Anda di halaman 1dari 10

Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

A. PENGERTIAN PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR)


Pembelajaran Kelas Rangkap adalah suatu bentuk pembelajaran yang mempersyaratkan
seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam waktu yang sama, dan
menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda.

B. PERLUNYA PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR)


Ada beberapa alasan alasan penting yang menyebabkan perlunya pembelajaran kelas rangkap
dilaksanakan, yaitu:
1. Alasan Geografis
Lokasi pembelajaran yang sulit dijangkau, terbatasnya sarana transportasi, dan pemukiman
penduduk yang jaraknya berjauhan, serta adanya ragam mata pencaharian penduduk misalnya
berladang, mencari ikan bahkan menebang kayu atau mencari sesuatu di hutan, maka hal ini
dapat mendorong penggunaan PKR.
2. Alasan Demografis
Mengajar murid dengan jumlah yang kecil, atau murid yang tinggal di pemukiman yang
jarang penduduknya, maka PKR merupakan pendekatan yang tepat dan praktis. Bagaimana
dengan daerah perkotaan, apakah alasan demografis juga berlaku? Ingatkah Anda pada saat SD
Inpres dibangun, dan apapula yang terjadi beberapa tahun kemudian? Ya, ada beberapa SD di
perkotaan mengalami kekurangan murid. Dengan demikian setiap tingkatan kelas hanya
beberapa saja muridnya. Agar tidak ada pemborosan dalam tenaga guru, maka PKR merupakan
cara pembelajaran yang dapat dibilang praktis dan ekonomis.
3. Kekurangan Guru
Meskipun jumlah guru secara keseluruhan bisa dikatakan cukup, namun pada kenyataannya
masih ada keluhan kekurangan guru, terutama di daerah-daerah terpencil. Apalagi bila secara
geografis daerah tersebut sulit dijangkau, maka akan membuat guru takut ditugaskan di daerah
itu. Rendahnya minat guru untuk mengadu nasib di daerah terpencil, juga disebabkan beberapa
faktor. Misalnya mahalnya harga keperluan sehari-hari, sulitnya alat transportasi, gaji yang
terlambat, bahkan terbatas peluang untuk mendapatkan pengembangan karirnya. Oleh karena itu
untuk menjadi guru di daerah seperti itu perlu adanya keeklasan dan penuh sukacita, dan
kesiapan mental dari guru tersebut.
4. Keterbatasan Ruang Kelas
Di daerah yang jumlah muridnya sangat sedikit, tidak memerlukan ruang kelas lebih banyak.
Tetapi, di daerah lain meskipun sudah mempunyai ruang kelas sesuai dengan jumlah tingkatan
kelas, masih belum cukup karena jumlah rombongan belajar lebih besar.
Nah untuk mengatasi masalah tersebut, maka perlu menggabungkan dua atau lebih klas yang
diasuh atau dibimbing oleh seorang guru. Dengan demikian PKR diperlukan.
5. Kehadiran guru
Ketidak hadiran guru , bukan saja dialami oleh sekolah di daerah terpencil, di kota besar pun
juga mengalaminya. Seperti di Jakarta, musibah banjir dapat menghambat kehadiran guru untuk
melaksanakan tugasnya. Guru yang tidak kena musibah harus mengajar kelas yang tidak ada
gurunya. Belum lagi alasan lain misalnya sakit, cuti, atau ada kegiatan berberkaitan
meningkatkan professional dan kualifikasi guru.

C. TUJUAN, FUNGSI, DAN MANFAAT PKR


Tujuan,Fungsi,Dan Manfaat Pembelajaran Kelas Rangkap Dapat dikaji dari empat aspek
sebagai berikut;
1. Kuantiti dan Ekuiti
Dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada, PKR memungkinkan kita untuk memenuhi
asas kuantiti(jumlah) dan ekutiti(pemerataan). Dengan jumlah guru yang kita miliki saat ini, kita
dapat memberikan pelayanan pendidikan dan pengajaran yang lebih luas dan mencakup jumlah
murid yang lebih besar jumlahnya, disamping itu kita mampu memberikan layanan yang lebih
merata.
2. Paedagogis
Sudah seringkali bahwa pendidikan kita dikritik sebagai system yang belum mampu
menghasilkan lulusan atau tenaga kerja yang mandiri. Lulusan kita dinilai kurang kreatif, bahkan
cenderung pasif dan mudah menyerah. Pengalaman sejumlah negara yang mempraktikkan PKR
menunjukkan bahwa, strategi ini mampu meningkatkan kemandirian murid. Apabila Anda
mempelajari lebih lanjut pembahasan unit-unit dalam PKR, maka Anda akan menyimak bahwa
seorang guru dalam PKR akan berusaha agar murid aktif dan mandiri.
3. Keamanan
Dengan pendekatan PKR, pemerintah dapat mendirikan SD di lokasi yang mudah dijangkau
oleh anak. Dengan demikian kekawatiran orang tua terhadap keselamatan anaknya berkurang.
Mengunjungi SD yang jauh dapat menyebabkan anak terlambat masuk sekolah, meningkatnya
pengulangan kelas atau putus sekolah. Bahkan mungkin saja terjadi kecelakaan pada saat murid
pergi atau pulang sekolah.
4. Ekonomis
PKR memungkinkan pemerintah dan masyarakat dapat mengurangi biaya pendidikan.
Betapa tidak, dengan seorang guru atau beberapa guru saja prosespembelajaran dapat
berlangsung. Demikian juga dengan satu ruang atau beberapa ruang kelas, proses pembelajaran
tetap dapat berlangsung. Jadi secara ekonomis biaya pendidikan yang ditanggung oleh
pemerintah dan masyarakat akan lebih kecil. Oleh karena itu, dengan jumlah dana pendidikan
yang sama, perluasan pelayanan pendidikan dapat diberikan hingga ke daerah yang sulit, kecil,
dan terpencil sekalipun.

D. PRINSIP-PRINSIP YANG MENDASARI PKR


Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR), merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang perlu
dikuasai oleh guru SD. Sebagai salah satu bentuk pembelajaran, PKR mengikuti prinsip-prinsip
pembelajaran secara umum, seperti bentuk-bentuk pembelajaran yang lain.
Pembelajaran mengandung makna yang berbeda dari kegiatan belajar- mengajar. Pada
kegiatan belajar-mengajar, mengandung makna ada guru yang memungkinkan terjadinya belajar.
Sedangkan pada pembelajaran, kegiatan belajar dapat terjadi dengan atau tanpa guru. Artinya,
murid dapat belajar dalam berbagai situasi tanpa tergantung pada guru. Misalnya, murid dapat
belajar dari buku, berdiskusi dengan teman atau mengamati sesuatu. Tetapi perlu diingat bahwa
dalam pembelajaran peran guru sangat penting, misalnya pada awal, saat kegiatan, atau akhir
kegiatan.
Disamping prinsip-prinsip pembelajaran secara umum, PKR mempunyai prinsip khusus
sebagai berikut:
1. Keserempakan Kegiatan Pembelajaran
Dalam PKR guru menghadapi dua kelas atau lebih pada waktu yang bersamaan. Oleh karena
itu, prinsip utama PKR adalah kegiatan belajar mengajar terjadi secara bersamaan atau serempak.
Kegiatan yang terjadi secara serempak itu harus bermakna, artinya kegiatan tersebut mempunyai
tujuan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum atau kebutuhan murid dan dikelola dengan benar.
Dengan demikian, jika ada kegiatan yang dikerjakan murid hanya untuk mengisi kekosongan
saja , maka bukan PKR yang diharapkan.
2. Kadar Waktu Keaktifan Akademik (WKA) tinggi.
Selama PKR berlangsung, murid aktif menghayati pengalaman belajar yang bermakna. PKR
tidak memberi toleransi pada banyaknya WKA yang hilang karena guru tidak terampil
mengelola kelas. Misalnya, waktu tunggu yang lama, pembentukan kelompok yang lamban, atau
pindah kelas yang memakan waktu. Makin banyak waktu yang terbuang, maka makin rendah
kadar WKA. Namun perlu Anda ingat, bahwa WKA tinggi tidak selalu berkadar tinggi. Kualitas
pengalaman belajar yang dihayati murid sangat menentukan WKA. Kualitas dan lamanya
kegiatan berlangsung menentukan tinggi rendahnya kadar WKA.
3. Kontak Psikologis guru dan murid yang berkelanjutan
Dalam PKR, guru harus selalu berusaha dengan berbagai cara agar semua murid merasa
mendapat perhatian dari guru secara terus-menerus. Agar mampu melakukan hal ini, guru harus
menguasai berbagai teknik. Menghadapi dua kelas atau lebih pada saat yang bersamaan dan
kemudian mampu meyakinkan murid bahwa guru selalu berada bersama mereka, bukan
pekerjaan yang mudah. Guru harus mampu melakukan tindakan instruksional dan tindakan
pengelolaan yang tepat. Tindakan instruksional adalah tindakan yang langsung berkaitan dengan
penyampaian isi kurikulum, seperti menjelaskan, memberi tugas, atau mengajukan pertanyaan.
Tindakan pengelolaan adalah tindakan yang berkaitan dengan penciptaan dan pengembalian
kondisi kelas yang optimal. Misalnya, menunjukkan sikap tanggap dan peka, mengatur tempat
duduk, memberi petunjuk yang jelas atau menegur murid.
4. Pemanfaatan Sumber Secara Efisien
Sumber dapat berupa peralatan/sarana, orang dan waktu. Agar terjadi WKA yang tinggi,
semua jenis sumber harus dimanfaatkan secara efisien. Lingkungan, barang bekas, dan segala
peralatan yang ada di sekolah dapat dimanfaatkan oleh guru PKR. Demikian dengan orang dan
waktu. Murid yang pandai dapat dimanfaatkan sebagai tutor. Waktu harus dikelola dengan
cermat sehingga menghasilkan WKA yang berkadar tinggi.
Disamping keempat prinsip yang telah disebutkan, masih ada satu prinsip lagi yang perlu
dikuasai guru PKR, yaitu membiasakan murid untuk mandiri. Apabila guru mampu menerapkan
keempat prinsip di atas, maka murid akan terbiasa mandiri. Kemampuan murid untuk belajar
mandiri akan memungkinkan guru PKR mengelola pembelajaran secara lebih baik sehingga
kadar WKA menjadi semakin tinggi.

RANGKUMAN
Merangkapan kelas masih banyak dijumpai di Indonesia, khususnya akibat kekurangan
guru. Namun demikian, perangkapan kelas bukan saja dialami oleh Negara yang sedang
berkembang saja. Di Negara majupun, seperti di Amerika Serikat, Australia, Inggris dsb. Jadi
Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR), dianggap suatu hal yang wajar saja. Ada sejumlah alasan
alasan , selain kekurangan guru, mengapa PKR terjadi antara lain karena faktor geografis,
demografis, dan terbatasnya ruang kelas.
Disamping itu, ada sejumlah alasan lain, yaitu alasan yang lebih memusatkan pada
keuntungan dari pada kerugiannya. Antara lain, jika dilihat dari aspek pedagogis, PKR lebih
mendorong kemandirian murid. Dari aspek ekonomis, PKR lebih efisien. Dengan PKR
pemerintah dapat mendirikan sekolah-sekolah kecil dimana-mana, sehingga setiap anak
Indonesia berkesempatan untuk lulus dari SD. Sebagai salah satu bentuk pembelajaran, PKR
mengikuti prinsip- prinsip pembelajaran secara umum. Namun secara khusus PKR mempunyai
prinsip-prinsip yang harus dikuasai oleh guru PKR. Prinsip itu adalah: 1) Keserempakan
kegiatan belajar-mengajar, 2) Kadar tinggi waktu keaktifan akademik(WKA), 3) Kontak
psikologis guru dan murid yang berkelanjutan, 4) Pemanfaatan sumber secara efisien, dan 5)
Kebiasaan untuk mandiri.

Sub Unit 2
Gambaran PKR yang Ideal dan
Praktik yang Terjadi di Lapangan

A. PRAKTIK MENGAJAR KELAS RANGKAP DI LAPANGAN


Bacalah dengan baik peristiwa yang disajikan dalam kotak 1, yang merupakan hasil pengamatan
di sebuah SD dimana seorang guru sedang mengajar kelas rangkap.
Kotak I
Ibu Indri (bukan nama sebenarnya) mengajar di kelas 3 dan kelas 5. Murid dari kedua kelas
tersebut berada pada ruang kelas masing-masing, tetapi masih bersebelahan. Pelajaran dimulai
pukul 07.30. Ibu Indri pertama masuk di kelas 3 dan mulai mengabsen muridnya. Tiba-tiba Nico
baru saja datang, dialog terjadi karena keterlambatan salah satu murid tersebut.
Kegiatan bu Indri berikutnya adalah menjelaskan pelajaran matematika. Sekali-kali berhenti
dan bertanya pada murid apakah ada yang belum dimengerti. Kemudian ia memberi soal-soal
dipapan tulisSetelah itu, Ibu Indri masuk ke kelas 5. Di kelas 5 ia juga mengabsen murid dengan
cara yang tidak berbeda dengan apa yang dilakukan di kelas 3. Bahkan terjadi dialog yang agak
panjang karena Salma salah satu murid kelas 5 tidak hadir. Beberapa musid ditanya bu Indri
tidak ada yang mengetahui keberadaan Salma. Tapi tiba-tiba Martha cerita kalau pulang
sekolah kemarinbersama Salma, ia badannya panas dan hidungnya mengeluarkan darah.
Kemudian bu Indri menjelaskan pelajaran bahasa Indonesia untuk hari itu. Seperti yang
dilakukan di kelas 3 tadi, setelah bu Indri menjelaskan dan memberi kesempatan bertanya pada
murid-murid kelas 5 lalu menulis beberapa soal dipapan tulis dan menyuruh para murid
mengerjakannya secara individual.
Ibu Indri kembali lagi ke kelas 3 menanyakan apakah mereka sudah selesai mengerjakan
soal matematika. Kemudian bu Indri menyuruh beberapa murid untuk bergiliran maju kedepan
mengerjakan soal matematika dan secara bersama-sama dengan murid bu Indri memeriksa
jawaban murid. Semua murid dianjurkan untuk mencocokkan dengan jawaban di papan tulis.
Sebelum istirahat bu Indri kembali memberi soal matematika sebagai PR. Selanjutnya bu Indri
kembali masuk ke kelas 5. Apa yang dilakukan di kelas 5 sama saja dengan apa yang dilakukan
di kelas 3. Mula-mula murid disuruh maju ke depan mengerjakan soal,memeriksa bersama dan
pada akhirnya murid disuruh mencocokkan pekerjaannya dengan jawaban di papan tulis. Bu
Indri kembali memberi soal untuk dikerjakan di rumah, dan selesailah pelajaran bahasa
Indonesia hari itu.
Setelah Anda selesai membaca dengan seksama mengenai praktik pembelajaran yang
dilakukan bu Indri. Dapatkah Anda menarik kesimpulan ? Apakah ciri-ciri dari pembelajaran
yang dilaksanakan bu Indri dan apakah kelemahan dari pembelajaran tersebut? Bagus! Baiklah
marilah kita simak penjelasan-penjelasan berikut ini. Bu Indri sebenarnya tidak melakukan
pembelajaran kelas rangkap. Bu Indri melakukan pembelajaran bergilir. Ia mengajar secara
bergilir dari kelas yang satu ke kelas lain dan kembali lagi. Kegiatan belajar mengajar
berlangsung tidak serempak. Apa yang dilakukan bu Indri di kelas 3 dan di kelas 5 hampir tak
ada bedanya, materinya memang berbeda tetapi strategi pembelajarannya sama. Hal ini berarti
bahwa bu Indri melakukan pembelajaran duplikasi.
Bila kita cermati illustrasi pada kotak 1, bagaimana bu Indri memulai pelajaran? ya betul, bu
Indri mengabsen murid bahkan pada saat ada murid yang tidak hadir terjadi dialog panjang
dengan murid-murid lain. Belum waktu yang hilang pada saat bu Indri mondar-mandir. Tanpa
disadari oleh bu Indri telah terjadi pemborosan waktu. Bahkan pada saat bu Indri masuk di kelas
3, murid kelas 5 menungggu agak lama. Hal tersebut dapat juga mengakibatkan murid
kehilangan semangat untuk belajar.
Pembelajaran berlangsung seragam, dalam waktu yang sama dan untuk semua murid. Proses
pembelajaranpun berlangsung sederhana, mulai dari menerangkan, memberi soal, mengerjakan
soal, menyuruh murid maju ke papan tulis. Pembelajaran seperti ini terkesan monoton. Meskipun
murid-murid ditugaskan untuk mengerajkan soal secara individual dan beberapa murid disuruh
mengerjakan di papan tulis, tetapi pembelajaran yang dilakukan oleh bu Indri ini masih jauh dari
prnsip-prinsip belajar aktif.
Kontak psikologis antara guru dengan murid sangat terbatas. Guru memang menanyakan
kepada murid: “Siapa yang belum mengerti?”, “Siapa yang betul?”. Tetapi pertanyaan seperti itu
tidak dapat mendorong siswa untuk aktif, apalagi hampir tidak dijumpai interaksi aktif dan
langsung diantara sesame murid. Pertanyaan yang diajukan secara umum tersebut, juga tidak
berguna untuk mengetahui kesulitan siswa secara perorangan. Lebih-lebih tidak ada upaya bu
Indri untuk mengelilingi kelas dan mendatangi murid yang sedang mengerjakan soal.
Agar Anda dapat membandingkan dengan praktik pembelajaran yang pertama, maka bacalah
kembali dengan seksama kesan pada illustrasi berikut ini.

Katak II
Bapak Suruan hari itu memulai pengajarannya di kelas 4. Setelah mengucapkan salam dan
mengarahkan murid, kemudian pak Suruan menyuruh murid-murid mengeluarkan buku catatan.
Jam pertama adalah pelajaran IPS. Pak Suruan kemudian menyalin salah satu bahan pelajaran
IPS dan sementara menulis di papan tulis pak Suruan mengingatkan supaya anak-anak juga
mulai menyalin.
Kurang lebih lima belas menit, pak Suruan telah selesai menyalin kemudian mengingatkan
anak-anak untuk menyalin dengan rapi dan berpesan jangan ramai karena bapak akan
mengajar juga di kelas 5.
Selanjutnya pak Suruan masuk ke kelas 5 dan memberikan pelajaran IPA, tentu saja waktu
untuk kelas 5 sudah terulur selama kurang lebih lima belas menit. Kemudian pak Suruan
menyuruh murid-murid mengeluarkan buku catatan dan disuruh menyalin bahan pelajaran IPA
yang sedang ditulis pak Suruan di papan tulis sampai selesai.
Semua yang dilakukan oleh pak Suruan di dua kelas tadi disebabkan karena murid-murid
tidak mempunyai buku. Buku milik gurupun sangat terbatas sekali dan itupun termasuk buku-
buku lama. Di sekolah tersebut juga tidak mempunyai alat peraga, apalagi alat-alat IPA.
Setelah Anda membaca cuplikan praktik pembelajaran yang dilakukan oleh pak Suruan,
maka Anda dapat menemukan jawaban mengapa sebagian besar murid-murid di kelas 4 dan
kelas 5 tidak dapat membaca? Padahal tulisan mereka banyak yang baik dan rapi.
Kebiasaan menyalin bahan pembelajaran yang dilakukan oleh murid-murid yang mungkin
sudah berlangsung lama sejak di kelas rendah mengurangi, bahkan dapat menghilangkan
kesempatan untuk membaca. Apakah ketiadaan buku harus diatasi dengan cara menyalin?
Apakah tidak ada alternatif lain yang dapat diupayakan oleh guru?
Kalau saja pak Suruan dapat lebih kreatif atau mau berusaha, maka sebenarnya pak Suruan
bisa menyuruh beberapa murid yang mempunyai tulisan baik untuk menulis salah satu bahan ajar
sebagai PR. Kemudian esoknya dibagikan kepada semua murid dan kemudian menyuruhnya
membaca dengan keras atau dalam hati.
Sebenarnya mengajar kelas rangkap bukan suatu keadaan yang pantas dituduh sebagai
penyebab rendahnya kemampuan murid rendah. Ketidak mampuan guru dan enggannya guru
berupaya lebih keras untuk membelajarkan siswa lebih pantas dikatakan sebagai penyebab
utamanya. Apalagi bila guru sudah kehilangan hasrat untuk mencari inspirasi/ide-ide agar ia
dapat menghasilkan sesuatu yang terbaik bagi anak didiknya.

B. PKR YANG IDEAL/YANG DIINGINKAN


Pada uraian sebelumnya telah dibahas tentang hakekat PKR. Dari uraian
tersebut Anda sudah memahami tentang; definisi PKR, alasan perlunya PKR,
tujuan,fungsi dan manfaat PKR, dan prinsip yang mendasari PKR. Selanjutnya Anda juga telah
mengkaji praktiki pembelajaran kelas rangkap yang masih terjadi di sekolah dasar. Praktik
tersebut kita nilai masih banyak kelemahan-kelemahan.
Dengan demikian Anda telah mempunyai bayangan bagaimana seharusnya kita
memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut.
Baiklah! Mari kita kembali mengkaji ilustrasi tentang PKR yang dilaksanakan di SD. Ilustrasi ini
memang bukan yang terbaik, tetapi paling tidak dapat menggambarkan unsur-unsur penting
dalam PKR sehingga Anda dapat
menyimpulkan perbedaan-perbedaan dari praktik mengajar kelas rangkap
sebelumnya.
Kotak III
Mungkin tidak banyak yang mengira bahwa di daerah perkotaan masih ada SD yang
mengalami kekurangan guru. Maka mengajar dengan merangkap kelas tak dapat dihindarkan.
Hal itulah yang dialami oleh Pak Theo.
Hari itu Pak Theo mengajar di kelas 5 dan kelas 6. Murid-murid yang terdiri dari dua
tingkatan kelas yang berbeda itu diajar dalam satu ruang kelas dan dalam waktu yang bersamaan.
Mata pelajaran kedua kelas itu berbeda, kelas 5 mata pelajaran matematika dan kelas 6 mata
pelajaran Bahasa Indonesia. Murid kelas 5 duduk dijajaran sebelah kanan dan kelas 6 duduk
dijajaran sebelah kiri. Masing- masing kelas membentuk kelompok yang terdiri dari 3-5 orang
murid. Papan tulispun digunakan untuk kedua tingkat kelas tersebut.
Pak Theo memulai pelajaran dengan mengucapkan selamat pagi. Dengan sikap yang ramah
dan senyum yang cerah ia menyapa anak-anak. Pak Theo kemudian bertanya kepada anak-anak
tentang pengalaman mereka ketika berangkat ke sekolah. Markus, salah satu murid kelas 6
mendapat kesempatan bercerita tantang pengalamannya saat berangkat ke sekolah tadi. Pak Theo
tersenyum dan kemudian memberi kesempatan murid yang lain untuk menceriterakan
pengalamannya yang lain. Kali ini Winda murid kelas 5 mendapat giliran. Winda lalu berceritera
bahwa setiap hari ia harus berangkat setengah enam pagi karena rumahnya agak jauh dari
sekolah.
Selanjutnya Pak Theo memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua kelompok kelas 5
maupun ketua kelompok dari kelas 6. Mereka diberikan wanaca(bahan bacaan) dan meminta
agar wacana itu dibaca di kelompok masing-masing secara bergiliran. murid kelas 6 mendapat
kesempatan bercerita tantang pengalamannya saat berangkat ke sekolah tadi. Pak Theo
tersenyum dan kemudian memberi kesempatan murid yang lain untuk menceriterakan
pengalamannya yang lain. Kali ini Winda murid kelas 5 mendapat
giliran. Winda lalu berceritera bahwa setiap hari ia harus berangkat setengah enam pagi karena
rumahnya agak jauh dari sekolah dan ia harus berjalan kali.
Selanjutnya Pak Theo memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua kelompok kelas 5
maupun ketua kelompok dari kelas 6. Mereka diberikan wanaca(bahan bacaan) dan meminta
agar wacana itu dibaca di kelompok masing-masing secara bergiliran.
Apa yang harus dilakukan di dalam kelompok, telah ditulis di papan tulis oleh Pak Theo.
Murid-murid diminta membaca petunjuk di papan tulis dan dipersilahkan bertanya jika ada yang
belum jelas. Sementara murid membaca, Pak Theo memantau setiap kelompok dan
mencocokkan jumlah murid yang hadir dengan daftar absent kelas.
Selama murid-murid bekerja Pak Theo berkeliling mengawasi kegiatan dan memantau bila
ada yang mengalami kesulitan. Beberapa saat kemudian ada murid kelas 6 yang angkat tangan
dan menyatakan bahwa kelompoknya sudah selesai mengerjakan tugas bahasa Indonesia,
kemudian Pak Theo meminta salah satu anggota kelompok tadi untuk membantu salah satu
kelompok di kelas 5 yang sedang menyelesaikan soal matematika, dan satu murid lagi diminta
membantu kelompok lain yang juga mengerjakan tugas bahasa Indonesia.
Wacana/bahan bacaan itu bercerita tentang upaya penduduk yang membuat sebuah
jembatan dari bamboo secara gotong royong. Berapa jumlah bamboo, tali, berapa lama waktu
penyelesaian dengan sekian banyak pekerja, berapa ketinggian jembatan jika air
naik sekian centimeter, berapa biaya yang diperlukan, berapa persensumbangan masyarakat
setempat, dan sebagainya,sengaja dimasukkan dalam wacana untuk materi matematika.
Sedangkan untuk bahasa Indonesia, apa arti kata-kata musyawarah mewakili rumpun,curah
hujan, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai