapat memperbaiki kontrol glukosa

secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan konsentrasi HbA1C

yang cukup menjadi pedoman untuk menurunkan resiko komplikasi

diabetes dan kematian. Latihan fisik pada klien DM akan

menimbulkan perubahan- perubahan metabolik walaupun banyak

faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti lama latihan, beratnya

latihan dan tingkat kebugaran, kadar insulin plasma, kadar glukosa

darah, kadar benda keton dan keseimbangan cairan tubuh (Soebardi

& Yunir dalam Sudoyo, 2006).

33
Sebuah program aktivitas fisik terencana adalah bagian

penting dalam rencana asuhan pada klien dengan diabetes

mellitus. Aktivitas fisikmenurunkan kadar glukosa darah dengan

meningkatkan metabolisme karbohidrat, membantu menjaga dan

menurunkan berat badan,meningkatkan sensitivitas insulin,

meningkatkan kadar high-density lipoprotein (HDL), menurunkan

kadar trigliserid,meurunkan tekanan darah, serta mengurangi

stress dan tekanan darah (Black & Hawks. 2014).

c. Pemantauan glukosa darah

Kunci dalam manejemen diabetes mellitus adalah menjaga

kadar glukosa darah sedekat mungkin dengan batsan normalnya.

Pemantauan kadar glukosa darah sendiri (PGDS)

direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus tanpa

memperhatikan tipenya apakah diabetes mellitus tipe 1 atau tipe II.

(Black & Hawks. 2014). Monitoring kadar glukosa darah

merupakan sebuah cara yang dapat dilakukan untuk menentukan

bagaimana kadar glukosa dalam darah, sehingga dapat dideteksi

dan dicegah keadaan glukosa darah yang abnormal (hipoglikemi

dan hiperglikemi), hal ini dapat menurunkan resiko terjadinya

komplikasi kronik diabetes (Soewondo, 2004).

Monitoring kadar gula darah secara teratur merupakan salah satu

bagian dari penatalaksanaan DM yang penting dilakukan oleh klien

DM, oleh karena itu klien DM harus memahami alasan dan tujuan

dari pemantauan kadar gula darah secara teratur tersebut sehingga

34
akan meningkatkan keterlibatan klien secara langsung dalam

pengelolaan penyakitnya (Brunner & Suddarth, 2009).

Pemeriksaan kadar gula darah merupakan evaluasi dari

penatalaksanaan DM yang dilakukan oleh penderita DM. Oleh karena

itu melakukan monitoring kadar gula darah secara teratur akan

membantu memonitor efektifitas latihan, diet dan obat hipoglikemik

oral. Penderita DM disarankan melakukan kontrol gula darah jika

dalam kondisi yang diduga dapat menyebabkan peningkatan gula

garah (misalkan saat sakit) atau penurunan gula darah (misalkan

ketika terjadi peningkatan aktivitas) dan ketika dosis pengobatan

dirubah. Penderita DM dapat melakukan kontrol gula darah di tempat-

tempat pelayanan kesehatan atau secara mandiri dirumah jika memilki

alat untuk mengukur kadar gula darah sehingga penderita akan

mengetahui kadar glukosa darah dan bagaimana kondisi kesehatannya

saat ini. Klien DM diperbolehkan untuk mengukur kadar glukosa

darahnya secara mandiri minimal dua sampai tiga kali per

minggu.(Imam Hafid, 2014).

d. Terapi atau pengobatan

Menurut Black & Hawks (2014) intervensi farmakologi

seharusnya dipertimbangkan ketika pasien tidak dapat mencapai

kadar glukosa adarah normal melalui terapi diet dan olahraga.

Pengobatan bagi pasien DM terbagi menjadi 2, yaitu:

1) Obat-obat antidiabetes oral

Agens anti diabetes oral mungkin berkhasiat bagi pasien dm

tipe 2 yg tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan latihan

35
meskipun demikian namun obat ini tidak dapat digunakan

untuk kehamilan ( Smeltzer dkk 2010)

2) Terapi insulin

Pada diabetes tipe 1 tubuh kehilangann kemampuan untuk

memproduksi insulin.dengan demikian insulin eksogenus harus

diberikan dalam jumlah yang tak terbats.pada DM tipe II

insulin diberikan sebagai terapi jangka panjang untuk

mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat

hipoglikemi oral tidak behasil mengontrolnya.Pada diabetes

mellitus terdapat kekurangan insulin secara absolute atau relative

yang akan mengakibatkan meningkatnya kadar gula darah dan

menimbulkan komplikasi serius termasuk kelemahan dan

penurunan berat badan karena lipolisis dan proteolisis otot,

ketoasidosis akibat penumpukan bendaketon (Dr. Hans Tandra,

2013).

c. Perawatan kaki

Dalam melakukan perawatan kaki pada pasien diabetes

mellitus harus dilakukan setiap hari agar tidak terjadi masalah pada

kaki.Penderita DM hendaknya memeriksa kakinya setiap

hari.Membersihkan kaki terutama bagian sela-sela jari kaki, karena

dalam keadaan basah, sela-sela tersebut rawan infeksi.Pencegahan

biasa dilakukan seperti memakai sandal/sepatu yang baik karena

ketika joging atau jalan kaki berkemungkinan besar terjadi gesekan

kaki dengan sandal/sepatu yang dapat mengakibatkan lecet pada

kaki. Tetapi dalam menggunakan sandal/sepatu, perlu diperhatikan

36
juga bagian dalam sandal/sepatu yang akan digunakan karena

dikhawatirkan terdapat benda yang dapat mengakibatkan perlukaan

pada kaki. Periksa kaki tiap hari terutama terhadap adanya

perlukaan, infeksi, dll.Keringkan dan bersihkan selalu kaki

terutama pada sela-sela jari dengan menggunakan handuk

bersih.(Imam Hafid, 2014).

5. Pengukuran Self Care Pada Diabetes Melitus

Pengukuran self care Diabetes melitus menggunakan pengukuran

aktivitas self care diabetes (the summary of diabetes self-care

Activities /SDSCA) yang dikembangkan oleh Toobert,D.J et al (2000).

Aktivitas yang termasuk dalam self care diabetes melitus tersebut

meliputi pengaturan pola makan (diet), latihan fisik, pemantauan gula

darah, pengobatan dan perawatan kaki.

C. Kerangka Teori

Diabetes Komplikasi
Melitus tipe 2

Teori Orem :Self Care Deficit


Diabetes Melitus

Self care theory Deficit self Nursing system


( individu mandiri): care theory theory
(bantuan)
1. Manajemen
Diet. 37
2. Latihan fisik.
3. Pemantauan
Dukungan
Sosial

1. Dukungan
Keluarga
2. Dukungan
Teman
3. Dukungan
Orang
Istimewa

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi oleh

hal-hal khusus.Konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep

hanya dapat diamati melalui variabel (Notoatmodjo 2010,p.84).Kerangka

konsep pada penelitian ini adalah Untuk mengetahui hubungan dukungan

social dengan self care pada pasien diabetes mellitus tipe II di Poli

Penyakit Dalam di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.Untuk lebih

jelasnya peneliti mengembangkan kerangka konsep sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Dukungan Sosial Self Care

38
Skema 3.1
Kerangka Konsep

B. Defenisi Operasional

Tabel 3.2
Defenisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Hasil Skala
Operasional Ukur Ukur Ukur
1 Independen:
Dukungan Dukungan/ Wawancara Sosial sup 0-4 Rasio
social suppor yang
diperoleh oleh
pasien diabetes
mellitus tipe 2
dari orang-
orang
sekitarnya,kelu
arga,anggota
masyarakat,tok
oh masyarakat
maupun teman
sejawat
2 Dependen: pengambilan Summar
Self care keputusan yang Wawancara 0-78 Rasio
dilakukan oleh Diabetes
individu dalam
berupaya untuk self care
mempertahanka
ndan aktivites
meningkatkank
ualitas hidup (SDSCA)
dankesehatanny
a).

39
C. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan dukungan social dengan self care pada pasien

diabetes mellitus tipe 2 di Poli Penyakit Dalam di RSUD Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi 2018.

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif analitik, yang mana akan ditelaah hubungan suatu

variabel dengan variabel lainnya dengan mengidentifikasi variabel yang

ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan social

dengan self care pada pasien diabetes mellitus tipe 2diruangan

polipenyakit dalam RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun

2018dengan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu suatu

penelitian dimana variabel independen (dukungan sosial) dan variabel

dependen (self care) yang diteliti sekaligus dalam waktu bersamaan

(Notoatmodjo, 2010).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilakukan di ruangan penyakit dalam RSUD Dr.

AchmadMochtar Bukittinggi pada bulan November– Desember 2018.

40
C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti

(Setiadi, 2013)Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2007).

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes

mellitus tipe 2 diruangan poli penyakit dalam RSUD Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi yang berjumlah753orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili populasi.

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus

Slovin (Nursalam, 2013)sebagai berikut:

n= N

Nd2+1

Keterangan :

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

d2 = presisi (tingkat kesalahan dalam pengambilan sampel) yang di

tetapkan 10 %.

Berdasarkan jumlah populasi maka jumlah sampel yang didapatkan

adalah sebagai berikut :

41
n= 400

400 (0.2)2 + 1

= 80 orang.

Kriteria sampel dalam penelitian dibedakan menjadi dua macam

yaitu sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi merupakan karakteristik yang ditetapkan untuk

mewakili subjek penelitian.

1) Bersedia menjadi responden

2) Penderita diabetes melitus tipe 2

3) Usia 20-70 tahun

4) Mampu berkomunikasi verbal dengan baik

5) Sedang menjalani rawat jalan di poliklinik penyakit dalam

RSUD dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.

b. Kriteria eksklusi merupakan karakteristik yang mengeluarkan

subjek dari penelitian.

1) Penderita diabetes mellitus tipe 2 yang mengalami gangguan

mental dan fungsi kognitif

3. Teknik sampling

Tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik

Nonprobability sampling yaitu teknik purposive sampling.Teknik

42
purposive sampling merupakan sebuah tekhnik dalam penetapan

sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan

yang dikehendaki peneliti (tujuan/ masalah dalam penelitian), sehingga

sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah

dikenal sebelumnya.(Nursalam, 2013).

D. InstrumenPengumpulan Data

Instrument penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2017). Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner yang diperolah

berdasarkan penelitian dari peneliti sebelumnya. Kuesioner yang di

gunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Kuesioner Dukungan social

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sosial Support

Questionaire (SSQ). peneliti menggunakan alat ukur ini karena alat ukur ini sudah

terstandarisasi dan sudah di uji coba pada penelitian sebelumnya, dengan kata lain

peneliti menggunakan alat ukur yang sudah ada. Skala ini berjumlah 12 aitem,

semua aitemnya merupakan aitem favorable yang memiliki validitas aitem yang

bergerak dari 0,318-0,595 dan reliabilitas sebesar 0,806.

Adapun petunjuk skoring yang digunakan berdasarkan pernyataan yang

favourable sebagai berikut:

a. Skor 4 untuk jawaban yang sangat setuju (SS)

b) Skor 3 untuk jawaban yang setuju (S)

c) Skor 2 untuk jawaban yang ragu-ragu (R)

43
d) Skor 1 untuk jawaban yang tidak setuju (TS)

e) Skor 0 untuk jawaban yang sangat tidak setuju (STS).

2. Kuesioer Self Care

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

Summary of Diabetes Self-Care Activities (SDSCA) yang

dikembangkan oleh General Service Administration (GSA) Regulatory

Information Servive Center (RISC). Kuesioner ini telah dipakai oleh

beberapa peneliti dari seluruh dunia dan dapat digunakan untuk

melakukan penelitian tentang self care DM.(Putri, 2017)

Kuesioner aktivitas self care terdiri atas 17 pertanyaan yang

meliputi pengaturan pola makan (diet), latihan fisik (olahraga),

perawatan kaki, minum obat, dan monitoring kadar gula

darah.Kuesioner ini terdiri ataspertanyaan favorable dan unfavorable

Pertanyaan unfavorable yaitu nomer 3 dan 6 sementara sisanya

merupakan pertanyaan favorable.

Kuesioner ini terdiri atas:

1) 6 item pertanyaan tentang pola makan (diet) yaitu nomor 1-6

2) 2 item pertanyaan tentang latihan fisik (olahraga) yaitu nomor 7

dan 8

3) 5 item pertanyaan tentang perawatan kaki yaitu nomor 9 dan 13

4) 2 item pertanyaan tentang minum obat yaitu nomor 14 dan 15

44
5) 2 item pertanyaan tentang monitoring gula darah yaitu nomor 16

dan 17

Sistem penilaian (skoring) pada kuesioner ini adalah menggunakan skala

numerik dengan rentang penilaian 1 minggu yang diisi dengan hari yaitu 0

hari sampai 7 hari. Penilaian pada pertanyaan favorable yaitu: jumlah hari

0 = 0, 1 = 1, 2 = 2, 3 = 3, 4 = 4, 5 = 5, 6 = 6, dan 7 = 7. Sementara

penilaian pada pertanyaan unfavorable yaitu: jumlah hari 0 = 7, 1 = 6, 2 =

5, 3 = 4, 4 = 3, 5 = 2, 6 = 1, dan 7 = 0. Skor kemudian diuji normalitas

untuk menentukan nilai mean/ median 53 yang selanjutnya menggunakan

Cut Off Point untuk menentukan kategori self care.

B. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuesioner.Responden diarahkan untuk menjawab pertanyaan yang

ada di kuesioner.Pengisian kuesioner dilakukan oleh responden.

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan

data sekunder, yaitu :

1) Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan

pembagian kuesioner.

2) Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari RSUD dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi.

Langkah-langkah pengumpulan data dengan kuesioner mengikuti prosedur

dibawah ini :

45
1. Peneliti pergi ke RSUD dr. Achmad Mochtar Bukittinggi melihat data

tentang pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menjalani rawat jalan di

poliklinik penyakit dalam RSUD dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.

2. Sebelum pengisian kuesioner peneliti menjelaskan mengenai identitas

peneliti dan tujuan penelitian.

3. Responden yang sesuai dengan kriteria inklusi menandatangani

informed consent yang telah disetujui.

4. Responden mengisi kuesioner yang diberikan peneliti.

5. Setelah diisi responden kuesioner diambil kembali oleh peneliti.

C. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah pengumpulan data selesai

dilakukan. Terdapat beberapa langkah dalam pengolahan dengan

menggunakan computer yaitu: (Notoatmodjo, 2010).

1. Editing (pemeriksaan data)

Semua kuesioner yang telah selesai diperiksa kembali, apakah semua

pertanyaan sudah terjawab dengan baik.

2. Coding (pengolaha data)

Data diubah dalam bentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau

bilangan.

3. Entry (memasukkan data)

Memasukkan data dalam tabel disesuaikan dengan teknik analisa yang

digunakan.

4. Cleaning (membersikan data)

46
Data diperiksa kembali sehingga benar-benar bersih dari kesalahan.

5. Tabulating (tabulasi data)

Menyusun data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian

dideskriptifkan dengan menggunakan skala ukur yang ditetapkan

.tabeldistribusi frekuensi digunakan untuk menyajikan data masing-

masing variable.

D. Prinsip Etis Dalam Penelitian

Menurut Nursalam (2013) Secara umum prinsip etika dalam penelitian

atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Prinsip manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan

kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

b. Bebas dari eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan

yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa

partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan

tidak akan dipergunakan dalam ha-hal yang dapat merugikan

subjek dalam bentuk apapun.

c. Risiko (benefits ratio)

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan

yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

47
a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden, subjek harus

diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak

memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak

tanpa danya sangsi apapun atau akan berakibat terhadap

kesembuhannya, jika mereka seorang klien

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan

(right tu full disclosure) seorang peneliti harus memberikan

penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu

yang terjadi pada subjek.

c. Informed consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak bebas untuk

berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed

consent juga perlu icantumkan bahwa data yang diperoleh hanya

akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

3. Prinsip keadilan (right to justice)

a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair

treatment) subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum

dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya

diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau

dikeluarkan dari penelitian.

b. Hak di jaga kerahasiaannya (right to privacy)

48
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang

diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa

nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality).

E. Analisa Data

1) Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

medeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoadmodjo,

2010). Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan persentase dari setiap variabel, adapun variabel yang diteliti

adalah variabel dukungan social dan variabel self care.

2) Analisa Bivarat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan

yang signifikan antara 2 variabel (Donsu, 2016).Analisis bivariat

dilakukan untuk membuktikan hipotesa penelitian yaitu adahubungan

antara dukungan social dengan self care pada pasien diabetes mellitus

tipe 2 di Poli Penyakit Dalam RSUD DR. Achmad Mochtar

Bukittinggi.

Analisa bivariat dilakukan dengan teknik komputerisasi, yakni

menggunakan uji Spearman.Uji Spearman merupakan pengukuran

non-parametrik dan digunakan untuk uji korelasi antara numeric dan

ordinal namun juga bisa dijadikan sebagai alternative dari uji

49
Pearson.Untuk mengetahui estimasi (perkiraan nilai) variabel

independen dari variabel dependen (Donsu, 2017).

a. Kekuatan korelasi (r) :

0,0 sd < 0,2 sangat lemah, 0,2 sd < 0,4 lemah, 0,4 sd < 0,6 sedang,

0,6 sd < 0,8 kuat, dan 0,8 sd < 1 sangat kuat.

b. Nilai p :

Jika p < 0,05 berarti terdapat hubungan yang bermakna antara dua

variabel yang diuji dan jika p > 0,05 berarti tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara dua variabel yang diuji.

c. Arah Korelasi

Positif (+) berarti searah, semakin besar nilai satu variabel semakin

besar pula nilai variable lainnya, dan jika negative (-) berarti

berlawanan arah, semakin besar nilai satu variable, semakin kecil

nilai variable lainnya

50
DAFTAR PUSTAKA

Akoit, E. E. (2015). Dukungan Sosial Dan Perilaku Perawatan Diri Penyandang


Diabetes Melitus Tipe 2. Keperawatan, 14(2), 952–966.
Antari, G.A.A., Rasdini, I G.A., Triyani, G. A. P. (2011). BESAR PENGARUH
DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KUALITAS HIDUP PADA
PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK INTERNA
RSUP SANGLAH. Keperawatan.
https://doi.org/10.1080/01402390.2011.569130
catherine Kim, M.D., M. P. . (2014). Self-efficacy, social support, and
associations with physical activity and body mass index among women with
histories of gestational diabetes mellitus. NIH PUBLIK Access, 10.
https://doi.org/10.1016/j.pmrj.2014.02.014.Lumbar
Gao, J., Wang, J., Zheng, P., Haardörfer, R., Kegler, M. C., Zhu, Y., & Fu, H.
(2013). Effects of self-care, self-efficacy, social support on glycemic control
in adults with type 2
difile:///Users/hannahkeal566/Desktop/ContentServer.pdfabetes. BMC
Family Practice, 2–6. https://doi.org/10.1186/1471-2296-14-66
Goetz, K., Szecsenyi, J., Campbell, S., Rosemann, T., Rueter, G., Raum, E., …
Miksch, A. (2012). The importance of social support for people with type 2
diabetes - a qualitative study with general practitioners, practice nurses and
patients. Psycho-Social Medicine, 9, 1–9. https://doi.org/10.3205/psm000080
Imam Hafid. (2014). Hubungan Sosial Support Dengan Self Care Pada Penderita
Diabetes Mellitus (Dm) Di Desa Pekuwon Kecamatan Bangsal Mojokerto.
Laporan Penelitian, (Diabetes Mellitus).
Jauhari. (2016). Dukungan Sosial dan Kecemasan pada Pasien Diabetes Mellitus.
The Indonesian Journal of Health Science, 7(1), 64–76.
https://doi.org/10.1525/sp.2007.54.1.23.
Katuuk, M. E. (2017). Hubungan Dukungan Sosial Dan Motivasi Dengan

51
Perawatan Mandiri Pada Pasien Diabetes Dalam Rsud Mokopido Toli-Toli.
E-Journal Keperawatan, 5(1).
Koetsenruijter, J., Van Lieshout, J., Lionis, C., Portillo, M. C., Vassilev, I.,
Todorova, E., … Wensing, M. (2015). Social Support and health in diabetes
patients: An observational study in six european countries in an era of
austerity. PLoS ONE, 10(25), 1–13.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0135079
Kosim, M. N., Damayanti, S., & Sucipto, A. (2017). Hubungan Dukungan Sosial
Keluarga Dengan Kepatuhan Olahraga Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Kelompok Persadia Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta. Keperawatan,
12(2), 1–9.
Lestari, D. U. S. A. dan M. D. (2018). PERAN DUKUNGAN SOSIAL DAN
PENERIMAAN DIRI PADA STATUS DIABETES MELITUS TIPE II
TERHADAP KEPATUHAN MENJALANI DIET PADA PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE II BERUSIA DEWASA MADYA DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH WANGAYA KOTA DENPASAR Desak Ulan
Sukmaning Ayu dan Made D. Psikologi, 5(2), 410–423.
Nursalam. (2013). metodologi penelitian ilmu keperawatan (3rd ed.). Jakarta:

Salemba Medika.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses,

dan praktek (4th ed.). Jakarta: EGC.

Rantung, J., Yetti, K., & Herawati, T. (2015). Hubungan Self-Care dengan
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus (DM) di Persatuan Diabetes
Indonesia (Persadia) Cabang Cimahi. Skolastik Keperawatan, 1(1), 38–51.

Rendy & Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.
Shao, Y., Liang, L., Shi, L., Wan, C., & Yu, S. (2017). The Effect of Social
Support on Glycemic Control in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus: The
Mediating Roles of Self-Efficacy and Adherence. Journal of Diabetes
Research. https://doi.org/10.1155/2017/2804178
Silvia Junianty1, Nursiswati1, E. E. (2011). HUBUNGAN TINGKAT SELF

52
CARE DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI PADA PASIEN DM TIPE 2
DI RUANG RAWAT INAP RSUD. Jurnal Keperawatan, 1(2).
https://doi.org/10.1016/j.apnum.2014.11.001
Sulistria, Y. M. (2013). Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus
tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Calyptra: Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(2), 1–11.

Tandra, Hans. 2017. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes
Panduan Lengkap Mengenai Dan Mengatasi Diabetes Dengan Cepat Dan
Mudah Edisi Kedua Dan Paling Komplit. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedoktera EGC.
Tandra, Hans. 2017. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes
Panduan Lengkap Mengenai Dan Mengatasi Diabetes Dengan Cepat Dan
Mudah Edisi Kedua Dan Paling Komplit. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Widyanto & Triwibowo. 2013. Trend Disease : Trend Penyakit Saat ini. Jakarta :
Trans Info Media.
WHO . 2016. "Diabetes Fakta dan Angka", World Health Organization.

53
54

Anda mungkin juga menyukai