STOMATOGNATI
BLOK IKGT 1
SEMESTER III
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
KELOMPOK 2
INTAN NURSINI HAPSARI 2011.07.0.0044
ALKITNANDI KHAIRIN NISA 2014.07.0.0006
BESTIAN OVILIA ANDINI 2014.07.0.0016
BUNGA NOVITA SANDY 2014.07.0.0018
DESY WIDIATI 2014.07.0.0023
FANNY 2014.07.0.0032
IQBAL ARIF 2014.07.0.0047
IQBAL TORIQ 2014.07.0.0048
MERRY KRISTIANI 2014.07.0.0066
NADHYA FEIDORA 2014.07.0.0068
RENGGANIS SURYA N 2014.07.0.0078
1
3. JABARAN PEMICU
Mekanisme kompensasi protrusi
2
4. PETA KONSEP
Kebiasaan Jelek
Protrusi
Terapi
3
B. PEMBAHASAN
1. Stomatognati
1.1. Definisi
Proses komplek untuk mengontrol yang memerlukan gerak-gerak
rahang secara vertikal ataupun horizontal agar gigi tidak terpisah dan
mendekati makanan bersama dengan pergerakan lidah, bibir, dan
pipi. Makanan diteruskan ke rongga mulut setelah dikunyah oleh gigi.
Gigi tersebut mengubah makanan yang mungkin tadinya otot skelet
mulut dan rahang dengan gerakan volunter yang mengakibatkan
refleks. (Pileicikiene, 2004)
Menurut glossary of prosthodontics terms (2015) sistem
stomatognati adalah kombinasi dari beberapa struktur yang terlubat
dalam berbicara, penerimaan, mastikasi, penelanan, dan fungsi
parafungsional. Sistem stomatognati merupakan kesatuan organ yang
memiliki fungsi berkaitan satu sama lain. Organ-organ tersebut terdiri
dari mandibular, maksila, TMJ, struktur gigi, dan struktur pendukung
lain seperti otot mastikasi, otot wajah, serta otot kepala dan leher.
Stomatognati merupakan pendekatan pada praktik kedokteran gigi
yang mempertimbangkan tentang keadaan yang saling berhubungan
antara bentuk dan fungsi gigi, hubungan antar rahang, TMJ, bentuk
kraniofasial, dan oklusi dental.
1.2. Fungsi
a) Fungsi Pengunyahan
Pengunyahan adalah suatu proses penghancuran partikel
makanan di dalam mulut dengan bantuan saliva untuk mengubah
ukuran dan konsistensi makanan yang pada akhirnya membentuk
bolus sehingga mudah ditelan. Struktur yang berperan antara lain
gigi geligi, lidah, glandula saliva dan palatum (Rosenstiel, 1997).
Pengunyahan adalah proses menghancurkan partikel
makanan di dalam mulut, dibantu dengan saliva yang dihasilkan
oleh kelenjar ludah sehingga merubah ukuran dan konsistensi
makanan yang akhirnya membentuk bolus yang mudah untuk
4
ditelan. Mengunyah terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap
membuka mandibular, tahap menutup mandibular dan tahap
berkontaknya gigi antagonis satu sama lain/kontak gigi dengan
bolus makanan, dimana setiap tahap mengunyah berakhir 0,5-1,2
detik (Anita, 2001). Fase-fase pengunyahan:
1) Fase persiapan: makanan yang akan dicerna ditempatkan di
rongga mulut, mandibular bergerak kearah sisi kerja, mulai
terjadi pengunyahan.
2) Fase kontak makanan: sesaat ada gerakan ragu-ragu. Karena
trigger dari reseptor sensorik berkaitan dengan viskositas
makanan.
3) Fase penghancuran: dimulai dengan kecepatan tinggi
kemudian menjadi pelan, pada kunyahan pertama pola
penghancuran terlihat sama aktivitasnya dan sinkron pada
kedua sisi. Kekuatan kondili juga memegang peranan pada
fase ini.
4) Kontak gigi: pengaturan reflex-reflex untuk kontak gigi terjadi
fase penghancuran sebelum kontak sesungguhnya. Ditandai
dengan menurunnya aktivitas otot-otot penutup mulut sebelum
gigi kontak. Ada juga yang berpendapat bahwa perbedaan dan
kebebasan motor pause secara konsisten timbul pada otot
temporalis dan otot masseter mengikuti kontak gigi.
5) Fase grinding: bersamaan dengan geseran molar bawah
bersilang dengan molar atas antagonis. Gerakan ini sangat
konstan dari siklus ke siklus.
6) Centric occlusion: bila gigi sampai pada perhentian tertentu
dan berbeda pada satu titik terminal, persiapan untuk mulai
pengunyahan berikutnya (Anita, 2001).
b) Fungsi Penelanan
Proses menelan adalah aktivitas terkoordinasi yang
melibatkan beberapa macam otot damam mulut, palatum lunak,
otot faring, dan otot laring (Rosenstiel, 1997).
5
Proses penelanan adalah aktivitas terkoordinasi yang
melibatkan beberapa macam otot-otot dalam mulut, otot palatum
lunak otot faring dan otot laring. Aktivitas otot penelanan dimulai
sebagai kerja volunteer dan kemudian berubah menjadi involunter
(Anita, 2001).
Ada 4 fase penelanan yaitu :
1) Fase Persiapan
Mulai cairan/makanan masuk kedal;am mulut dikunyah
Cairan/bolus posisi perssiapan di dorsum lingualis
Mulut di tutup bibir dan lidah
2) Fase dalam mulut
Palatum molle keatas lidah turun ke bawah-belakang
Laring dan os hyoid keatas dengan mudah bolus di dorong
dari mulut oleh gerakan gelombang lidah ke faring
3) Fase faringeal
Mulai saar bolus melalui faucium
Lubang faring keatas dan nasofaring tertutup oleh gerakan
palatum molle menutup dinding faring posterior
4) Fase Esofagus
Mulai saat makanan melewati sphincter oricopharyngeal
Gerakan peristaltic membawa makanan melalui esofagus
Os hyoid,palatum dan lidah kembali ke posisi semula
Keempat fase tersebut berlangsung berkesinambungan sukar
dideteksi perubahan fase-fase tersebut (Anita, 2001).
c) Fungsi Respirasi
Respirasi merupakan proses ventilasi atau pertukaran oksigen dan
karbondioksida (Rosenstiel, 1997).
d) Fungsi Bicara
Kemampuan berbicara bergantung pada perkembangan fungsi
normal daerah motoric pada cortex cerebri dan pemanfaatan
mekanisme otot-otot kompleks pada laring, faring, dan cavum oris.
6
Berbicara melibatkan rongga mulut, seperti saluran nafas, laring,
faring dan gigi (Rosenstiel, 1997).
e) Fungsi Oklusi
2. Oklusi
2.1. Definisi
Secara sederhana oklusi didefinisikan dengan proses bertemunya
gigi-gigi di rahang atas dan bawah. Kontak antara gigi-gigi rahang
atas dan bawah yang hanya dapat terjadi oleh karena adanya daya
sehingga kontak antara gigi-gigi rahang atas dan bawah tersebut
dapat terjadi dan daya tersebut dapat terjadi oleh karena kerja otot-
otot kunyah. Oklusi dapat terjadi dalam berbagai posisi oleh karena
kemampuan mandibula untuk dapat bergerak secara serial yang
merupakan hasil kerja suatu daya yang diberikan olah otot-otot
mastikasi. Mandibula akan dapat bergerak secara serial pada suatu
proses mastikasi atau pengunyahan dan pergerakan tersebut disebut
dengan artikulasi. Istilah artikulasi sendiri diberikan pada suatu
keadaan dimana telah terjadi kontak antara gigi-gigi rahang atas dan
bawah dan kemudian terdapat pergerakan pada rahang (Pramonon,
2013).
2.2. Klasifikasi
Normal tidaknya posisi oklusi antara rahang atas dan bawah dilihat
berdasarkan atas relasi antara gigi-gigi Molar pertama rahang atas
dan bawah. Terdapat 3 (tiga) klasifikasi relasi molar berdasar atas
klasifikasi Angle :
a) Relasi Angle klas I : Disebut dengan relasi Molar klas I, dimana
bagian mesiobukal cusp gigi molar pertama rahang atas
permanen beroklusi atau terletak di groove bukal gigi molar
pertama rahang bawah. (Gambar -A)
b) Relasi Angle klas II : Disebut dengan relasi Molar klas II, dimana
bagian mesio bukal cusp gigi molar pertama rahang atas beroklusi
7
atau terletak di groove bukal gigi molar pertama rahang bawah
permanen dengan posisi lebih ke arah mesial (Gambar-B)
c) Relasi Angle klas III : Disebut dengan relasi Molar klas III, dimana
bagian mesio bukal cusp gigi molar pertama rahang atas
permanen terletak lebih distal dari groove bukal gigi molar pertama
rahang bawah permanen. (Gambar-C) (Pramonon, 2013).
8
eminentia: artinya mandibula tidak dapat bergerak ke kiri/kanan, ke
protuded/retruded. Jarak interincisal 3-4 mm (waktu mandibula
menutup) gerakan kondil dan discus artikularis dari postural rest ke
centric occlusal mudah.
c) Intial contact
Bila mandibula bergerak dari phys rest (postural rest position) ke
arah oklusi (dalam keadaan normal), posisi centric relation akan
dipertahankan. Gerakan yang terjadi pada TMJ hampir selalu
rotasi lengkap dari kondil dalam ruang sendi bawah. Normal
occlusion, initial contact tidak akan menyebabkan perubahan fungsi
TMJ, bidang inklinasi bergerak secara simultan pada geligi
mandibula. dan maksila. Idealnya Initial centric sama dengan
centric occlusion (seimbang, tak tertahan, normal).
d) Centric occlusion
Centric occlusion termasuk keadaan seimbang, maksimal kontak
pada inklinasi gigi antagonis, harus ada aktivitas simetris bilateral
tanpa hambatan pada struktur TMJ. Centric Occlusion adalah
posisi statik, mudah dilakukan bila tidak ada maloklusi atau
malfungsi. Centric occlusal harus harmonis dengan centric relation.
Pada habit occlusal tidak perlu centric occlusion, oklusi tidak
harmonis
e) Most retruded position
Posisi sagital mandibula selalu dikaitkan dengan retruded position,
untuk melakukannya gigi dalam keadaan oklusi. Terminal hinge
axis post penting untuk menempatkan model rahang dalam posisi
yang benar pada articulator. Most retruded position dipakai untuk
analisis oklusi dan rehabilitasi serta untuk mempermudah koreksi
kontak prematur yang ada.
f) Most protruded position
Lebih bervariasi daripada most retruded position, mudah dilakukan
akan tetapi tidak digunakan secara klinik untuk rehabilitasi.
g) Habitual resting position
9
h) Habitual occlusal position (Premkumar, 2015).
b) Musculus temporalis
Mengangkat mandibula
dengan kuat
Menutup mulut dan
menarik mandibula ke
posterior
Inervasi oleh nervous
mandibula
d) Musculus pterygoideus
medialis
Mengatupkan rahang
Menutup mulut
Inervasi oleh nervous mandibula
10
e) Musculus digastricus venter posterior
Membuka mulut
Menarik os.hyoid ke anterior
Inervasi oleh nervous
mandibula
f) Musculus digastricus venter
anterior
Membuka mulut
Menarik os.hyoid ke anterior
Inervasi oleh nervous mandibula
g) Musculus geniohyoid
Menarik mandibula ke kaudal
Mengangkat os.hyoid ke cranial
Inervasi oleh nervous hypoglossus
h) Musculus sternokeido mastoideus
Menyokong mandibula
Mencegah dislokasi
rahang
i) Musculus trapezius
Menopang mandibula
agar tetap tegak
j) Musculus infrahyoid
Membuka rahang
k) Musculus suprahyoid
Membuka rahang (Pileicikiene, 2004).
3.2. Tulang
Rahang terdiri dari maksila dan mandibula. Terdapat empat
procesus pada maksila: Processus Zygomatic, Processus Frontal
(Nasofrontal), Processus Alveolaris dan processus palatina
maksila (frontal-zygomatic, alveolar, palatinal). Bagian anterior
11
dari maksila bergerigi dikarenakan adanya akar gigi. Berfungsi
sebagai media penahan dalam mastikasi agar mastikasi dapat
bekerja secara maksimal.
Mandibula merupakan tulang terbesar dan terkuat pada
wajah. Permukaan luar, Symphisisc, Foramen Mentalis : terletak
di dekat apex (ujung akar) dari gigi P2. External Oblique Ridge.
Berfungsi sebagai media penerus gerakan TMJ, kita bisa
mengunyah karena bantuan mandibula yang bergerak.Os
mandibula memiliki sifat kuat-keras, plastis, kekuatan responsive
dan fungsional. Ia memiliki bentuk dan fungsi yang erat
hubungannya dengan perubahan kekuatan fungsional. Pergerakan
mandibula terbatas dengan tujuan tertentu karena morfologi dan
struktur TMJ. Mandibula dipengaruhi oleh stimulus otot dan
sebaliknya.
3.3. Saraf
Persyarafan utama adalah 4 saraf cranial serta 3 saraf cervical
spinal. Saraf cranial terdiri dari:
a) N. Trigeminal (V) dengan 3 divisi untuk inervasi konvergensi
serat saraf somatosensory dari kepala dan leher ke komplek
inti sensori trigeminal yang berfungsi untuk referred pain.
b) N. Facialis (VII)
c) N. Glossopharingeal (IX): inervasi sensoris pada palatum mole,
oropharynk, meatus auditory eksternal, lidah ⅓ bagian posterior
d) N. Vagus (X): Mensarafi areal kecil pinna pada telinga.
12
Sedangkan saraf cervical terdiri dari
a) C2: dermatom untuk sudut mandibula dari occiput ke vertex
b) C3: dermatom untuk leher bagian atas, sudut mandibula, dan
tulang hyoid
c) C4: dermatom untuk leher bagian bawah dan clavicula
3.4. Sendi
Sendi Temporomandibula
Pergerakan mandibula menjauhi os maksila ditahan oleh
permukaan artikulasi. Persendian Temporiomandibular adalah
sendi diarthrosis synovial sehingga terdapat permukaan
persendian, permukaan os temporal dan discuss synovial
diantaranya.
TMJ merupakan artikulasi
antara os mandibula dan
os temporal. Hal ini berarti
bahwa gerakan mandibula
dapat simetri dan asimetri,
pergerakan ke depan
pada satu condily
berkaitan dengan adanya
pergerakan sama sekali atau bahkan ada pergerakan sedikit dari
condily lainnya (Ferguson, 2006 & Rensburg , 1995).
3.5. Gigi Geligi
Pergerakan gigi dan oklusi, selama mastikasi pada setiap gigi akan
terjadi pergerakan ringan pada soketnya. Kerusakan pada gigi dapat
terjadi jika gigi tidak dapat bergerak pada soketny sehingga
memungkinkan terjadinya stress oklusal pada tekanan tiba-tiba yang
diterimanya dari otot-otot mastikasi. Ligament periodontal dan sistem
vascular menerima dan merendam kekuatan yang diterima oleh gigi.
Kontak statis antara satu atau lebih gigi RB dengan satu atau lebih gigi
RA oklusi yang funsional. Kontak oklusal dari rahang atas dan bawah
selama berfungsi (berbicara, mastikasi, dan menelan) (Rensburg, 1995).
13
4. Pengertian dan Fungsi Sistem Mastikasi
Sistem mastikasi mempunyai pengertian, suatu sistem di daerah
stomatognati yang mempunyai fungsi komplek dan sangat bervariasi,
dimana pada sistem ini terlibat kerja sama darai sistem saraf, otot-otot
kunyah, rahang atas dan bawah, gig-gigi, seluruh jaringan lunak
rongga mulut dan bibir. Adanya gangguan dari salah satu unsur
tersebut akan dapat berakibat dengan terganggunya sistem mastikasi.
Sistem mastikasi berfungsi diantaranya untuk makan dan minum,
bicara, menyanyi, tersenyum dan dibutuhkan pada pembentukan
ekspresi-ekspresi wajah seperti ekspresi marah, cinta, dan usaha
untuk berekspresi agar terlihat tampan atau cantik. Dalam keadaan
ketakutan seseorang dapat segera mengalami mulut kering dan pada
keadaan lain terjadi aliran air liur yang lebih karena dibutuhkan pada
proses pengzunyahan makanan. Sistem mastikasi juga berperan
penting di dalam proses awal pencernakan dan proses menelan, jadi
merupakan proses awal penting pada proses metabolisme dan nurtisi
(Pramonon, 2013).
Mastikasi adalah proses kompleks yang memerlukan gerak – gerak
rahang secara vertikal ataupun horizontal agar gigi tidak terpisah dan
mendekati makanan, bersama dengan pergerakan lidah, bibir, dan
pipi (pipi merupakan otot mastikasi) untuk mengontrol. (Fergusson,
2006)
Mastikasi adalah fenomena yang menyebabkan otot-otot rahang.
Makanan diteruskan ke rongga mulut setelah dikunyah oleh gigi. Gigi
tersebut mengubah makanan yang (mungkin) tadinya keras menjadi
agak lembut dan lunak. Mastikasi adalah memecahkan partikel
makanan besar dan mencampur makanan dengan sekret dikelenjar
saliva. Merupakan resultan dari gerakan mandibula yang dikontrol
somatik oleh otot skelet mulut dan rahang dengan gerakan volunter
yang mengakibatkan reflex (Rensburg, 1995)
14
Sistem mastikasi berfungsi antara lain dalam menyelenggarakan
oklusi dan artikulasi agar gigi-gigi dapat melakukan proses
pemotongan, pengunyahan dan proses menelan oleh karena kerja
yang terkoordinasi antara sistem saraf, otot-otot kunyah rahang atas
dan bawah, jaringan lunak rongga mujlut dan bibir serta gigi-gigi
(Pramonon, 2013).
Adapun fungsi lainnya:
Memotong dan menggiling makanan sehingga partikel lebih
lembut dan permukaan lebih luas
Mencegah kerusakan mukosa
Memperluas permukaan makanan sehingga menyebabkan
enzim bekerja lebih efektif (Rensburg,1995).
Mencerna selulosa
Merangsang sekresi saliva
Mencampur makanan dan saliva
Melindungi mukosa
Mempengaruhi pertumbuhan jaringan mulut
Mengontrol letak makanan dan menghancurkan makanan
(Ferguson, 2006).
15
Mandibular Joint Disorder. Faktor lain yang dapat menjelaskan
peristiwa yang mempengaruhi fungsi dari sistem pengunyahan yaitu
timbulnya rasa sakit yang konstan, namun gejala signifikan klinis ini
relative terjadi. Rasa sakit atau nyeri saat pengunyahan atau struktur
yang terkait sering mengubah fungsi normal dari otot. Kurangnya
stabilitas okklusal dapat dipengaruhi oleh perkembangan genetik,
atau penyebab iatrogenik. Ketidakstabilan TMJ juga mungkin
berkaitan dengan perubahan bentuk normal anatomi, seperti
displacement atau pada saat keadaan rematik. Pekerja klinis harus
mengerti hubungan ini untuk memahami dengan benar keluhan nyeri
pasien dan cara terbaik untuk mengatasi rasa nyeri tersebut. Para
dokter juga harus menyadari bahwa nyeri adalah gejala dari
gangguan yang tidak diketahui penyebabnya, yang dapat
menghasilkan efek lain. Faktor lokal lain yang mempengaruhi adalah
respon lokal setelah anestesi serta bruxism (Okeson, 2003).
5.2. Faktor Sistemik
Pada beberapa pasien, peristiwa yang mengubah fungsi normal
terjadi melalui tingkat sistemik, seluruh tubuh dan sistem saraf pusat
yang terlibat. Ketika hal ini terjadi, terapi gigi cenderung tidak efektif,
dokter gigi hanya memeriksa gigi dan oklusinya. Salah satu yang
paling umum dari jenis perubahan sistemik adalah peningkatan dari
tingkat stres emosional. Pengaruh stres emosional pada TMD sangat
penting. Beberapa faktor sistemik cenderung mempengaruhi kondisi
fisiologis pasien. meskipun kondisi klinis jelas, penelitian ilmiah dalam
bidang ini jarang. Setiap pasien memiliki beberapa karakteristik yang
unik yang membentuk kondisi tubuhnya. Faktor konstitusional ini
mungkin dipengaruhi oleh genetika, jenis kelamin dan diet. Kondisi
lain seperti penyakit akut atau kronis, serta keseluruhan kondisi fisik
dari pasien, juga mempengaruhi faktor-faktor sistemik. Bahkan
efektivitas sistem modulasi rasa nyeri dapat mempengaruhi individu
terhadap suatu peristiwa. Misalnya, jika sistem inhibisi menurun dan
tidak efektif untuk memodulasi masukan rangsangan syaraf, system
16
syaraf menjadi lebih rentan terhadap gejala atau gangguan-gangguan
lain yang ditemui (Okeson, 2003)
17
menjulurkan lidah, mengisap bibir, dan bernafas melalui mulut. Gigi
berada dalam keadaan keseimbangan dinamis yang konstan.
Keseimbangan kekuatan antar otot yang dipercaya dapat
mempengaruhi posisi dan kestabilan dent alveolar complex. Graber
mendeskripsikan mekanisme otot-otot buccinator. Dalam mekanisme
ini, kekuatan yang mendorong gigi dihasilkan oleh otot orbicularis oris,
otot buccinators, otot penarik superior pharyngeal yang
diseimbangkan oleh kekuatan yang berlawanan dari lidah. Kerja yang
berlebihan otot-otot orbicularis mempengaruhi pertumbuhan
kraniofasial, memicu terjadinya penyempitan lengkung gigi,
mengurangi ruang untuk gigi dan lidah serta terhalangnya
pertumbuhan mandibular (Putri, 2012).
Beberapa faktor penyebab adalah: Stress dan Variasi atau sebagai
pengganti dari kebiasaan mengisap ibu jari atau jari. Kebiasaan
mengisap atau menggigit bibir bawah akan mengakibatkan
hipertonicity otot-otot mentalis. Kebiasaan buruk dapat menjadi faktor
utama atau merupakan faktor yang kedua. Kebiasaan mengisap bibir
yang menjadi faktor utama akan terdapat overjet yang besar dengan
gigi anterior rahang atas condong ke labial dan gigi anterior rahang
bawah condong ke lingual diikuti perbedaan skeletal yang ringan.
Kebiasaan mengisap bibir mengakibatkan overjet normal. Kebiasaan
mengisap bibir sebagai faktor kedua biasanya terjadi disebabkan oleh
perbedaan sagital, seperti retrognatik mandibula. Inklinasi gigi
incisivus rahang atas bisa normal dan jarak antara gigi rahang atas
dan rahang bawah terjadi setelah proses adaptasi. Penanganan yang
dapat dilakukan antara lain: Myotherapi (latihan bibir) dengan
Memanjangkan bibir atas menutupi incisivus rahang atas dan
menumpangkan bibir bawah dengan tekanan di atas bibir atas;
Memainkan alat tiup. Orang tua harus berperan aktif mencari tahu
tentang sebab-sebab yang membuat anak stress. Konsultasi dengan
seorang psikiater merupakan salah satu hal yang dapat membantu
dalam menghilangkan kebiasaan buruk ini (Putri, 2012).
18
9. Bagaimana Mekanismenya Nyeri Sendi Temporomandibular
Nyeri pada TMJ adalah suatu gejala klinis yang sifatnya sangat
subyektif, sangat tergantung pada pengalaman masing-masing denan
keluhan yang berbeda-beda. Nyeri orofasial merupakan istilah umum
untuk menyatakan adanya masalah di sekitar jaringan mulut dan
wajah, termasuk otot-otot mastikasi dan sendi temporomandibula.
Banyak faktor telah diduga potensial menyebabkan terjadinya nyeri
orofasial yang terkait dengan disfungsi sendi temporomandibular.
Kelainan dalam hubungan kontak oklusal antara geligi bawah dan
geligi atas, serta maloklusi orthodontic sering disebut sebagai
penyebab utama (Dipoyono, 2008).
Setiap orang memiliki ambang batas yang berbeda dan
penerimaan yang berbeda terhadap rasa nyeri dan mungkin juga
terdapat elemen psychogenic. Daerah penyebaran rasa sakit yang
paling sering dari sendi adalah telinga, pipi, daerah temporal; tetapi
sebaliknya, rasa nyeri dari daerah didekatnya dapat meluas ke sendi.
Rasa nyeri atau disfungsi secara langsung berkaitan dan bertambah
parah oleh berfunsinya rahang atau pengujian fungsional otot-otot
mastikasi atau struktur persendian dan bukan larena penyakit local
seperti karies yang melibatkan gigi dan struktur rongga mulut. Rasa
nyeri biasanya timbul saat mengunyah, berbicara, dan fungsi-fungsi
rahang lainnya (Dipoyono, 2008).
19
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
Dipoyono, Haryo Mustiko. 2008. Gangguan nyeri dan bunyi clicking pada
sendi temporomandibula (salah satu kajian perawatan dibidang
prostodonsia). Available from
http://repository.ugm.ac.id/digitasi/index.php?module=cari_hasil_full&id
buku=1205 Accessed Oktober 3, 2015
Susanto, Chandra. 2010. Need dan demand serta akibat dari maloklusi
pada siswa SMU negeri I binjai. Available from
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18207 Accessed Oktober
3, 2015
21