Anda di halaman 1dari 9

KONSEP PENYAKITALO ( ACUTE LUNG OEDEMA )

A. DEFINISI
Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Akumulasi Cairan Di Paru Yang TerjadiSecara
Mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam, 2006).Acute Lung Oedema
(Alo) Adalah Terjadinya Penumpukan Cairan SecaraMasif Di Rongga Alveoli Yang
Menyebabkan Pasien Berada Dalam KedaruratanRespirasi Dan Ancaman Gagal
Napas.Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Terkumpulnya Cairan EkstravaskulerYang
Patologis Di Dalam Paru. (Soeparman;767).B.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya alo dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Edema paru kardiogenik


Yaitu edema paru yang disebabkan karena gangguan pada jantungatau sistem
kardiovaskuler

a) Penyakit pada arteri koronaria


Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karenaadanya deposit
lemak (plaques) Serangan jantung terjadi jika terbentukgumpalan darah pada arteri
dan menghambat aliran darah serta merusakotot jantung yang disuplai oleh arteri
tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa
darah lagi sepertibiasa
b) Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli
diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopatidapat disebabkan oleh infeksi
pada miokard jantung (miokarditis),penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-
obatan seperti kokaindan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri
menjadilemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan
dimanakebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi.
Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut,maka darah akan
kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akanmengakibatkan cairan menumpuk di paru-
paru (flooding)
c) Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untukmengatur
aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis)atau tidak mampu
menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal inimenyebabkan darah mengalir kembali
melalui katub menuju paru-paru
d) Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalanpada otot
ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arterikoronaria.

2. Edema paru non kardiogenik


Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi paru itu
sendiri. Pada non-kardiogenik, alo dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a. Infeksi pada paru2.
b. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
c. Paparan toxic
d. Reaksi alergi
e. Acute respiratory distress syndrome (ards)
f. Neurogenik

C. PATOFISIOLOGI
Alo kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yangmendadak
tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatantekanannya) ke
kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmhg. Mekanisme fisiologistersebut gagal
mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akanmembanjiri alveoli dan terjadi
oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk dialveoli ini sebanding dengan beratnya
oedema paru. Penyakit jantung yangpotensial mengalami alo adalah semua keadaan
yang menyebabkan peningkatantekanan atrium kiri >25 mmhg.
Sedangkan alo non-kardiogenik timbul terutama disebabkan olehkerusakan dinding
kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotelkapiler paru sehingga
menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli.Proses tersebut akan
mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encerberbuih dan berwarna
pink froty. Adanya sekret ini akan mengakibatkangangguan pada alveolus dalam
menjalankan fungsinya

D. POHON MASALAH
Timbul seranganTrauma Endeteliumparu dan
epiteliumalveolarPeningkatanpermeabilitasEdema pulmonalAlveoli terendamKerusakan
jaringanparuPenurunanpengembangan paruHipoksemiaTrauma type
IIpneumocytesPenurunansurfactanAtelektasiAbnormalitasventilasi-perfusiProses
penyembuhanSembuh ?Fibrosis Kematian

E. MANISFESTASI KLINIS
Alo dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium),
a. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akanmengganggu pertukaran
gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitasdifusi co. Keluhan pada stadium ini biasanya
hanya berupa sesak napas saatmelakukan aktivitas.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darahparu menjadi kabur,
demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal.Adanya penumpukan cairan di jaringan
kendor interstisial akan lebihmempersempit saluran napas kecil, terutama di daerah basal
karenapengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang dapatmenyebabkan
sesak napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalamigangguan secara berarti,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderitatampak mengalami sesak napas yang berat disertai
batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan
nyata.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG1.
1. Pemeriksaan laboratorim rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP
2. Foto thorax.
3. Pemeriksaan EKG, dapat menerangkan secara akurat adanya takikardia supraventrikular
atau arterial. Selain itu, EKG dapat memprediksi adanya iskemia,infark miokard dan
LVH yang berhubungan dengan ALO kardiogenik
4. Pemeriksaan ekokardiografi

Ventilasi merupakan proses perpindahan udara dari lingkungan luar tubuh ke dalam paru-paru. Respirasi
merupakan proses pertukaran gas O2 dan CO2 yang terjadi di alveolus dalam paru-paru. Alveolus
merupakan kantong udara di ujung percabangan bronkus dalam paru-paru. O2 berdifusi melalui dinding
alveolus menembus pembuluh darah dan CO2 berdifusi ke luar pembuluh darah.

Ventilasi mekanik rutin diperlukan pada pasien dewasa kritis di unit perawatan intensif. Tujuan utama
penggunaan ventilator mekanik adalah untuk menormalkan kadar gas darah arteri dan keseimbangan
asam basa dengan memberi ventilasi adekuat dan oksigenasi. (Grossbach, 2011). Ventilasi mekanik
memiliki prinsip yang berlawanan dengan fisiologi ventilasi, yaitu dengan menghasilkan tekanan positif
sebagai pengganti tekanan negatif untuk mengembangkan paru-paru.

Ventilasi mekanis dapat diberikan dengan cara invasif maupun noninvasif. Ventilasi
noninvasif menjadi alternatif karena dapat menghindari risiko yang ditimbulkan pada
penggunaan ventilasi invasif, mengurangi biaya dan lama perawatan di ruang intensif.
Ventilasi noninvasif terbagi 2 yaitu ventilasi tekanan negatif dan ventilasi tekanan positif.
Ventilasi noninvasif tekanan positif memerlukan alat penghubung seperti sungkup muka,
sungkup nasal, keping mulut, nasal pillow dan helmet. Ventilator yang digunakan dapat
berupa ventilator kontrol volume, tekanan, BIPAP dan CPAP.
2.1.1.1. Definisi Ventilasi Mekanik dan Ventilator Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu
peralatan untuk memfasilitasi transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan alveoli
untuk tujuan meningkatkan pertukaran gas paru-paru (Urden, Stacy, Lough, 2010). Ventilator
merupakan alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan
ventilasi dan pemberian oksigen untuk periode waktu yang lama (Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2008). 2.1.1.2. Indikasi Ventilasi Mekanik Ventilasi mekanik diindikasikan untuk alasan
fisiologis dan klinis (Urden, Stacy, Lough, 2010). Ventilasi mekanik diindikasikan ketika modalitas
manajemen noninvasif gagal untuk memberikan bantuan oksigenasi dan/atau ventilasi yang
adekuat. Keputusan untuk memulai ventilasi mekanik berdasarkan pada kemampuan pasien
memenuhi kebutuhan oksigenasi dan/atau ventilasinya. Ketidakmampuan pasien untuk secara
klinis mempertahankan CO2 dan status asam-basa pada tingkat yang dapat diterima yang
menunjukkan terjadinya kegagalan pernafasan dan hal tersebut merupakan indikasi yang umum
untuk intervensi ventilasi mekanik (Chulay & Burns, 2006). 2.1.1.3. Tujuan Ventilasi Mekanik
Tujuan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar yang tepat untuk
kebutuhan metabolik pasien dan untuk memperbaiki hipoksemia dan memaksimalkan transpor
oksigen (Hudak & Gallo, 2010). Bila fungsi paru untuk melaksanakan pembebasan CO2 atau
pengambilan O2 dari atmosfir tidak cukup, maka dapat dipertimbangkan pemakaian ventilator
(Rab, 2007). Tujuan fisiologis meliputi membantu pertukaran gas kardio-pulmonal (ventilasi
alveolar dan oksigenasi arteri), meningkatkan volume paru-paru (inflasi paru akhir ekspirasi dan
kapasitas residu fungsional), dan mengurangi kerja pernafasan. Tujuan klinis meliputi mengatasi
hipoksemia dan asidosis respiratori akut, mengurangi distress pernafasan, mencegah atau
mengatasi atelektasis dan kelelahan otot pernafasan, memberikan sedasi dan blokade
neuromuskular, menurunkan konsumsi oksigen, mengurangi tekanan intrakranial, dan
menstabilkan dinding dada (Urden, Stacy, Lough, 2010).
2.1.1.2. Pengaturan Pernafasan pada Pasien Terpasang Ventilasi Mekanik
Jumlah dan tekanan udara yang diberian kepada klien diatur oleh ventilator (Smith-Temple &
Johnson, 2011): 1)
1. Volume tidal (VT): jumlah udara dalam mililiter dalam satu kali nafas, yang diberikan selama
inspirasi. Pengaturan awal adalah 7-10 ml/kg; dapat ditingkatkan sampai15 ml/kg 2)
2. Frekuensi: jumlah nafas yang diberikan per menit. Pengaturan awal biasanya10 kali dalam 1
menit tetapi akan bervariasi sesuai dengan kondisi klien. 3)
3. Fraksi oksigen terinspirasi oksigen (fraction of inspired oxygen, FiO2): persentase oksigen dalam
udara yang diberikan. Udara kamar memiliki FiO2 21%. Pengaturan awal berdasarkan pada
kondisi klien dan biasanya dalam rentang 50% sampai 65%. Dapat diberikan sampai 100%, tetapi
FiO2 lebih dari 50% dihubungkan dengan toksisitas oksigen. 4)
4. PEEP: tekanan positif yang konstan dalam alveolus yang membantu alveoli tetap terbuka dan
mencegahnya menguncup dan atelektasis. Pengaturan PEEP awal biasanya adalah 5 cmH2O.
Tetapi dapat juga mencapai hingga 40 cmH2O untuk kondisi seperti sindrom gawat nafas pada
orang dewasa (ARDS). Setiap perubahan yang dilakukan pada pengaturan ventilator harus
dievaluasi setelah 20 sampai 30 menit melalui analisis gas darah arteri, hasil pengukuran SaO2,
atau hasil pembacaan karbon dioksida tidal-akhir untuk melihat keefektivitasan ventilator

Komplikasi Ventilasi mekanik Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik antara lain:


1) Komplikasi jalan nafas Jalur mekanisme pertahanan normal, sering terhenti ketika terpasang
ventilator, penurunan mobilitas dan juga gangguan reflek batuk dapat menyebabkan infeksi
pada paru-paru (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama,
atau setelah intubasi. Risiko aspirasi setelah intubasi dapat diminimalkan dengan mengamankan
selang, mempertahankan manset mengembang, dan melakukan suksion oral dan selang
kontinyu secara adekuat (Hudak & Gallo, 2010).
2) Masalah selang endotrakeal Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat
dapat terjadi. Kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam dengan
etiologi yang tak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk kemungkinan sumber infeksi
(Hudak & Gallo, 2010). Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama.
Stenosis trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi
arteri dihambat oleh tekanan manset 30 mmHg. Bila edema laring terjadi, maka ancaman
kehidupan pascaekstubasi dapat terjadi (Hudak & Gallo, 2010).
3) Masalah mekanis Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2 sampai 4 jam
ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat disebabkan oleh
kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang, atau ventilator terlepas, atau obstruksi aliran.
Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme
batuk, atau tergigitnya selang endotrakeal (Hudak & Gallo, 2010).
4) Barotrauma Ventilasi mekanik melibatkan „pemompaan” udara ke dalam dada, menciptakan
tekanan posistif selama inspirasi. Bila PEEP ditambahkan, tekanan ditingkatkan dan dilanjutkan
melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan alveolus atau emfisema.
Udara kemudian masuk ke area pleural, menimbulkan tekanan pneumothorak-situasi darurat.
Pasien dapat mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit
(Hudak & Gallo, 2010).
5) Penurunan curah jantung Penurunan curah ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama
kali dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan menurunnya
aliran balik vena. Selain hipotensi, tanda dan gejala lain meliputi gelisah yang dapat dijelaskan,
penurunan tingkat kesadaran, penurunan halauan urin, nadi perifer lemah, pengisian kapiler
lambat, pucat, lemah dan nyeri dada (Hudak & Gallo, 2010).
6) Keseimbangan cairan positif Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh
regangan reseptor vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran
hormon antidiuretik dari hipofisis posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan
haluaran urin melengkapi masalah dengan merangsang respon aldosteron renin-angiotensin.
Pasien yang bernafas secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang memellukan resusitasi
cairan dalam jumlah besar dapat mengalami edema luas, meliputi edema sakral dan fasial
(Hudak & Gallo, 2010).
7) Peningkatan IAP Peningkatan PEEP bisa membatasi pengembangan rongga abdomen ke atas.
Perubahan tekanan pada kedua sisi diafragma bisa menimbulkan gangguan dalam hubungan
antara intraabdomen atas dan bawah, tekanan intrathorak dan intravaskuler intraabdomen
(Valenza et al., 2007 dalam Jakob, Knuesel, Tenhunen, Pradl, Takala, 2010). Hasil penelitian
Morejon & Barbeito (2012), didapatkan bahwa ventilasi mekanik diidentifikasi sebagai faktor
predisposisi independen untuk terjadinya IAH. Pasien-pasien dengan penyakit kritis, yang
terpasang ventilasi mekanik, menunjukkan nilai IAP yang tinggi ketika dirawat dan harus
dimonitor terus-menerus khususnya jika pasien mendapatkan PEEP walaupun mereka tidak
memiliki faktor risiko lain yang jelas untuk terjadinya IAH. Setting optimal ventilasi mekanik dan
pengaruhnya terhadap fungsi respirasi dan hemodinamik pada pasien dengan acute respiratory
distress syndrome (ARDS) berhubungan dengan IAH masih sangat jarang dikaji. Manajement
ventilator yang optimal pada pasien dengan ARDS dan IAH meliputi: monitor IAP, tekanan
esofagus, dan hemodinamik; setting ventilasi dengan tidal volume yang protektif, dan PEEP
diatur berdasarkan komplain yang terbaik dari sistem respirasi atau paru-paru; sedasi dalam
dengan atau tanpa paralisis neuromuskular pada ARDS berat; melakukan open abdomen secara
selektif pada pasien dengan ACS berat (Pelosi & Vargas, 2012).
2.1.1.8. Penyapihan Ventilasi Mekanik
Melepaskan ventilator ke pernafasan spontan (penyapihan) sering menimbulkan kesulitan pada
ICU yang disebabkan oleh karena faktor fisiologis dan psikologis. Hal ini memerlukan kerja sama
dari pasien, perawat, ahli respirasi, dan dokter (Rab, 2007). Penyapihan merupakan
pengurangan secara bertahap penggunaan ventilasi mekanik dan mengembalikan ke nafas
spontan. Penyapihan dimulai hanya setelah proses-proses dasar yang dibantu oleh ventilator
sudah terkoreksi dan kestabilan kondisi pasien sudah tercapai (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008).
Menyapih pasien dari ketergantungan pada ventilator terjadi dalam tiga tahapan. Pasien disapih
secara bertahap dari (1) ventilator, (2) selang, dan (3) oksigen. Penyapihan dari ventilasi mekanik
dilakukan pada waktu sedini mungkin, konsisten dengan keselamatan pasien. Penting artinya
bahwa keputusan dibuat atas dasar fisiologi ketimbang sudut pandang mekanis. Pemahaman
yang menyeluruh tentang status klinis pasien diperlukan dalam membuat keputusan ini
(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Management pasien yang menggunakan ventilasi mekanik memerlukan kewaspadaan konstan
terhadap tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa bantuan ventilator sudah tidak diperlukan.
Ketika pasien mulai menunjukkan bukti perbaikan klinis, bisa digunakan untuk mengidentifikasi
pasien yang akan dilakukan pelepasan bantuan ventilator. Secara umum, oksigenasi harus
adekuat ketika bernafas dengan jumlah oksigen yang dihirup berada pada tingkat non-toksik,
dan pasien harus memiliki hemodinamik yang stabil dengan dukungan vasopressor yang minimal
atau tanpa dukungan vasopressor. Pasien harus sadar terhadap lingkungan sekitarnya ketika
tidak tersedasi dan harus bebas dari beberapa keadaan yang reversibel (misal: sepsis atau
elektrolit yang abnormal) (Marino, 2007).
teknik ventilasi Ventilasi noninvasif tanpa memerlukan pipa trakeamekanik pada saluran
napas Ventilasi mekanik :
 Invasif
 noninvasif

INDIKASI VENTILASI NON INVASIF

 Peny. Paru kronik berat


 disfungsi saraf
 Hipoventilasi nokturnal  otot, abnormaliti dinding dada
 Penyakit paru obstruktif kronik
 Disfungsi diafragma
 Gagal napas akut
 sulit penyapihan Kondisi penderita 

VENTILASI TEKANAN NEGATIF ]


Memberikan tekanan negatif pada dinding toraks saat inspirasi Alat yang digunakan: Body
ventilator anggota tubuh hingga batas leher dimasukkan dalam suatu chamber yang bertekanan
negative
VENTILASI TEKANAN POSITIF 
Pemberian ventilasi tekanan positif membuat tekanan positif pada saluran napas sehingga
udara masuk ke paru

Anda mungkin juga menyukai