Tutorial HSP DR Tini
Tutorial HSP DR Tini
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun oleh
Ridha Eka Dharmayanthi 1810029008
Pembimbing
dr. Hj Sukartini, Sp.A
i
LEMBAR PERSETUJUAN
TUTORIAL
Oleh :
Ridha Eka Dharmayanthi (1810029008)
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tutorial tentang “Purpura Henoch-
Schonlein”. Tutorial ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Hendra, Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Dhini Karunia BA, Sp.A, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di Laboratorium
Ilmu Kesehatan Anak.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini.
Akhir kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para
pembaca.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
iv
3.7 Diagnosis ..................................................................................................... 16
BAB 5 PENUTUP................................................................................................ 26
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Henoch Schonlein Purpura adalah suatu sindrom sistemik yang mengenai
kulit (ruam purpura), saluran cerna (nyeri abdomen), sendi (arthritis), dan ginjal.
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada anak-anak akibat kompleks imun setelah
infeksi akut. Gejalanya berupa: purpura, rasa gatal, pembengkakan sendi, nyeri
abdomen dan hematuria.(1) Purpura Henoch-Schönlein disebut juga sebagai
purpura anafilaktoid. Istilah ini diambil dari nama dua orang dokter yang berasal
dari Jerman. Pada tahun 1837, Johan Schönlein menggunakan istilah peliosis
rheumatica untuk menggambarkan beberapa kasus dengan gejala klinis nyeri
sendi dan purpura. Pada tahun 1874, Henoch murid Schönlein menjumpai kasus
serupa, namun disertai dengan gejala nefritis, kolik abdomen, dan melena.
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa patogenesis dari penyakit ini, berhubungan
erat dengan reaksi hipersensitivitas pada agen tertentu atau berhubungan dengan
sistim imun. (2)
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya tutorial ini adalah untuk menambah wawasan bagi
dokter muda mengenai “ Purpura Henoch-Schonlen + Obesitas”, serta
sebagai salah satu syarat mengikuti ujian stase Ilmu Kesehatan Anak.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Identitas pasien
Nama : An. MH
Usia : 9 tahun 5 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 57 kg
Agama : Kristen
Anak ke : Anak ke 1 dari dua bersaudara
Alamat : Jl. Kampung Asa RT 2 Kubar
2.2 Anamnesis
Anamnesa dilakukan pada tanggal 29 April 2019, di ruang Melati.
Dilakukan heteroanamnesis oleh orang tua pasien.
2
2.2.1 Keluhan Utama
Bintik-bintik kemerahan di seluruh badan sejak 1 bulan yang lalu
3
Berjalan : 1 tahun 2 bulan
Berbicara : 1 tahun
Tumbuh gigi : 6 bulan
4
2.2.11 Riwayat Imunisasi
Imunisasi
Kepala/leher
Rambut : Warna hitam
Mata : Perdarahan subkonungtiva (-/-), pupil isokor, reflex cahaya
(+/+), edema (-/-)
Hidung : Sekret hidung (+), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir tampak kering, sianosis (-), perdarahan (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah (-), purpura (+)
Thorax
Paru : Inspeksi : Bentuk dan besar dada normal, Tampak
simetris, pergerakan simetris, retraksi
5
intercosta (-), retraksi supra sternum (+),
retraksi supraclavicula (-),
Palpasi : Gerakan napas simetris D=S ,Pelebaran
ICS (-)
Perkusi : Sonor diseluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),
wheezing (-/- ) stridor (-)
Jantung: Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi :Ictus cordis teraba pada ICS 5
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cekung, distended (-), purpura (+)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Timpani, acites (-)
Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), hepatomegaly (-)
Ekstremitas
Ekstremitas superior: Akral hangat, pucat (-/-) edem (-/-), purpura (+/+) CRT
< 2 detik.
Ekstremitas inferior: Akral hangat, pucat (-/-), edem (-/-),purpura (+/+) CRT <
2 detik.
6
Tanggal 30/04/19
Leukosit 13.24
Hemoglobin 14.0
Hematokrit 41.8
Platelet 340.000
MCV 85.5
MCH 28.7
MCHC 33.6
b. Kimia klinik
Tanggal 30/04/19
GDS 86
Ur 20.0
Cr 0.5
c. Hemostasis
Tanggal 30/04/19
APTT Pasien 29.5
PT Pasien 12.5
INR 1.05
d. Urinalisa
Tanggal 30/03]4/19
Berat Jenis 1.006
Ketone -
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
Sel Epitel +
7
Eritrosit 0-1
Leukosit 0-1
Silinder (-)
Kristal (-)
Bakteri (-)
Jamur (-)
e. Imuno-serologi
Tanggal 30/04/19
CRP (-)
Ur (-)
2.5 Diagnosis
Purpura Henoch – Schonlein + obesitas
2.6 Tatalaksana
- D5 ½ NS 500 cc/hari
- Prednison
- Metilprednisolon 8 mg (4-4-2)
Lembar Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Terapi
30/04/2019 S: bintik-bintik P:
kemerahan di seluruh -D5 ½ NS 1500cc/24 jam
badan - prednisone (3-2-1) po
O: Kesadaran CM, Nadi - Trimethoprim 3 x 1 po
84x/m, RR 20 x/m, TD
110/70 mmHg, Suhu 36,9
o
C, SpO2 98%
A: HSP + Obesitas
01//05/2019 S: bintik-bintik P:
8
kemerahan di seluruh -D5 ½ NS 1500cc/24 jam
badan - prednisone (3-2-1) po
O: Kesadaran CM, Nadi - Trimethoprim 3 x 1 po
80x/m, RR 16 x/m, TD
110/80 mmHg, Suhu 37
o
C, SpO2 98%
A: HSP + Obesitas
02/05/2019 S: bintik-bintik P:
kemerahan di perut dan - D5 ½ NS 1500cc/24 jam
kaki - prednisone (3-2-1) po
O: Kesadaran CM, Nadi - Trimethoprim 3 x 1 po
70x/m, RR 19x/m, TD
120/80 mmHg, Suhu 36
o
C, SpO2 98%
A: HSP + Obesitas
03/05/2019 S: bintik-bintik P:
kemerahan di perut dan -Metilprednisolon 4mg (4-4-2) po
kaki -CTM 3 x 1 po
O: Kesadaran CM, Nadi
74x/m, RR 21x/m, TD
120/80 mmHg, Suhu 36,2
o
C, SpO2 98%
A: HSP + Obesitas
04/05/2019 S: bintik-bintik P:
kemerahan di perut -Metilprednisolon 8 mg (4-4-2)
O: Kesadaran CM, Nadi po
76x/m, RR 17x/m, TD -CTM 3 x 1 po
110/80 mmHg, Suhu 36,5
o
C, SpO2 98%
A: HSP + Obesitas
9
06/05/2019 S: bintik-bintik -Metilprednisolon 8 mg (4-4-2)
kemerahan di perut po
berkurang -CTM 3 x 1 po
O: Kesadaran CM, Nadi
81x/m, RR 18x/m, TD
120/70 mmHg, Suhu 36,7
o
C, SpO2 98%
A: HSP + Obesitas
07/05/2019 S: bintik-bintik -Metilprednisolon 8 mg (4-4-2)
kemerahan di perut po
berkurang -CTM 3 x 1 po
O: Kesadaran CM, Nadi
81x/m, RR 18x/m, TD
120/70 mmHg, Suhu 36,7
o
C, SpO2 98%
A: HSP + Obesitas
08/05/2019 S: - Krs
O: Kesadaran CM, Nadi
81x/m, RR 18x/m, TD
120/70 mmHg, Suhu 36,7
o
C, SpO2 98%
A: HSP + Obesitas
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Henoch-Schönlein Purpura adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh
vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi spesifik
berupa purpura nontrombositopenik, artritis atau atralgia, nyeri abdomen atau
perdarahan gastrointestinalis, dan kadang – kadang nefritis atau hematuria (3,4,5)
.
Purpura Henoch-Schönlein merupakan penyakit autoimun (IgA mediated) berupa
hipersensitivitas vaskulitis, paling sering ditemukan pada anak-anak.(CDK) Nama
lain penyakit ini adalah purpura anafilaktoid, purpura alergik dan vaskulitis
alergik.(3)
3.2 Epidemiologi
Purpura Henoch Schonlein (PHS) merupakan suatu vaskulitis sistemik
dengan karakteristik dijumpai deposisi kompleks imun yang mengandung antibodi
IgA pada kulit dan ginjal. Umumnya diderita oleh anak usia 3-10 tahun, dengan
predominasi anak laki-laki. Insidens PHS bervariasi dari 13,5-24/100.000 kasus
tahun. Kira-kira 100 kali lebih banyak dari pada orang dewasa, 90 persen dari
pasien berumur kurang dari 10 tahu. (6)
3.3 Etiologi
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa
faktor memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius
bagian atas, makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi (
vaksin varisela, rubella, rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A dan B, tifoid,
kolera) dan obat – obatan (ampisillin, eritromisin, kina, penisilin, quinidin,
quinin).(1,3,4,5) Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies Haemophilus,
Mycoplasma, Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan Salmonella)
ataupun virus (adenovirus, varisela, parvovirus, virus Epstein-Barr).(1,3) Vaskulitis
juga dapat berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan
metotreksat dan agen anti TNF (Tumor Necrosis Factor).(1) Namun, IgA jelas
11
mempunyai peranan penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum,
kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh darah dan mesangium
renal.(1,3) HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait dengan kelainan
pada IgA1 daripada IgA2.(3)
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:(5)
Infeksi : - Mononukleosis - Infeksi parvovirus
B19
- Infeksi Streptokokus grup A - Infeksi Yersinia
- Sirosis karena Hepatitis-C - Hepatitis
3.4 Patogenesis
Henoch-schonlein purpura merupakan vaskulitis yang dalam proses
patogenesisnya berperan beberapa mediator misal : Interleukin (sitokin) yaitu
suatu molekul yang dihasilkan oleh sel yang teraktivasi oleh respons imun yang
dapat berpengaruh terhadap mekanisme imunologi selanjutnya. Interleukin yang
berperan pada vaskulitis ialah : IL-1, IL-2, IL-6, IL-4, TNF alfa, dan Interferon
gamma. Sedangkan mediator inflamasi lainnya yang terlibat dalam terjadinya
vaskulitis misalnya histamin, serotonin, PAF dan endotelin.(7)
Namun secara umum diakui sebagai akibat deposisi imun kompleks akibat
polimer IgA1 pada kulit, saluran gastrointestinal, dan kapiler glomerulus. Pada
pasien sehat, IgA banyak ditemukan pada sekret mukosa namun dalam
konsentrasi yang relatif rendah. Imunoglobulin A memiliki dua isotipe, yaitu IgA1
12
dan IgA2. Sekitar 60% IgA dalam sekret adalah IgA2 yang umumnya berupa
polimer sedangkan IgA serum umumnya berupa IgA1 yang 90% berupa
monomer. Deposisi kompleks imun IgA terjadi berdasarkan peningkatan sintesis
IgA atau penurunan klirens IgA. Peningkatan sintesis IgA oleh sistem imun
mukosa sebagai respon terhadap paparan antigen pada mukosa dipikirkan
merupakan mekanisme yang terjadi pada PHS. Hiperaktivitas sel B dan sel T
terhadap antigen spesifik dilaporkan berperan dalam terjadinya PHS dan nefropati
IgA. Antigen tersebut antara lain berupa antigen bakteri, protein dalam makanan
seperti gliadin, dan komponen matriks ekstraselular seperti kolagen dan
fibronektin. Beberapa studi mengemukakan terdapat peningkatan produksi IgA
dalam sel mukosa dan tonsil, sedangkan studi lainnya mendapatkan penurunan
produksi IgA dalam sel mukosa namun terjadi peningkatan produksi IgA dalam
sumsum tulang. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kadar IgA serum yang
meningkat sampai 40%-50%. Selain itu, juga didapatkan gangguan pengikatan
IgA1 oleh reseptor asialoglycoprotein di hati, yang berfungsi pada klirens IgA
dari sirkulasi. Kompleks imun IgA dalam kapiler dapat merupakan akibat deposisi
kompleks imun yang berasal dari sirkulasi ataupun pembentukan kompleks imun
in situ dalam glomerulus. Kadar IgA di sirkulasi yang tinggi tidak cukup
menyebabkan terjadi deposisi IgA dalam mesangium. Dibuktikan pada pasien
dengan HIV atau mieloma dengan kadar IgA yang rendah tidak memiliki deposit
kompleks imun IgA pada mesangium. Perubahan pada struktur biokimia IgA
merupakan penyebab terjadi deposisi IgA dalam kapiler. Kelainan terebut akan
menyebabkan terjadi deposit di dalam mesangium dan menyebabkan kerusakan
lebih lanjut. Mediator inflamasi seperti interleukin-1 (IL-1), IL-6, platelet-derived
growth factor, tumor necrosis factor, free radicals, prostanoid, leukotriens,
membrane attack complex (C5b-9), dan circulating immunostimulatory protein
(90K) menyebabkan terjadi kerusakan pada glomerulus lebih lanjut. Deposit C3
dan properdin tanpa ada C1q dan C4 merupakan keadaan yang khas dan
menandakan jalur alternatif komplemen teraktivasi. (6)
13
3.5 Manifestasi Klinis
HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas
atas dan bawah, nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak
selalu ada, sehingga seringkali mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat.(5)
Pada 1/2 - 2/3 kasus pada anak ditandai dengan infeksi saluran napas atas
yang muncul 1-3 minggu sebelumnya berupa demam ringan dan nyeri kepala.
Gejala klinis mula – mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit ekstremitas
bawah yang simetris yang berlanjut menjadi palpable purpura tanpa adanya
trombositopenia. Ruam awalnya terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya
kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar.
Dalam 12 – 24 jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang berwarna
merah gelap dan memiliki diameter 0,5 – 2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak
yang lebih besar yang menyerupai echimosis yang kemudian dapat mengalami
ulserasi.(1,3)
Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan
(pressure-bearing surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan
merupakan 50% keluhan penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula
ditemukan pada wajah dan tubuh. Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal.
Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit yang ada dapat berupa vesikel
hingga menyerupai eritema multiform. Kelainan akut pada kulit ini dapat
berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula rekuren. Edema
skrotum juga dapat terjadi dan gejalanya mirip dengan torsio testis. Gejala
prodromal dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari 38°C, nyeri
kepala dan anoreksia.(1,2,3,4)
14
Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis bisa didominasi
oleh edema kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut AHEI
(Acute Hemorrhagic Edema of Infancy).(3)
Selain purpura, ditemukan pula gejala artralgia dan artritis yang cenderung
bersifat migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan
pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan
persendian di jari tangan.(1,2,3,4,5) Kelainan ini timbul lebih dulu (1 – 2 hari) dari
kelainan kulit. Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila
digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun panas. Kelainan teutama
periartrikular dan bersifat sementara, dapat pula rekuren pada masa penyakit aktif
tetapi tidak menimbulkan deformitas menetap.(1,3)
Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa
nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis.(1,3) Keluhan abdomen biasanya
timbul setelah timbul kelainan pada kulit (1 – 4 minggu setelah onset). Organ
yang paling sering terlibat adalah duodenum dan usus halus.(3) Nyeri abdomen
dapat berupa kolik abdomen yang berat, lokasi di periumbilikal dan disertai mual,
muntah, bahkan muntah darah dan kadang – kadang terdapat perforasi usus dan
intususepsi ileoileal lebih sering terjadi dibanding ileokolonal.(1,2) Intususepsi atau
perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang menyebabkan edema dan
perdarahan submukosa dan intramural.(1,3) Kadang dapat juga terjadi infark usus
yang disertai perforasi maupun tidak.(3)
Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria,
proteinuria (<2g/d), sindrom nefrotik (proteinuria >40mg/m2/jam) atau nefritis.(1,3)
Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit.
Adanya kelainan kulit yang persisten sampai 2 – 3 bulan, biasanya berhubungan
dengan nefropati atau penyakit ginjal yang berat. Resiko nefritis meningkat pada
usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen yang berat dana
penurunan aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun
beberapa ada yang menjadi kronik.(1) Seringkali derajat keparahan nefritis tidak
berhubungan dengan parahnya gejala HSP yang lain.(3) Pada pasien HSP dapat
timbul adanya oedem. Oedem ini tidak bergantung pada derajat proteinuria namun
15
lebih pada derajat vaskulitis yang terjadi. Namun oedem tersebut memang
dihubungkan dengan kejadian proteinuria pada pasien.(3)
Kadang – kadang HSP dapat disertai dengan gejala – gejala gangguan
sistem saraf pusat, terutama sakit kepala. Pada HSP dapat ditemukan adanya
vaskulitis serebral. Pada beberapa kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan
gangguan serius seperti kejang, paresis atau koma. Gejala – gejala gangguan
neurologis lain yang dapat muncul antara lain perubahan tingkat kesadaran, apatis,
somnolen, hiperaktivitas, iritabilitas, ketidakstabilan emosi, kejang (parsial,
parsial kompleks, umum, status epileptikus), dan defisit neurologis fokal (afasia,
ataxia, korea, hemiparesis, paraparesis, kuadraparesis. Dapat juga terjadi
poliradikuloneuropati (sindroma Guillain-Barré) dan mononeuropati (nervus
fasialis, femoralis, ulnaris).(3)
Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala hepatomegali,
hidrops kandung empedu, kolesistitis. Semua ini bisa menyebabkan keluhan nyeri
abdomen pada pasien. Apendisitis akut juga pernah dilaporkan terjadi pada pasien
HSP. (3)
Gejala - gejala lain yang pernah dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lain
vaskulitis miokardia, vaskulitis paru yang menyebabkan perdarahan paru bilateral,
ureteritis stenosis, oedem penis, orkitis, priapisme, perdarahan intrakranial,
hematoma subperiosteal orbital bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis
akut.(3)
3.6 Diagnosis
Kriteria diagnostik henoch schonlein purpura ditemukan bila ada Purpura
palpable dan satu dari 4 kriteria dari :
1. Diffuse abdominal pain.
2. Biopsi jaringan ditemukan endapan Ig A
3. Artritis dan artralgia
4. Gangguan ginjal (hematuria dan atau proteinuria)
Tanda dan gejala henoch schonlein purpura :
Purpura 90 %
Hematuria, proteinuria 50 %
Nyeri abdominal 75 %
16
Artralgia/ artritis 60 % - 85 % (4)
Kriteria Definisi
Purpura non trombositopenia (palpable Lesi kulit hemoragik yang dapat
purpura) diraba, terdapat elevasi kulit,
tidak berhubungan dengan
trombositopenia
Usia onset ≤ 20 tahun Onset gejala pertama ≤ 20 tahun
Gejala abdominal / gangguan saluran cerna Nyeri abdominal difus, memberat
(Bowel angina) setelah makan atau diagnosis
iskemia usus, biasanya termasuk
BAB berdarah
Granulosit dinding pada biopsy Perubahan histologi menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol
atau venula
Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai henoch schonlein
purpura bila memenuhi setidaknya 2 dari kriteria yang ada. (2)
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik.
Jumlah trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan
oleh trombositopenia.(1,2,3,5) Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia
normokromik, biasanya berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal.
Biasanya juga terdapat eosinofilia. Laju endap darah dapat meningkat maupun
normal.(1,2,3) Kadar komplemen seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal maupun
menurun. Pemeriksaan kadar IgA dalam darah mungkin meningkat, demikian
pula limfosit yang mengandung IgA.(1,3) Analisis urin dapat menunjukkan
hematuria, proteinuria maupun penurunan kreatinin klirens menandakan mulai
adanya kerusakan ginjal atau karena dehidrasi, demikian pula pada feses dapat
ditemukan darah.(1,2,3) Pemeriksaan ANA dan RF biasanya negatif, faktor VII dan
XIII dapat menurun.(3)
17
3.7 Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah
suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan
elektrolit dan mengatasi nyeri dengan analgesik.(1,2,5) Untuk keluhan artritis ringan
dan demam dapat digunakan OAINS seperti ibuprofen.(1,2,5) Dosis ibuprofen yang
dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6 jam.(2) Edema dapat diatasi dengan elevasi
tungkai. Selama ada keluhan muntah dan nyeri perut, diet diberikan dalam bentuk
makanan lunak. Penggunaan asam asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat
menyebabkan gangguan fungsi trombosit yaitu petekie dan perdarahan saluran
cerna. Bila ada gejala abdomen akut, dilakukan operasi. Bila terdapat kelainan
ginjal progresif dapat diberi kortikosteroid yang dikombinasi dengan
imunosupresan. Metilprednisolon IV dapat mencegah perburukan penyakit ginjal
bila diberikan secara dini.(1) Dosis yang dapat digunakan adalah metilprednisolon
250 – 750 mg/hr IV selama 3 – 7 hari dikombinasi dengan siklofosfamid 100 –
200 mg/hr untuk fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan dengan pemberian
kortikosteroid (prednison 100 – 200 mg oral) selang sehari dan siklofosfamid 100
– 200 mg/hr selama 30 – 75 hari sebelum akhirnya siklofosfamid dihentikan
langsung dan tappering-off steroid hingga 6 bulan.(1,3)
Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hr secara
oral, terbagi dalam 3 – 4 dosis selama 5 – 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam
keadaan penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada
SSP, paru dan testis, nyeri abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan
sindrom nefrotik persisten. Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah
perdarahan, obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran cerna.(1)
3.8 Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam
beberapa hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi
dapat terjadi pada 50% kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan
sampai menderita gagal ginjal. Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal
18
yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga
2 tahun pasca sakit.(1,2,3,5)
Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi,
intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada
saluran cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian,
walaupun hal ini jarang terjadi.(1)
Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah
onset, eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor
XIII, hipertensi, adanya gagal ginjal dan pada biopsi ginjal ditemukan badan
kresens pada glomeruli, infiltrasi makrofag dan penyakit tubulointerstisial.(1)
OBESITAS
3.9 Definisi
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat
akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan.
Obesitas terjadi bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang.7
3.10 Etiologi
a. Genetik
Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik yang pasti
untuk menimbulkan obesitas masih sulit ditentukan, karena anggota keluarga
umumnya memiliki kebiasaan makan dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan
tetapi, bukti terkini menunjukkan bahwa 20-25% kasus obesitas dapat disebabkan
faktor genetik.
b. Aktivitas Fisik
Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas.
Hal ini didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat
meningkatkan massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan
aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan
peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada orang obesitas, peningkatan aktivitas
fisik dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran energy melebihi asupan
makanan, yang berimbas penurunan berat badan.
19
c. Perilaku makan
Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik.
Perilaku makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya
adalah karena lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya
prevalensi obesitas di negara maju. Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan
tidak baik adalah psikologis, dimana perilaku makan agaknya dijadikan sebagai
sarana penyaluran stress.
d. Hormonal
Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus.
Leptin adalah sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit
yang bekerja melalui aktivasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan
mengakibatkan penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah
anabolik hormon, insulin diketahui berhubungan langsung dalam penyimpanan
dan penggunaan energi pada sel adiposa. Kortisol adalah glukokortikoid yang
bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang tersimpan pada trigliserida, hepatic
glukoneogenesis, dan proteolysis (8,9)
3.11 Klasifikasi Obesitas
Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas
Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik.
20
BAB 4
PEMBAHASAN
Anamnesis
Teori Kasus
Tanda dan gejala henoch schonlein purpura :
- bintik-bintik kemerahan di seluruh
Purpura : 90 %
tubuh sejak 1 bulan yang lalu.
Hematuria, proteinuria : 50 %
- nyeri diseluruh tubuh pasien pada
Nyeri abdominal : 75 %
saat bintik-bintik kemerahan tersebut
Artralgia/ artritis : 60 % - 85 %
muncul.
- Tidak ada riwayat mimisan dan
kejang.
- Tidak ada riwayat demam, mual
muntah dan batuk pilek.
Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
HSP biasanya muncul dengan trias Keadaan Umum : Sakit
berupa ruam purpura pada ekstremitas atas sedang
dan bawah, nyeri abdomen atau kelainan Kesadaran :
ginjal dan artritis. Komposmentis
Pada 1/2 - 2/3 kasus pada anak Berat Badan : 57 kg
ditandai dengan infeksi saluran napas atas Tinggi Badan : 141 cm
yang muncul 1-3 minggu sebelumnya Tanda Vital :
berupa demam ringan dan nyeri kepala. TD 110/80 mmHg
Gejala klinis mula – mula berupa ruam Nadi 88 x/menit, regular
makula eritomatosa pada kulit ekstremitas Pernafasan 20 x/menit
bawah yang simetris yang berlanjut menjadi Temperatur axila 36,4o C
palpable purpura tanpa adanya Kepala/leher
trombositopenia. Rambut : Warna hitam
Selain purpura, ditemukan pula gejala Mata : Perdarahan subkonungtiva (-/-
21
artralgia dan artritis yang cenderung bersifat ), pupil isokor, reflex cahaya (+/+),
migran dan mengenai sendi besar edema (-/-)
ekstremitas bawah seperti lutut dan Hidung : Sekret hidung (+),
pergelangan kaki, namun dapat pula pernafasan cuping hidung (-)
mengenai pergelangan tangan, siku dan Mulut : Mukosa bibir
persendian di jari tangan.(1,2,3,4,5) Kelainan tampak kering, sianosis (-),
ini timbul lebih dulu (1 – 2 hari) dari perdarahan (-)
kelainan kulit. Sendi yang terkena dapat Leher : Pembesaran
menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila kelenjar getah (-), purpura (+)
digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan Abdomen
ataupun panas. Inspeksi : Cekung, distended (-),
purpura (+)
Auskultasi: Bising usus (+) kesan
normal
Perkusi : Timpani, acites (-)
Palpasi: Soefl, nyeri tekan (-),
hepatomegaly (-)
Ekstremitas
Ekstremitas superior: Akral hangat,
pucat (-/-) edem (-/-), purpura (+/+)
CRT < 2 detik.
Ekstremitas inferior: Akral hangat,
pucat (-/-), edem (-/-),purpura (+/+)
CRT < 2 detik.
22
Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
Pada pemeriksaan laboratorium tidak Pemeriksaan Laboratorium
terlihat adanya kelainan spesifik. Jumlah a. Hematologi
trombosit normal atau meningkat,
Tanggal 30/04/19
membedakan purpura yang disebabkan oleh
Leukosit 13.24
trombositopenia.(1,2,3,5) Dapat terjadi
Hemoglobin 14.0
leukositosis moderat dan anemia
Hematokrit 41.8
normokromik, biasanya berhubungan
Platelet 340.000
dengan perdarahan gastrointestinal.
MCV 85.5
Biasanya juga terdapat eosinofilia. Laju
MCH 28.7
endap darah dapat meningkat maupun
MCHC 33.6
normal.(1,2,3) Kadar komplemen seperti C1q,
C3 dan C4 dapat normal maupun menurun.
b. Kimia klinik
Pemeriksaan kadar IgA dalam darah
mungkin meningkat, demikian pula limfosit Tanggal 30/04/19
(1,3)
yang mengandung IgA. Analisis urin GDS 86
dapat menunjukkan hematuria, proteinuria Ur 20.0
maupun penurunan kreatinin klirens Cr 0.5
menandakan mulai adanya kerusakan ginjal
atau karena dehidrasi, demikian pula pada
feses dapat ditemukan darah.(1,2,3) c. Hemostasis
d. Urinalisa
Tanggal 30/03]4/19
Berat Jenis 1.006
Ketone -
23
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
Sel Epitel +
Eritrosit 0-1
Leukosit 0-1
Silinder (-)
Kristal (-)
Bakteri (-)
Jamur (-)
e. Imuno-serologi
Tanggal 30/04/19
CRP (-)
Ur (-)
Penatalaksanaan
Teori Kasus
Pengobatan adalah suportif dan simtomatis, -D5 ½ NS 1500cc/24 jam
meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, - prednisone (3-2-1) po
keseimbangan elektrolit dan mengatasi nyeri - Trimethoprim 3 x 1 po
dengan analgesik.(1,2,5) Untuk keluhan artritis
ringan dan demam dapat digunakan OAINS
seperti ibuprofen.(1,2,5) Dosis ibuprofen yang
dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6 jam.(2)
Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai.
Selama ada keluhan muntah dan nyeri perut,
diet diberikan dalam bentuk makanan lunak.
Penggunaan asam asetil salisilat harus
dihindarkan, karena dapat menyebabkan
gangguan fungsi trombosit yaitu petekie dan
24
perdarahan saluran cerna. Bila ada gejala
abdomen akut, dilakukan operasi. Bila
terdapat kelainan ginjal progresif dapat
diberi kortikosteroid yang dikombinasi
dengan imunosupresan. Metilprednisolon IV
dapat mencegah perburukan penyakit ginjal
bila diberikan secara dini.(1) Dosis yang
dapat digunakan adalah metilprednisolon
250 – 750 mg/hr IV selama 3 – 7 hari
dikombinasi dengan siklofosfamid 100 –
200 mg/hr untuk fase akut HSP yang berat.
Dilanjutkan dengan pemberian
kortikosteroid (prednison 100 – 200 mg
oral) selang sehari dan siklofosfamid 100 –
200 mg/hr selama 30 – 75 hari sebelum
akhirnya siklofosfamid dihentikan langsung
dan tappering-off steroid hingga 6 bulan
25
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Telah dilakukan perbandingan antara teori dan kasus pada pasien
perempuan An. MA usia 9 tahun 5 bulan dengan diagnosis HSP +
Obesitas. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
didapatkan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang telah sesuai
dengan literatur yang mendukung pada kasus tersebut.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
28