memberikan kami nikmat sehat jasmani dan rohani sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini .
Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada bapak Ns. Supadi, M.Kep, SP.MB
dosen mata kuliah keperawatan dewasa yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk menambah wawasan kami.
Dalam Makalah ini berisikan tentang “PERITONITIS”, kami mengharapkan kritik
dan saran agar kami dapat lebih baik. Semoga makalah ini dapat berguna
bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.
Tim penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................
i Daftar Isi ii
BAB I Pendahuluan
1.1.Latar Belakang................................................................................ ....
1
1.2.Tujuan Penulisan............................................................................. ....
2
BAB II Pembahasan
2.1 Peritonitis........................................................................................ .... 3
2.2 Etiologi........................................................................................... .... 3
2.3 Patofisiologi.................................................................................... .... 5
2.4 Klasifikasi....................................................................................... .... 8
2.5 Tanda dan Gejala............................................................................ .. 10
2.6 Komplikasi...................................................................................... .. 11
2.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................. .. 11
2.8 Diagnosa Keperawatan yang Muncul............................................. .. 11
2.9 Intervensi........................................................................................ .. 11
2.10 Penatalaksanaan Medis................................................................. .. 13
2.11 Dampak KDM.............................................................................. .. 13
2.12 Pengobatan................................................................................... .. 14
2.13 Prognosis...................................................................................... .. 15
BAB III Penutup
3.1. Kesimpulan....................................................................................... 16
3.2. Saran................................................................................................. 17
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis.
Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa
inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan.
Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak langsung yang
mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri
tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum
inflamasi.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang
melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis
sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui
perforasi usus seperti rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya
peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh
materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu
dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada wanita sangat
dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi
atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat
berakibat fatal.
2.2 Etiologi
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena ninfeksi intra abdomen,tetapi
biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga
peritoneal sehinggan menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau
pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi
bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein
cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi
karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen
yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%,
Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya
20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis
Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat
anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi
disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam
dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram
positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena
infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis
sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien
peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula.
Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena
iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia
lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit
Crohn).
2.3 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,
yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena
tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan
curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
5
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman
S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi
masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum
terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan
perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada
penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala,
batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler,
dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di
epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata.
Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut.
Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di
perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena
rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas.
Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal
perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia,
adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritoneum berupa mengenceran
zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara
sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
7
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena
sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks
sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal
maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul
abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai
organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai
dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia
sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat
dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah
lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan
terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-
mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk
berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena
perangsangan peritoneum.
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Peritonitis Bakterial Primer
1. Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara
hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi
dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau
Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
Spesifik : misalnya Tuberculosis
8
10
2.6 Komplikasi
Eviserasi Luka
Pembentukan abses
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Test laboratorium
Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik
2. X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
Usus halus dan usus besar dilatasi.
Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
2.8 Diagnosa Keperawatan yang Muncul
1 Nyeri bd proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd muntah dan penghisapan
usus.
2.9 Intervensi
Diagnosa Keperawatan I :
11
13
2.12 Pengobatan
Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :
a) Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara
intravena.
b) Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam
pengobatan infeksi nifas.
Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu
dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam
dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.
c) Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus
dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan
meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan
tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan distress pernapasan.
Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan
oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan
bantuan ventilasi diperlukan.
d)
14
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus
visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang
terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang
terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan
kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal
jantung, peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa peritoneal
(pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.
Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri
adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses)
diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila
infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak
dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus.
Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :
a)
16
17
Daftar Pustaka
Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ECG ;
Jakarta Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006 Prima Medika : Jakarta
Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta
Peritonitis,http://www.medikastore.com/med/peritonitis_pyk.php?dktg=7&UID
200705.
Bahan kuliah System Gastroenterohepatologi, Makassar: 2005
Subanada, Supadmi, Aryasa, dan Sudaryat. 2007. Beberapa Kelainan
Gastrointestinal yang Memerlukan Tindakan Bedah. Dalam: Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: CV Sagung Seto