Anda di halaman 1dari 24

STATUS KEDOKTERAN KELUARGA

“Tonsilitis”

Pembimbing:

dr. Desy Andari, M. Biomed

Disusun Oleh :

Elok Yulia Manthofani 201710401011079

Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang
2019
1
I. IDENTITAS

A. PENDERITA

1. Nama (Inisial) : An M
2. Umur : 6 thn
3. Jenis Kelamin :L
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Pelajar
6. Status Perkawinan : Belum Menikah
7. Jumlah Anak :-
8. Pendidikan terakhir : -
9. Alamat lengkap : Jln. Janti Barat
RT 02 RW 04
Kelurahan Bandungrejosari
Kota Malang

2
D. INTERAKSI DALAM KELUARGA
Keterangan
Status
Nama Usia Pekerjaan Hubungan Keluarga Domisili
No Sex Perkawinan
(Inisial) (Bln/Th) (deskripsi lengkap) (S, I, AK, AA) Serumah
(TK, K, J, D)
Ya Tdk
1 Tn. B L 40th Swasta (pedagang) S K √
2 Ny. L P 35th Ibu Rumah Tangga I K √
3 An. M L 6th Pelajar AK TK √
4 An. D L 3th - AK TK √

dst

3
Tn. L Ny. G
C. GENOGRAM (minimal 4 generasi)

Tn. A Ny. P

Tn. Y
Ny. V

Tn. S Ny.
W

Tn. B,40 Ny. A,36


Ny. L,
Thn/Swasta Thn/Guru
35/Thn/
pedagang
IRT

An. M An. D

6 Thn/Pelajar 3 Thn
Keterangan :

Laki-laki Pasien

4
Perempuan …… Serumah
Meninggal
II. DATA DASAR KESEHATAN

STATUS MEDIS (Klinis)

KU : Nyeri Telan
Anamnesis :
RPS : Nyeri saat menelan dirasakan kurang lebih sudah 5 hari ini, sampai sulit makan
dan juga minum, sekitar 3 hari ini pasien tidak mau makan. Pasien juga mengeluhkan
badannya panas sejak 5 hari, suara serak (+), pilek (+) ingus kental berwarna
kehijauan(+) , mual (-), batuk (-).

RPD : Riwayat sakit seperti ini sejak kecil usia 2 tahun , riwayat alergi disangkal

RPK : Riwayat alergi (-)

Pemeriksaan Fisik :

o KU: Cukup
o Kesadaran: Composmentis
o Vital Sign:
o N: 116x/menit, regular, kuat
o RR: 24x/menit
o T: 37.6° C (axilla)
o Kepala: A/I/C/D: -/-/-/-

o Mulut :
Tenggorokan : Tonsil T2-T2 Hiperemia (+)
o Leher: pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), deviasi trakea (-).
o Thorax

5
Pulmo:
o I: simetris, pernapasan tertinggal (-), retraksi -
o P: gerak napas simetris D/S
o P: sonor D/S
o A:Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
o Cor:
o I: Iktus cordis tak tampak, pulsasi precordial (-), pulsasi epigastrium (-)
o P: Iktus cordis tak kuat angkat, thrill (-)
o P: Batas jantung dalam batas normal
o A: S1 S2 tunggal, Gallop (-), Murmur (-)
o Abdomen:
o I: flat, benjolan (-)
o A: Bising usus (+) normal
o P: timpani
o P: soefl, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-), massa (-)
o Ekstremitas:
o Akral hangat, edema (-/-), cyanosis (-), CRT < 2 dtk
o Status neurologis: GCS 456, MS (-), PBI Ø 3mm/3mm, RC +/+
o Parese N. Kranialis (-)
o Kekuatan otot 5|5
5|5
o Sensorik dalam batas normal
o Ref Fisiologis: BPR +2|+2 TPR +2|+2 , Ref Patologis Babinski: -/- Chaddock -/-
Pem Penunjang : tidak dilakukan
Riwayat Sosial : Pasien merupakan pelajar kelas 1 SD, suka makanan ringan dan
sering minum es di pinggir jalan dekat sekolahnya
Pem Penunjang : Tidak dilakukan

6
Riwayat Sosial, Budaya, Ekonomi, Lingkungan dll

UPAYA & PERILAKU KESEHATAN


KETERANGAN
NO KOMPONEN URAIAN UPAYA & PERILAKU (RASIONAL ATAU
IRRASIONAL)
Pasien masih belum mengerti mengenai faktor resiko yang menimbulkan
1 Promotif Irrasional
kambuhnya penyakit yang di derita

2 Preventif -

3 Kuratif Meminum obat jika penyakitnya kambuh Rasional

4 Rehabilitatif -
Catatan:
 Isian pada tabel diatas merupakan upaya dan perilaku terhadap masalah kesehatan yang dialami penderita, khususnya terhadap masalah kesehatan yang dialaminya
saat ini.
 Pengisian uraian pada setiap baris (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) tidak harus ada semua, tergantung pada upaya dan perilaku yang telah dilakukan
oleh penderita.

7
STATUS SOSIAL
NO KOMPONEN KETERANGAN (Deskripsikan dengan lengkap dan jelas)

Aktifitas sehari-hari pasien dimulai sejak pukul 07:00 WIB pasien berangkat ke sekolah, ketika istirahat
sekitar pukul 10:00 pasien jajan di kantin sekolah dan bermain dengan temannya kemudian pulang
1 Aktifitas sehari-hari sekolah pukul 13:00 sampai di rumah pasien berganti baju kemudian bermain dengan teman di dekat
rumahnya, pulang ke rumah sekitar pukul 17:00 kemudian mandi dan bersiap makan malam setelah itu
pasien dirumah saja sampai waktu untuk tidur sekitar pukul 22:00 wib
 TB= 115cm
 BB= 20 kg
 IMT= 15,12 (Normal)
 Kuantitas : 3x/hari ; Kualitas: cukup
 Kebiasaan makan : jajan di sekolah dan warung
2 Status Gizi  Kesesuaian waktu makan : kadang-kadang sesuai waktu
 Selera makan : asin/manis/pedas
 Konsumsi makanan tertentu : makan makanan ber MSG (makanan ringan), ES sirup
 Alergi makanan : tidak
 Makanan yang dihindari selama ini : tidak ada
Lain-lain : Tidak ada

3 Pekerjaan Pelajar

4 Jaminan Kesehatan BPJS

Catatan: Isian pada tabel diatas merupakan segala sesuatu yang terkait dengan penderita.

8
FAKTOR RESIKO LINGKUNGAN
KOMPONEN
NO KETERANGAN
LINGKUNGAN
- Tanah dan bangunan rumah milik sendiri
- Luas bangunan : 10m x15m
- Jenis dinding : tembok
- Jenis lantai : keramik
- Sumber penerangan utama : Listrik
1 Fisik
- Ventilasi cukup, cahaya yang masuk cukup
- Pencahayaan cukup, Cahaya matahari yang masuk cukup
- Atap terbuat dari genting.
- Kamar mandi pribadi di dalam rumah
- Sumber air: PDAM
- SPAL : selokan
2 Biologi
- Sumber air minum : PDAM
- Limbah setelah mencuci pakaian di buang di kamar mandi dan kemudian mengalir ke selokan
3 Kimia
- Sampah di buang di depan tempat sampah yang diambil oleh petugas sampah
- Hubungan dan komunikasi dengan sesama anggota keluaga baik
4 Sosial
- Hubungan dan komunikasi dengan tetangga sekitar baik

5 Budaya - Ikut serta melestarikan budaya setempat

9
6 Psikologi -

7 Ekonomi - Uang jajan di dapat dari ayah atau ibunya sekitar Rp. 5000,00 per hari

8 Ergonomi - Perabotan rumah tangga tertata dengan rapi


Catatan:
 Diisi sesuai dengan kondisi faktor lingkungan yang ada disekitar penderita atau yang dialami oleh penderita, dimana harus dideskripsikan faktor lingkungan yang
dapat menyebabkan terjadinya masalah kesehatan atau kasus yang terjadi pada penderita.
 Bisa terjadi tidak semua kondisi dialami atau terjadi pada penderita.

10
III. DIAGNOSIS HOLISTIK (Lima ASPEK)

Aspek 1:

- Chief complain/ Keluhan Utama : Nyeri telan sampai tidak bisa makan dan
minum
- Wishes/Hope : ingin segera teratasi dan tidak kambuh lagi
Aspek 2:
- Tonsillitis
- Odinofagia
- Disfagia
- Febris
- Influenza
Aspek 3:
- Pasien berusia 6 tahun
- Memiliki riwayat sakit yang sama saat usia 2 tahun
- Memiliki kebiaasaan makan jajanan ber MSG dan ES di warung atau sekolah
Aspek 4:
- kurangnya kesadaran pasien mengenai penyebab/resiko terjadi kekambuhan pada
penyakitnya
Aspek 5:
- Tingkat 1 pasien masih melakukan aktivitas atau kegiatannya sendiri tanpa
bantuan orang lain

11
IV. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF:

No Aspek Dx Holistik Penatalaksanaan Komprehenshif yang dapat dilakukan oleh


(Uraian permasalahan/penyebab maslah kesehatan penderita (Langkah Operasional => uraian jelas, detail, lengkap
berdasarkan tiap aspek) dan dapat dilaksanakan oleh penderita pada kasus anda)

1 Personal: Promotif:
- Nyeri telan sampai tidak bias makan dan minum - Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya
- Ingin segera teratasi dan tidak kambuh lagi mengenai penyakit tonsilitis yang di deritanya serta
kekambuhan yang mungkin akan terjadi lagi
2 Klinis: - Mengedukasikan tentang pencegahan dari tonsillitis tersebut
- Tonsillitis - Menjelaskan bahwa nyeri telan yang menyebabkan sulit
- Odinofagia makan dan minum di sebabkan oleh infeksi yang terjadi pada
- Disfagia tonsilnya
- Febris - Mengedukasikan mengenai penyakitnya dan faktor apa saja
- Influenza yang menjadi penyebab kekambuhan dari penyakitnya
tersebut
3 Internal: Preventif:
- Pasien berusia 6 tahun - Mengurangi makanan atau jajanan yang ber MSG tinggi
- Memiliki riwayat sakit yang sama saat usia 2 tahun

12
- Memiliki kebiaasaan makan jajanan ber MSG dan Kuratif:
ES di warung atau sekolah - Pasien perlu kontrol ke dokter dan meminum obatnya secara
4 Eksternal: rutin
- kurangnya kesadaran pasien mengenai Rehabilitatif:
penyebab/resiko terjadi kekambuhan pada - Cukup beristirahat dengan tidur tidak terlalu malam dan
penyakitnya minimal 6 jam
5 Fungsi Sosial: - Mengurangi jajanan atau makanan ber MSG tinggi
- Tingkat 1

Catatan:
 Uraian masalah pada tiap aspek merupakan faktor resiko yang didasarkan pada diagnosis holistik, dimana diduga atau memiliki peranan terhadap masalah kesehatan
yang dialami oleh penderita.
 Penatalaksanaan komprehensif merupakan suatu tindakan atau usulan tindakan yang akan dilakukan kepada penderita dengan melihat seluruh aspek. Tindakan ini
harus operasional, artinya harus dapat dilakukan atau ditindaklanjuti oleh penderita tersebut sehingga harus disesuaikan dengan kondisi penderita secara keseluruhan.
Tindakan ini merupakan tindakan sebagai dokter sesuai dengan standar kompetesi dokter Indonesia.
 Instruksi yang diberikan pada penderita harus jelas, tidak memiliki penafsiran yang berbeda-beda. Misalnya: Kita menyarankan penderita untuk istirahat, maka harus
dijabarkan istirahat yang seperti apa yang disarankan. Penatalaksanaan komprehensif pada semua level (promotif s/d rehabilitatif)

13
V. RESUME KASUS

A. Definisi

Tonsilitis ialah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam

rongga mulut yaitu: tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsila faucial), tonsila

lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/

Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatine biasanya meluas ke adenoid dan tonsil

lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman.

Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.

Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten yang berpotensi

membentuk formasi batu tonsil. Terdapat referensi yang menghubungkan antara nyeri

tenggorokan yang memiliki durasi 3 bulan dengan kejadian tonsilitis kronik. Tonsilitis

kronis merupakan salah satu penyakit yang paling umum dari daerah oral dan ditemukan

terutama di kelompok usia muda. Kondisi ini karena peradangan kronis pada tonsil.

B. Etiologi

Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk strain bakteri

streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr, enterovirus, dan virus herpes

simplex. Salah satu penyebab paling sering pada tonsilitis adalah bakteri grup A

Streptococcus beta hemolitik (GABHS), 30% dari tonsilitis anak dan 10% kasus dewasa

dan juga merupakan penyebab radang tenggorokan.

C. Faktor resiko

a) rangsangan yang menahun dari rokokbeberapa jenis makanan

b) hygiene mulut yang buruk

c) pengaruh cuaca

d) kelelahan fisik

14
e) pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat

f) Usia berisiko lebih tinggi terkena tonsilitis : (ministry of public health Qatar) : anak-

anak berusia 5-10 tahun, dewasa muda berusia 15-25 tahun.

D. Patofisiologi

Bakteri masuk melalui hidung/mulutmenginfiltrasi sel epitel tonsilreaksi radang

pada jaringan limfoidkeluarnya PMNdetritus  peradangan berulang epitel

mukosa dan jaringan limfoid terkikispenyembuhan jaringan limfoid diganti oleh

jaringan parutkripte melebar  proses terus berjalanmenembus kapsul

tonsilperlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris

15
E. Gejala Klinis

Tonsilitis kronis terjadi akibat kehadiran infeksi berulang dan obstruksi saluran napas

bagian atas karena peningkatan volume tonsil. Beberapa gejala yang sering muncul pada

anamnesis ialah

a. demam berulang

b. odynophagia

c. tenggorokan terasa kering dan napas yang berbau

d. sulit menelan

e. halitosis

f. limfadenopati servikal dan submandibula.

Sedangkan pada pemeriksaan didapatkan :

a. Tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan

beberapa kripti terisi oleh detritus.

b. Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan

kedalam kategori tonsillitis kronik berupa :

 pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan sekitarnya,

kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang purulent.

 tonsil tetap kecil, bisanya mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam dalam

“tonsil bed” dengan bagian tepinya hiperemis, kripta melebar dan diatasnya

tampak eksudat yang purulent

F. Diagnosis

a. Anamnesis ( Seopardi EA, 2013)

 Gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok,

sulit sampai sakit menelan.

16
 Gejala sistemis, seperti rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam

subfebris, nyeri otot dan persendian.

 Gejala klinis, seperti tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis folikularis

kronik), tonsil fibrotic dan kecil ( tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris

anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional.

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi kadang-kadang

atrofi, hiperemi dan edema yang tidak jelas. Didapatkan detritus atau detritus baru

tampak jika tonsil ditekan dengan spatula lidah. Kelenjar leher dapat membesar tetapi

tidak terdapat nyeri tekan. Ukuran tonsil pada tonsillitis kronik dapat membesar

(hipertrofi) atau atrofi. Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1-

T4:

T1 = batas medial tonsil meleati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior uvula.

T2 = batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar

anterior-uvula.

T3 = batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilarr

anterior-uvula

T4 = batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula atau lebih

17
c. Pemeriksaan Penunjang

1. Mikrobiologi

Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan

penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita Tonsilitis Kronis yang dilakukan

tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan dengan swab

permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora bakteri

Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya dan juga valid. Kuman terbanyak yang

ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus diukuti Staflokokus aureus (

Kurien, 2000).

2. HistoPA

Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap 480

spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan

berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu

ditemukan ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s abses dan infitrasi

limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi

lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa tonsilitis kronis

G. Tatalaksana

a. Non-medikamentosa

1. Obat kumur

2. Personal hygine yang baik

b. Medikamentosa (Risa E. Bochner, 2017)

18
Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak

berhasil.

 The American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery Clinical

Indikators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi dilakukannya tonsilektomi

yaitu:

1) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang

adekuat.

2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan

pertumbuhan orofasial.

3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep

apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara.

4) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil, yang tidak berhasil hilang

dengan pengobatan.

5) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan

6) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Sterptococcus β

hemoliticus

7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.

19
8) Otitis media efusa atau otitis media supurataif

H. Komplikasi

Kemungkinan komplikasi tonsilitis dapat digolongkan sebagai supuratif atau non-supuratif.

A. Komplikasi supuratif meliputi

• Selulitis atau abses peritonsillar (juga dikenal sebagai quinsy) menimbulkan risiko

kompromi jalan napas, aspirasi nanah dari

abses, atau kematian karena keterlibatan pembuluh darah.

• Abses parapharyngeal : dapat mengganggu pernapasan atau menyebabkan ruptur

arteri karotis.

• Abses retrofaringeal sering terjadi pada anak kecil, jarang pada orang dewasa.

• Limfadenitis servikal supuratif.

• Otitis media.

• Mastoiditis.

• Rinosinusitis akut.

• infeksi metastasis, misalnya abses otak, endokarditis, meningitis, atau abses hati.

• Sindrom syok toksik streptokokus.

B. Komplikasi non-supuratif

• Demam rematik.

• Glomerulonefritis pasca streptokokus.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono & Soepardi, E.A., 2015. Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil,
Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI,
Jakarta

2. Amalia, Nina. 2012. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam Malik
Medan .

3. Adnan D, Ionita E. 2013. Contributions To The Clinical, Histological, Histochimical


and Microbiological Study Of Chronic Tonsillitis.

4. Boies AH. 2013. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta: ECG

5. Kurien, M., Stanis, A., Job, A., Brahmadathan, Thomas, K., 2018. Throat Swab in the
Chronic Tonsillitis: How Reliable and Valid is it. Singapore Med J, Vol a41 (7), p:324-
6

6. Ugras Serdar, Kutluhan Ahmet, 2018. Chronic Tonsilitiis Can Be Diagnosed With
Histopatologic Findings. Europe Journal General Medical; 5(2): p:95- 103.

7. Risa E. Bochner et al. 2017. Clinical Approach to Tonsillitis, Tonsillar Hypertrophy,


and Peritonsillar and Retropharyngeal Abscesses. *Department of Pediatrics,
Children’s Hospital at Montefiore, Bronx, NY Department of
Otorhinolaryngology/Head and Neck Surgery, Division of Pediatric
Otorhinolaryngology, Albert Einstein College of Medicine, Bronx, NA. Vol. 38 No.2,
p : 81-91

8. The diagnosis and management of tonsillitis in adults and children . Guideline Ministry
of public health Qatar. 2018, p : 1-12

9. Brodsky L, Poje Ch. Tonsillitis, tonsilec-tomy and adenoidectomy. In: Bailey BJ,
Johnson JT, Newlands SD editors. Ototlaryngology Head and Neck Surgery Vol 1 (4th
ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006; p. 1183-98.

10. Siregar FPJ. Prevalensi tonsilitis akut pada siswa yang absen di SMA Negeri 4 Medan
bulan Juli 2011 - Juli 2012. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2012.

11. Mohan S, Dharamraj K, Dindial R, Mathur D, Parmasad V, Ramdhanie J, et al.


Physician behaviour for antimicrobial prescribing for paediatric upper respiratory tract
infections: a survey in general practice in Trinidad, West Indies. Annals Clin Microbiol
Antimicrob. 2004;3(11):1-8.

12. Brook I. The role of anaerobic bacteria in tonsillitis. Int J Pediatr Otorhinolaryngol.
2005;69:9-19.

21
13. Kornblut AD. Non-neoplastic diseases of the tonsils and adenoids. In: Paparella MM,
Shumrick DA, Gluckman JL, Meyerhoff WL, editors.Otolaryngology (3th ed).
Philadelphia WB Saunders Company, 1991; p. 2129-46.

14. Hammouda M, Khalek ZA, Awad S, Azis MA, Fathy M. Chronic tonsillitis
bacteriology in Egyptian children including antimicrobial susceptibility. Aust J Basic
& Appl Sci. 2009;3(3): 1948-53.

15. Farokah, Suprihati, Suyitno S. Hubungan tonsilitis kronik dengan prestasi belajar pada
siswa kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Cermin Dunia Kedokteran.
2007;155:87-91.

16. Bista M, Sinha BK, Amatya RCM, Tuladhar NR, Pokharel BM. Comparison of core
and surface cultures in recurrent tonsillitis. Journal of institute of medicine 2005;27:6-
65.

17. Tom LWC, Jacobs DR. Deseases of the oral cavity, oropharynx, and nasopharynxn. In:
Snow JB, Ballenger JJ editors. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery (16th ed). Hamilton Ontario: Bc Decker, 2003; p. 1020-47.

18. Arsyad FW, Wahyuni S, Ipa A. Hubungan antara pengetahuan dan pola makan dengan
tonsilitis pada anak usia Sekolah Dasar di wilayah kerja Puskesmas Minasate Kab.
Pangkep. ISJD. 2013;2(1):20-6.

19. Amalia N. Karakteristik penderita tonsilitis kronik di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2009. 2009. [cited 2014 Sept 23]. Available from: http://
repository.usu.ac.id/bitstream/1234567 89/27640/4/Chapter%20II.pdf

20. Herawati S, Rukmini S. Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta: EGC, 2003;
p. 568

22
Lampiran:
1. Dokumentasi Saat Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

2. Dokumentasi Jurnal dan Buku

23
24

Anda mungkin juga menyukai