sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas yang
digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam
kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan
menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki
perilaku lama yang maladaptif.
A. Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa yang menjadi leader, anggota,
dimana, kapan kegiatan kelompok tersebut dilaksanakan, proses evaluasi pada anggota dan
kelompok, menjelaskan sumber – sumber yang diperlukan kelompok seperti proyektor dan
jika memungkian biaya dan keuangan.
c) Tahap kohesif.
Setalah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat satu sama lain.
Perasaan positif akan semakin sering diungkapkan. Pada tahap ini, anggota kelompok
merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain. Pemimpin
tetap berupaya memberdayakan kemampuan anggota kelompok dalam melakukan
penyelesaian masalah. Pada tahap akhir fase ini, tiap anggota kelompok belajar bahwa
perbedaan tidak perlu ditakutkan, mereka belajar persamaan dan perbedaan, anggota
kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang menjadi suatui realitas.
C. Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan engatif dikoreksi dengan
hubungan saling percaya yang telah dibina, bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati, kecemasan menurun, kelompok lebih stabil dan realistic, mengeksplorasikan
lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas kelompok, dan penyelesaian masalah yang
kreatif.
D. Fase terminasi
Ada dua jenis terminasi (akhir dan sementara). Anggota kelompok mungkin mengalami
terminasi premature, tidak sukses atau sukses. Terminasi yang sukses ditandai oleh
perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan
sehari-hari.
Peran perawat jiwa professional dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok adalah :
1. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok
Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus terlebih dahulu, membuat
proposal.
Proposal tersebut akan dijadikan panduan dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok,
komponen yang dapat disusun meliputi : deskripsi, karakteristik klien, masalah
keperawatan, tujuan dan landasan teori, persiapan alat, jumlah perawat, waktu
pelaksanaan, kondisi ruangan serta uraian tugas terapis.
Cara mengatasi masalah tersebut tergantung pada jenis kelompok terapis, kontrak dan
kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas tersebut.
Dari rangkaian tugas diatas, peranan ahli terapi utamanya adalah sebagai fasilitator.
Idealnya anggota kelompok sendiri adalah sumber primer penyembuhan dan perubahan.
Iklim yang ditimbulkan oleh kepribadian ahli terapi adalah agen perubahan yang kuat. Ahli
terapi lebih dari sekedar ahli yang menerapkan tehnik; ahli terapi memberikan pengaruh
pribadi yang menarik variable tertentu seperti empati, kehangatan dan rasa hormat (Kaplan
& Sadock, 1997).
Sedangkan menurut Depkes RFI 1998, di dalam suatu kelompok, baik itu kelompok
terapeutik atau non terapeutik tokoh pemimpin merupakan pribadi yang paling penting
dalam kelompok. Pemimpin kelompok lebih mempengaruhi tingkat kecemasan dan pola
tingkah laku anggota kelompok jika dibandingkan dengan anggota kelompok itu sendiri.
Karena peranan penting terapis ini, maka diperlukan latihan dan keahlian yang betul-betul
professional.
Stuart & Sundeen (1995) mengemukakan bahwa peran perawat psikiatri dalam terapi
aktivits kelompok adalah sebagai leader/co leader, sebagai observer dan fasilitator serta
mengevaluasi hasil yang dicapai dalam kelompok.
Untuk memperoleh kemampuan sebagai leader/co leader, observer dan fasilitator dalam
kegiatan terapi aktivitas kelompok, perawat juga perlu mendapat latihan dan keahlian yang
professional.
Tujuan :
a. Meningkatkan kemampuan orientasi realita
b. Meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian
c. Meningkatkan kemampuan intelektual
d. Mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain
e. Mengemukakan perasaanya
Karakteristik :
a. Penderita dengan gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai-nilai
b. Menarik diri dari realitas
c. Inisiasi atau ide-ide negative
d. Kondisi fisik sehat, dapat berkomunikasi verbal, kooperatif dan mau mengikuti
kegiatan
Tujuan :
a. Meningkatkan kemampuan sensori
b. Meningkatkan upaya memusatkan perhatian
c. Meningkatkan kesegaran jasmani
d. Mengekspresikan perasaan
Tujuan :
a. Penderita mampu mengidentifikasi stimulus internal (fikiran, perasaan, sensasi
somatik) dan stimulus eksternal (iklim, bunyi, situasi alam sekitar)
b. Penderita dapat membedakan antara lamunan dan kenyataan
c. Pembicaraan penderita sesuai realita
d. Penderita mampu mengenali diri sendiri
e. Penderita mampu mengenal orang lain, waktu dan tempat
Karakteristik :
a. Penderita dengan gangguan orientasi realita (GOR); (halusinasi, ilusi, waham, dan
depresonalisasi ) yang sudah dapat berinteraksi dengan orang lain
b. Penderita dengan GOR terhadap orang, waktu dan tempat yang sudah dapat
berinteraksi dengan orang lain
c. Penderita kooperatif
d. Dapat berkomunikasi verbal dengan baik
e. Kondisi fisik dalam keadaan sehat
6
4. Terapi aktifitas kelompok sosialisasi
Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan
interaksi sosial maupun berperan dalam lingkungan social. Sosialisasi dimaksudkan
memfasilitasi psikoterapis untuk :
a. Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal
b. Memberi tanggapan terhadap orang lain
c. Mengekspresikan ide dan tukar persepsi
d. Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan
Tujuan umum :
Mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok, berkomunikasi,
saling memperhatikan, memberi tanggapan terhadap orang lain, mengekpresikan ide serta
menerima stimulus eksternal.
Tujuan khusus :
a. Penderita mampu menyebutkan identitasnya
b. Menyebutkan identitas penderita lain
c. Berespon terhadap penderita lain
d. Mengikuti aturan main
e. Mengemukakan pendapat dan perasaannya
Karakteristik :
a. Penderita kurang berminat atau tidak ada inisiatif untuk mengikuti kegiatan ruangan
b. Penderita sering berada ditempat tidur
c. Penderita menarik diri, kontak sosial kurang
d. Penderita dengan harga diri rendah
e. Penderita gelisah, curiga, takut dan cemas
f. Tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab seperlunya, jawaban sesuai
pertanyaan
g. Sudah dapat menerima trust, mau berinteraksi, sehat fisik
5. Penyaluran energy
Penyaluran energi merupakan teknik untuk menyalurkan energi secara kontruktif dimana
memungkinkan penembanghan pola-pola penyaluran energi seperti katarsis, peluapan
marah dan rasa batin secara konstruktif dengan tanpa menimbulkan kerugian pada diri
sendiri maupun lingkungan.
Tujuan :
a. Menyalurkan energi; destruktif ke konstrukstif.
b. Mengekspresikan perasaan
c. Meningkatkan hubungan interpersonal