Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk
mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis (Aziz Alimun H,
2006).
Hygiene adalah ilmu pengetahuan tentang kesehatan dan pemeliharan
kesehatan. Hygiene personal adalah perawatan diri dengan cara melakukan beberapa
fungsi seperti mandi, toileting, hygiene tubuh umum, dan berhias. Hygiene adalah
persoalan yang sangat pribadi dan ditentukan oleh berbagi faktor, termasuk nilai-nilai
dan praktik individual. Hygiene meliputi perawatan kulit, rambut, kuku, gigi, rongga
mulut dan hidung, mata telingan dan area perineum-genital.
Salah satu upaya personal hygiene adalah merawat kebersihan kulit
karena kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh
dan mengeluarkan kotoran-kotoran tertentu. Mengingat kulit penting sebagai
pelindung organ- organ tubuh, maka kulit perlu dijaga kesehatannya. Penyakit
kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit. Salah satu penyakit
kulit yang disebabkan oleh parasit adalah Skabies.
Skabies adalah kondisi pada kulit yang tidak hanya dapat menyebabkan
infeksi akan tetapi juga sangat mengganggu. Penderita tidak dapat menghindari
untuk menggaruk setiap saat akibat adanya tungau (kutu skabies) di bawah kulit.
Pada kenyataannya, skabies menyerang jutaan dari orang di seluruh dunia setiap
tahun berdasarkan laporan pemerintah. Skabies tidak hanya terjadi pada golongan
tertentu baik kaya maupun miskin, muda atau tua, karena penyakit ini dapat
menyerang siapapun. Skabies menyebabkan penderitaan pada banyak orang
dikarenakan tidak dapat tidur dengan tenang pada malam hari disebabkan rasa gatal.
Keseluruhan permukaan badan menimbulkan reaksi saat tungau beraktifitas pada
permukaan kulit sehingga menimbulkan gatal. Menurut Depkes (2008) kejadian
skabies di Negara berkembang mengarah ke siklus yang cenderung fluktuatif, seperti
di Indonesia pada tahun 2008 terdapat sebanyak 77 juta anak- anak dari 220 juta

1
penduduk saat ini yang kemugkinan besar mudah terserang penyakit menular seperti
skabies disebabkan populasi yang semakin bertambah.
World Health Organization (WHO) menyatakan angka kejadian skabies pada
tahun 2014 sebanyak 130 juta orang didunia. Tahun 2014 menurut Internasional
Alliance for the Control Of Scabies (IACS) kejadian skabies bervariasi mulai dari
0,3% menjadi 46%. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Sercoptes
scabiei Var hominis. Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang
bervariasi. Beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6%
- 27% populasi umum, menyerang semua ras dan kelompok umur serta cenderung
tinggi pada anak-anak serta remaja. Kejadian skabies pada tahun 2015 juga
berprevalensi tinggi di beberapa Negara di antaranya Mesir diperoleh (4,4%), Nigeria
(10,5%), Mali (4%), Malawi (0,7%), dan Kenya (8,3%). Insiden tertinggi terdapat
pada anak-anak dan remaja (Ridwan, et al., 2017).
Penyakit skabies sering dijumpai di Indonesia, karena Indonesia merupakan
negara beriklim tropis. Prevalensi skabies di Indonesia menurut data Departemen
Kesehatan Republik Indonesia terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Prevalensi
skabies tahun 2008 sebesar 5,60% - 12,96%, sedangkan prevalensi tahun 2009 sebesar
4,9% - 12,95% dan data terakhir yang tercatat prevalensi skabies di Indonesia tahun
2013 yakni - 6%. Walaupun terjadi penuruan prevalensi tetapi Indonesia belum
terbebas dari penyakit skabies dan masih menjadi salah satu masalah penyakit
menular di Indonesia (Ridwan,etal.,2017).
Skabies merupakan penyakit endemik di masyarakat. Penyakit ini
banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai
semua golongan umur. Penyakit kulit skabies merupakan penyakit yang mudah
menular. Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit skabies
diantaranya yaitu karakteristik individu, personal hygiyene, dan sanitasi lingkungan.
Salah satu kelompok yang rentang terhadap penyakit scrabies adalah
kelompok pekerja wanita karena, penyakit scrabies banyak berjangkit di
lingkungan yang padat penduduknya, lingkungan kumuh, dan lingkungan dengan

2
tingkat kebersihan yang kurang. Skrabies cenderung tinggi pada anak usia
sekolah, remaja bahkan orang dewasa (Siregar, 2005).
Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti hubungan antara hygiene
perseorangan dengan kejadian skrabies pada pekerja wanita.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Uraian diatas penulis merumuskan masalah penelitian yaitu
Bagaimana hubungan hygiene perseorangan dengan kejadian scrabies pada
pekerja wanita ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan hygiene perseorangan
dengan kejadian scrabies pada wanita.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran ilmiah dan
mampu memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. Mengenai hubungan hygiene
perseorangan dengan kejadian scrabies pada wanita serta sebagai bahan
perbandingan bagi penelitian yang lebih luas dan lebih dalam.
2. Manfaat praktis
Penelitian dapat memberikan informasi ilmiah dan ilmu pengetahuan
kepada masyarakat luas tentang hubungan hygiene perseorangan dengan kejadian
scrabies pada wanita. Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun
perencanaan untuk mengurangi angka morbiditas akibat scrabies.

3
4
E. Kajian Pustaka
Metode
No Nama Peneliti Judul Penelitian Tahun Hasil
penelitian
Analisis data menggunakan
uji eta dan didapatkan nilai p
value 0,000 dan nilai korelasi
Jenis penelitian : (r) yaitu 0,728. Artinya
Terdapat korelasi sangat kuat
Iskim Luthfa, analitik antara PHBS dengan
1. Siti Anisatun Perilaku hidup menentukan 2019 observasional kejadian skabies di pondok
kejadian scrabies pesantren Kecamatan Guntur
Nikmah Desain study : Kabupaten Demak.
case control Penelitian selanjutnya
direkomendasikan
melakukan intervensi untuk
meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat.
ada hubungan antara praktek
mandi yang kurang baik (p-value
Zulmeliza faktor determinan kejadian = 0,002), kebersihan pakaian
Rasyid, Nofri Jenis penelitian :
skabies pada masyarakat di yang kurang baik (p- value =
Hasrianto, analitik kuantitatif
2. Syukaisih, kelurahan tangkerang timur 2018 0,018), kebersihan sprei tempat
Alhidayati, Desain study :
kecamatan tenayan raya tidur yang kurang baik (p-value
Siska Mairiza Case Control
kota pekanbaru = 0,000), kepadatan hunian yang
tidak memenuhi syarat (p-value
= 0,000) terhadap kejadian

5
scabies
menunjukkan ada hubungan
Faktor Yang Berhubungan antara pengetahuan dan higiene
Jenis penelitian :
Cahya Pawika Dengan Kejadian Scabies perorangan dengan kejadian
kuantitatif
3. Ratri, Indriati Pada Nelayan Di Desa 2019 scabies. Sedangkan umur, lama
Desain penelitian
Paskarini Weru Kecamatan Paciran kerja dan masa kerja tidak
: cross sectional
Kabupaten Lamongan berhubungan dengan kejadian
scabies.
Hasil uji square menunjukan
terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat
pendidikan dengan kejadian
HUBUNGAN ANTARA penyakit skabies (p=0,001).
PERILAKU HIDUP
BERSIH SEHAT DAN Jenis penelitian : Hubungan antara perilaku hidup
TINGKAT PENDIDIKAN
DENGAN KEJADIAN kuantitatif bersih sehat dengan penyakit
4. Ridho Zarkasi 2019
SKABIES DI PONDOK Desain penelitian : skabies menunjukan hasil yang
PESANTREN NURUL
UMMAH KOTAGEDE cross sectional signifikan (p=0,002). Hasil
YOGYAKARTA
analisis multivariat didapatkan
hubungan yang lebih signifikan
tingkat pendidikan (p=0,004)
dibandingkan perilaku hidup
bersih sehat (p=0,017) dengan

6
kejadian skabies. Terdapat
hubungan yang signifikan antara
perilaku hidup bersih sehat dan
tingkat pendidikan dengan
kejadian penyakit skabies.
Of 1441 children examined,
Edwin P. 15.9% had scabies (95% CI
Armitage, 12.2-20.4), 17.4% Had
Elina pyoderma (95% CI 10.4-27.7)

Senghore, High burden and and 9.7% had fungal infections


(95% CI 6.6-14.0). Scabies
Saffiatou
seasonal variation of
were significantly associated
Darboe,
paediatric scabies and with pyoderma (aOR 2.74, 95%
Momodou
A cross-sectional CI 1.61-4.67). Of 250 pyoderma
5. pyoderma prevalence in 2019
Barry, Janko
study swabs, 80.8% were culture-
Camara, The Gambia: a cross- positive for S. aureus, and
Sulayman sectional study 50.8% for GAS. Participants
Bah, Michael examined after the first rains
Marks, Carla were significantly more likely to

Cerami, Anna have pyoderma than those


examined before (aRR 2.42,
Roca, Martin
95% CI 1.38-4.23), whereas no
Antonio, Claire
difference in scabies prevalence

7
E. Turner, was seen (aRR 1.08, 95% CI
Thushan I. de 0.70-1.67). Swab positivity was

Silva not affected by the season.

Poverty-related variables, such


as illiteracy (OR: 7.15; 95% CI:
3.71–13.95), low household
income (7.25; 1.19–88.59),
Scabies in absence of a solid floor inside
house (12.17; 2.83–52.34), and
Resource-Poor overcrowding (1.98; 1.08–2.81)
Communities were significantly associated
Uade Samuel with infestation. Individual
Ugbomoiko, in Nasarawa behavior, such as sharing of
Samuel Adeola
Oyedeji ,
State, Nigeria: beds/pillows (2.11; 1.42–3.14)
and sharing of clothes (2.51;
6.
Olarewaju Epidemiology, 2018
cross-sectional
1.57–3.99), was also highly
Abdulkareem
Babamale Clinical study significantly associated with
and Jorg scabies. Regular bathing habits
Heukelbach
Features and (0.37; 0.24–0.56) and regular use
Factors of bathing soap (0.36; 0.21–0.53)
were protective factors. Scabies is
Associated extremely common in the
with communities under study and is
associated with considerable
Infestation morbidity. The disease is
intrinsically linked with extreme
poverty.

8
Hubungan
Personal
Hygiene
Dengan
Kejadian
Skabies Di
Pondok
prevalensi skabies di Pondok
Pendidikan Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik,
Islam Jenis penelitian :
Suci Chairiya Akmal, Air Pacah, Padang adalah 34 orang
analitik
7. Rima Semiarty, Darul 2013 (24,6%) dari 138 orang. Berdasarkan
Desain penelitian :
Gayatri Ulum, cross sectional
hasil uji statistik menunjukkan bahwa
kejadian skabies mempunyai hubungan
Palarik Air
dengan personal hygiene (P=0,00).
Pacah,
Kecamatan
Koto
Tangah
Padang
Tahun
2013

PENGETAHUAN, SIKAP, Jenis penelitian : Hasil penelitian menunjukkan


Tisna Sendy KEBERSIHAN PERSONAL frekuensi skabies tertinggi pada
8. Pratama , Paramita DAN KEBIASAAN PADA 2017 deskriptif usia 13 tahun (33.3%) dan
Septianawati ,
SANTRI PENDERITA paling banyak pada perempuan
Hadis Pratiw
PENYAKIT SKABIES DI observasiona (62.9%). Kejadian scabies paling

9
PONDOK PESANTREN Desain penelitian banyak di derita responden
dengan pengetahuan sedang
: survey (74,1%). Pada variable sikap,
kejadian scabies diderita pada
responden dengan sikap yang baik
(59.3%). Pada kebersihan personal
sebagian besar scabies
diderita pada responden dengan
kebiasaan personal sedang (63%)
dan kebersihan buruk
(48,1%).
9.
10.

10
11
F. Hipotesis Penelitian
Ho : Tidak Terdapat hubungan hygiene perseorangan dengan kejadian
scrabies pada wanita
Ha : Terdapat hubungan hygiene perseorangan dengan kejadian scrabies
pada wanita

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum
1. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi

dan sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan

produknya pada tubuh (Djuanda, 2007). Di Indonesia skabies ser

ing disebut kudis, orang jawa me nyebutnya gudik, sedangkan

orang sunda menyebutnya budug (Cakmioki, 2007). Skabies

adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, dapat mengenai

semua golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu

atau mite) Sarcoptes scabiei (Al-Falakh, 2009).

2. Epidemiologi

Jumlah penderita skabies di dunia diperkirakan lebih dari 300 juta

setiap tahunnya sehingga menimbulkan beban ekonomi bagi individu,

keluarga, masyarakat dan sistem kesehatan. Biaya untuk mengobati skabies

cukup mahal karena biasanya skabies menginfeksi orang miskin yang tidak

mampu membayar biaya berobat. Biaya menjadi semakin mahal apabila

penderita mengalami skabies berat dengan komplikasi infeksi sekunder oleh

bakteri. Pada level rumah tangga, dana yang digunakan untuk berobat
13
mengakibatkan pengurangan biaya untuk kebutuhan pokok misalnya untuk

makan sehingga menambah beban keluarga. Pada level institusi dana yang

cukup besar dikeluarkan untuk menanggulangi wabah skabies.

Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara

lain sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan

seksual dan sifatnya promiskuitas (ganti- ganti pasangan), kesalahan

diagnosis dan perkembangan demografi serta ekologi. Selain itu faktor

penularannya bisa melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur,

lewat pakaian, perlengkapan tidur atau benda - benda lainnya. Cara

penularan (transmisi ) : kontak langsung misal berjabat tangan, tidur be

rsama dan kontak seksual. Kontak tidak langsung misalnya melalui

pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain- lain (Djuanda, 2007).

3. Penularan
Skabies dapat ditularkan secara langsung atau tidak langsung namun cara
penularan skabies yang paling sering adalah melalui kontak langsung antar
individu saat tungau sedang berjalan di permukaan kulit. Kontak langsung adalah
kontak kulit ke kulit yang cukup lama misalnya pada saat tidur bersama. Kontak
langsung jangka pendek misalnya berjabat tangan dan berpelukan singkat tidak
menularkan tungau. Skabies lebih mudah menular secara kontak langsung dari
orang ke orang yang tinggal di lingkungan padat dan berdekatan seperti di panti
jompo, panti asuhan, pesantren dan institusi lain dimana penghuninya tinggal
dalam jangka waktu lama.
Penularan skabies secara tidak langsung dapat terjadi melalui kontak
dalam durasi yang lama dengan seprai, sarung bantal dan guling, pakaian,

14
selimut, handuk dan perabot rumah tangga lainnya yang terinfestasi S.scabiei.
Penularan tungau secara tidak langsung bergantung pada lama tungau dapat
bertahan hidup di luar tubuh hospes yang variasinya bergantung pada temperatur
dan kelembaban. Pada barang-barang yang terinfestasi, S.scabiei dapat bertahan
2-3 hari pada suhu ruangan dengan kelembaban 30%. Semakin tinggi
kelembaban semakin lama tungau bertahan.
4. Pathogenesis
Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan
ekskreta tungau yang kira- kira memerlukan waktu sebulan
setelah infestasi. Pada saat ini kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papula, vesikel, urtika, dan lain- lain. Dengan garukan
dapat timbul erosi, ekskorisasi (lecet sampai epidermis dan berdarah),
krusta (cairan tubuh yang mengering pada permukaan kulit) dan infeksi
sekunder (Djuanda, 2007).
5. Pencegahan
Pencegahan yang harus dilakukan dengan menyetrika pakaian yang
akan digunakan, seprei tempat tidur harus sering diganti, terlebih lagi pada
saat menstruasi gatal yang dialami akan lebih mudah membuat kulit
rentang terluka maka dari itu pembalut dan pakaian dalam harus lebih
dijaga kelembabannya.

15
16

Anda mungkin juga menyukai