Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

IMOBILISASI DAN REPOSISI PADA FRAKTUR MUSKULOSKELETAL

A. Konsep Dasar Tindakan Keperawatan

1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002.
Fraktur disebabkan oleh trauma langsung, tidak langsung, tarikan otot maupun
disebabkan oleh keadaan patologis.
Penatalaksanaan operatif pada fraktur berupa reposisi yang diikuti dengan
imobilisasi dengan fiksasi eksterna, reposisi secara non‒operatif yang 2 diikuti
dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif dan reposisi secara operatif diikuti
dengan fiksasi interna (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).
Reposisi tujuannya untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan
tulang, dapat dicapai dengan manipulasi tertutup atau reduksi terbuka
progesi. Imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pergeseran fragmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam union, untuk mendapat hasil
penyembuhan fraktur yang baik, fragmen-fragmen tulang harus terikat dengan kuat
pada posisi anatomi atau seumula. Adanya pergerakan antar fragmen tulang dapat
mengganggu proses penyembuhan dan meningkatkan resiko terjadinya fibrous union.
2. Indikasi
Tindakan reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi
dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada fraktur
radius distal. Reposisi dengan traksi dilakukan terus-menerus selama masa tertentu,
misalnya beberapa minggu, kemudian diikuti dengan imobilisasi. Tindakan ini
dilakukan pada fraktur yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi
kembali dalam gips. Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat, misalnya
fraktur femur.
3. Kontra Indikasi
Beberapa penatalaksanaan fraktur secara ortopedi meliputi proteksi tanpa
reposisi dan imobilisasi, Imobilisasi dengan fiksasi, Reposisi dengan cara manipulasi
diikuti dengan imobilisasi, Reposisi dengan traksi, Reposisi diikuti dengan imobilisasi
dengan fiksasi luar, Reposisi secara nonoperatif diikuti dengan pemasangan fiksasi
dalam pada tulang secara operatif.
Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi digunakan pada penanganan fraktur
dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak
akan menyebabkan kecacatan dikemudian hari. Contoh adalah pada fraktur kosta,
fraktur klavikula pada anak-anak, fraktur vertebrae dengan kompresi minimal. 1,3,4
Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap
memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah
pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.
4. Prosedur Pelaksanaan
Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi (mengenali),
reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan, dan rehabilitasi. Penanganan
ortopedi adalah proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi, imobilisasi dengan fiksasi,
reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi, reposisi dengan traksi,
reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar, reposisi secara nonoperatif
diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam pada tulang secara operatif, reposisi secara
operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi interna, dan
eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis.
Khusus pada fraktur terbuka, harus diperhatikan bahaya terjadi infeksi, baik
infeki umum maupun infeksi lokal pada tulang yang bersangkutan. Empat hal penting
yang perlu adalah antibiotik profilaksis, debridement urgent pada luka dan fraktur,
stabillisasi fraktur, penutupan luka segera secara definitif.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Primary
a. Airway
Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur, meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur
wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trachea. Usaha untuk
membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan
patahnya tulang servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan
chin lift, tetapi tidak boleh mengakibatkan hiperekstensi leher. Cara melakukan
chinlift dengan menggunakan jari-jari satu tangan yang diletakan dibawah mandibula,
kemudian mendorong dagu ke anterior. Ibu jari tangan yang sama sedikit menekan
bibir bawah untuk membuka mulut dan jika diperlukan ibu jari dapat diletakkan
didalam mulut dibelakang gigi seri untuk mengangkat dagu. Jaw trust juga
merupakan tekhnik untuk membebaskan jalan nafas. Tindakan ini dilakukan oleh dua
tangan masing-masing satu tangan dibelakang angulus mandibula dan menarik rahang
ke depan. Bila tindakan ini dilakukan memakai face-mask akan dicapai penutupan
sempurna dari mulut sehingga dapat dilakukan ventilasi yang baik. Jika kesadaran
klien menurun pembebasan jalan nafas dapat dipasang guedel (oro-pharyngeal
airway) dimasukkan kedalam mulut dan diletakkan dibelakang lidah. Cara terbaik
adalah dengan menekan lidah dengan tongue spatol dan mendorong lidah kebelakang,
karena dapat menyumbat fariks. Pada klien sadar tidak boleh dipakai alat ini, karena
dapat menyebabkan muntah dan terjadi aspirasi. Cara lain dapat dilakukan dengan
memasukkan guedel secara terbalik sampai menyentuh palatum molle, lalu alat
diputar 180o dan diletakkan dibelakang lidah. Naso-Pharyngeal airway juga
merupakan salah satu alat untuk membebaskan jalan nafas. Alat ini dimasukkan pada
salah satu lubang hidung yang tidak tersumbat secara perlahan dimasukkan sehingga
ujungnya terletak di fariks. Jika pada saat pemasangan mengalami hambatan berhenti
dan pindah kelubang hidung yang satunya. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan
nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
leher.
b. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru,
dinding dada dan diafragma. Dada klien harus dibuka untuk melihat pernafasan yang
baik. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi
dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan
palpasi dapat mengetahui kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi.
Evaluasi kesulitan pernafasan karena edema pada klien cedera wajah dan leher.
Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension
pneumothoraks, flail chest dengan kontusio paru, open pneumothoraks dan
hemathotoraks massif. Jika terjadi hal yang demikian siapkan klien untuk intubasi
trakea atau trakeostomi sesuai indikasi.
c. Circulation
Control pendarahan bena dengan menekan langsung sisi area perdarahan
bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area perdarahan. Kaji
tanda-tanda syok yaitu penurunan tekanan darah, kulit dingin, lembab dan nadi halus.
Darah yang keluar berkaitan dengan fraktur femur dan pelvis. Pertahankan tekanan
darah dengan infuse IV, plasma. Berikan transfuse untuk terapi komponen darah
sesuai ketentuan setelah tersedia darah. Berikan oksigen karena obstruksi jantung paru
menyebabkan penurunan suplai oksigen pada jaringan menyebabkan kolaps sirkulsi.
Pembebatan ekstremitas dan pengendalian nyeri penting dalam mengatasi syok yang
menyertai fraktur.
d. Disability/evaluasi neurologis
Dievalusai keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu tingkat kesadaran ukuran
dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen atau
penurunan perfusi ke otak atau perlukaan pada otak.
Perubahan kesadaran menuntutu dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan
ventilasi, perfusi dan oksigenasi.
e. Exporsur/ control lingkungan
Di Rs klien harus dibuka keseluruhan pakainnya,untuk evaluasi klien. Setelah
pakaian dibuka, penting agar klin tidak kedinginan, harus diberikan selimut hangat
dan diberikan cairan intravena yang sudah dihangatkan.
2. Secondary Survey
a. Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena penampilan luka kadang
tidak sesuai dedngan parahnya cidera, jika ada saksi seseorang dapat menceritakan
kejadiannya sementara petugas melakukan pemeriksaan klien.
b. Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepa;a sampai kaku secara
sistematis, inspeksi adanya laserasi bengkak dan deformitas.
c. Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple:
a) Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian sering disertai dengan
trauma pada lumbal
b) Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat disertai dengan
trauma panggul
c) Trauma lengan sering menyebabkan trauma pada siku sehingga lengan dan
siku harus dievakuasi bersamaan.
d) Trauma proksimal fibula dan lutut sering menyebabkan trauma pada tungkai
bawah.
d. Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi
e. Kaji adanya krepitasi pada area fraktur
f. Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis dan femur.
g. Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka, tertutup dapat menyebabkan
perdarahan atau hematoma pada daerah yang tertutup sehingga menyebabkan
penekanan saraf.
h. Kaji TTV secara continue.

3. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d suplai darah jaringan
b. Nyeri b.d adanya robekan jaringan pada area fraktur.
c. Kerusakan integritas kulit b.d luka pada jaringan
4. Intervensi keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakefektifan perfusi NOC: NIC:
jaringan perifer b.d suplai Circulation status - Pantau TTV pasien
darah jaringan Tissue perfucion: - Berikan cairan IV kristaloid
cerebral sesuai kebutuhan tubuh
Kriteria hasil : - Berikan terapi oksigen
Mendemonstrasikan Pantau hemodinamik
status sirkulasi yang di - Monitor adanya daerah
tandai dengan : tertentu yang hanya peka
Tekanan systole dan terhadap
diastole dalam rentang panas/dingin/tajam/tumpul
yang di harapkan - Batasi gerakan pada
Tidak ada ortostatik kepala,leher dan punggung
hipertensi
Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang di tandai dengan :
Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
Menunjukan perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi.
- Menunjukan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh: tingkat
kesadaran membaik,
- Monitor adanya daerah
tertentu yang hanya peka
terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul

- Batasi gerakan pada kepala,


leher dan punggung
-Tidak ada gerakan
gerakan involunter
Nyeri berhubungan NOC : NIC :
dengan: Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri
Agen injuri (biologi, kimia, pain control, secara
fisik, psikologis), kerusakan comfort level komprehensif termasuk lokasi,
jaringan pada fraktur Setelah dilakukan tinfakan karakteristik, durasi, frekuensi,
keperawatan selama …. kualitas dan faktor presipitasi
Pasien tidak mengalami Observasi reaksi nonverbal
nyeri, dengan kriteria hasil: dari
· Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan
(tahu penyebab nyeri, Bantu pasien dan keluarga
mampu menggunakan untuk mencari dan
tehnik nonfarmakologi menemukan dukungan
untuk mengurangi nyeri, Kontrol lingkungan yang
mencari bantuan) dapat
· Melaporkan bahwa nyeri mempengaruhi nyeri seperti
berkurang dengan suhu ruangan, pencahayaan
menggunakan dan kebisingan
manajemen nyeri Kurangi faktor presipitasi
· Mampu mengenali nyeri nyeri
(skala, intensitas, Kaji tipe dan sumber nyeri
frekuensi dan tanda nyeri) untuk
· Menyatakan rasa nyaman menentukan intervensi
setelah nyeri berkurang Ajarkan tentang teknik non
· Tanda vital dalam rentang farmakologi
normal napas dala, relaksasi, distraksi,
· Tidak mengalami kompres hangat/ dingin
gangguan tidur Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Kerusakan integritas kulit NOC: NIC : Pressure Management
berhubungan dengan : Tissue Integrity : Skin and Anjurkan pasien untuk
Eksternal : Mucous Membranes menggunakan pakaian yang
- Hipertermia atau Wound Healing : primer dan longgar
hipotermia sekunder Hindari kerutan pada tempat
- Substansi kimia Setelah dilakukan tindakan tidur
- Kelembaban keperawatan selama….. Jaga kebersihan kulit agar
- Faktor mekanik (misalnya : kerusakan integritas kulit tetap bersih dan kering
alat yang dapat pasien teratasi dengan Mobilisasi pasien (ubah
menimbulkan luka, kriteria hasil: posisi pasien) setiap dua jam
tekanan, restraint) Integritas kulit yang baik sekali
- Immobilitas fisik bisa Monitor kulit akan adanya
dipertahankan kemerahan
(sensasi, elastisitas, Oleskan lotion atau
temperatur, hidrasi, minyak/baby oil pada daerah
pigmentasi) yang tertekan
Tidak ada luka/lesi pada Monitor aktivitas dan
kulit mobilisasi pasien
Perfusi jaringan baik Monitor status nutrisi pasien
Menunjukkan pemahaman Memandikan pasien dengan
dalam sabun dan air hangat
proses perbaikan kulit Kaji lingkungan dan
dan mencegah peralatan yang menyebabkan
terjadinya sedera tekanan
berulang Observasi luka : lokasi,
Mampu melindungi kulit dimensi,
dan kedalaman luka,
mempertahankan karakteristik,warna
kelembaban kulit dan cairan, granulasi, jaringan
perawatan alami nekrotik, tanda-tanda infeksi
Menunjukkan terjadinya lokal, formasi traktus
proses penyembuhan luka Ajarkan pada keluarga
tentang luka dan perawatan
luka
Kolaburasi ahli gizi
pemberian diet TKTP, vitamin
Cegah kontaminasi feses dan
urin
Lakukan tehnik perawatan
luka dengan steril
. Balut luka dengan kassa
steril
1) Gangguan perfusi jaringan b.d diskontinuitas tulang
a. Kaji TTV
b. Observasi dan periksa bagian yang luka atau cedera
c. Kaji kapilary refill tiap 2 jam
d. Kaji adanya tanda-tanda gangguan perfusi jaringan; keringat dingin pada
ekstremitas bawah, kulit sianosis, baal.
e. Luruskan persendian dengan hati-hati dan seluruh splint harus terpasang
dengan baik.
2) Nyeri b.d adanya robekan jaringan lunak pada area cidera
a. Kaji rasa nyeri pada area disekitar fraktur
b. Kaji skala nyeri dan ketidaknyaman pasien.
c. Gunakan upaya untuk mengontrol rasa nyeri:
- Membidai dan menyangga daerah cedera
- Melakukan perubahan posisi dengan perlahan
- Meberikan analgetik sesui ketentuan
- Menganjurkan tehnik relaksasi
d. Atur posisi klien sesuai kondisi, untk fraktur ekstremitas bawah sebaiknya
posisikan kaki lebih tinggi dari badan.
e. Dorong latihan drentang gerak aktif dan pasif pada sendi yang tidak
diimobilisasi; dorong untuk melakukan perubahan posisi sebatas yang bisa
dilakukan
f. alat imolisasi.
g. Kaji TTV
3) Gangguan mobilitas fisik b.d fraktur
a. Kaji tingkat kemampuan mobilisasi fisik
b. Bantu klien memenuhi kebutuhan
c. Ajarkan secara bertahap dalam memenuhi kabutuhan sehari-hari
d. Dorong melakukan aktivitas dengan menggunakan alat bantu.
e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
f. Lakukan imobilisasi sendi dibawah pada area fraktur.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Saku Diagnosis Keperawatan. 2007. Edisi ke- 10. Jakarta : EGC
Carpenito, L. J. (2009), Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktik KliniS. Edisi ke- 9.
Jakarta : EGC
Hartono, A. (2005), Kamus Saku : Perawat. Edisi ke- 22. Jakarta : EGC
Helmi, N.Z. (2012). Buku Ajar: Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta : Salemba Medika
NANDA. (2007-2008). Diagnosa Nanda NIC & NOC. Jakarta : EGC
Paul, M. Morin, M.D; Edward j. Harvy, MD; Beckam, CET; Steffen, MD, PhD,MBA. (2008)
Original Article.
Fibular Fixation as an Adjuvant to Tibial intramedullary nailing in the Cannadian Medical
Assocation

Anda mungkin juga menyukai