Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPOGLIKEMIA PADA DIABETES MELITUS


DIRUANG ANGGREK, RSUD. ABDUL WAHAB SEJAHRANIE
SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR

DISUSUN OLEH
JULIANA SAPUTRI
16.11.4066.EA0018
KELOMPOK 1

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM KALIMANTAN TIMUR


AKADEMI KEPERAWATAN YARSI
SAMARINDA
2019
A. Pengertian

Hipoglikemia didefinisikan sebagai keadaan di mana kadar glukosa


plasma lebih rendah dari 45 mg/dl– 50 mg/dl.
Bauduceau, dkk mendefinisikan hipoglikemia sebagai keadaan di mana
kadar gula darah di bawah 60 mg/dl disertai adanya gelaja klinis pada
penderita. Pasien diabetes yang tidak terkontrol dapat mengalami gejala
hipoglikemia pada kadar gula darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan
orang normal, sedangkan pada pasien diabetes dengan pengendalian gula
darah yang ketat (sering mengalami hipoglikemia) dapat mentoleransi kadar
gula darah yang rendah tanpa mengalami gejala hipoglikemia.
Pendekatan diagnosis kejadian hipoglikemia juga dilakukan dengan
bantuan Whipple’s Triad yang meliputi: keluhan yang berhubungan dengan
hipoglikemia, kadar glukosa plasma yang rendah, dan perbaikan kondisi
setelah perbaikan kadar gula darahAdapun batasan hipoglikemia adalah:
Hipoglikemia akut diklasifikasikan menjadi ringan, sedang, dan berat
menurut gejala klinis yang dialami oleh pasien
Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut
1.Ringan Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan
aktivitas sehari – hari yang nyata

2.Sedang Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan


aktivitas sehari – hari yang nyata

3. Berat Sering tidak simtomatik, pasien tidak dapat mengatasi sendiri


karena adanya gangguan kognitif

1. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak membutuhkan


terapi parenteral

2. Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskuler


atau intravena)

3. Disertai kejang atau koma


American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia
mengklasifikasikan kejadian hipoglikemia menjadi 5 kategori sebagai
berikut:
Klasifikasi Hipoglikemia menurut American Diabetes Association Workgroup on
Hypoglycemia tahun 2005

Severe hypoglycemia
Kejadian hipoglikemia yang membutuhkan bantuan dari orang lain

Documented hypoglycemia
Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl disertai symptomatic gejala klinis
hipoglikemia

Asymptomatic
Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl tanpa hypoglycemia disertai gejala
klinis hipoglikemia

Probable symptomatic
Gejala klinis hipoglikemia tanpa disertai hypoglycemia pengukuran kadar
gula darah plasma

Relative hypoglycemia
Gejala klinis hipoglikemia dengan pengukuran kadar gula darah plasma
70 mg/dl dan terjadi penurunan kadar gula darah

B. Etiologi
Etiologi dari hipoglikemia antara lain
1. Aktivitas fisik yang berat
2. Keterlambatan makanan
3. Puasa
4. Penurunan respon hormonal (adrenergik)
5. Regimen insulin yang tidak fisiologis.
6. Overdosis insulin atau sulfonylurea
7. Gerak badan tanpa kompensasi makanan
8. Penyakit ginjal stadium akhir
9. Penyakit hati stadium akhir
10. Konsumsi alcohol
11. Kebutuhan insulin
12. Penyembuhan dari keadaan stress
13. Penggunaan zat – zat hipoglikemia

C. Patofisiologi
Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama
bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah
glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen
di astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan
kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai glukosa secara
terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system saraf
pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut.
Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah
menurun, maka akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus,
penurunan mental seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun
hingga di bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa darah menurun
hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron menjadi tidak
berfungsi sehingga dapat menghasil
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari dua fase, yaitu :
a. Fase I : gejala-gejala akibat aktivasi pusat otonom di hipotalamus
sehingga hormon epinefrin masih dilepaskan. Gejala awal ini merupakan
peringatan karena saat itu pasien masih sadar sehingga dapat di ambil
tindakan yang perlu untuk mengatasi hipoglikemia lanjut.
b. Fase II : gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak,
karena itu dinamakan gejala neurologis. Pada awalnya tubuh memberikan
respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepasakan
epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf.
Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi
jugamenyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan
(berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan
kadang rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan
berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing, bingung, lelah,
lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu
berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma. Hipoglikemia
yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen.
Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bisa
terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal ini paling sering
terjadi pada orang yang memakai insulin atau obat hipoglikemik per-oral.
Pada penderita tumor pankreas penghasil insulin, gejalanya terjadi pada
pagi hari setelah puasa semalaman, terutama jika cadangan gula darah
habis karena melakukan olah raga sebelum sarapan pagi. Pada mulanya
hanya terjadi serangan hipoglikemia sewaktu-waktu, tetapi lama-lama
serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.
 Pada hipoglikemi ;
a. Neuroglikopeni : pusing, bingung, bicara tidak jelas,
□ perubahan perilaku, dan koma
b. Neurogenic : Adrenergic ( tremor halus, jantung berdebar,
cemas, bingung ), Kolinergik (berkeringat, lapar terus,
tingling)
c. Penurunan Berat Badan

F. Identifikasi Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Hipoglikemia


a. Usia
Menurut Lefebvre, gejala (symptom) hipoglikemia muncul lebih berat
dan terjadi pada kadar gula darah yang lebih tinggi pada orang tua
dibanding dengan usia yang lebih muda. Sedangkan menurut Studenski
dalam buku ajar Harrison’s Princle of Internal Medicine 18th Ed
dikemukankan bahwa hipoglikemia pada penderita diabetes usia lanjut
lebih sulit diidentifikas karena simptom autonomik dan neurogenik terjadi
pada kadar gula darah yang lebih rendah bila dibandingkan dengan
penderita diabetes pada usia yang lebih muda. sedangkan reaksi metabolik
dan efek cedera neurologisnya sama saja antara pasien diabetes muda dan
usia lanjut. Simptom autonom hipoglikemia sering tertutupi oleh
penggunaan beta-blocker. Penderita diabetes usia lanjut memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk mengalami hipoglikemia daripada penderita
diabetes usia lanjut yang sehat dan memiliki fungsi yang baik.

b. Kelebihan (ekses) insulin


 Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu tinggi
 Konsumsi glukosa yang berkurang.
 Produksi glukosa endogen berkurang, misal setelah konsumsi
alkohol.
 Peningkatan penggunaan glukosa oleh tubuh, misal setelah
berolahraga.
 Peningkatan sensitivitas terhadap insulin.
 Penurunan ekskresi insulin, misal pada gagal ginjal.
 Ekses insulin disertai mekanisme kontra regulasi glukosa yang
terganggu
c. Frekuensi Hipoglikemia
Pasien yang sering mengalami hipoglikemia akan mentoleransi kadar
gula darah yang rendah dan mengalami gejala hipoglikemia pada kadar
gula darah yang lebih rendah daripada orang normal.
d. Obat hipoglikemik oral yang berisiko menyebabkan hipoglikemia
Penggunaan obat hipoglikemik oral yang memiliki cara kerja
meningkatkan sekresi insulin pada pankreas dapat menyebabkan terjadinya
hipoglikemia. Obat – obat tersebut antara lain dipeptydil peptidase-4
inhibitor, glucagon-like peptide-1, golongan glinide, golongan
sulfonylurea: glibenclamide, glimepiride

e. Terapi Salisilat
Salisilat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan sekresi
insulin yang distimulasi glukosa (glucose-stimulated insulin secretion)
pada orang normal dan pasien diabetes. Salisilat menghambat sintesis
prostaglandin pada berbagai jaringan, termasuk jaringan pankreas.
Penurunan produksi prostaglandin di pankreas berhubungan dengan
peningkatan sekresi insulin, dibuktikan dalam penelitian sebelumnya
bahwa pada orang normal, infus prostaglandin E2 dan analog E2
termetilasi menghambat respon insulin akut setelah asupan glukosa.
Pemberian aspirin dalam dosis 1,8g – 4,5g per hari dapat menurunkan
kebutuhan suntikan insulin pada pasien diabetes dan pemberian 6g aspirin
per hari selama 10 hari menurunkan rata-rata gula darah puasa dari
371mg/dl menjadi 128mg/dl.

f. Terapi Insulin
Terapi insulin dapat menyebabkan hipoglikemia karena apabila kadar
gula darah turun melampaui batas normal, tidak terjadi fisiologi penurunan
kadar insulin dan pelepasan glukagon, dan juga refleks simpatoadrenal.
Berdasarkan berbagai penelitian klinis, terbukti bahwa terapi insulin
pada pasien hiperglikemia memperbaiki luaran klinis. Insulin, selain dapat
memperbaiki status metabolik dengan cepat, terutama kadar glukosa darah,
juga memiliki efek lain yang bermanfaat, antara lain perbaikan inflamasi.
Pada awalnya, terapi insulin hanya ditujukan bagi pasien diabetes
melitus tipe 1 (DMT1). Namun demikian, pada kenyataannya, insulin lebih
banyak digunakan oleh pasien DMT2 karena prevalensi DMT2 jauh lebih
banyak dibandingkan DMT1.
Pasien DMT2 yang memiliki kontrol glukosa darah yang tidak baik
dengan penggunaan obat antidiabetik oral perlu dipertimbangkan untuk
penambahan insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat oral atau insulin
tunggal.

g. Aktivitas Fisik / Olahraga


Aktivitas fisik atau olahraga berperan dalam pencegahan dan
penanganan diabetes. Olahraga dapat memicu penurunan berat badan,
meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan hepar dan perifer,
meningkatkan pemakaian glukosa dan keseharan sistem kardiovaskular.
Namun pada penderita diabetes dengan pengendalian gula darah yang
intensif, olahraga dapat meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia bila
tanpa disertai penyesuaian dosis terapi insulin, dan atau suplementasi
karbohidrat. Hipoglikemia dapat terjadi saat berolah raga, sesaat
setelah berolahraga, ataupun beberapa jam setelah berolahraga. Beberapa
studi terakhir menemukan bahwa hipoglikemia setelah olah raga
dipengaruhi oleh kegagalan sistem otonom pada penderita diabetes.
Pada saat olah raga terjadi penurunan insulin secara fisiologis,
sedangkan pada penderita diabetes yang tergantung pada terapi insulin
eksogen, penurunan insulin fisiologis ini tidak terjadi karena insulin yang
beredar di dalam tubuh adalah insulin eksogen dan tidak dapat
dikendalikan oleh pankreas.
Berbeda dengan penurunan sekresi insulin yang tidak terjadi pada
penderita diabetes, pada saat berolah raga sekresi glukagon dari sel – sel
alfa pankreas tetap terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2.
Hilangnya penurunan kadar insulin juga menghambat proses glikogenolisis
dan glukoneogenesis karena kadar insulin yang relatif tinggi beredar dalam
darah.
Pada penderita diabetes juga terjadi kegagalan sekresi epinefrin.
Secara fisiologis, epinefrin berfungsi meningkatkan glikogenolisis dan
menghambat pemakaian glukosa pada saat olahraga.

h. Keterlambatan asupan glukosa


Berkurangnya asupan karbohidrat atau glukosa pada pasien
hiperglikemia karena terlambat makan atau menjalani puasa dengan tidak
mengurangi dosis obat – obatan antidiabetes, dapat terjadi hipoglikemia
karena berkurangnya asupan glukosa dari saluran cerna.

i. Gangguan Ginjal
Hipoglikemia pada gangguan fungsi ginjal dapat diakibatkan oleh
penurunan glukoneogenesis, kerja insulin yang berlebih atau berkurangnya
asupan kalori. Pada gangguan fungsi ginjal dapat terjadi penurunan
kebutuhan insulin karena perubahan pada metabolisme dan ekskresi
insulin (insulin clearance). Insulin eksogen secara normal dimetabolisme
oleh ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal, waktu paruh insulin memanjang
karena proses degradasi insulin berlangsung lebih lambat.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Prosedur khusus: Untuk hipoglikemia reaktif tes toleransi glukosa
postpradial oral 5 jam menunjukkan glukosa serum <50 mg/dl
setelah 5 jam.
2. Pengawasan di tempat tidur: peningkatan tekanan darah.
3. Pemeriksaan laboratorium: glukosa serum <50 mg/dl, spesimen urin
dua kali negatif terhadap glukosa.
4. EKG: Takikardia.

H. Penatalaksanaan
Untuk terapi hipoglikemik adalah sebagai berikut :
1. Hipoglikemi : Beri pisang/ roti/ karbohidrat lain, bila gagal, Beri teh gula,
bila gagal tetesi gula kental atau madu dibawah lidah.
2. Koma hipoglikemik : Injeksi glukosa 40% IV 25ml, infus glukosa 10%,
bila belum sadar dapat diulang setiap ½ jam sampai sadar (maksimum
6x), bila gagal beri injeksi efedrin bila tidak ada kontraindikasi jantung dll
25-50 mg atau injeksi glukagon 1mg/IM, setelah gula darah stabil, infus
glukosa 10% dilepas bertahap dengan glukosa 5% stop.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway (jalan napas)
Kaji adanya sumbatan jalan napas. Terjadi karena adanya penurunan
kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke
otak.
b. Breathing (pernapasan)
Merasa kekurangan oksigen dan napas tersengal – sengal , sianosis.
c. Circulation (sirkulasi)
Kebas , kesemutan dibagian ekstremitas, keringat dingin, hipotermi,
nadi lemah, tekanan darah menurun.
d. Disability (kesadaran)
Terjadi penurunan kesadaran, karena kekurangan suplai nutrisi ke otak.
e. Exposure.
Pada exposure kita melakukan pengkajian secara menyeluruh. Karena
hipoglikemi adalah komplikasi dari penyakit DM kemungkinan kita
menemukan adanya luka/infeksi pada bagian tubuh klien / pasien.

2. Pengkajian Sekunder
a. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya
luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu
anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan
yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal
hipertensi, jantung.
c. Tanda tanda vital
Tekanan darah, irama dan kekuatan nadi, irama kedalaman
pernapasan, dan penggunaan otot bantu pernapasan, suhu tubuh
d. Pemeriksaan fisik
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran
pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman
bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau
sakit saat berkemih.
7. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di
ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi
9. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi
yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko komplikasi b/d kadar glukosa plasma yang rendah seperti,
gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf
otonom, koma hipoglikemi
2. Perubahan sensori perseptual b/d ketidakseimbangan glukosa
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan masukan oral
4. Kelelahan b/d penurunan energi metabolic

Intervensi
1. Resiko komplikasi b/d kadar glukosa plasma yang rendah seperti,
gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf
otonom, koma hipoglikemi.
 Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan
 Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab
 Monitor vital sign
 Monitor kesadaran
 Monitor tanda gugup, irritabilitas
 Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12
 Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan
hipoglikemi.
 Cek BB setiap hari
 Cek tanda-tanda infeksi
 Hindari terjadinya hipotermi
 Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV
 Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt – 2 lt /menit

2. Defisit volume cairan b/d kehilangan gastrik berlebihan.


 Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler
baik, haluaran urin tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam
batas normal.
 Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan ortostatik.
Hipoglikemia dapat dimanifestasikan oleh takikardia.
 Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran
mukosa. Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume
sirkulasi yang adekuat.
 Ukur berat badan setiap hari. Memberikan hasil pengkajian yang
terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya
dalam memberikan cairan pengganti.
 Catat hal-hal yang sering di laporkan seperti mual, nyeri abdomen,
muntah dan distensi lambung. Kekurangan cairan dan elektrolit
mengubah motilitas lambung, yang seringkali akan menimbulkan
muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan
dan elektrolit.
 Kolaborasi berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi, normal
salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dekstrosa.
Mengembalikan cairan yang adekuat

3. Perubahan sensori perseptual b/d ketidakseimbangan glukosa.


 Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
 Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan
kebutuhannya
 Lindungi pasien dari cedera (gunakan pengikat) ketika tingkat
kesadaran pasien terganggu.
 Berikan tempat tidur yang lembut.
 Kolaborasi pantau nilai laboratorium, glukosa darah.
Keseimbangan nilai laboratorium ini dapat menurunkan fungsi
mental.

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan masukan oral


 Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
 Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
 Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien)
dan elektrolit dengan segera
 Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan ini sesuai
dengan indikasi.
 Konsultasi dengan ahli diet.

5. Kelelahan b/d penurunan energi metabolic


 Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
 Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah
sebelum/sesudah melakukan aktivitas.
 Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-
hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.

Implementasi
 Memperbaiki status cairan
 Mempertahankan nutrisi yang adekuat
 Mengurangi kelelahan
 Mengurangi rasa cemas atau takut
 Memberi pengetahuan

Evaluasi
 Keseimbangan cairan membaik
 Kelelahan berkurang dan tidak merasa lelah
 Nutrisi yang adekuat dan dapat mempertahankan berat badan dan dapat
memilih makanan, jumlah, dan distribusi makanan yang cocok.
 Rasa takut atau cemas berkurang
 Memperoleh pengetahuan yang cukup
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran FKUI. Jakarta : Media


Aesculapius.
Baradero Mary , SPC , MN. 2009.” Seri Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Endokrin “. Jakarta : EGC.
Carpenito (1997), L.J Nursing Diagnosis, Lippincott , New York
Carpenito Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta :
EGC.
Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakata : EGC.
Emedicine Journal, Emergency medicine.
http://doctorsjournals.wordpress.com/
Gallo & Hundak. 1996. “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume II
”. Jakarta : EGC.
Hudak, M. Carolyn. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Rumahorbo Hotma , S.kep. 1999. “ Asuhan Keperawatan Klien dengan
Sistem Endokrin “.Jakarta : EGC.
Waspadji S. Kegawatan pada diabetes melitus. Dalam: Prosiding simposium:
penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta:
Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2000. hal.83-4.

Anda mungkin juga menyukai