28
lokakarya yang diadakan selama proses penyusunan KLHS dilibatkan
perwakilan masyarakat. Pemilihan peserta lokakarya merupakan peran dari
Bappeda Kabupaten Aceh Selatan selaku penanggung jawab kegiatan.
Sementara itu masukan untuk pemilihan peserta diberikan oleh para pihak
yang mendukung kegiatan ini.
29
Memeriksa duplikasi terhadap berbagai isu strategis yang diidentifikasi
pada tahap pra-pelingkupan. Hal ini dilakukan sebagai satu langkah
awal sebelum memeriksa isu-isu ini menggunakan kriteria strategis.
Memilih isu strategis yang paling signifikan berdasarkan kriteria
strategis yang ditetapkan, yaitu: (1) bersifat lintas sektor; (2) bersifat
lintas wilayah; (3) potensi dampak kumulatif & efek ganda; serta (4)
berdampak negatif jangka panjang jika tidak diselesaikan. Setiap isu
strategis yang diidentifikasi diberi nilai berdasarkan keempat kriteria
yang ditetapkan tersebut.
Memilih isu yang memiliki dimensi keruangan untuk dianalisis lebih
jauh.
Setelah melalui proses kajian dan penilaian berdasarkan keempat kriteria
yang ditetapkan di atas, Tim Kerja KLHS menetapkan isu strategis
pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Aceh Selatan. Konsultasi publik
dilakukan untuk memperoleh tanggapan dan masukan dari publik yang lebih
luas terkait dengan isu-isu strategis ini. Konsultasi public dilakukan pada
tanggal 16 November 2013 dan menghasilkan 4 (empat) isu strategis
pembangunan berkelanjutan, yaitu:
1. Frekuensi banjir yang masih sering terjadi
2. Pertambangan yang tidak ramah lingkungan
3. Alih fungsi lahan sawah untuk perkebunan
4. Sebaran Hama dan Penyakit tanaman Pala yang Makin Meluas
30
Metode yang digunakan pada proses analisis data dasar adalah analisis
kecenderungan terhadap parameter dan indikator yang terkait dengan tiap
isu strategis.
Analisis data dasar untuk setiap isu strategis memuat deskripsi sebagai
berikut:
1) Gambaran Isu Strategis, dimaksudkan untuk menjelaskan
kondisi/fakta dan masalah isu dimaksud; lokasi isu strategis, faktor
penyebab isu yang terkait dan implikasi masalah dimaksud.
2) Analisis Kecenderungan, dimaksudkan untuk menjelaskan proses yang
muncul dan berkembangnya masalah yang dimaksud semenjak 5
tahun yang lalu di masing-masing lokasi, kelompok masyarakat yang
mengalami kerugian akibat masalah dimaksud; apakah masalah
dimaksud sudah mencapai titik kritis; mengapa masalah ini cenderung
meningkat, apakah karena pembiaran?
3) Perkiraan kecenderungan pada masa yang akan datang, dimaksudkan
untuk menjelaskan prakiraan 5 tahun yang akan datang apabila
masalah tersebut tidak ditangani; bagaimana akumulasi kerugian
(finansial dan lingkungan hidup), kelompok masyarakat yang
mengalami kerugian; apakah memang masalah dimaksud tidak dapat
dicegah dan/atau ditanggulangi dan/atau dipulihkan?.
4) Rangkuman atau kesimpulan hasil analisis kecenderungan
5) Analisis kecenderungan didukung dengan data tabuler, grafik, peta,
grafik, dan lain sebagainya.
3.4.1 Isu Strategis : Frekuensi banjir yang masih sering terjadi
Dengan kondisi topografi, geologi, dan curah hujan, wilayah Kabupaten Aceh
Selatan relatif rawan terhadap ancaman bencana alam terutama banjir di
daerah dataran banjir.
Sebagai daerah yang memiliki DAS cukup banyak, Kabupaten Aceh Selatan
juga rawan terhadap bahaya banjir, terutama banjir sungai. Sebagian besar
banjir terjadi di kawasan paparan banjir, yaitu yang berada di sepanjang sisi
sungai-sungai yang mengalir di Kabupaten Aceh Selatan.
Kawasan dataran rendah di bagian Selatan Kabupaten Aceh Selatan juga
dikenal sebagai daerah rawa yang memang merupakan kawasan paparan
banjir. Selain itu, curah hujan di kawasan Selatan relatif cukup tinggi. Data
klimatologi menunjukkan curah hujan di wilayah Selatan ini juga didominasi
dengan curah hujan yang cukup tinggi, yaitu 3500 – 3750 mm/tahun.
31
Data Bappeda Kabupaten Aceh Selatan 2010 menunjukkan daerah-daerah
yang rawan terhadap banjir tersebar di Kecamatan Samadua, Sawang, Kluet
Selatan, Kluet Utara, Trumon, Trumon Timur, Tapaktuan, dan Meukeuk.
Beberapa lokasi rawan banjir juga merupakan daerah rawan erosi dan
longsor. Diduga kondisi topografi dan geologi di kawasan Aceh Selatan
mempengaruhi kejadian longsor dan erosi yang berakibat pada banjir
bandang.
Data Kabupaten Aceh Selatan Dalam Angka 2010 menunjukkan tahun 2009
tercatat kejadian banjir sebanyak 29 kali dan tersebar di 11 kecamatan.
Frekuensi kejadian banjir terbanyak terjadi di Kecamatan Bakongan, Kota
Bahagian, Trumon dan Trumon Timur. Kejadian banjir tahun 2008 tercatat
sebanyak 35 kali, sedang tahun 2007 tercatat sebanyak 16 kali. Jumlah korban
akibat kejadian bencana alam, terutama banjir terbanyak terjadi pada tahun
2008 dibanding tahun 2009 dan 2007. Pada tahun 2009, data Kabupaten
Aceh Selatan Dalam Angka 2010 mencatat jumlah korban yang terkena
dampak sebanyak 64.658 jiwa, sedang pada tahun 2009 mencatat jumlah
korban yang terkena dampak banjir 10.462 jiwa.
Sedangkan jika ditinjau dari kelas lerengnya, meskipun 46% wilayah
Kabupaten Aceh Selatan merupakan dataran rendah dengan kemiringan di
bawah 25%, namun sebagian besar merupakan kawasan rawa dengan tingkat
curah hujan yang tinggi sehingga rawan terjadi banjir (Gambar 6). Kawasan
di bagian paling selatan Kabupaten Aceh Selatan merupakan SM Rawa
Singkil, sehingga kawasan Trumon dan sekitarnya juga merupakan kawasan
rawa. Sementara kawasan Kluet dan sekitarnya yang merupakan kawasan
dataran rendah diindikasikan merupakan daerah rawa.
Tabel 5 menggambarkan banjir yang terjadi setiap tahunnya berdasarkan
catatan beberapa media.
32
Gambar 6. Peta Curah Hujan di Kabupaten Aceh Selatan
Kejadian
Lokasi dan Deskripsi Sumber
Banjir
10 Mei 2013 Kecamatan Sawang, Kluet Tengah, Kluet Merdeka.com 11 Mei
Utara, Kota Bahagia, Bakongan, dan Kluet 2013 -
Selatan. Ribuan rumah terendam banjir http://www.merdeka.co
hingga ketinggian 2,5 meter. m/peristiwa/ribuan-
rumah-terendam-banjir-
di-aceh-seorang-bocah-
tewas.html
2 Desember Trumon - ketinggian air mencapai 1 hingga 2 Badan SAR Nasional
2012 meter, evakuasi korban dilakukan dari tiga http://www.basarnas.go.
wilayah dalam kecamatan Trumon, yakni id/index.php/baca/berita
wilayah Cot Bayu, wilayah Ie Jerneh, dan /1729/banjir-kembali-
Padang Harapan. datang-di-trumon-aceh-
selatan
33
Kejadian
Lokasi dan Deskripsi Sumber
Banjir
1 Desember Kota Bahagia dan Bakongan - delapan desa di Serambi Indonesia, 2
2011 Kecamatan Kota Bahagia dan dua desa di Desember 2011 -
Kecamatan Bakongan dilanda banjir besar. http://aceh.tribunnews.c
Kecamatan Kota Bahagia meliputi Desa om/2011/12/02/banjir-
Butong, Ujung Gunong Rayeuk, Ujong Gunong landa-kota-bahagia-dan-
Cut, Ujong Tanoh, Jambo Kepok, Alur Dua bakongan
Mas, Rambong dan Desa Buket Gadeng.
Sedangkan di Kecamatan Bakongan meliputi
Desa Ujung Padang dan Gampong Drien.
Banjir akibat meluapnya Krueng Bakongan
ini juga telah mengakibatkan lima desa di
wilayah itu terisolir, yakni Desa Beutong,
Ujong Tanoh dan Ujong Pulo Cut, Alur Dua
Mas dan Jambo Kepok. Ketinggian air 1 – 2
meter.
3 Oktober Banjir di 5 kecamatan yaitu Kec. Kluet Berita Kementerian
2010 Tengah, Kec. Kluet Utara, Kec. Kluet Timur, Kesehatan, Pusat
Kec. Kluet Selatan dan Kec. Bakongan. Penanggulangan Krisis
Kesehatan, 4 Oktober
2010 -
http://penanggulangankr
isis.depkes.go.id/article/
view/6/958/Banjir-di-
Kabupaten-Aceh-
Selatan.htm
1 Desember Kecamatan Trumon dan Trumon Timur. Surya Online, 2 Desember
2010 Banjir akibat luapan sungai Singkil karena 2010 -
curah hujan tinggi. Desa yang terpapar http://surabaya.tribunne
banjir: Desa Lhok Raya, Cot Bayu, Desa ws.com/2010/12/02/ba
Seuneubok Jaya, Ujong Tanoh, dan Padang njir-aceh-selatan-kian-
Harapan. parah
Pertengahan Kecamatan Trumon dan Trumon Timur Jejak dari http://hutan-
November – tersisa.blogspot.com/200
awal 9/04/refleksi-dari-
Desember banjir-aceh.html
2008
Sumber: Disarikan oleh Tim KLHS dari Berbagai Media
34
Gambar 7. Kondisi Banjir di Kecamatan Trumon Tahun 2011
Potensi Banjir ini terjadi pada musim penghujan, yaitu Bulan Nopember
sampai Bulan Maret. Ketinggian air bisa mencapai satu meter pada kawasan
35
dengan potensi banjir ringan.Potensi banjir di Kecamatan Bakongan, Trumon,
dan Trumon Timur sebagian besar disebabkan oleh perubahan penutupan
lahan dari hutan menjadi bukan hutan dan sebagian juga terjadi alih fungsi
dari hutan menjadi perkebunan sawit.
36
Bahan
Lokasi Dampak
Tambang
m 3; kemungkinan disebabkan kegiatan
Desa Pulo Ie II penambangan di sekitar tiang-tiang
Kecamatan Kluet penyangga jembatan.
Utara + 31.298.750,0 Penurunan permukaan sungai mempengaruhi
m3 dan penurunan permukaan air sumur penduduk;
Desa Ladang Rimba Hilangnya gundukan pasir di pantai yang
Kecamatan Trumon berguna sebagai benteng alam yang efektif
dengan Deposit + terhadap ancaman terjadinya abrasi atau
19.918.000,0 m3. gelombang pasang.
2. Tanah Gunung Kemenyan Penambangan Pasir pada Lahan Sawah atau
urug Kecamatan Kluet Pekarangan, bila penambangan pasir di
Selatan + sawah dekat dengan irigasi teknis akan
2.002.781.000,0 m3) memberikan dampak, diantaranya adalah
Desa Paya Ateuk hilangnya top soil tanah sehingga lahan
Kecamatan Pasieraja menjadi tidak subur dan rusaknya jaringan
+ 96.861.900,0 m3 irigasi teknis yang dapat mempengaruhi
Kampung Pisang aliran air ke lahan-lahan yang lain. Sedangkan
Kecamatan penambangan pasir di pekarangan akan
Labuhanhaji + berdampak pada hilangnya kesuburan tanah
53.676.000,0 m3 sehingga terjadi peningkatan luas lahan kritis.
Desa Ie Mirah
Kecamatan Kluet Dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan
Utara + 25.015.200,0 penambangan batu:
m3 di meningkatnya kerawanan terhadap bahaya
Desa Pulo Ie II longsor, hilangnya keseimbangan ekosistem
Kecamatan Kluet lokal;
Utara dengan deposit kemungkinan adanya kepunahan organisme
+ 19.574.900,0 m3 endemik ekosistem perbukitan batu kapur ;
munculnya konflik dengan masyarakat
sekitar lokasi penambangan yang disebabkan
oleh: peningkatan kerawanan terhadap
bahaya longsor yang dapat mengancam
permukiman mereka, peningkatan
kebisingan, getaran dan konsentrasi partikel
debu yang disebabkan oleh kegiatan
penambangan yang dapat menurunkan
kualitas udara sekitar, lalu lintas kendaraan
berat yang dapat menimbulkan kerawanan
gangguan lalu lintas, peningkatan konsentrasi
partikel debu, kebisingan dan getaran serta
kerusakan sarana dan prasarana jalan
Sumber: SLHD Kabupaten Aceh Selatan 2011
37
Bahan Galian B Lokasi Dampak
utara; (d). 1 km Tenggara pada lokasi pertambangan.
Tapaktuan; (e). 12 km 2). Perlindungan
Timur Laut Tapaktuan ekosistem/habitat/biodiversity di
bagian Timur; (f). 15 km sekitar lokasi pertambangan.
timur laut Tapaktuan bagian 3). Perubahan lanskap/gangguan
timur; (g). 15 km Tenggara visual/kehilangan penggunaan lahan.
Air Pinang. 4). Stabilitas site dan rehabilitasi.
Emas Labuhanhaji 5). Limbah tambang dan pembuangan
Besi a). Desa Panton Luas tailing.
Tapaktuan, dan (b). 15 km 6). Kecelakaan/terjadinya longsoran
Tenggara Desa Air Pinang. fasilitas tailing.
Lokasi Deposit pasir besi 7). Peralatan yang digunakan, limbah
terdapat di Kecamatan padat, limbah rumah tangga.
Samadua 8). Emisi udara.
Timah Desa Panton Luas, Barat 9). Debu.
Laut Kecamatan Tapaktuan. 10). Perubahan iklim.
Air Raksa Krueng Simpali Kecamatan 11). Konsumsi energi.
Tapaktuan dan Batu Bara 12). Pelumpuran dan perubahan aliran
sebelah Timur Kota sungai.
Tapaktuan. 13). Buangan air limbah dan air asam
tambang.
14). Limbah B3 dan bahan kimia.
15). Pengelolaan bahan kimia, keamanan,
dan pemaparan bahan kimia di
tempat kerja.
16). Kebisingan.
17). Radiasi.
18). Keselamatan dan Kesehatan kerja.
19). Toksisitas logam berat.
20). Peninggalan budaya dan situs
arkeologi
21). Kesehatan masyarakat dan
pemukiman di sekitar tambang.
Sumber : SLHD Kabupaten Aceh Selatan 2011
38
menjadi senyawa beracun bernama metil mercury (CH3 Hg). Apabila merkuri
yang jatuh ke air melalui sisa-sisa ikatan tambang emas sampai ke dasar
sungai, sifatnya sudah beracun (toksin). Pada manusia, dampaknya bisa
mengenai kinerja saraf tubuh sebagaimana terjadi di tragedi Minamata
Jepang. Karenanya badan sungai yang diduga menjadi aliran pergerakan
merkuri perlu diantisipasi sedini mungkin. Pada saat proses pengolahan
ternyata juga cukup rawan bagi kesehatan manusia. Mereka yang membakar
emas yang menggunakan mercury, terancam gangguan saluran pernafasan
karena udara yang dihirup masuk hingga menuju paru-paru.
Kecenderungan masa depan untuk kegiatan penambangan ini diperkirakan
akan semakin tinggi, hal ini dilihat dari potensi kandungan bahan galian yang
masih dinilai cukup banyak dan diminati masyarakat.
3.4.3 Isu strategis : Alih Fungsi Lahan Sawah untuk Perkebunan
Lahan pertanian di Kabupaten Aceh Selatan meliputi lahan untuk budidaya
padi (padi sawah dan padi ladang), sayur-sayuran, tanaman buah-buahan,
tanaman perkebunan, dan areal yang dikembangkan untuk budidaya perairan
(kolam ikan dan tambak). Lahan pertanian di Kabupaten Aceh Selatan
umumnya berada di wilayah dataran rendah pada jalur yang sempit di
sepanjang pantai dan sebagian kecil bukit-bukit yang berbatasan dengan
daerah pesisir. Lahan pada jalur yang sempit tersebut sekitar 15% dari total
areal kabupaten. Sisanya 85% dari areal kabupaten merupakan perbukitan
dan pegunungan yang sebagian besar merupakan bagian dari kawasan hutan.
Komoditi kelapa sawit saat ini menjadi potensi untuk pengembangan
perkebunan di Kabupaten Aceh Selatan. Kelapa sawit mulai menjadi
primadona setelah komoditi lada sejak dicanangkannya penggalakan kebun
kelapa sawit oleh Pemerintah Provinsi Aceh untuk pengurangan kemiskinan
pada sekitar tahun 2008. Pada saat itu Pemerintah Provinsi Aceh mendorong
kegiatan perkebunan kelapa sawit dengan membagikan benih kelapa sawit
kepada masyarakat.
Perkebunan kelapa sawit umumnya berada di bagian Selatan Kabupaten Aceh
Selatan, yaitu di Kecamatan Bakongan, Kota Bahagia, Trumon, Trumon Timur,
Trumon Tengah, Kluet Timur, Kluet Selatan, dan Kluet Tengah. Perkebunan
kelapa sawit yang kelola oleh masyarakat banyak ditanam di lereng gunung
dan berbatasan dengan TNGL (Gampong Pucuk Lembang).
Data terkait dengan kondisi perkebunan kelapa sawit di Aceh Selatan masih
terbatas. Berikut ini tabel data produksi dan luasan perkebunan kelapa sawit
di Kabupaten Aceh Selatan.
39
Tabel 9 : Jumlah Produksi dan Luas Perkebunan Kelapa Sawit
Kelapa
2006 2008 2009 2010 2011 2012
Sawit
Produksi
1.640 8.294 2.456 14.797 21.010
(Ton)
Luas
Lahan 7.299
Rakyat
(Ha)
Luas
17.150 5.848
Lahan
Sawit (Ha)
Sumber: BKPM Nasional dan SLHD Aceh Selatan
Dari tabel di atas terlihat bahwa produksi kelapa sawit di Aceh Selatan
meningkat tajam pada tahun 2010 dan 2011, dan diperkirakan jumlah
produksi tersebut akan terus meningkat di masa akan datang. Luas lahan
perkebunan kelapa sawit yang dikelola masyarakat berjumlah sekitar 30%
dari luas lahan perkebunan kelapa sawit sedangkan sebagian besar lainnya
dikelola perusahaan perkebunan.
Berdasarkan keterangan stakeholder pada lokakarya telaah dampak muatan
RTRW, diketahui bahwa sebagian masyarakat mengalihkan lahan sawahnya
menjadi perkebunan kelapa sawit atau mengalihkan lahan kebunnya yang
sebelumnya ditanami tanaman kebun lainnya menjadi kelapa sawit. Data yang
mendukung hal ini adalah data penurunan lahan sawah, walaupun tidak
seluruhnya berubah menjadi kelapa sawit, namun setidaknya dikatakan
sebagian berubah menjadi kebun kelapa sawit.
20000
18000
16000
Luas areal irigasi (ha)
14000
Teknis
12000
10000 Semi teknis
8000 Sederhana
6000
Total
4000
2000
0
2007 2009 2010 2011
40
Kondisi yang demikian menjadikan kekhawatiran, bila berlanjut terus,
utamanya dampak yang terkait dengan produksi padi dan tanaman pangan
lainnya, selain juga kerusakan lingkungan yang diperkirakan disebabkan oleh
kebun kelapa sawit.
3.4.4 Isu strategis : Sebaran hama dan penyakit tanaman pala yang
semakin meluas
Salah satu produk unggulan Kabupaten Aceh Selatan adalah Pala. Tanaman
Pala di Aceh Selatan merupakan tanaman kebun yang paling banyak ditanam
oleh masyarakat. Dari total luas tanaman pala di Provinsi Aceh, sebanyak
lebih kurang 87 persen berasal dari Aceh Selatan.
Pada masa lalu perawatan tanaman yang minim namun nilai buah yang tinggi
menjadikan tanaman Pala menjadi sumber penghasilan utama bagi sebagian
besar petani di Aceh Selatan.
Jumlah produksi pala Aceh Selatan mengalami fluktuasi dalam sepuluh tahun
tahun terakhir, seperti terlihat pada bagan berikut ini :
5000 4650
4500 4168
4096
3909 3909
4000 3643 3714
3389
3500 3168 3131
3000 2836
2654
2500
2000
1500
1000
500
0
Gambar 9. Produksi Tanaman Pala tahun 2000 – 2011
41
Gambar 10. Luas Lahan Pala Aceh Selatan
Keterangan :
TBM : Tanaman Belum Menghasilkan
TM : Tanaman Menghasilkan
TR : Tanaman Rusak
Data tersebut di atas memperlihatkan bahwa luas lahan pala terus meningkat
dari tahun ke tahun, terlihat dari jumlah TBM yang meningkat, bahkan
meningkat signifikan pada tahun 2007. Data tersebut juga memperlihatkan
jumlah tanaman rusak (TR) yang terus menurun. Apabila dihubungkan antara
bagan 8 dan bagan 9 di atas, diperkirakan penyebab penurunan produksi
ditahun 2001 – 2003 disebabkan banyaknya tanaman yang rusak.
Jenis hama yang kerap mengganggu tanaman pala adalah hama penggerak
batang (kumbang Batocera hercules) yang menyerang batang tanaman. Ulat
ini sangat cepat berkembang biak dan menyerang batang tanaman segala usia.
Hal ini diperkirakan karena mulai hilangnya burung murai batu, murai
kampong, cempala, dan beberapa jenis burung lain pemakan hama ulat.
Masalah lainnya adalah hadirnya penyakit akar yang menyerang akar
tanaman pala, yaitu jamur akar putih (Rigidoporus microporus) dan jamur
akar hitam (Rosselina pepo). Penyakit ini sangat mematikan, satu pohon pala
yang terkena penyakit ini akan mati hanya dalam hitungan hari.
Walaupun jumlah tanaman rusak terus menurun, namun hal ini tetap
mengkhawatirkan dan merugikan sebagian masyarakat di Aceh Selatan,
utamanya bagi masyarakat yang hanya menggantungkan mata
pencahariannya pada tanaman pala.
42
3.5 Identifikasi Muatan RTRW terkait Isu Strategis Pembangunan
Berkelanjutan
Tim KLHS Aceh Selatan melakukan kegiatan identifikasi muatan RTRW yang
memiliki potensi dampak negatif terhadap isu strategis pembangunan
berkelanjutan pada kegiatan lokakarya yang diselenggarakan pada tanggal 22
– 24 Mei 2013 di Kota Tapaktuan, yaitu di ruang aula Dinas Kebudayaan,
Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Aceh Selatan.
Proses identifikasi muatan RTRW dimulai dengan mengidentifikasi program
dalam materi teknis RTRW yang terkait dengan isu strategis. Keterkaitan
dinilai berdasarkan dampak dari program tersebut terhadap setiap isu
strategis. Selanjutnya telaah detail dilakukan terhadap program yang dinilai
dapat memberikan dampak negative terhadap isu strategis pembangunan
berkelanjutan.
Secara umum muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan yang dikaji meliputi:
1) Rencana Struktur Ruang, yang terdiri atas:
Rencana pusat-pusat pelayanan/kegiatan yang berisi penetapan
pusat-pusat kegiatan/pelayanan secara berhirarki;
Rencana sistem jaringan prasarana utama, yang berisi rencana
sistem jaringan transportasi, meliputi sistem transportasi darat
dan sistem transportasi udara;
Rencana sistem jaringan prasarana lainnya, yang berisi rencana
sistem jaringan energi/kelistrikan, sistem jaringan
telekomunikasi, sistem sumberdaya air, dan sistem prasarana
lainnya;
2) Rencana Pola Ruang, yang merupakan alokasi distribusi ruang bagi
peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya.
3) Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK), yang berisi penetapan
7 (tujuh) KSK yang ditetapkan berdasarkan sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi.
Lingkup identifikasi muatan RTRW adalah untuk memahami keterkaitan
rencana tata ruang (struktur dan pola ruang) dan program-program
perwujudan ruang dengan isu strategis KLHS. Sebagai panduan diskusi pada
lokakarya ini, digunakan beberapa pertanyaan uji berikut ini:
1) Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan kejadian seperti
banjir, longsor dan kekeringan ?
43
2) Apakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kerusakan dan pencemaran lingkungan ?
3) Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan sulitnya
dipenuhi kebutuhan masyarakat akan sumber daya alam yang
mendasar seperti bahan pangan dan air bersih?
4) Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan gangguan
terhadap ekosistem yang berfungsi lindung ?
5) Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan terjadinya
gangguan terhadap kehidupan makhluk hidup lain dan
keseimbangannya dengan kehidupan manusia?
Berdasarkan hasil diskusi pada lokakarya tersebut, terdapat 11 (sebelas)
muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan yang diidentifikasikan memberikan
dampak terhadap isu strategis pembangunan berkelanjutan di Kabupaten
Aceh Selatan sebagaimana terangkum pada Tabel 10 di bawah ini.
Isu Strategis
No Muatan RTRW Kab. Aceh Selatan
1 2 3 4
A. Rencana Struktur Ruang
1. Pengembangan Sistem Pusat Kegiatan
a. Pengembangan PKL Tapaktuan
b. Pengembangan PKLp Bakongan
2. Pengembangan jaringan jalan baru pada 6 (enam) ruas,
yaitu:
a. ruas Despot Keude Trumon – Cut Bayu
b. ruas Buloh Seuma – Kuala Baru
c. ruas Alue Rumbia – Simpang Tiga
d. ruas Bukit Mas – Alue Saya
e. ruas Brahan – Seuneubok Keranji
f. ruas Seunebok Keranji – Laot Bangko
B. Rencana Pola Ruang
1. Kawasan peruntukan perkebunan rakyat seluas 22.400 Ha
yang dikembangkan pada kawasan APL
2. Kawasan peruntukan perkebunan rakyat seluas 15.600 Ha
yang dikembangkan pada kawasan hutan yang diusulkan
untuk perubahan status
3. Kawasan peruntukan pertambangan, yang meliputi:
Potensi pertambangan Emas di Lab. Haji Timur, Kluet
44
Isu Strategis
No Muatan RTRW Kab. Aceh Selatan
1 2 3 4
Tengah, Pasieraja, Sawang, Meukek, Samadua
Potensi pertambangan Tambang Bijih Besi di Trumon
Tengah, Luet Tengah, Trumon Timur, Meukek, Sawang,
Pasieraja
Potensi pertambangan Galena/Timah Hitam di lokasi:
Bakongan, Kota Bahagia
Potensi pertambangan Batubara di lokasi: Pasieraja dan
Tapaktuan
45
KLHS. Secara umum hal yang diperhatikan dalam memastikan mutu
pelaksanaan KLHS antara lain:
1. kejelasan tujuan kebijakan, rencana dan/atau program;
2. kejelasan perumusan isu strategis pembangunan berkelanjutan;
3. keterkaitan antara kebijakan, rencana, dan/atau program dengan isu
strategis;
4. kejelasan rumusan alternatif penyempurnaan dan rekomendasi;
5. kelengkapan dokumentasi; dan
6. terlaksananya seluruh proses KLHS.
46