RANGKUMAN
Merangkapan kelas masih banyak dijumpai di Indonesia, khususnya akibat kekurangan
guru. Namun demikian, perangkapan kelas bukan saja dialami oleh Negara yang sedang
berkembang saja. Di Negara majupun, seperti di Amerika Serikat, Australia, Inggris dsb. Jadi
Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR), dianggap suatu hal yang wajar saja. Ada sejumlah alasan
alasan , selain kekurangan guru, mengapa PKR terjadi antara lain karena faktor geografis,
demografis, dan terbatasnya ruang kelas.
Disamping itu, ada sejumlah alasan lain, yaitu alasan yang lebih memusatkan pada
keuntungan dari pada kerugiannya. Antara lain, jika dilihat dari aspek pedagogis, PKR lebih
mendorong kemandirian murid. Dari aspek ekonomis, PKR lebih efisien. Dengan PKR
pemerintah dapat mendirikan sekolah-sekolah kecil dimana-mana, sehingga setiap anak
Indonesia berkesempatan untuk lulus dari SD. Sebagai salah satu bentuk pembelajaran, PKR
mengikuti prinsip- prinsip pembelajaran secara umum. Namun secara khusus PKR mempunyai
prinsip-prinsip yang harus dikuasai oleh guru PKR. Prinsip itu adalah: 1) Keserempakan
kegiatan belajar-mengajar, 2) Kadar tinggi waktu keaktifan akademik(WKA), 3) Kontak
psikologis guru dan murid yang berkelanjutan, 4) Pemanfaatan sumber secara efisien, dan 5)
Kebiasaan untuk mandiri.
Sub Unit 2
Gambaran PKR yang Ideal dan
Praktik yang Terjadi di Lapangan
Katak II
Bapak Suruan hari itu memulai pengajarannya di kelas 4. Setelah mengucapkan salam dan
mengarahkan murid, kemudian pak Suruan menyuruh murid-murid mengeluarkan buku catatan.
Jam pertama adalah pelajaran IPS. Pak Suruan kemudian menyalin salah satu bahan pelajaran
IPS dan sementara menulis di papan tulis pak Suruan mengingatkan supaya anak-anak juga
mulai menyalin.
Kurang lebih lima belas menit, pak Suruan telah selesai menyalin kemudian mengingatkan
anak-anak untuk menyalin dengan rapi dan berpesan jangan ramai karena bapak akan
mengajar juga di kelas 5.
Selanjutnya pak Suruan masuk ke kelas 5 dan memberikan pelajaran IPA, tentu saja waktu
untuk kelas 5 sudah terulur selama kurang lebih lima belas menit. Kemudian pak Suruan
menyuruh murid-murid mengeluarkan buku catatan dan disuruh menyalin bahan pelajaran IPA
yang sedang ditulis pak Suruan di papan tulis sampai selesai.
Semua yang dilakukan oleh pak Suruan di dua kelas tadi disebabkan karena murid-murid
tidak mempunyai buku. Buku milik gurupun sangat terbatas sekali dan itupun termasuk buku-
buku lama. Di sekolah tersebut juga tidak mempunyai alat peraga, apalagi alat-alat IPA.
Setelah Anda membaca cuplikan praktik pembelajaran yang dilakukan oleh pak Suruan,
maka Anda dapat menemukan jawaban mengapa sebagian besar murid-murid di kelas 4 dan
kelas 5 tidak dapat membaca? Padahal tulisan mereka banyak yang baik dan rapi.
Kebiasaan menyalin bahan pembelajaran yang dilakukan oleh murid-murid yang mungkin
sudah berlangsung lama sejak di kelas rendah mengurangi, bahkan dapat menghilangkan
kesempatan untuk membaca. Apakah ketiadaan buku harus diatasi dengan cara menyalin?
Apakah tidak ada alternatif lain yang dapat diupayakan oleh guru?
Kalau saja pak Suruan dapat lebih kreatif atau mau berusaha, maka sebenarnya pak Suruan
bisa menyuruh beberapa murid yang mempunyai tulisan baik untuk menulis salah satu bahan ajar
sebagai PR. Kemudian esoknya dibagikan kepada semua murid dan kemudian menyuruhnya
membaca dengan keras atau dalam hati.
Sebenarnya mengajar kelas rangkap bukan suatu keadaan yang pantas dituduh sebagai
penyebab rendahnya kemampuan murid rendah. Ketidak mampuan guru dan enggannya guru
berupaya lebih keras untuk membelajarkan siswa lebih pantas dikatakan sebagai penyebab
utamanya. Apalagi bila guru sudah kehilangan hasrat untuk mencari inspirasi/ide-ide agar ia
dapat menghasilkan sesuatu yang terbaik bagi anak didiknya.