Anda di halaman 1dari 67

MAKALAH KASUS MATERNITAS

Dosen Pembimbing : Indri Erwhani M.Pd M.Kep

Nama Kelompok :
Miftah Dian Ulfa
Dina Noviyana
Iis Islamiati
Weni Lestari
Rossy Viviana G
Haryati
Eka Nurjanah
Florentinus Ivan J
Gusti Dama Angga
Yerenia Betty

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK


PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Halaman

LEMBAR COVER ............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
A. .........................................................................................................
B. .........................................................................................................
C. .........................................................................................................
D. .........................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI


A. .........................................................................................................
B. .........................................................................................................
C. .........................................................................................................

BAB III TINJAUAN KASUS


A. ..........................................................................................................
B. ..........................................................................................................
C. ..........................................................................................................

BAB IV PEMBAHASAN
A. .........................................................................................................
B. .........................................................................................................
C. .........................................................................................................

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ......................................................................................
B. Saran ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar

dinegara berkembang. Berdasarkan penelitian WHO diseluruh dunia terdapat kematian ibu

sebanyak ± 500.000 jiwa pertahun. Kematian ibu dan perinatal merupakan tolak ukur

kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara (Dalimartha, 2008).

WHO meninjau secara sistematis angka kematian ibu di seluruh dunia (Khan dan

rekan, 2006), di negara-negara maju, 16 % kematian ibu disebabkan karena hipertensi.

Persentase ini lebih besar dari tiga penyebab utama lainnya: perdarahan 13 %, aborsi 8 %,

dan sepsis 2 %. Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the

National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure

in Pregnancy tahun 2000, yang menjelaskan Hipertensi Kronik adalah hipertensi yang

timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu

pasca persalinan (JHPEIGO, 2002).

Di Indonesia belum ada data nasional namun, pada studi MONICA 2000 di daerah

perkotaan Jakarta dan FKUI 2000-2003 di daerah Lido pedesaan kecamatan Cijeruk

memperlihatkan kasus hipertensi derajat II (berdasarkan JNC VII) masing-masing 20,9%

dan 16,9%. Hanya sebagian kecil yang menjalani pengobatan masing-masing 13,3% dan

4,2%. Jadi di Indonesia masih sedikit sekali yang menjalani pengobatan (Muhammadun,

2010).

Di Indonesia Departemen Kesehatan telah membuat rencana strategi Nasional

Making Pregnancy Safer yaitu : (1) menurunkan AKI sebesar 75 % pada tahun 2015

menjadi 115/100.000 kelahiran hidup dan (2) menurunkan AKB menjadi kurang dari

35/1000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini menurut Survey Demografi

Kesehatan Indonesia tahun 2009 sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, penyebab kematian
ibu secara langsung adalah perdarahan 60-70%, infeksi 10-20 % dan eklampsi 10-20%.

Sedangkan AKB sebesar 34/1000 kelahiran hidup. (SKRT, 2002).

Kalimantan Selatan penderita hipertensi mencapai 32,67% dan termasuk dalam 10

daerah yang prevalensi penderita hipertensinya tertinggi. Saat ini penderita hipertensi di

Kalimantan Selatan mengalami pergeseran umur, dari sebelumnya biasa menyerang usia di

atas 40 tahun saat ini hipertensi banyak menyerang usia lebih muda, kurang dari 30 tahun

(Admin, 2011).

Hipertensi menyebabkan gangguan sekitar 5 -10 persen dari seluruh kehamilan, dan

dapat menjadi suatu komplikasi yang mematikan, yaitu pendarahan dan infeksi, yang

berkontribusi besar terhadap morbiditas dan angka kematian ibu. Dengan hipertensi,

sindrom preeklampsia, baik sendiri atau yang berasal dari hipertensi kronis, adalah yang

paling berbahaya (Prawiroharjo, 2000).

Efek hipertensi kronik pada kehamilan adalah solution plasenta, preeclampsia,

gangguan perinatal hingga kerusakan organ-organ vital tubuh dikarenakan hipertensinya.

Keputusan tentang kapan wanita dengan hipertensi kronik harus melahirkan dipandang

dalam konteks perjalanan klinis, termasuk keparahan penyakit yang mendasari. Pada kasus-

kasus dengan hipertensi yang terkontrol dan nonkomplikata, persalinan dapat berjalan

normal pervaginam dan menjalani masa nifas yang normal pula. Sedangkan hipertensi

kronik yang mempunyai komplikasi, persalinan bertujuan menekan resiko pada ibu dan

janin sekecil-kecilnya. (JHPEIGO, 2002).

Berdasarkan latar belakang diatas , penulis tertarik untuk melakukan studi kasus yang

dituangkan dalam Laporan Kasus dengan judul : “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post

Partum SC dengan Hipertensi”

B. Tujuan

1. Tujuan umum :

2. Tujuan khusus :
a. Mengidentifikasi ibu dengan masalah post partum dengan hipertensi.

b. Mengidentifikasi asuhan kebidanan ibu post partum dengan hipertensi.

c. Mengetahui tanda dan gejala hiprtensi.

d. Untuk mengetahui pengobatan yang diberikan pada ibu post partum dengan

hipertensi.

C. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang post partum dengan hipertensi.

2. Bagi pasien

Menambah pengetahuan dan wawasan pasien tentang post partum dengan hipertensi.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Menambah referensi atau sebagai bahan kepustakaan.

4. Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan observasi untuk peningkatan mutu pelayanan.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP POST PARTUM

1. Definisi

Masa nifas atau post partum disebut juga Puerperium yang berasal

dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang berati bayi dan “Parous”

yang berati melahirkan. Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah

plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti

keadaan sebelum hamil (Anggraini, 2010).

Periode postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir

sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum

hamil.Periode ini kadang disebut puerperium atau trimester ke empat

kehamilan (Bobak, et al., 2004). Masa nifas didefinisikan sebagai

periode selama tepat setelah kelahiran.Namun secara populer,

diketahui istilah tersebut mencangkup 6 minggu berikutnya saat

terjadi involusi kehamilan normal (Hugnes, 1972 dalam Chunnigham,

2006).
9
2. Tahap-tahapan masa post partum

Masa nifas dibagi menjadi tiga tahapan menurut Bobak (2004) yaitu:

a. Peurperium dini (immediate puerperium) : waktu 0-24 jam post

partum, yaitu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk

berdiri dan berjalan-jalan.

b. Peurperium intermedial (early puerperium) : waktu 1-7 hari post

partum, yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ

reproduksi selama kurang lebih 6-8 minggu.

c. Remote Puerperium (later puerperium) : waktu 1-6 minggu post

partum.Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali

dalam keadaan sempurna terutama ibu apabila ibu selama hamil

atau waktu persalinan mengalami komplikasi.

3. Perubahan fisiologis masa post partum

Perubahan sistem reproduksi masa nifas menurut Bobak et all

(2005) yaitu:

a. Involusi uterus

Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses

kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil.


b. Tempat plasenta

Segera setelah plasenta dan ketuban di keluarkan, kontriksi

vascular dan thrombosis menurunkan tampat plasenta kesuatu

area yang meninggi dan bernodul tidak teratur.


c. Serviks (mulut rahim)

Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam

setelah pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya

menjadi padat dan kembali ke bentuk semula.

d. Lochea

Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua

menyebabkan keluarnya discharge vaginadalam jumlah

bervariasi. Secara mikroskopis, lochea terdiri atas eritrosit,

serpihan desidua, sel-sel epitel dan bakteri. Mikroorganisme

ditemukan pada lokia yang menumpuk divagina dan pada

sebagian besar kasus juga di temukan bahkan bila discharge

diambil dari rongga uterus (Chunningham, Gary, et all 2006).

Pengeluaran lochea menurut Chunningham Gary, et all (2006)

dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya, diantaranya :

(1) Lochea rubra atau merah (kruenta)

Lochea rubra mengandung darah dan debris desidua serta

debris trofoblastik. Aliran menyambur, menjadi merah

muda atau coklat setelah 3-4 hari (Bobak et all, 2005).

(2) Lochea serosa

Lochea serosa ini muncul sekitar 10 hari setelah bayi


lahir.Mengandung darah lama (old blood), serum, leukosit,

dan debris jaringan. Warna cairan ini menjadi kuning

sampai putih (Bobak, et all, 2005).


(3) Lochea alba

Locheaalbamuncul setelah 10 hari masa nifas/post partum.

Akibat campuran leukosit dan berkurangnya kandungan

cairan, lokia menjadi bewarna putih atau putih kekuningan

(Cuninngham, Gary, et all 2006).

4. Perubahan Vulva, Vagina dan Perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta perenggangan yang

sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa

hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada

dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali

ke keadaan tidak hamil.Segera setelah melahirkan, perineum

menjadi kendur karena sebelumnya terenggang oleh tekanan

kepala bayi yang bergerak maju.Perubahan pada perineum pasca

melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan, pada

post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali

sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada

keadaan sebelum melahirkan (Marmi, 2012).

5. Perubahan Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa

hal diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat

mengganggu keseimbangan cairan tubuh. Pasca melahirkan, kadar


progesteron juga mengalami penurunan. Faal usus memerlukan

waktu 3-4 hari untuk kembali normal.Sistem pencernaan pada


masa nifas membutuhkan waktu yang berangsur-angsur untuk

kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak akan seperti biasa

dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit untuk

defekasi. Faktor-faktor tersebut mendukung terjadinya konstipasi

pada ibu nifas dalam minggu pertama (Marmi, 2012).

6. Perubahan Sistem Perkemihan

Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama post

melahirkan. Kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema

leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara

kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam

jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah

melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon esterogen

yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang

mencolok. Keadaan ini menyebabkan deuresis. Ureter yang

berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.

7. Perubahan psikologi masa post partum

Perubahan sistem reproduksi masa nifas/post partum menurut

Marmi (2012) yaitu:

Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6

minggu berikutnya. Waktu yang tepat dalam rangka pemulihan

post-partum adalh 2-6 jam, 2 jam-6 hari, 2 jam- 6 minggu (atau

boleh juga disebut 6 jam, 6 hari 6 minggu).


Menjadi orang tua adalah merupakan krisis dari melewati masa

transisi menurut Marmi (2012) Masa transisi pada postpartum yang

harus diperhatikan adalah:

a. Phase Honeymon

Phase Honeymon adalah phase anak lahir dimana terjadi

intimasi dan kontak yang lama antara ibu-ayah-anak, dimana

masing-masing saling memperhatikan anaknya dan

menciptakan hubungan yang baru.

b. Ikatan kasih (Bonding dan Attachment)

Terjadi pada kala IV, dimana diadakan kontak antara ibu-ayah-

anak, dan tetap dalam ikatan kasih.

c. Phase pada masa nifas

Penyesuaian psikologi pada masa nifas menurut Reva Rubbin

1960 dalam Cuninngham, et all 2006 dibagi dalam 3 tahap

yaitu:

1) Takking In (1-2 hari post partum)

Fase ini dikenal dengan fase ketergantungan dimana wanita

menjadi sangat pasif dan sangat tergantung serta berfokus

pada dirinya sendiri.Pada fase ini ibu juga mengenang

pengalaman melahirkan yang baru saja dialami. Untuk


pemulihan, ibu perlu istirahat atau tidur untuk mencegah

gejala kurang tidur


2) Taking Hold (2-4 hari post partum)

Fase Taking Hold disebut dengan fase ketergantungan dan

ketidaktergantungan. Pada tahap ini ibu khawatir akan

kemampuannya merawat bayinya dan khawatir tidak

mampu bertanggung jawab untuk merawat bayinya. Ibu

berusaha untuk menguasai kemampuan untuk merawat

bayinya, cara menggendong dan menyusui, memberikan

minum, dan mengganti popok. Pada tahap ini ibu sangat

sensitif akan ketidakmampuannya dan muda tersinggung.

3) Letting Go

Tahap ini dimulai pada minggu kelima sampai minggu

keenam dan pada fase ini keluarga telah menyesuaikan diri

dengan bayi.Ibu merawat bayinya dengan kegiatan sehari-

hari yang telah kembali.

8. Masalah psikososial ibu post partum

Perubahan emosional pada ibu post partum menurut Bobak (2005)

yaitu:

a. Baby blues

Baby bluespasca salin, karena perubahan yang tiba-tiba dalam

kehidupan, merasa cemas dan takut dengan ketidakmampuan


merawat bayinya dan merasa bersalah.Perubahan emosi ini

dapat membaik dalam beberapa hari setelah ibu dapat merawat

diri dan bayinya serta mendapat dukungan keluarga.


b. Depresi pascapartum

Depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke

hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan

nafsu makan depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi

dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah,

gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan

selera untuk berhubungan intim dengan suami)..Kriteria untuk

mengklasifikasi depresi pascapartum bervariasi tetapi sering

pada sindrom afektif/emosi yang tarjadi selama enam bulan

setelah melahirkan.Namun, pengalaman depresi yang dialami

juga menunjukan konsentrasi buruk, perasaan bersalah,

kehilangan energy dan aktivitas sehari-hari.

c. Psikosis pascapartum

Psikosis pascapartum ialah krisis psikiatri yang paling parah.

Gejalanya seringkali bermula dengan postpartum blues atau

depresi pascapartum. Waham, halusinasi, konfusi dan panik

bisa timbul.Wanita tersebut dapat memperlihatkan gajala yang

menyarupai skizofrenia atau kerusakan psikoafektif.Perawatan

di rumah sakit selama beberapa bulan mungkin

diperlukan.Bunuh diri atau bahaya pada bayi atau keduanya

merupakan bahaya psikosis terbesar.


B. Konsep Sectio Caesarea

1. Definisi

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding

rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di

atas 500 gram (Sarwono, 2009).

Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan

berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding

uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).

Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin

dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002).

2. Tipe- tipe sectio caesarea

a. Sectio cesaria transperitonealis profunda

Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di

segmen bawah uterus.Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik

melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:

1) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.

2) Bahaya peritonitis tidak besar.


3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri

dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah

uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti

korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.


b. Sectio cesarea klasik atau section cecaria korporal

Pada sectio cesarea klasik ini dibuat kepada korpus uteri,

pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya

diselenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section

cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada

segmen atas uterus.

c. Sectio cesarea ekstra peritoneal

Sectio cesarea eksrta peritoneal dahulu dilakukan untuk

mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan

pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak

banyak lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan

pada pasien infeksi uterin berat.

d. Section cesarea Hysteroctomi

Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan

indikasi:

1) Atonia uteri

2) Plasenta accrete

3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat

3. Etiologi

Indikasi untuk Sectio Caesarea (SC)menurut Rasjidi (2009) antara

lain meliputi:
a. Indikasi Mutlak

1) Indikasi Ibu

a) Panggul sempit

Panggul sempit adalah kurangnya salah satu ukuran

panggul 1 cm atau lebih dari ukuran normal atau panggul

sempit absolut yang ukuran konjugata diagonalisnya 5,5

cm (Manuaba, 2008).

b) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang

adekuatnya stimulasi

c) Adanya tumor dalam jalan lahir yang menyebabkan

obstruksi

d) Stenosis serviks atau vagina

e) Plasenta previa

Plasenta previa adalah plasenta yang abnormal pada

segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau

seluruh ostium uteri internum (Nugroho, 2012).

f) Disproposi sevalopelvik

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran


lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar

kepala janin dan dapat menyebabkan ibu tidak dapat

melahirkan secara alami. Kondisi tersebut membuat bayi

susah keluar melalui jalan lahir.


2) Indikasi Janin

a) Kelainan letak

b) Gawat janin

Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima oksigen

cukup sehingga mengalami hipoksia.Normalnya detak

jantung janin berkisar 120-160 kali per menit.Gawat

janin dalam persalinan dapat terjadi bila persalinan

berlangsung lama (Prawirohardjo, 2009).

c) Prolapsus tali pusat atau dikenal dengan tali pusat

menumbung jika tali pusat berada di samping atau di

bawah bagian terbawah janin (Oxorn & Forte, 2010).

d) Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia

3) Indikasi Relatif

a) Riwayat Sectio Caesarea sebelumnya

b) Presentasi bokong

Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan

bagian terendahnya bokong (Prawirohardjo, 2009).


c) Distosia (persalinan yang sulit)

Distosia adalah persalinan abnormal yang ditandai oleh

kelambatan atau tidak adanya kemajuan prosses persalian

dalam ukuran satuan waku tertentu (Nugroho, 2010).


d) Preeklamsi berat (PEB)

Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai

dengan proteinuria, edema, yang terjadi akibat

kehamilan setelah minggu ke-20 atau kadang-kadang

timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis

yang luas pada vili dan korialis (Mitayani, 2009).

e) Diabetes mellitus

f) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu

g) Gemeli atau bayi kembar dianjurkan untuk Sectio

Caesarea apabila:

i. Bila janin pertama letak lintang, atau presentasi bahu.

ii.Bila terjadi interlock (kehamilan kembar terkunci)

Kehamilan kembar terkunci adalah keadaan salah satu

anak menghambat turunnya dan lahirnya anak yang lain

(Oxron & Forte, 2010).

4) Indikasi Sosial

a) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman

sebelumnya

b) Wanita yang ingin melahirkan dengan cara Sectio

Caesarea karena takut bayinya mengalami cedera atau


asfiksia selama persalinan atau mengurangi resiko

kerusakan dasar panggul


c) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya

atau seksuality image setelah melahirkan.

Kontra indikasi sectio caesarea: pada umumnya

sectio caesarea tidak di lakukan pada janin mati, syok,

anemia berat, kelainan kongenital berat, infeksi piogenik

pada dinding abdomen, minimnya fasilitas operasi sectio

caesarea. (Rasjidi 2009).

4. Patofisiologi

Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi

dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang

masih utuh.Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala

panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,

untuk ibu dan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak

lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post

partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat

kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang

tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit,

luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena

itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip

steril.Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan

gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa

bersifat regional dan umum.Namun anestesi umum lebih banyak


pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga

kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat

diatasi dengan mudah.Akibatnya janin bisa mati, sedangkan

pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri

berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.Untuk

pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat

sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang

menutup.Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan

menurunkan mobilitas usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan

terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus.

Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh

energi.Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga

menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena

reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko

terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.Selain itu

motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi

yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Elektroensefalogram (EEG)

Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.


b. Pemindaian CT

Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.


c. Magneti resonance imaging (MRI)

Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan

magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan

daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan

pemindaian CT.

d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )

Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu

menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah

dalam otak.

e. Uji laboratorium

1) Fungsi lumbal : menganalisis cairan

serebrovaskuler

2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan

hematokrit

3) Panel elektrolit

4) Skrining toksik dari serum dan urin

5) AGD

6) Kadar kalsium darah


7) Kadar natrium darah

8) Kadar magnesium darah

6. Komplikasi post partum dengan Sectio Caesarea

Komplikasi post partum dengan Sectio Caesarea menurut Rahmawati

(2012) adalah:
a. Komplikasi pada ibu

Terjadi “trias komplikasi” ibu, yaitu perdarahan, infeksi, dan

trauma jalan lahir.

1) Pendarahan

Pendarahan merupakan komplikasi yang paling gawat,

memerlukan transfusi darah dan merupakan penyebab

kematian ibu yang paling utama.penyebab pendarahan pada

tindakan operasi adalah:

2) Atonia uteri: sumber perdarahan barasal dari implantasi

plasenta.

3) Robekan jalan lahir: rupture uteri, robekan serviks, robekan

fornik (kol-foporeksis), robekan vagina, robekan perineum,

dan perforasi-kuretage semuanya dapat menimbulkan

perdarahan ringan sampai berat.

4) Gangguan pembekuan darah: kematian janin dalam rahim

melebihi 6 minggu, pada solusio plasenta dan emboli air

ketuban.

5) Retensio plasenta atau plasenta rest: gangguan pelepasan

plasenta menimbulkan perdarahan dan tempat implantasi

plasenta.
b. Infeksi

Setiap tindakan operasi vagina selalu diikuti oleh kontaminasi

bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat

apabila didahului oleh:

1) Keadaan umum yang rendah: anemia saat hamil, sudah

terdapat manifulasi intra-uterin, sudah terdapat infeksi.

2) Perlukaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri.

3) Terdapat retinsio plasenta atau plasenta rest.

4) Pelaksanaan operasi persalinan yang kurang legeartis.

Semua faktor tersebut di atas dapat memudahkan terjadinya

infeksi yang membahayakan bagi bayi dan ibunya.

c. Trauma tindakan persalinan

Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan

sehingga menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi

persalinan dijabarkan sebagai berikut:

1) Perlukaan luas episiotomy

2) Perlukaan pada vagina


3) Perlukaan pada serviks

4) Perlukaan pada forniks-kolpoporeksis

5) Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap

Bersama-sama dengan atonia uteri, retinsio plasenta dan

robekan jalan lahir Karena persalinan menimbulkan


pendarahan.Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan

diperlukan evaluasi dan observasi.Trauma tindakan operasi

persalinan yang paling berat adalah ruptura uteri dan

kolpoporeksis.

d. Komplikasi pada bayi

Terjadi trial komplikasi bayi dalam bentuk: asfiksia. trauma

tindakan, dan infeksi.

1) Asfiksia.

2) Tekanan langsung pada kepala: menekankan pusat-pusat vital

pada medulla oblongata.

3) Aspirasi: air ketuban, mekonium, cairan lambung.

4) Perdarahan atau edema jaringan saraf pusat.

5) Trauma langsung pada bayi.Fraktura ekstremitas yaitu :

a) Dislokasi persendian

b) Ruptura alat vital: hati atau lien bayi, robekan pada usus.

c) Fraktur tulang kepala bayi


d) Perdarahan atau edema jaringan otak

e) Trauma langsung pada mata, telinga, hidung, dan lainnya.


7. Penatalaksanaan post Sectio Caesarea

Penatalaksanaan keperawatan menurut Jitowiyono & Kristiyanasari

(2010).

a. Analgesik

Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg

meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila di perlukan

untuk mengatasi rasa sakit atau dapat di suntikan dengan cara

serupa 10 mg morfin.

1) Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meparidin yang

diberikan adalah 50 mg.

2) Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100

mg Meperidin.

3) Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya

diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.

b. Tanda-tanda vital

Tanda- tanda vital harus di periksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan

darah, nadi, jumlah urin serta jumlah darah yang hilang dan

keadaan fundus harus diperiksa.

c. Terapi cairan dan Diet

Pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama


pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun

demikian, jika output urin jauh di bawah 30 ml/jam, pasien harus

segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.


d. Vesika Urinarius dan usus

Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada

keesokan paginya setelah operasi.Biasanya bising usus belum

terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua

bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari

ketiga.

e. Ambulasi

Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan

perawatan dengan bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-

kurang 2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan

pertolongan.

f. Perawatan luka

Luka insisi di insfeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang

alternatif ringan tampa banyak plester sangat menguntungkan,

secara hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke

tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka

insisi.

g. Laboratorium

Secara rutin hematokrit diukur pada tiga setelah operasi hematokrit

tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah


yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukan hipovolemia.
h. Perawatan payudara

Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu

memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara

yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan

kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

i. Memulangkan pasien dari rumah sakit

Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila

diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan

ke lima post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi

hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain.

A. Pengertian

Hipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang didapatkan sebelum

timbulnya kehamilan. Apabila tidak diketahui adanya hipertensi sebelum kehamilan,

maka hipertensi kronik didefinisikan bila didapatkan tekanan darah sistolik 140 mmHg

atau tekanan darah diastolic > 90 mmHg sebelum umur kehamilan 20 minggu. (Sarwono

Prawirohardjo, 2010)

B. Etiologi

Hipertensi kronik dapat disebabkan oleh :

1. Hipertensi Primer atau idiopatik 90% ( yang tidak diketahui penyebabnya ).


2. Hipertensi Sekunder 10% (brhubungan dengan penyakit ginjal, vaskuler kolagen,

endokrin, dan pembuluh darah). (Sarwono Prawirohardjo, 2010)

C. Tanda dan Gejala

Hipertensi kronik yang diperberat oleh kehamilan akan memberi tanda:

1. Kenaikan mendadak tekanan darah, yang akhirnya disusul proteinuria.

2. Tekanan darah sistolik > 200 mmHg, diastolic > 130 mmHg, dengan akibat segera

terjadi gangguan ginjal. (Sarwono Prawirohardjo, 2010)

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara

tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan

tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit

kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja

terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah

yang normal (Irfan Arif. 2007).

D. Patofisiologi

Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara :

1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap

detiknya.

2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat

mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu,

darah pada setiap denyut jantung dipaksakan untuk melalui pembuluh yang sempit

dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.

3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah,

hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat

sehingga tekanan darah juga meningkat (Djoko Merdikoputro, 2011).

E. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan

mortalitas akibat hipertensi. Morbiditas yang bisa terjadi yaitu stroke, ginjal, jantung

kongetif, dan aneurisme.

1. Olahraga teratur dapat dihubungkan dengan pengobatan hipertensi karena

olahraga isotonic (seperti joging) yang teratur dapat memperlancar peredaran

darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah.

2. Istirahat yang cukup.

3. Diet garam, dan

4. Makan-makanan yang tidak memicu hipertensi seperti daging merah, hati, dll.

(Djoko Merdikoputro, 2011).

Jenis antihipertensi yang digunakan pada hipertensi kronik, ialah:

1. Metildopa : Dosis awal 500 mg x perhari, maksimal 3 garam perhari

2. Nifedipin : Dosis bervariasi antara 30-90 mg perhari.

3. Diuretik Thiazide

Tidak diberikankarena mengganggu volume plasma sehingga mengganggu alira

darah utero-plasenta. (Srawono Prawirohardjo, 2010)


BAB III

TINJAUAN KASUS

Menggambarkan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien Ny.K dengan Post

Partum Sectio Caesaria di Ruang Nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak. Asuhan

keperawatan ini dimulai dari pengkajian, diagnosa, rencana keperawatan, catatan

keperawatan (implementasi) dan catatan perkembangan (evaluasi) yang diberikan selama

3 hari mulai dari tanggal 11 Oktober 2018 sampai dengan 13 Oktober 2018

A. Pengkajian

1. Identitas Umum

Klien bernama Ny.K, umur 35 tahun, no rekam medis 088760, berjenis kelamin

perempuan, beragama islam, status perkawinan sudah menikah, pendidikan terakhir


SD, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Klien tinggal di Dusun Sepakat RT 8 RW 4

Kec. Batu Ampar. Saat ini dirawat di Ruang Nifas RSUD Dr Soedarso Pontianak.

Klien masuk rumah sakit tanggal 10 Oktober 2018 dengan diagnosa medis Post

Partum Sectio Caesaria. Penanggung jawab klien yaitu suami berinisial Tn. D tinggal

di alamat yang sama dengan klien. Pekerjaannya yaitu swasta.

2. Riwayat Keperawatan

a. Keluhan Utama

Klien mengatakan nyeri di abdomen yang habis bekas luka post op sc, hari pertama

habis operasi SC klien susah bergerak karena nyeri, klien lemah.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengatakan telah di lakukan operasi SC pada hari Rabu tanggal 10 bulan

Oktober 2018. Setelah dilakukan SC klien merasa nyeri.

c. Riwayat kesehatan yang lalu

Klien mengatakan sudah pernah hamil 3 kali dan ini pertama kalinya dilakukan SC.

d. Riwayat menstruasi

Klien mengatakan siklus haid 3-5 hari, perlangsungan haid teratur.

e. Riwayat kehamilan dan persalinan

Klien mengatakan kelahiran sekarang adalah kelahiran anak yang ke empat dengan

jenis kelamin perempuan. Anak pertama keguguran, anak anak ke dua laki-laki

tetapi meninggal, anak ke tiga perempuan lahiran normal dan spontan.

f. Riwayat pemakaian KB

Klien mengatakan tidak menggunakan KB.

g. Alergi

Klien mengatakan tidak ada alergi apa pun baik obat maupun makanan.

3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : klien tampak lemah

b. Kesadaran : compos mentis

c. Tanda-tanda Vital :

TD : 185/105 mmHg S : 36,5ᵒc

N : 102 x/ menit RR : 20 x/ menit

d. Kepala

Saat di inspeksi bentuk simetris, rambut hitam, tidak beruban, tidak ada luka. Saat

di palpasi tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat benjolan

e. Mata

Saat di inspeksi bentuk simetris dan konjungtiva anemis. Saat di palpasi tidak ada

edema di kelopak mata

f. Telinga

Saat di inspeksi bentuk simetris, tidak menggunakan alat bantu pendengaran, tidak

terdapat lesi. Saat di palpasi tidak terdapat nyeri tekan.

g. Hidung

Saat di inspeksi bentuk simetris, tidak ada secret. Saat di palpasi tidak terdapat

nyeri tekan.

h. Mulut

Saat di inspeksi gigi depan ada yang patah, lidah bersih.

i. Leher

Saat di inspeksi bentuk simetris, tidak ada lesi. Saat di palpasi tidak ada nyri tekan,

tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid.

j. Dada
Saat di inspeksi bentuk dada simetris, tidak ada lesi. Saat di palpasi tidak ada nyeri

tekan. Saaat di auskultasi bunyi jantung regular lup dup, paru-paru vesikuler. Saaat

di perkusi bunyi paru sonor.

k. Abdomen

Saat di inspeksi terdapat bekas luka post op. Saat di palpasi adanya nyeri tekan.

l. Ekstremitas atas

Saat di inspeksi terpasang infus RL. Saat di palpasi tidak ada nyri tekan.

m. Ekstremitas bawah

Saat di inspeksi tampak edema, tidak terdapat lesi. Saat di palpasi tidak terdapat

nyeri tekan.

n. Kulit

Turgor kulit elastis

o. Genetalia

Terpasang kateter

4. Pemeriksaan penunjang

Dilakukan pemeriksaan tanggal 10-10-2018

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal

Leukosit 12,84 [10^3/uL] 4.5-11

Eritrosit 5,37 [10^6/uL] 4.6-6.0

Hemoglobin 14,2 [g/dL] M: 14-18 F: 12-16

Hematokrit 43,2 [%] 36-54

MCV 80,4 [fL] 82-92

MCH 26,4 [pg] 27-31

MCHC 32,9 [g/dL] 32-37

Trombosit 249 [10^3/uL] 150-440


RDW-CV 14,3 [%] 11.5-14.5

RDW-SD 41,5 [fL] 35-47

PDW 11,7 [fL] 9-13

MPV 10,4 [fL] 7.2-11.1

P-LCR 28,2 [%] 15-25

Dilakukan pemeriksaan tanggal 11-10-2018

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal

Leukosit 20,35 [10^3/uL] 4.5-11

Eritrosit 4,59 [10^6/uL] 4.6-6.0

Hemoglobin 12,2 [g/dL] M: 14-18 F: 12-16

Hematokrit 37,2 [%] 36-54

MCV 81,0 [fL] 82-92

MCH 26,6 [pg] 27-31

MCHC 32,8 [g/dL] 32-37

Trombosit 225 [10^3/uL] 150-440

RDW-CV 14,4 [%] 11.5-14.5

RDW-SD 41,2 [fL] 35-47

PDW 13,7 [fL] 9-13

MPV 10,5 [fL] 7.2-11.1

P-LCR 30,5 [%] 15-25

5. Terapi

- SM drip

- Catoprel drip

- Cefotaxime 3x1 IV
- Metronidazole 3x1 IV

- Kalnex 3x1 IV

- Tramadol 3x1 IV

- Oxytocit 3x1 IV

- Nifedipin 4x10mg PO

- Dopamet 3x1 PO

- As mefenamat 3x1 PO

B. Diagnosis Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Implementasi Keperawatan

dan Evaluasi Keperawatan

1. Diagnosa Keperawatan

Hasil analisa data menunjukkkan diagnosa keperawatan Ny.K adalah:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik di tandai dengan :

Data subjektif : klien mengatak nyeri diperut bekas operasi

P : pada saat bergerak

Q : seperti di tusuk-tusuk

R : dibagian bekas operasi

S : skala 8

T : kadang-kadang

Data objektif : klien tampak lemah, klien tampal meringis

Ttv : TD : 157/77 mmHg, N : 99 x/ menit, S : 36 C, RR : 20 x/ menit.

b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri dari luka post op di tandai

dengan:

Data subjektif : klien mengatakan belum bisa mandi sendiri, klien mengatakan

belum bisa makan sendiri


Data objektif : klien tampak lemah, klien tampak mandi dibantu oleh perawat,

klien tidak wangi

Ttv : TD : 157/77 mmHg, N : 99 x/ menit, S : 36 C, RR : 20 x/ menit.

c. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan tindakan post sectio caesarea di

tandai dengan :

Data subjektif : klien mengatakan tidak mampu bergerak secara mandiri karena

nyeri

Data objektif : klien tampak lemah, klien tampak dibantu keluarga/ perawat dalam

bergerak

Ttv : TD : 157/77 mmHg, N : 99 x/ menit, S : 36 C, RR : 20 x/ menit.

2. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Keperawatan

a. Nyeri akut b/d agen injuri fisik yang ditandai dengan:

Data subjektif : klien mengatakan nyeri diperut bekas operasi

P : pada saat bergerak

Q : seperti di tusuk-tusuk

R : dibagian bekas operasi

S : skala 8

T : kadang-kadang

Data objektif : klien tampak lemah, klien tampal meringis

Ttv : TD : 157/77 mmHg, N : 99 x/ menit, S : 36 C, RR : 20 x/ menit.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil:

Data subjektif: Klien mengatakan nyerinya berkurang

Data objektif: Frekuensi nyeri klien berkurang

1) Intervensi keperawatan
a) Lakukan pengkajian nyeri

b) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan

c) Ajarkan tehnik non farmakologi

d) Tingkatkan istirahat

b. Defisit perawatan diri mandi b/d nyeri dari luka post op

Data subjektif : klien mengatakan belum bisa mandi sendiri dan makan sendiri

Data objektif : klien tampak lemah, klien tampak mandi dibantu perawat, klien

tidak wangi

Ttv : TD : 157/77 mmHg, N : 99 x/ menit, S : 36 C, RR : 20 x/ menit.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

defisit perawatan diri mandi dapat teratasi dengan kriteria hasil:

Data subjektif: Klien mengatakan sudah dapat melakukan ADLS dengan sendiri

maupun bantuan

Data objektif: klien terlihat segar, tidak bau sedap dan klien terlihat rapi

1) Intervensi keperawatan

a) Monitor klien untuk kemampuan perawatan diri yang mandiri

b) Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri

c) Sediakan pakaian klien pada tempat yang mudah dijangkau klien

c. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan tindakan post sectio caesarea di

tandai dengan :

Data subjektif : klien mengatakan tidak mampu bergerak secara mandiri karena

nyeri

Data objektif : klien tampak lemah, klien tampak dibantu keluarga/ perawat dalam

bergerak

Ttv : TD : 157/77 mmHg, N : 99 x/ menit, S : 36 C, RR : 20 x/ menit.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

kerusakan mobilisasi fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil :

Data subjektif: Klien mengatakan sudah bisa bergerak secara mandiri

Data objektif: klien dapat beraktifitas seperti semula

1) Intervensi keperawatan

a) Kaji kemampuan pergerakan aktivitas klien seperti : (miring kanan/kiri)

b) Anjurkan klien melakukan mobilisasi secara bertahap

c) Anjurkan keluarga untuk membantu klien dapat melakukan latihan gerak

3. Implementasi keperawatan

1) Implementasi tanggal 11 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif: : klien mengatakan nyeri diperut bekas operasi

P : pada saat bergerak

Q : seperti di tusuk-tusuk

R : dibagian bekas operasi

S : skala 8

T : kadang-kadang

Data objektif : klien tampak lemah, klien tampal meringis

Ttv : TD : 157/77 mmHg, N : 99 x/ menit, S : 36 C, RR : 20 x/ menit.

Action :

a) Memberikan posisi yang nyaman

b) Mengkaji tingkat nyeri

c) Memberikan lingkungan yang nyaman

d) Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam

Respon :
- Klien tampak lemah

2) Implementasi tanggal 11 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif : klien mengatakan belum bisa mandi sendiri dan makan sendiri

Data objektif : klien tampak lemah, klien tampak mandi dibantu perawat, klien

tidak wangi

Ttv : TD : 157/77 mmHg, N : 99 x/ menit, S : 36 C, RR : 20 x/ menit.

Action :

a) Memonitor klien untuk kemampuan perawatan diri yang mandiri

b) Memonitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri

c) Menyediakan pakaian klien pada tempat yang mudah dijangkau klien

Respon :

- Klien tampak lemah

3) Implementasi tanggal 11 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif : klien mengatakan tidak mampu bergerak secara mandiri karena

nyeri

Data objektif : klien tampak lemah, klien tampak dibantu keluarga/ perawat dalam

bergerak

Ttv : TD : 157/77 mmHg, N : 99 x/ menit, S : 36 C, RR : 20 x/ menit.

Action :

a) Mengkaji kemampuan pergerakan aktivitas klien seperti : (miring kanan/kiri)

b) Menganjurkan klien melakukan mobilisasi secara bertahap

c) Menganjurkan keluarga untuk membantu klien dapat melakukan latihan gerak

Respon :

- Klien tampak lemah

4) Implementasi tanggal 12 Oktober 2018 jam 10.30 WIB


Data subjektif: : klien mengatakan masih nyeri diperut bekas operasi

P : pada saat bergerak

Q : seperti di tusuk-tusuk

R : dibagian bekas operasi

S : skala 7

T : kadang-kadang

Data objektif : klien tampak lemah, klien tampal meringis

Ttv : TD : 176/92 mmHg, N : 110 x/ menit, S : 36,3 C, RR : 20 x/ menit.

Action :

a) Memberikan posisi yang nyaman

b) Mengkaji tingkat nyeri

c) Memberikan lingkungan yang nyaman

d) Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam

Respon :

- Klien tampak lemah

5) Implementasi tanggal 12 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif : klien mengatakan belum bisa mandi sendiri dan makan sendiri

Data objektif : klien tampak lemah, klien tampak mandi dibantu perawat

Ttv : TD : 176/92 mmHg, N : 110 x/ menit, S : 36,3 C, RR : 20 x/ menit.

Action :

a) Memonitor klien untuk kemampuan perawatan diri yang mandiri

b) Memonitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri

c) Menyediakan pakaian klien pada tempat yang mudah dijangkau klien

Respon :

- Klien tampak lemah


6) Implementasi tanggal 12 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif : klien mengatakan masih tidak mampu bergerak secara mandiri

karena nyeri

Data objektif : klien tampak lemah, klien tampak dibantu keluarga/ perawat dalam

bergerak

Ttv : TD : 176/92 mmHg, N : 110 x/ menit, S : 36,3 C, RR : 20 x/ menit.

Action :

a) Mengkaji kemampuan pergerakan aktivitas klien seperti : (miring kanan/kiri)

b) Menganjurkan klien melakukan mobilisasi secara bertahap

c) Menganjurkan keluarga untuk membantu klien dapat melakukan latihan gerak

Respon :

- Klien tampak lemah

7) Implementasi tanggal 13 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif: : klien mengatakan masih nyeri diperut bekas operasi

P : pada saat bergerak

Q : seperti di tusuk-tusuk

R : dibagian bekas operasi

S : skala 6

T : kadang-kadang

Data objektif : klien tampak lemah, klien tampal meringis

Ttv : TD : 142/80 mmHg, N : 109 x/ menit, S : 36 C, RR : 20 x/ menit.

Action :

a) Memberikan posisi yang nyaman

b) Mengkaji tingkat nyeri

c) Memberikan lingkungan yang nyaman


d) Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam

Respon :

- Klien tidak lemah

8) Implementasi tanggal 13 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif : klien mengatakan masih belum bisa mandi sendiri dan makan

sendiri

Data objektif : klien tampak lemah, klien tampak mandi dibantu perawat, klien

tidak wangi

Ttv : TD : 142/80 mmHg, N : 109 x/ menit, S : 36 C, RR : 20 x/ menit.

Action :

a) Memonitor klien untuk kemampuan perawatan diri yang mandiri

b) Memonitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri

c) Menyediakan pakaian klien pada tempat yang mudah dijangkau klien

Respon :

- Klien tidak tampak lemah

9) Implementasi tanggal 13 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif : klien mengatakan sudah mampu bergerak secara mandiri, sepert

dari baring kemudian bangun untuk duduk

Data objektif : klien tampak tidak dibantu dalam bergerak

Ttv : TD : 142/80 mmHg, N : 109 x/ menit, S : 36 C, RR : 20 x/ menit.

Action :

a) Menganjurkan klien melakukan mobilisasi secara bertahap

b) Menganjurkan keluarga untuk membantu klien dapat melakukan latihan gerak

Respon :

- Klien tampak tidak lemah


4. Evaluasi Keperawatan

1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik

a) Implementasi tanggal 11 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif: : klien mengatakan masih nyeri diperut bekas operasi

Data objektif : klien tampak lemah

Action : masalah belum teratasi

Planning : lanjutkan intervensi

b) Implementasi tanggal 12 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif: : klien mengatakan masih nyeri diperut bekas operasi

Data objektif : klien tampak lemah

Action : masalah belum teratasi

Planning : lanjutkan intervensi

c) Implementasi tanggal 13 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif: : klien mengatakan masih nyeri diperut bekas operasi

Data objektif : klien tampak tidak lemah

Action : masalah belum teratasi

Planning : lanjutkan intervensi

2. Defisit perawatan diri mandi b/d nyeri dari luka post op

a) Implementasi tanggal 11 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif: : klien mengatakan masih belum bisa mandi sendiri dan makan

sendiri

Data objektif : klien tampak lemah dan klien tampak mandi dibantu perawat

Action : masalah belum teratasi

Planning : lanjutkan intervensi

b) Implementasi tanggal 12 Oktober 2018 jam 10.30 WIB


Data subjektif: : klien mengatakan masih belum bisa mandi sendiri dan makan

sendiri

Data objektif : klien tampak lemah dan klien tampak mandi dibantu perawat

Action : masalah belum teratasi

Planning : lanjutkan intervensi

c) Implementasi tanggal 13 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif: : klien mengatakan masih belum bisa mandi sendiri

Data objektif : klien tampak mandi masih dibantu perawat

Action : masalah belum teratasi

Planning : lanjutkan intervensi

3. Hambatan mobilisasi fisik b/d tindakan post sc

a) Implementasi tanggal 11 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif: : klien mengatakan masih tidak mampu bergerak secara

mandiri karena nyeri

Data objektif : klien tampak lemah dan klien tampak mandi dibantu perawat

dalam bergerak

Action : masalah belum teratasi

Planning : lanjutkan intervensi

b) Implementasi tanggal 12 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif: : klien mengatakan masih tidak mampu bergerak secara

mandiri karena nyeri

Data objektif : klien tampak lemah dan klien tampak mandi dibantu perawat

dalam bergerak

Action : masalah belum teratasi

Planning : lanjutkan intervensi


c) Implementasi tanggal 12 Oktober 2018 jam 10.30 WIB

Data subjektif: : klien mengatakan sudah bisa bergerak secara mandiri seperti

dari baring kemudian bangun untuk duduk

Data objektif : klien tampak tidak dibantu dalam bergerak

Action : masalah teratasi sebagian

Planning : lanjutkan intervensi

BAB IV

PEMBAHASAN

Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan

dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan

peningkatan angka kesakitan (mordibitas) dan angka kematian (mortalitas). (Djoko

Merdikoputro, 2011)

Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah (140/90) atau keatas, diukur di kedua

lengan 3X dalam jangka beberapa waktu. Nilai yang lebih tinggi (sistolik) menunjukkan fase

darah yang sedang dipompa oleh jantung nilai yang lebih rendah (diastolic) menunjukkan

fase darah kembali kedalam jantung. (Djoko Merdikoputro, 2011)


Bila perempuan hamil mendapat monoterapi untuk hipertensinya, dan hipertensi dapat

terkendali, maka hipertensi kronik tidak berpengaruh buruk pada kehamilan , meski tetap

mempunyai resiko terjadinya solusio plasenta, ataupun preeklmpsia. (Sarwono

Prawirohardjo, 2012)

Dampak hipertensi kronik pada janin ialah pertumbuhan janin terhambat atau fetal growth

restriction, intra uterin growth restriction: IUGR. Insidens fetal growth restriction

berbanding langsung dengan derajat hipertensi yang disebabkan menurunnya perfusi

uteruplasenta, sehingga menimbulkan insufisiensi plasenta. Dampak lain pada janin ialah

peningkatan persalinan preterm. (Sarwono Prawirohardjo, 2012)


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Teori yang diangkat diatas merupakan bahan reverensi yang diambil untuk lebih

menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengertian dan patofisiologi dari

hipertensi. Teori yang diangkat berupa teori tentang hipertensi yaitu suatu keadaan

dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal

bervariasi dengan usia. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis dimana

tekanan darah meningkat secara kronis. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah

satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung.

Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara :

1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap

detiknya.

2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat

mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu,

darah pada setiap denyut jantung dipaksakan untuk melalui pembuluh yang sempit

dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.


3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah,

hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang

sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat

sehingga tekanan darah juga meningkat.

Dari teori tersebut dapat diketahui factor penyebab dari hipertensi, dan teori dapat

dibandingkan dengan kasus yang telah didapatkan dilapangan, sehingga dapat ditarik

kesimpulan berupa terdapat banyak kesamaan antara teori tentang hipertensi dengan

factor penyebab yang didapatkan.

B. SARAN

a. Pasien

Lebih menjaga kesehatan terutama pola makan dan pola hidup serta melakukan

pengobatan rutin agar tidak terjadi komplikasi

b. Untuk pelayanan di Ruang Nifas RSUD Soedarso

Pelayanan di Ruang Nifas RSUD Soedarso sudah cukup baik namun harus lebih

ditingkatkan lagi terutama infom consent atau memberikan penjelasan pada pasien

setiap tindakan yang akan dilakukan.


DAFTAR PUSTAKA

Prawihardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta

Kurniawan. Dr.Anie.MSC.2002.Gizi seimbang untuk mencegah Hipertensi.

Fk. Yarsi. Yogyakarta.

Arief, Irfan. 2007. Hipertensi Penyebab Utama Penyakit Jantung.

Kurniawan, Anie. 2002. Direktorat Gizi Masyarakat.

Santi Martini, Lucia Y. 2004. Hendrati Perbedaan Risiko Kejadian Hipertensi Menurut

Pola Merokok.

Sunarti, Sri. 2002. Hubungan Antara Stres Dengan Kejadian Hipertensi Di RSUI

Kustati. Surakarta

Anda mungkin juga menyukai