Anda di halaman 1dari 12

PANDUAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF ANTAR

PEMBERI PELAYANAN

I. DEFINISI / PENGERTIAN

1. Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua
orang atau lebih dengan tujuan agar pesan yang dimaksud dapat dipahami.
2. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang tepat waktu,
akurat, lengkap, jelas (tidak bermakna ganda), dan bisa dipahami oleh
penerima pesan/perintah sehingga dapat mengurangi kesalahan (error)
dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
3. Jenis Komunikasi berdasarkan cara penyampaiannya adalah:
a. Komunikasi Verbal/lisan adalah komunikasi yang dilakukan secara
langsung atau melalui telepon dalam bentuk ucapan verbal kepada
penerima.
b. Komunikasi Tertulis adalah komunikasi yang dilakukan dalam
bentuk tulisan yang akan dibaca oleh penerima pesan.
c. Komunikasi Elektronik adalah komunikasi yang dilakukan melalui
media pesan singkat (sms / short message service), social network,
messenger, email,..dll.
4. Setiap jenis komunikasi memiliki kelebihan dan kekurangan, tetapi
komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah yang
diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telpon, bila diperbolehkan
peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan
adalah pelaporan kembali nilai kritis suatu tes (hasil tes kritis), misal: petugas
laboratorium menelpon dokter / perawat di unit pelayanan pasien untuk
melaporkan hasil tes laboratorium yang kritis.
5. Komunikasi dengan teknik TBaK (writedown-readback-confirm/ Read
Back) adalah salah satu cara melakukan komunikasi verbal (lisan/via
telepon) saat menerima informasi/pesan, dengan menuliskan pesan yang

1
diterima, kemudian dibacakan kembali untuk konfirmasi ulang kepada
pemberi pesan.
6. Komunikasi dengan teknik SBAR (Situation-Background-Assessment-
Recommendation) adalah cara berkomunikasi dengan urutan terstruktur saat
melaporkan kondisi pasien/melaporkan hasil tes kritis/serah terima pasien,
baik secara verbal (lisan/via telepon) maupun tertulis.
7. Read /repeat Back adalah salah satu cara melakukan komunikasi verbal/
lisan saat menerima pesan/instruksi, dimana penerima pesan mengulang isi
pesan/instruksi langsung kepada pemberi pesan untuk dikonfirmasi
kebenarannya
8. Komunikasi Serah Terima (Hand Off) adalah suatu mekanisme untuk
mengalihkan informasi, tanggung jawab, dan kewenangan dari satu
penanggung jawab ke penanggung jawab yang lain, bisa menggunakan
komunikasi verbal, tertulis, maupun elektronik.
9. Nilai Kritis (Critical Value) atau Hasil Tes Kritis (Critical Result)
adalah nilai abnormal suatu tes diagnostik yang mengindikasikan adanya
situasi mengancam jiwa atau yang dapat menyebabkan derajat kesakitan
berat, dan harus dilaporkan segera agar pasien mendapatkan perhatian/
penanganan klinis secepatnya.
10. Pelaporan Hasil Tes Kritis adalah komunikasi penyampaian nilai kritis
suatu tes diagnostik yang memerlukan penanganan segera dan harus
dilaporkan ke DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pasien) atau dokter peminta
tes, secepat mungkin.

II. TUJUAN PANDUAN


1. Memastikan bahwa setiap informasi, pesan, atau instruksi yang
dikomunikasikan antar para pemberi pelayanan berlangsung dengan efektif,
tepat waktu, akurat, lengkap, jelas (tidak bermakna ganda), dan dapat
dipahami oleh penerima pesan.
2. Mengurangi kejadian / kesalahan yang berhubungan dengan ketidakjelasan
komunikasi.
3. Meningkatkan penerapan keselamatan pasien dalam pelayanan pasien.

2
III. RUANG LINGKUP

Komunikasi yang efektif wajib dilaksanakan oleh semua petugas yang


memberikan pelayanan di Rumah Sakit St. Rafael Cancar.

IV. TATA LAKSANA


1. Komunikasi Verbal / Lisan
a. Sebuah kesalahan kecil dalam hal instruksi verbal (lisan / via
telepon)dapat menyebabkan masalah besar bagi pasien dan rumah
sakit.
b. Kesalahan dosis obat, salah sisi, salah orang, salah prosedur operasi,
dapat terjadi hanya karena salah interpretasi (misinterpretasi) terhadap
instruksi verbal.
c. Salah satu cara untuk mengurangi kesalahan pada komunikasi
verbal adalah dengan melaksanakan komunikasi dengan teknik
“writedown- readback-confirm” / TBaK (Tulis Baca kembali dan
Konfirmasi).
1) Teknik komunikasi writedown-readback-confirm /
TBaKdilakukan pada situasi:
 Saat menerima instruksi / pesan dokter secara verbal.
 Saat menerima pelaporan hasil tes kritis secara verbal.
2) Teknik TBaK dilakukan dengan cara penerima
pesan/informasi menuliskan pesan yang diterima, kemudian
dibacakan kembali untuk mendapatkan konfirmasi
keakuratan/kebenaran pesan dari pemberi pesan.
3) Komponen yang dituliskan saat melaksanakan teknik
TBaK adalah:
 Tanggal dan jam pesan diterima.
 Isi pesan.
 Nama Penerima pesan.
 Tanda tangan / Paraf penerima pesan.
 Tanggal dan jam pesan diverifikasi.
3
 Nama Pemberi pesan.
 Tanda tangan / Paraf pemberi pesan.
4) Lakukan verifikasi pemberian pesan dengan meminta tanda
tangan (Paraf) pemberi pesan pada catatan pesan yang ditulis
penerima pesan:
a. Segera setelah menerima pesan, atau dalam waktu 1 x 24 jam,
atau pada saat visite dokter berikutnya (jika pemberi
pesan adalah dokter).
b. Saat menerima instruksi dalam “situasi gawat darurat”/
“saat tindakan invasif/operasi”, tidak dilakukan teknik
TBaK, tetapi teknik Read/repeat Back.
c. Upaya untuk mencegah / mengurangi kesalahan medikasi
(medication error) akibat kesalahan interpretasi terhadap
instruksi secara verbal, meliputi:
(1) Permintaan / peresepan obat atau instruksi pemberian
obat secara verbal dibatasi pada situasi-situasi yang
urgent atau emergency, dimana komunikasi tertulis
atau elektronik tidak memungkinkan.
(2) Permintaan atau instruksi pemberian obat
“antineoplastik” secara verbal TIDAK diperkenankan
dalam situasi apapun, karena tidak diberikan dalam
situasi urgent atau emergency, dan memiliki batas
keamanan yang sempit.
(3) Jika ada ketidakjelasan atau ketidaksetujuan terhadap
instruksi pemberian obat secara verbal, petugas harus
melakukan konfirmasi kepada pemberi instruksi
sebelum menyiapkan dan memberikan obat kepada
pasien.
(4) Isi instruksi verbal harus jelas dikomunikasikan,
meliputi:
a. Nama obat disampaikan dengan cara: Dieja
hurufnya

4
b. Sebutkan nama obat, baik merk dagang
maupun generiknya.
c. Sebutkan indikasi pemakaian obat
d. Menyebutkan dosis dengan cara mendiktekan,
misalnya 50 mg didiktekan sebagai “lima nol
milligram”.
e. Instruksi pemakaian harus disebutkan tanpa
menyingkat (singkatan), misalnya “1 tab tid”,
disampaikan sebagai “satu tablet tiga kali sehari”.
(5) Penerima instruksi melakukan komunikasi dengan
teknik TbaK
(6) Semua instruksi verbal sesegera mungkin
ditulis dan ditandatangani oleh penerima instruksi.
(7) Instruksi verbal dicatat di dalam berkas rekam medis
pasien, dan dimintakan verifikasi kepada pemberi
pesan dengan meminta tanda tangan/paraf secepatnya
(as soon as possible).
(8) Pada saat menerima instruksi verbal secara langsung
maupun via telpon dengan istilah dan nama obat yang
susah dipahami/obat baru, maka istilah atau nama
obat tersebut harus dieja perhuruf satu persatu. Kode
alphabet/huruf yang digunakan dalam mengeja huruf
pada komunikasi verbal adalah (adopsi dari ITU /
International Telecommunication Union):
(1). A = Alfa (2). B = Beta / Bravo (3). C = Charlie
(4). D = Delta (5). E = Echo (6). F = Foxtrot / Fanta
(7). G = Golf (8). H = Hotel (9). I = India
(10). J = Juliet / Jakarta (11). K = Kilo
(12). L = Lima (13). M = Mike / Mama
(14). N = November (15). O = Oscar (16). P = Papa
(17).Q = Quebec / Queen (18).R = Romeo

5
(19).S = Sierra (20).T = Tango (21).U = Uniform /
Ultra (22).V = Victor (23).W = Whiskey
(24).X = X-ray (25).Y = Yankee (26). Z = Zulu

2. Komunikasi Tertulis:
a. Komunikasi tertulis merupakan metode komunikasi yang lebih akurat
daripada komunikasi verbal, namun kesalahan masih mungkin terjadi,
misalnya salah ketik.
b. Penulisan instruksi harus dilakukan secara lengkap, dan dapat terbaca
dengan jelas agar sumber instruksi dapat dilacak bila diperlukan verifikasi.
c. Setiap penulisan instruksi harus disertai dengan nama lengkap dan tanda
tangan/paraf penulis, serta tanggal dan waktu penulisan instruksi.
d. Hindari penggunaan singkatan, akronim, dan simbol yang berpotensi
menimbulkan masalah dalam penulisan instruksi dan dokumentasi medis
(misalnya catatan lanjutan keperawatan, anamnesis, pemeriksaan fisik,
pengkajian awal keperawatan, media elektronik, dan sebagainya).
e. Singkatan, akronim dan simbol yang digunakan merujuk pada Buku
Standar Singkatan Rumah Sakit St. Rafael Cancar.
f. Upaya untuk mencegah / mengurangi kesalahan medikasi (medication
error) akibat kesalahan interpretasi terhadap instruksi secara tertulis,
adalah:
(1). Permintaan / peresepan obat secara tertulis mengikuti aturan
“daftar Do Not Use” berikut ini:

No. Singkatan Risiko kesalahan Anjuran penulisan

1 U (untuk "unit") Disalahartikan sebagai Tulis "unit"


"nol", "empat" atau
2 IU (untuk "cc"
Disalahartikan Tulis "international unit"
"international sebagai "iv
unit") (intravena)" atau
"10 (sepuluh)"

6
3 Penulisan titik Tanda baca titik Jangan pakai tanda
untuk desimal yang baca titik untuk
( x.o mg ) atau dimaksudkan penanda desimal.
( .x mg ) untuk penanda Pakailah tanda
desimal tidak baca koma untuk
teridentifikasi penanda desimal.
Jangan tulis angka
nol di belakang
4 MS Membingungkan, Jangan
penandapakai singkatan.
desimal.
MSO₄ antara "morphine Tulis
Tulis "morphin
angka nolsulfat"
MgSO₄ sulfat" atau atau
sebelum"magnesium
penanda sulfat"
magnesium sulfat" sesuai
desimalyang
untuk nilai
dimaksudkan
(2). Jika ada keraguan/ketidakjelasan terhadap diisibawah 1. resep atau
tulisan
instruksi dokter, maka harus ditanyakan kepada penulis resep /
instruksi.

3. Komunikasi Elektronik:
a. Caranya sama seperti komunikasi tertulis, tetapi memakai media
yang berbeda, yaitu secara elektronik.
b. Potensi terjadinya kesalahan masih ada, misalnya salah ketik atau pesan
tidak diterima oleh orang yang diberi pesan.
c. Komunikasi dapat dilakukan melalui sistim komputer (SIRS), media
pesan singkat (sms / short message service), social network, messenger
(mis: BBM, Yahoo, Whatsapp), email, intranet, ....dll.
d. TIDAK diperkenankan berkomunikasi / memberikan instruksi dengan
cara meninggalkan pesan di kotak suara / voice mail
e. Upaya untuk mencegah/mengurangi kesalahan medikasi
(medication error) akibat kesalahan interpretasi terhadap instruksi
secara tertulis, adalah:
(1). Permintaan/peresepan obat secara tertulis mengikuti aturan
“daftar Do Not Use” seperti tersebut pada poin 2.f.(1).
(2). Jika ada keraguan/ketidakjelasan terhadap isi tulisan resep atau
instruksi dokter, maka harus ditanyakan kepada penulis resep/
instruksi.

7
4. Komunikasi dengan Teknik SBAR (Situation-Background–Assessment–
Recommendation)
a. Teknik SBAR digunakan pada situasi:
(1). Saat perawat melaporkan kondisi pasien/hasil tes kritis kepada
dokter jaga atau DPJP.
(2). Saat dokter jaga melaporkan kondisi pasien/hasil tes kritis kepada
DPJP/Konsulen.
b. Teknik SBAR dilakukan dengan cara:
1) Menyiapkan apa yang akan dilaporkan dalam urutan yang
terstruktur dengan template atau pola sebagai berikut:
i. S (Situation),
ii. B (Background),
iii. A (Assessment), dan
iv. R (Recommmendation).
2) Melapor sesuai urutan tersebut di atas.

5. Komunikasi Serah Terima (Hand Off)


a. Pengertian:
Suatu mekanisme pengalihan asuhan pasien, informasi, tanggung jawab,
dan kewenangan dari satu penanggung jawab ke penanggung jawab yang
lain.

b. Prinsip Serah Terima yang diharapkan bebas dari kesalahan adalah:


1) Berkomunikasi secara interaktif, dengan memberi kesempatan untuk
proses bertanya.
2) Menyampaikan informasi yang mutakhir (up to date) berkaitan
dengan perawatan, pengobatan, pelayanan, dan kondisi pasien.
3) Membatasi interupsi untuk menghindarkan hilangnya atau
terlewatkannya informasi.
4) Memberikan waktu yang cukup untuk melengkapi / menyelesaikan
proses serah terima.
5) Membutuhkan suatu proses verifikasi, yaitu “repeat back” atau “read
back”.
8
6) Memastikan bahwa penerima informasi memiliki kesempatan untuk
mengkaji ulang data yang relevan, termasuk pengobatan sebelumnya.

c. Proses Serah Terima dilakukan antara:


1) Perawat dengan perawat beda shift / unit
2) Dokter yang pertama menangani dengan dokter yang menangani
selanjutnya.
3) P e rawat dengan petugas transport, radiologi, dan fisioterapi.
d. Dapat menggunakan komunikasi verbal atau komunikasi tertulis.

6. Pelaporan Hasil Tes Kritis


a. Adalah komunikasi penyampaian nilai kritis suatu tes diagnostik
yang memerlukan penanganan segera dan harus dilaporkan ke
DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pasien) atau dokter peminta tes,
secepat mungkin.
b. Tujuan:
1) Agar dokter peminta tes diagnostik segera mendapatkan
informasi saat nilai tes diagnostik pasien masuk dalam kategori
nilai kritis (Hasil Tes Kritis).
2) Jika informasi hasil tes kritis segera diperoleh, maka pasien akan
segera mendapatkan perhatian/penanganan klinis dari dokternya.
3) Diterapkannya keselamatan pasien dalam pelayanan pasien.

c. Tahapan proses:
1) Penetapan daftar nilai kritis suatu tes diagnostik (Daftar Hasil
Tes Kritis).
2) Penyampaian hasil tes kritis dari petugas di area diagnostik
kepada dokter peminta tes diagnostik.
3) Penerimaan informasi oleh dokter peminta tes diagnostik.
4) Tindak lanjut oleh dokter pemintaan tes diagnostik terkait dengan
hasil tes kritis pasien.

9
7. Komunikasi Panggil Balik Pasien (Patient Call Back)
a. Adalah komunikasi yang dilakukan untuk memberitahu/memanggil
kembali pasien yang perlu menjalani pemeriksaan atau pengobatan lebih
lanjut terkait dengan interpretasi hasil tes diagnostik pasien yang
mengharuskan pasien kembali ke rumah sakit untuk mendapatkan
terapi/tindakan lebih lanjut.
b. Keputusan untuk memanggil balik pasien berada di tangan DPJP
yang bersangkutan.
c. Sasaran ketentuan ini adalah:
i. Pasien rawat inap yang sudah pulang.
ii. Pasien rawat jalan, baik di unit poliklinik atau UGD, yang sudah
pulang.

V. PENDOKUMENTASIAN
1. Apapun jenis komunikasinya, pendokumentasian harus dilakukan.
2. Pendokumentasian dilakukan di dalam berkas rekam medis pasien
atau formulir yang ditentukan oleh rumah sakit.

VI. PELAPORAN INSIDEN MISKOMUNIKASI ANTAR


PEMBERI PELAYANAN
1. Pelaporan insiden ditujukan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi
sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk
menyalahkan orang (non blaming).

2. Setiap petugas yang menemukan adanya kejadian kesalahan dalam


komunikasi antar pemberi pelayanan harus segera melapor kepada
atasannya, kemudian melengkapi laporan insiden.

3. Pada prinsipnya mengikuti alur pelaporan insiden keselamatan pasien,


meliputi:
a. Setiap petugas di Rumah Sakit St. Rafael Cancar wajib membuat
laporan insiden secara tertulis, mencakup KTD, KNC, KTC, KPC,
dan Kejadian Sentinel yang melibatkannya atau diketahuinya.

10
b. Terhadap akibat yang ditimbulkan pada KTD / Kejadian Sentinel
harus segera dilakukan langkah-langkah untuk menangani cedera
yang terjadi pada pasien.
c. Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada SKKP (Sub
Komite Keselamatan Pasien) dalam waktu paling lambat 2x24 jam
menggunakan formulir laporan insiden.
d. Laporan insiden disampaikan kepada SKKP atau melalui atasan
pembuat laporan atau dimasukkan dalam kotak keselamatan pasien.
e. Pembuat laporan insiden tidak diharuskan mencantumkan identitas.
f. Setiap laporan insiden yang masuk dilakukan grading untuk
menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan dampak dan
probabilitasnya (Analisis Matriks Grading Risiko).
g. Grading (derajat risiko) digambarkan dengan empat warna (bands)
yaitu biru, hijau, kuning, dan merah.
h. Setiap laporan insiden harus ditindaklanjuti dengan pembahasan
untuk mencari penyebab masalah.
i. Terhadap insiden dengan bands biru dilakukan analisis dengan
metode investigasi sederhana (Simple Investigation) dan laporan hasil
pembahasan disampaikan dalam 1 (satu) minggu sejak laporan
diterima.
j. Terhadap insiden dengan bands hijau dilakukan analisis dengan
metode investigasi sederhana (Simple Investigation) dan laporan hasil
pembahasan disampaikan dalam 2 (dua) minggu sejak laporan
diterima.
k. Terhadap insiden dengan bands kuning dan merah dilakukan
analisis dengan metode investigasi komprehensif/Root Cause
Analysis (RCA) dan laporan hasil pembahasan disampaikan dalam 45
hari sejak laporan diterima.
l. Pembahasan insiden tidak dilakukan untuk mencari kesalahan
individu, tetapi lebih untuk menganalisa kegagalan sistem secara
menyeluruh dengan prinsip non blaming culture.

11
m. Pembahasan insiden diatur sebagai berikut:
 Untuk insiden dengan grading biru atau hijau,
pembahasan dilakukan oleh unit terkait
 Untuk insiden dengan grading kuning atau merah, dan kejadian
sentinel, pembahasannya menjadi tanggung jawab SKKP,
dengan cara membentuk tim adhoc pembahas yang disebut Tim
RCA.
 Hasil pembahasan beserta rekomendasi dan solusinya
dilaporkan kepada SKKP, yang selanjutnya akan dilaporkan
kepada direktur melalui KMKP.
n. Terhadap setiap rekomendasi dan solusi atas pembahasan insiden
yang disampaikan SKKP, direktur akan memberikan tindak lanjut
untuk perbaikan dan disampaikan kepada seluruh divisi, sub divisi,
bidang, dan unit yang terkait.
o. Atas rekomendasi SKKP, direktur dapat mengirimkan berkas
Laporan pembahasan KTD kepada pihak luar rumah sakit sebagai
bentuk pembelajaran.
4. Petugas harus berdiskusi dengan atasan terkait mengenai pemilihan cara
terbaik dan siapa yang memberitahukan kepada pasien/keluarga mengenai
insiden yang terjadi akibat miskomunikasi antar pemberi pelayanan.

5. Insiden yang terjadi akibat adanya miskomunikasi antar pemberi pelayanan,


dapat berupa insiden dengan atau tanpa menimbulkan dampak cedera, maupun
insiden yang nyaris terjadi di mana miskomunikasi terdeteksi sebelum
dilakukan suatu prosedur.

12

Anda mungkin juga menyukai