Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Keperawatan Anak

Di Ruang 28 RSU DR. Saiful Anwar Malang

Oleh : Farhanah

Nim : 201820461011096

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN CKD
DI RUANG 28 RSU DR.SAIFUL ANWAR

Disahkan pada :
Hari :
Tanggal :

Mengetahui
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )
I. DEFINISI
Penyakit ginjal kronnis merupakan suatu keadaan saat ginjal mengalami percepatan
kehilangan fungsi ekskresi, endokrin, dan metabolik yang sifatnya tidak bisa
dikembalikan. Fungsi eksresi ginjal adalah melakukan fungsi mengeluarkan produk akhir
metabolisme yang tidak diperlukan tubuh, seperti urea. Fungsi endokrin ginjal adalah
memproduksi enzim dan hormon, seperti renin untuk pengaturan tekanan darah,
eritropoietin untuk sitesis eritrosit, 1,25 hidroksi vitamin D3 untuk mengatur kalsium
(Muttaqin, 2011).
Fungsi metabolisme ginjal adalah untuk memelihara keseimbangan air, elektrolit,
dan asam basa tubuh. Penyakit ginjal kronis berhubungan dengan penyakit diabetes
mellitus, hipertensi, dan adanya riwayat keluarga yang menderita CKD seta riwayat
mengonsumsi obat-obatan, seperti aspirin, acetaminophen, dan obat-obatan yang
mengandung ibu profen dalam waktu lama (Muttaqin, 2011)
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam
darah (Muttaqin dan Sari, 2011).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration
rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai
kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan
samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme,
cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia. Gagal ginjal
kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana ginjal gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia berupa retensi urea dan sampah lain dalam darah (Muttaqin, 2011)

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak mampu lagi
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan penumpukan
urea dan sampah metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

II. ETIOLOGI
Gagal ginjal atau CKD terjadi akibat penurunan volum plasma yag berakibat
penuruna curah jantung, dan perfusi ginjal. Gagal pra-renal daoat terjadi karena
hipovolemia (mis, dehidrasi, hemoragi, asites) atau insufisiensi sirkulasi (mis, syok, gagal
jantung kongestif, aritmia, hipotensi berkepanjangan). Iskemia renal sebagai akibat
hipovolemia sentral sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Kecepatan dan volume
cairan yang hilang menentukan derajat gagal sirkulasi (Nahas, et al, 2010)
Gagal ginjal akut karena penyebab renal terjadi akibat perubahan parenkim ginjal
yang merusak nefron. Faktor-faktor penyebabnya macam-macam. Glomerulonefritis akut
dapat terjadi akibat infeksi Streptococcus. Kelainan patologisnya adalah proliferasi sel-sel
glomerular, nekrosis kapiler glomerular, atau eksudasi leukosit ke dalam glomerulus.
Penyakiut vaskular ginjal dapat terjadi akibat kelainan, yang dapat berakibat penyempitan
arteri, penebalan arteriol aferen, atau radang dan nekrosis dinding arteri. Nefritiss
intersisial berat bisa menyertai pielonefritis akut, nekrosisi papilar, sepsis, dan obat
nefrotoksik tertentu. Nekrosisi tubular akut menunjukkan kerussakan akut pada epitel
tubulus ginjal. Sedangkan penyebab pasca renal mencakup obstruksi saluran kemuh akibat
obstruksi uretra, batu, hipertrofi prostat, dan tumor (Nahas, et al, 2010)
Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.
a. Penyakit dari ginjal

1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.

2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.

3) Batu ginjal: nefrolitiasis.

4) Kista di ginjal: polycstis kidney.

5) Trauma langsung pada ginjal.

6) Keganasan pada ginjal.

7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.

b. Penyakit umum di luar ginjal

1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.

2) Dyslipidemia.

3) SLE.

4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis

5) Preeklamsi.

6) Obat-obatan.

7) Kehilangan bnyak cairan yang mendadak (luka bakar) (Muttaqin,


2011).

III. KLASIFIKASI

Terdapat 2 macam gagal ginjal, yaitu :

a) Gagal ginjal akut, terjadinya penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba yang dapat
disebabkan oleh kerusakan, sirkulasi yag buruk atau penyakit ginjal lainnya.
b) Gagal ginjal kronik, merupakann penurunan fungsi yang progresif selama beberapa
bulan hingga bertahun-tahunn yang ditandai berubahanya bentuk serta fungsi dari
ginjal normal secara bertahap.(Joy, Kshirsagar & Franceschini, 2008).
Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
a) Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.
b) Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya
25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein
dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan
nokturia dan poliuria sebagai akibat dari kegagalan pemekatan urin.
c) Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah
hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR
(Glomerulus Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin
serum dan BUN akan meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang
lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat mempertahankan homeostasis cairan
dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien
menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari (Joy, Kshirsagar
& Franceschini, 2008).
IV. TANDA DAN GEJALA
a. Manifestasi kardiovaskular: hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema pulmonal,
perikarditis.
b. Gejala-gejala dermatologis: gagal-gatal hebat (pruritus)
c. Gejala-gejala gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah dan cegukan, kehilangan
kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis atau stomatitis.
d. Perubahan neuromuskular: perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
e. Perubahan hematologis: kecenderungan perdarahan
f. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum
g. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk, karakter pernapasan menjadi kusmaul;
dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik) atau kedutan otot

Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik :

a) Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun


hingga 25% dari normal
b) Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan nokturia, GFR
10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas
normal.
c) Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, latergi, anoreksia,
mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai
dengan GFR kurang dari 5-10 ml/ menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat
tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek. Gejala komplikasinya
antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik,
gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida) (Nurarif dan Kusuma,
2015).
V. FAKTOR RESIKO
a) Aktivitas penyakit dasar yang persisten
b) Hipertensi tidak terkontrol
c) Infeksi
d) Nefrotoksin (obat-obatan). (Nurarif dan Kusuma, 2015).
1. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Ginjal mempunyai kemampuan untuk beradaptasi,
pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang
di perantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, kemudian
terjadi proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis
reninangiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka
panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor β (TGF-β) Beberapa hal yang juga
dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas (Nahas, et al, 2010)
VI. PATHWAY
VII. KOMPLIKASI
a) Malnutrisi
b) Penyakit jantung
c) Gangguan tulang dan mineral
d) Anemia
e) Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
f) Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.
g) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin-aldosteron.
h) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
i) Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah,
metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
j) Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia
(Muttaqin, 2011)
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Uji diagnostik
Pemeriiksaan uji klirens kreatinin urine dan BUN. Pada uji klirens kreatinin urine 12
atau 24 jam dapat mengevaluasi fungsi ginjal dan menentukan fungsi ginjal. Kecepatan
klirens kreatinin sama dengan Grit. Klirens kreatinin yang kurang dari 10 ml per menit
menujukkan kerusakan ginjal yang berat. Pemeriksaan BUN akan berubah sebagai
respons terhadap dehidrasi dan pemecahan protein.
b) Pemeriksaan sinar X KUB untuk memperlihatkan bentuk, besar dan posisi ginjal. USG
atau CT scan tidak dianjurkan pemindaian dengan zat kontras karena nefrotoksik efek
zat kontras.
Ketidakseimbangan eletrolit diperbaiki dengan natrium bikarbonat apabila terjadi
asidosis metabolik. Hiperekalemia dapat ditangani dengan kombinasi insulin dan
dekstrosa atau natrium polistiren sulfonnat. Kadar kalsium dan fosfor dapat
dipertahankan dengan tambahan kalsium dan vitamin D. Obat imunusupresif dapat
diberikan pada pasien dengan glumerulonefritis. Volum cairan intravaskular dapat
diatur dengan diuretik.
c) Modifikasi gaya hidup untuk meminimalisir resiko kardiovaskular
d) Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi yang
terjadi.
e) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/ obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak
puasa.
f) IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
g) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
h) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler,
parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
i) Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.
j) Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks
jari), kalsifikasi metastasik.
k) Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap
sebagai bendungan.
l) Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
m) EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
n) Biopsi ginjal
Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan
adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin
lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah
protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya
diuresis.
- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2
vit D3 pada GGK.
- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama Isoenzim
fosfatase lindi tulang.
- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan, peninggian
hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein lipase.
- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, BE
yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan
retensi asam-asam organik pada gagal ginjal (Joy, Kshirsagar & Franceschini, 2008).

IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal

X. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada Doenges
(2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :

1. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / rdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu
6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau
turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan
darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung
kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi
basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.

h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.

2. Dignosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal


b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi sekunder terhadap
gagal ginjal.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik, rencana tindakan dan prognosis.
d. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap
gagal ginjal.
e. Risiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang pengetahuan,
sistem pendukung kurang adekuat.
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anorekasia,
mual, muntah, kehilangan selera, bau, stomatitis dan diet tak enak.
3. Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau kreatinin dan BUN serum 1. Perubahan ini menunjukkan
berhubungan dengan kerusakan keperawatan selama 3x24 2. Rujuk pasien ke ahli diet untuk kebutuhan dialisat segera
fungsi ginjal jam, volume cairan tubuh penyuluhan diet dan bantu dalam 2. Ahli diet adalah spesialis nutrisi
dapat berrkurang dengan merencanakan kebutuhan makanan dan dapat menjelaskan alasan
kriteria hasil : dengan modifikasi dalam protein, modifikasi diet dan dapat
kalium, fosfor, natrium dan kalori. membantu pasien merencanakan
1. Nilai elektrolit serum
3. Jangan memberikan obat-obatan makanan untuk memenuhi
dalam rentang normal
sampai setelah dialisat, bila tekanan kebutuhan nutrisi dalam batas
2. Bunyi nafas bersih
darah tetap di bawah 90/60 mmHg, diet.
3. Tak ada edema
jangan berikan obat anti hipertensi. 3. Kebanyakan obat-obatan
4. Tekanan darah sistolik
dikeluarkan melalui dialisat
(TD) diantara 90-140
mmHg
5. Peningkatan berat
badan saat ini dua pon
dari berat badan tidak
edema.
2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau berat badan setiap hari, 1. Untuk mengidentifikasi indikasi
berhubungan dengan anemia keperawatan selama 3x24 kreatinin dan BUN serum, jumlah perkembangan atau
dan nyeri sendi sekunder jam, intoleransi aktivitas makanan yang dikonsumsi dalam penyimpangan dari hasil yang
terhadap gagal ginjal. pasien dapat teratasi dengan setiap makanan, hasil laporan JDL, diharapkan
kriteria hasil : terutama hemoglobin dan hematokrit, 2. Ini dapat menandakan kemajuan
kadar besi dan feritin serum, nilai kerusakan ginjal dan perlunya
1. Berkurangnya keluhan
protein serum, masukan dan haluaran, penilaian tembahan dalam terapi
lelah
hasil kalsium serum dan kadar fosfat. 3. Istirahat memungkinkan tubuh
2. Peningkatan
2. Konsul dokter bila keluhan kelelahan untuk menyimpan energi yang
keterlibatan pada
menetap digunakan oleh aktivitas
aktivitas social
3. Mungkin periode istirahat sepanjang 4. Stomatitis dapat terjadi karena
3. Laporan perasaan lebih
hari toksin uremik berlebihan pada
berenergi
4. Bila pasien mengeluh mulut kering, mukosa oral dan penurunan
4. Frekuensi pernafasan
izinkan pasien untuk berkumur dengan masukan cairan. Selain itu
dan frekuensi jantung
air sedikitnya tiap jam atau berikan anoreksia, ditambah dengan
kembali normal setelah
batu es atau permen lemon keras. mulut kering dan lengket.
penghentian aktivitas,
5. Jamin lingkungan kondusif untuk Tindakan ini meningkatkan
berkurangnya nyeri
makan selama waktu makan (bebas saliva.
sendi.
bau, makanan disajikan sesuai 5. Meskipun anoreksia akibat dari
kesukaan pasien). kombinasi faktor-faktor seperti
kelelahan, toksin uremik
6. Berikan agen ikatan fosfat yang berlebihan dan depresi, penilaian
diprogramkan, suplemen kalsium dan dapat dibuat untuk meningkatkan
suplemen vitamin D. nafsu makan.
7. Bantu pasien dalam merencanakan 6. Defosit kalsium mengakibatkan
jadwal aktivitas setiap hari untuk ketidaknyamanan sendi pada
menghindari imobilisasi dan gagal ginjal, metabolisme
kelelahan. vitamin D berkurang, yang
menyebabkan penurunan
absorpsi kalsium dan saluran GI.
Bila kalsium serum turun
produksi parathormon
meningkat, mengakibatkan
peningkatan resorpsi fosfat dan
kalsium dari tulang meningkat
dan akhirnya demineralisasi
tulang.
7. Imobilisasi meningkatkan
resorbsi kalsium dari tulang.
3 a. Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Bila mungkin atur untuk kunjungan 1. Individu yang berhasil dalam
kurang pengetahuan tentang keperawatan selama 3x24 dari individu yang mendapat terapi koping terhadap gagal ginjal
kondisi, pemeriksaan jam, ansietas dapat 2. Berikan informasi tentang : kronik dapat berpengaruh positif
diagnostik, rencana tindakan berkurang dengan kriteria (1) Sifat gagal ginjal untuk membantu pasien yang
dan prognosis. hasil : (2) Pemeriksaan diagnostik termasuk baru didiagnosis memperhatikan
tujuan, deskripsi singkat, harapan dan mulai menilai
1. Mengungkapkan
persiapan yang diperlukan perubahan gaya hidup yang akan
pemahaman tentang
sebelum tes. diterima.
kondisi
(3) Tujuan terapi yang diprogramkan. 2. Pasien sering tidak memahami
2. Pemeriksaan diagnosik
3. Sediakan waktu untuk pasien dan bahwa dialisa akan diperlukan
dan rencana tindakan;
orang terdekat untuk membicarakan selamanya bila gagal ginjal tak
sedikit melaporkan
tentang masalah dan perasaan tentang dapat pulih. Memberi pasien
perasaan gugup dan
perubahan gaya hidup yang akan informasi mendorong partisipasi
takut.
diperlukan untuk memilih terapi. dalam mengambil keputusan dan
membantu mengembangkan
kepatuhan dan kemandirian
maksimum.
3. Pengekspresian perasaan
membantu mengurangi ansietas,
tindakan untuk gagal ginjal
berdampak pada seluruh
keluarga.
4 b. Risiko tinggi kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk 1. Kuku pendek kurang mungkin
integritas kulit berhubungan keperawatan selama 3x24 mempertahankan kuku terpotong untuk merobek. Keringat, panas
dengan pruritus sekunder jam, risiko kerusakan pendek, mempertahankan suhu dan kulit kering meningkatkan
terhadap gagal ginjal. integritas kulit dapat diatasi ruangan pada keadaan nyaman untuk pruritus. Toksin urenik
dengan kriteria hasil : mencegah keringat, mengikuti menyebabkan pruritus. Sabun
pembatasan diet yang diprogramkan, ringan kurang mungkin untuk
1. Tidak ada tanda
mandi dengan sabun tanpa deodorant menyebabkan kulit kering dan
garukan pada kulit,
dan hipoalergik. mengiritasi kulit.
keluhan pruritus lebih
2. Berikan agen ikatan fosfat atur untuk 2. Kadar fosfor serum terlalu
sedikit.
dialisa sesuai program. tinggi. Karna kalsium dan fosfor
berbanding terbalik secara
proporsional, kalsium serum
turun dan pasien menjadi
tremor. Dialisa membuang
toksin dan membantu
menormalkan biokimia.
5 c. Risiko tinggi terhadap Setelah dilakukan tindakan 1. Tinjau kembali raasional untuk 1. Kepatuhan ditingkatkan bila
ketidakpatuhan berhubungan keperawatan selama 3x24 memodifikasi diet yang diprogramkan pasien mengalami efek-efek
dengan kurang pengetahuan, jam, ketidak patuhan dapat pada rencana pulang : tindakan yang diprogramkan
sistem pendukung kurang berkurang dengan kriteria untuk kondisi mereka
adekuat. hasil :
1. Merupakan 1). Tinjau kembali rasional untuk 2. Instruksi verbal dapat mudah
pemahaman tentang menghindari kelebihan yang dilupakan
instruksi pulang, meningkatkan kadar ureum. 3. Untuk memastikan keamanan
mendemonstrasikan pemberian pengobatan
2). Pembatasan natrium untuk
kemampuan untuk 4. Tim pendukung yang tersedia
mengurangi retensi cairan.
merawat klien. dan konsisten diperlukan
3). Pembatasan kalium sepanjang hidup pasien

4). Bila oliguria, pembatasan cairan


untuk mengurangi edema.

5). Kalori tinggi untuk menjamin


pengguna protein dan sintesis protein
jaringan dan supai energi.

2. Yakinkan bahwa pasien dan orang


terdekat mempunyai hal tertulis
mengenai :
1). Perjanjian untuk instruksi
perawatan lanjut untuk perawatan diri
di rumah.
2). Petunjuk dan nomor telepon pusat
dialisa yang memberikan terapi
pemeliharaan.

3. Berikan instruksi tertulis tentang


semua rencana pengobatan untuk
digunakan di rumah, termasuk nama,
dosis, jadwal, tujuan dan efek samping
yang dapat dilaporkan.
4. Yakinkan pasien mempunyai nomor
telepn orang sumber seperti perawat
dialisa atau koordinator transplantasi,
dokter, ahli diet ginjal, pekerja sosial
ginjal yayasan ginjal Indonesia.
6 Perubahan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan 1. Konsul ahli diet untuk bantu 1. Persepsi diet yang tepat penting
kebutuhan tubuh yang keperawatan selama 3x24 pengkajian nutrisi, mengidentifikasi dalam penatalaksanaan gagal
berhubungan dengan jam, kebutuhan nutrisi tujuan nutrisi, meresepkan modifikasi ginjal kronik yang mencegah
anorekasia, mual, muntah, pasiendapat teratasi dengan diet dan memberikan nutrisi pada toksisitas uremik,
kehilangan selera, bau, kriteria hasil : klien. ketidakseimbangan cairan
stomatitis dan diet tak enak. 2. Pertegas instruksi diet dan berikan elektrolit dan katabolisme.
materi tertulis untuk nstruksi verbal. 2. Empati dan penguatan terhadap
instruksi diet dapat meningkatkan
3. Diskusikan tentang pemilihan diet dari kepatuhan terhadap pembatasan
pada pembahasan pantangan diet. diet.
4. Siapkan dan berikan dorongan oral 3. Klien dan keluarga akan menjadi
hygiene yang baik sebelum dan tidak berselera bila diet terlalu
sesudah makan. dibatasi dan tidak enak.
5. Batasi masukan cairan satu jam 4. Oral hygiene yang tepat dapat
sebelum dans esudah makan. mengurangi mikroorganisme dan
6. Berikan lingkungan yang membantu mencegah stomatitis
menynangkan selama waktu makan 5. Pembatasan ini akan mencegah
dan bantu sesuai kebutuhan. perasaan begah dan mengurangi
7. Jelaskan perlunya kebutuhan klien anoreksia.
untuk makan protein maksimum dari 6. Nafsu makan dirangsang pada
diet yang diizinkan. situasi yang relaks dan
8. Bekerja bersama klien untuk menyenangkan
mengembangkan rencana untuk 7. Protein adekuat diperlukan untuk
memasukkan diet yang diresepkan mencegah katabolisme protein
secara berhasil ke dalam gaya hidup dan penggunaan otot
sehari-hari klien. 8. Kolaborasi memberikan
kesempatan bagi klien
melakukan control.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika

Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to


Understanding and Management. USA : Oxford University Press.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta; MediAction.

Joy, S.M., Kshirsagar, A., Franceschini, N. 2008. Chronic Kidney Disease. In Gary R. Matzke.
Pharmacotheraphy : A Pathophysiology Approach. United State: The McGraw-Hill
Companies, Inc.

Anda mungkin juga menyukai