Anda di halaman 1dari 11

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Dermatologi dan Venereologi Makalah Dosen

2014

Penatalaksanaan Uretritis Gonore


dengan Sefiksim

Hazlianda, Cut Putri

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/2388
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
Laporan Kasus

PENATALAKSANAAN URETRITIS GONORE


DENGAN SEFIKSIM

dr. Cut Putri Hazlianda

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN USU
MEDAN
2014
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI .......................................................................................... i

I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
II. LAPORAN KASUS ........................................................................ 2
III. DISKUSI ........................................................................................ ... 4

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 6


PENATALAKSANAAN URETRITIS GONORE DENGAN SEFIKSIM
dr. Cut Putri Hazlianda, M.Ked(DV), SpDV
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Gonore adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, suatu
bakteri Gram-negatif diplokokus yang pertama kali diisolasi oleh Neisser pada tahun 1879.
Bakteri ini ditularkan melalui hubungan seksual (genito-genital, genito-oral maupun genito
rektal) dengan orang yang telah terinfeksi dan jarang ditularkan akibat higiene yang buruk.
Manifestasi terbanyak infeksi gonore pada pria adalah uretritis dengan karaktersitik dijumpai
sekret yang purulen dari meatus penis, inflamasi pada membran mukosa uretra anterior dan
disertai rasa nyeri waktu berkemih. Pemilihan regimen pengobatan tergantung pada kondisi
klinis, kepekaan bakteri, antisipasi kepatuhan pasien, alergi obat dan koeksistensi lain yang
dicurigai atau dikonfirmasi seperti infeksi klamidia. Pengobatan yang tepat untuk uretritis
gonore meliputi pemilihan obat yang tepat serta dosis yang adekuat dapat mencegah
resistensi kuman. Pemilihan terapi berdasarkan Sexually Transmitted Disease Treatment
Guidelines.
PENATALAKSANAAN URETRITIS GONORE DENGAN SEFIKSIM

I. PENDAHULUAN
Gonore adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae,
suatu bakteri Gram-negatif diplokokus yang pertama kali diisolasi oleh Neisser pada tahun
1879.1-4 Bakteri ini ditularkan melalui hubungan seksual (genito-genital, genito-oral maupun
genito rektal) dengan orang yang telah terinfeksi dan jarang ditularkan akibat higiene yang
buruk. Infeksi N.gonorrhoeae melibatkan membran mukosa yang terdiri dari sel-sel epitel
kolumnar. Adapun daerah-daerah yang sering terlibat yaitu uretra, endoserviks, faring,
rektum dan konjungtiva.1-3
Insiden gonore bervariasi sesuai umur, terbanyak ditemukan pada remaja, wanita
antara 15-19 tahun, pria antara 20-24 tahun. Faktor resikonya meliputi status ekonomi yang
rendah, hubungan seksual pertama pada usia dini, status pernikahan belum menikah dan
riwayat infeksi gonore sebelumnya. Infeksi tanpa gejala umum terjadi pada wanita, dimana
dilaporkan hampir 80% sedangkan pada pria dapat juga terjadi hanya 10%. Wanita dan pria
yang terinfeksi tanpa gejala ini berperan dalam penularan gonore, dimana bila ada gejala
mereka cenderung menghentikan aktivitas seksual dan mencari pengobatan. Penularan
gonore bergantung pada anatomi tempat infeksi dan paparan, termasuk jumlah paparan.
Resiko untuk mendapat infeksi uretra pada pria yang berhubungan dengan wanita yang
terinfeksi pada satu kali hubungan seksual adalah 20% dan meningkat menjadi 60-80% pada
empat kali hubungan seksual. Perilaku seperti memakai kondom memberikan perlindungan
terhadap didapatnya dan penularan infeksi genital.1,5,6
Masa inkubasi gonore berkisar 1-14 hari, tetapi sebagian besar pada pria munculnya
gejala setelah 2-5 hari.2-4 Manifestasi terbanyak infeksi gonore pada pria adalah uretritis
dengan karaktersitik dijumpai sekret yang purulen dari meatus penis, inflamasi pada
membran mukosa uretra anterior dan disertai rasa nyeri waktu berkemih.1-5,7
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis uretritis gonore adalah
pewarnaan Gram dan kultur terhadap sekret uretra. Dari pewarnaan Gram dapat terlihat
bakteri kokus gram negatif yang berpasangan (diplokokus) di dalam leukosit
polimorfonuklear. Sedangkan kultur dapat dilakukan pada media Thayer Martin, coklat agar
dan media Thayer Martin yang telah dimodifikasi.1-5,7


Pemilihan regimen pengobatan tergantung pada kondisi klinis, kepekaan bakteri,
antisipasi kepatuhan pasien, alergi obat dan koeksistensi lain yang dicurigai atau dikonfirmasi
seperti infeksi klamidia. Pengobatan yang tepat untuk uretritis gonore meliputi pemilihan
obat yang tepat serta dosis yang adekuat dapat mencegah resistensi kuman.5,8
Menurut Sexually Transmitted Disease Treatment Guidelines, 2010, pilihan terapi
untuk infeksi gonokokus tanpa komplikasi pada servik, uretra dan rektum adalah seftriakson
250 mg IM dosis tunggal atau sefiksim 400 mg peroral dosis tunggal atau sefalosporin injeksi
dosis tunggal ditambah azitromisin 1 gr peroral dosis tunggal atau doksisiklin 100 mg peroral
2 x sehari selama 7 hari. Tetapi telah dijumpai resistensi dari antimikroba siprofloksasin dan
ofloksasin terhadap gonokokus di Amerika Serikat.9
Prognosis umumnya baik jika infeksi diobati dengan antibiotik yang sesuai. Jika
uretritis gonore tidak diobati atau mendapat pengobatan yang kurang adekuat dapat
mengakibatkan terjadinya komplikasi. Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan
susunan anatomi dan faal genitalia. Pada wanita dapat menyebabkan PID (Pelvic Inflamatory
Diseases) dan infertilitas. Pada pria dapat terjadi komplikasi lokal seperti tysonitis,
parauretritis dan asendens seperti prostatitis, vesikulitis, epididimitis. Komplikasi diseminata
pada pria dan wanita berupa artritis, miokarditis, endokarditis, meningitis.1,2,4,5,9

II. LAPORAN KASUS


Seorang pria, berusia 26 tahun, suku Jawa, sudah menikah, pekerjaan swasta, datang
ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan, divisi Infeksi Menular
Seksual dan Treponematosis pada tanggal 27 Juli 2010 dengan keluhan keluar cairan
bernanah dari kemaluan disertai rasa nyeri saat buang air kecil yang sudah dialami pasien
selama + 5 hari. Dua hari yang lalu pasien meminum obat siprofloksasin, namun masih ada
keluar cairan bernanah dari kemaluan. Pasien menyatakan pernah melakukan hubungan
seksual dengan PSK beberapa hari sebelumnya tanpa menggunakan kondom. Setelah timbul
keluhan, pasien belum ada melakukan hubungan seksual dengan istrinya. Pasien belum
pernah mengalami keluhan seperti ini.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis.
Pada pemeriksaan venereologis dijumpai sekret berwarna putih kekuningan, kental dari
orifisium uretra eksterna (Gambar 1). Tidak dijumpai pembesaran kelenjar limfe inguinal.
Pasien didiagnosis banding dengan uretritis gonore dan uretritis non gonore. Kepada pasien


dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urin rutin, pemeriksaan
sekret uretra yang terdiri dari pewarnaan Gram, KOH, trikomonas, serta tes serologis sifilis
dan pemeriksaan HIV-AIDS.
Gambar 1. Foto pasien pertama datang.

Keterangan gambar 1. Keluar sekret berwarna putih kekuningan, kental dari orifisium uretra
eksterna.
Pada pewarnaan Gram dari sekret uretra dijumpai diplokokus gram negatif intra dan
ekstraseluler. Sediaan basah Trikomonas tidak dijumpai. Dari pemeriksaan KOH tidak
dijumpai adanya spora dan hifa. Diagnosis kerja pasien ini adalah uretritis gonore.
Pasien diterapi dengan sefiksim 400 mg dosis tunggal. Pasien dianjurkan kontrol
ulang 3 hari setelah pengobatan.
Pasien datang kontrol ulang pada tanggal 31 Juli 2010, hari ke 4 setelah pengobatan.
Pada saat kontrol kembali dari anamnesis tidak ada keluar cairan lagi dan rasa nyeri sudah
tidak dijumpai (Gambar 2). Pemeriksaan venereologis sekret berwarna putih kekuningan,
kental dari orifisium uretra eksterna tidak dijumpai lagi.
Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 27 Juli 2010 menunjukkan hasil dalam batas
normal, sedangkan pada pemeriksaan urin rutin dijumpai leukosit yang penuh (>100/LPB),
sedangkan nilai-nilai lainnya dalam batas normal. Tes serologik sifilis VDRL dan TPHA non
reaktif dan HIV-AIDS non reaktif. Kemudian dilakukan pemeriksaan sekret uretra ulangan.
Pada pewarnaan Gram tidak dijumpai lagi diplokokus gram negatif. Pasien diingatkan untuk
tidak lagi melakukan hubungan seksual bebas.
Gambar 2. Kontrol tanggal 31 Juli 2010.


Keterangan gambar 2. Cairan tidak keluar lagi.
Prognosis quo ad vitam ad bonam, quo ad functionam ad bonam dan quo ad
sanationam ad bonam.

III. DISKUSI
Diagnosis uretritis gonore ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
venereologis dan pemeriksaan penunjang, yaitu pewarnaan gram dari sekret uretra.
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien datang dengan keluhan keluar cairan
bernanah dari kemaluan disertai rasa nyeri saat buang air kecil yang sudah dialami pasien
selama + 5 hari. Dua hari yang lalu pasien meminum obat siprofloksasin, namun masih ada
keluar cairan bernanah dari kemaluan. Pasien menyatakan pernah melakukan hubungan
seksual dengan PSK beberapa hari sebelumnya tanpa menggunakan kondom. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa uretritis gonore ditularkan melalui hubungan
seksual, dengan masa inkubasi gonore berkisar 1-14 hari dan dikatakan bahwa sebagian besar
pada pria munculnya gejala setelah 2-5 hari.2,3,4
Pada pemeriksaan venereologis dijumpai sekret berwarna putih kekuningan, kental
pada orifisium uretra eksterna pada pasien ini. Uretritis gonore dapat ditegakkan dengan
dijumpainya dua dari tiga gejala yaitu duh tubuh uretra dengan atau tanpa disuria, sekret yang
purulen atau mukopurulen, diikuti dengan satu dari ditemukannya bakteri diplokokus gram
negatif intra sel dan ekstra sel atau PMN ≥5 dalam pembesaran 1000x.3,9
Untuk memastikan penyebab uretritis, maka dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan sekret uretra dengan pewarnaan Gram. Dari pewarnaan Gram dapat terlihat
bakteri kokus gram negatif yang berpasangan (diplokokus) di dalam leukosit
polimorfonuklear.1-5,7 Pada pewarnaan Gram terhadap sekret uretra pada pasien terlihat
adanya diplokokus gram negatif intra dan ekstaseluler, mendukung suatu uretritis gonore.


Diagnosis banding pasien adalah uretritis gonore dan uretritis non gonore. Menurut
kepustakaan gejala klinis dari uretritis gonore, sekret lebih kental dan banyak dibandingkan
dengan ureritis non gonore. Pada uretritis non gonore, sekret yang dihasilkan umumnya
hanya sedikit dan bersifat mukoid serta masa inkubasinya yang lebih panjang 1-5
minggu.2,3,5,9
Pengobatan yang diberikan pada penderita adalah sefiksim 400 mg oral dosis tunggal.
Hal ini sesuai dengan Sexually Transmitted Disease Treatment Guidelines, 2010, pilihan
terapi untuk infeksi gonokokus tanpa komplikasi pada servik, uretra dan rektum salah satunya
adalah sefiksim. Pada penelitian ditunjukkan bahwa sefiksim 400 mg peroral dosis tunggal
dapat memberikan tingkat kesembuhan pada gonore sampai 97,4%. Dan belum ada dijumpai
resistensi terhadap sefiksim.9
Pada hari ke 4 setelah pengobatan, pasien datang untuk kontrol ulang. Keluhan sudah
tidak ada lagi dan pada pemeriksaan venereologis tidak dijumpai kelainan. Dari pewarnaan
gram ulangan tidak dijumpai diplokokus gram negatif. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian sefiksim 400 mg oral dosis tunggal terbukti efektif.
Prognosis quo ad vitam ad bonam, quo ad functionam ad bonam dan quo ad
sanationam ad bonam. Karena ini masih infeksi pertama dan tanpa komplikasi serta telah
diobati. Jika uretritis gonore tidak diobati atau mendapat pengobatan yang kurang adekuat
dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi. Komplikasi dari uretritis ini banyak dan serius,
maka pada pasien diberi konseling tentang penyakit ini dan diingatkan untuk tidak melakukan
hubungan seks bebas.1,2,4,5,9


DAFTAR PUSTAKA

1. Garcia AL, Madkan VK, Tyring SK. Gonorrhea and Other Venereal Diseases.In :
Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill;
2008.p.1993-2000.
2. Murtiastutik D. Buku ajar Infeksi Menular Seksual. Airlangga University Press;
2008.p.84-8,109-14.
3. Habif TP.Sexually Transmitted Bacterial Infections. In: Clinical Dermatology a color
guide to diagnosis and therapy. Edisi ke-3.Edinburgh; 1996.p.271-9.
4. Daili SF. Gonore.In: Daili SF,Makes WIB et al,editor. Infeksi Menular Seksual. Edisi
ke-3.Jakarta. FKUI; 2005 p.51-62.
5. Hook III EW, Handsfield HH. Gonococcal Infections in The Adult. In: Holmes KK et
al, editor. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4. New York Mc Graw-
Hill.2008.p.627-42.
6. Infectious diseases of Haiti, Gideon E-Book Series. Diunduh pada tanggal: 14
Agustus 2012. Diperoleh dari: http://www.gideononline.com/wp/wp-
content/uploads/The-Infectious-Diseases-of-Haiti-by-GIDEON.pdf
7. Workowski KA, Berman SM. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines.
In:http://www.cdc.gov/nchhstp/docs/NCHHSTP-Annual-Report-508c.pdf.CDC; 2006
.p.1-94.
8. Hay RJ, Adriaan BM. Bacterial infections. Dalam: Burn T,dkk, editor. Rook’s
Textbook of Dermatology. Edisi 7, Blackwell Publishing; 2004.p.27.45-6.


9. Sexually Transmitted Disease Treatment Guidelines, 2010. Diunduh pada tanggal: 14
Agustus 2012. Diperoleh dari: http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/gonococcal-
infections.htm

Anda mungkin juga menyukai