Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

OSTEOMIELITIS

Disusun Oleh:
Yuni Rachmadani (030.12.293)
Laras Hanum Istiningtias (030.12.247)
Vanya Hermalia Puspita (030.13.197)
Edi Santoso (030.13.065)

Pembimbing:
dr. Wahyu Rosharjanto, Sp. OT

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER SOESELO SLAWI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 5 NOVEMBER 2018 – 12 JANUARI 2019
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
OSTEOMIELITIS

Disusun Oleh:
Yuni Rachmadani (030.12.293)
Laras Hanum Istiningtias (030.12.247)
Vanya Hermalia Puspita (030.13.197)
Edi Santoso (030.13.065)

Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soeselo Slawi
Periode 5 November 2018 – 12 Januari 2019

Slawi, Januari 2019


Pembimbing

dr. Wahyu Rosharjanto, Sp. OT

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas
segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “Osteomielitis” dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan pada bidang Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soeselo
Slawi periode 5 November 2018 – 12 Januari 2019. Di samping itu juga ditujukan untuk
menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Wahyu Rosharjanto, Sp. OT selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat Kepaniteraan Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter
Soeselo Slawi serta berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada
penulis.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun
saran yang membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi dan manfaat bagi kita
semua.

Slawi, Januari 2019


Penulis

3
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… 4
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA….………………………………………............ 6
DAFTAR PUSTAKA……………………………………….............................. 30

4
BAB I

PENDAHULUAN

Osteomielitis merupakan infeksi yang terjadi pada tulang. Infeksi ini dapat terjadi akibat
infeksi yang menyebar melalui pembuluh darah atau penyebaran melalui jaringan sekitar.
Infeksi ini juga dapat terjadi akibat infeksi langsung terhadap tulang tersebut. Kejadian
seperti trauma dapat mengubah integrasi dari tulang dan menimbulkan onset infeksi pada
tulang.1

Prevalensi terjadinya osteomielitis telah mengalami penurunan selama beberapa tahun


disebabkan oleh semakin meningkatnya kontrol penyebaran osteomyelitis pada banyak
rumah sakit. Hal ini juga terjadi akibat semakin meningkatnya pemahaman mengenai
pengobatan osteomielitis. Insidensi osteomielitis pada anak di Amerika pada tahun 1970 telah
mengalami pengurangan dari 87 per 10.000 kejadian menjadi 47 per 10.000 kejadian.1

Osteomielitis masih merupakan permasalahan di Indonesia karena tingkat higienis


yang masih rendah dan pengertian mengenai pengobatan yang belum baik, diagnosis yang
sering terlambat sehingga biasanya berakhir dengan osteomyelitis kronis, fasilitas diagnostik
yang belum memadai di puskesmas, angka kejadian tuberkulosis yang masih tinggi sehingga
kasus-kasus tuberkulosis tulang dan sendi juga masih tinggi, pengobatan osteomyelitis
memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya tinggi, serta banyaknya penderita dengan
fraktur terbuka yang datang terlambat dan biasanya datang dengan komplikasi
osteomyelitis.2,3

Oleh karena itu referat ini dibuat agar mampu menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai penyakit osteomielitis ini.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tulang

Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya dapat berubah apabila mendapat tekanan.
Seperti jaringan ikat lain, tulang terdiri atas sel-sel, serabut-serabut, dan matriks. Tulang
bersifat keras oleh karena matriks ekstraselularnya mengalami kalsifikasi, dan mempunyai
derajat elastisitas tertentu akibat adanya serabut-serabut organik.2

Dapat dibedakan dua jenis tulang, yakni tulang kompakta dan tulang spongiosa.
Perbedaan antara kedua jenis tulang tadi ditentukan oleh banyaknya bahan padat dan jumlah
serta ukuran ruangan yang ada di dalamnya. Semua tulang memiliki kulit luar dan lapisan
substansia spongiosa di sebelah dalam, kecuali apabila masa substansia spongiosa diubah
menjadi cavitas medullaris (rongga sumsum).2

 Tulang Panjang

Pada tulang ini, panjangnya lebih besar daripada lebarnya. Tulang ini mempunyai
corpus berbentuk tubular, diafisis, dan biasanya dijumpai epifisis pada ujung-ujungnya.
Selama masa pertumbuhan, diafisis dipisahkan dari epifisis oleh kartilago epifisis. Bagian
diafisis yang terletak berdekatan dengan kartilago epifisis disebut metafisis. Corpus
mempunyai cavitas medullaris di bagian tengah yang berisi sumsum tulang. Bagian luar
corpus terdiri atas tulang kompakta yang diliputi oleh selubung jaringan ikat yaitu
periosteum. Ujung-ujung tulang panjang terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh
selapis tipis tulang kompakta. Facies artikularis ujung-ujung tulang diliputi oleh kartilago
hialin. Tulang-tulang panjang yang ditemukan pada ekstremitas antara lain tulang humerus,
femur, ossa metacarpi, ossa metatarsal dan phalanges.2

6
Gambar 1. Histologi Tulang Panjang

 Tulang Pendek

Tulang-tulang pendek ditemukan pada tangan dan kaki. Contoh jenis tulang ini antara
lain os schapoideum, os lunatum, dan talus. Tulang ini terdiri atas tulang spongiosa yang
dikelilingi oleh selaput tipis tulang kompakta. Tulang-tulang pendek diliputi periosteum dan
facies articularis diliputi oleh kartilago hialin.2

 Tulang Pipih

Bagian dalam dan luar tulang ini terdiri atas lapisan tipis tulang kompakta, disebut
tabula, yang dipisahkan oleh selaput tipis tulang spongiosa, disebut diploe. Scapula termasuk
di dalam kelompok tulang ini walaupun bentuknya iregular. Selain itu tulang pipih ditemukan
pada tempurung kepala seperti os frontale dan os parietale.2

 Tulang Iregular

Tulang-tulang iregular merupakan tulang yang tidak termasuk di dalam kelompok


yang telah disebutkan di atas (contoh, tulang- tulang tengkorak, vertebrae, dan os coxae).
Tulang ini tersusun oleh selapis tipis tulang kompakta di bagian luarnya dan bagian dalamnya
dibentuk oleh tulang spongiosa.2

7
 Tulang Sesamoid

Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang ditemukan pada tendo-tendo tertentu,
tempat terdapat pergeseran tendo pada permukaan tulang. Sebagian besar tulang sesamoid
tertanam di dalam tendon dan permukaan bebasnya ditutupi oleh kartilago. Tulang sesamoid
yang terbesar adalah patella, yang terdapat pada tendo musculus quadriceps femoris. Contoh
lain dapat ditemukan pada tendo musculus flexor pollicis brevis dan musculus flexor hallucis
brevis, fungsi tulang sesamoid adalah mengurangi friksi pada tendo, dan merubah arah
tarikan tendon.2

2.1.1 Proses Pembentukan Tulang

Proses pembentukan tulang disebut osifikasi (ossi = tulang, fikasi = pembuatan) atau disebut
juga osteogenesis. Semua tulang berasal dari mesenkim, tetapi dibentuk melalui dua cara
yang berbeda. Tulang berkembang melalui dua cara, baik dengan mengganti mesenkim atau
dengan mengganti tulang rawan. Sususan histologis tulang selalu bersifat sama, baik tulang
itu berasal dari selaput atau dari tulang rawan.3

 Osifikasi Membranosa

Osifikasi membranosa adalah osifikasi yang lebih sederhana diantara dua cara
pembentukan tulang. Tulang pipih pada tulang tengkorak, sebagian tulang wajah, mandibula,
dan bagian medial dari klavikula dibentuk dengan cara ini. Juga bagian lembut yang
membantu tengkorak bayi dapat melewati jalan lahirnya yang kemudian mengeras dengan
cara osifikasi membranosa.3

Gambar 2. Osifikasi Membranosa

8
 Osifikasi Endokondral

Pembentukan tulang ini adalah bentuk tulang rawan yang terjadi pada masa fetal dari
mesenkim lalu diganti dengan tulang pada sebagian besar jenis tulang. Pusat pembentukan
tulang yang ditemukan pada corpus disebut diafisis, sedangkan pusat pada ujung-ujung
tulang disebut epifisis. Lempeng rawan pada masing-masing ujung, yang terletak di antara
epifisis dan diafisis pada tulang yang sedang tumbuh disebut lempeng epifisis. Metafisis
merupakan bagian diafisis yang berbatasan dengan lempeng epifisis. Penutupan dari ujung-
ujung tulang atau dikenal dengan epifise line rerata sampai usia 21 tahun, hal tersebut karena
pusat kalsifikasi pada epifise line akan berakhir seiring dengan pertambahan usia, dan pada
setiap tulang.3

Gambar 3. Osifikasi Endokondral

Massa tulang bertambah sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun setelah itu
akan menurun karena disebabkan berkurangnya aktivitas osteoblas sedangkan aktivitas
osteoklas tetap normal. Secara teratur tulang mengalami turn over yang dilaksanakan melalui
2 proses yaitu modeling dan remodeling. Pada keadaan normal jumlah tulang yang dibentuk

9
remodeling sebanding dengan tulang yang dirusak. Ini disebut positively coupled jadi masa
tulang yang hilang nol. Apabila tulang yang dirusak lebih banyak terjadi kehilangan masa
tulang ini disebut negatively coupled yang terjadi pada usia lanjut. Dengan bertambahnya
usia terdapat penurunan masa tulang secara linier yang disebabkan kenaikan turn over pada
tulang sehingga tulang lebih rapuh. Pengurangan ini lebih nyata pada wanita, tulang yang
hilang kurang lebih 0,5 sampai 1% per tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopouse
dan pada pria diatas 70 tahun, pengurangan tulang lebih mengenai bagian trabekula
dibanding dengan korteks.3

2.2 Definisi
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, atau proses spesifik (M. tuberkulosa, jamur). Menurut perjalanan waktunya,
osteomielitis dikategorikan atas akut, sub-akut, atau kronik dengan pembagian pada tiap tipe
berdasarkan onset penyakit (timbulnya infeksi). Osteomielitis akut berkembang dalam dua
minggu setelah onset penyakit, sedangkan osteomielitis sub- akut dalam dua minggu sampai
tiga bulan dan osteomielitis kronik setelah lebih dari tiga bulan.4,5

2.3 Etiologi
Organisme spesifik yang diisolasi dari osteomielitis seringkali dihubungkan dengan usia
pasien atau keadaan-keadaan tertentu yang menyertainya (trauma atau riwayat operasi).
Staphylococcus aureus terlibat pada kebanyakan pasien dengan osteomielitis hematogenous
akut dan bertangguang jawab atas 90% kasus pada anak anak yang sehat. Penyebab
osteomielitis pada anak-anak ialah Staphylococcus aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%),
Haemophillus influenza (2-4%), Salmonella typhi dan Escherichia coli (1-2%). Bakteri
penyebab osteomielitis kronik terutama Staphylococcus aureus (75%), atau Escherichia coli,
Proteus atau Pseudomonas aeruginosa. Staphylococcus epidermidis merupakan penyebab
utama osteomielitis kronik pada operasi-operasi ortopedi yang menggunakan implan.6,7,8
Selain disebabkan bakteri piogenik, osteomielitis juga dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri granulomatosa seperti tuberkulosis dan siphilis melalui proses spesifik, oleh jamur
seperti aktinomikosis yang pada awalnya seringkali bersifat kronik. Selain itu juga dapat
disebabkan oleh virus.5,9

10
Gambar 4. Etiologi Osteomielitis

11
2.4 Epidemiologi

Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonates adalah sekitar 1
kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien dengan anemia sel sabit adalah
sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada
pasien dengan DM). Insidensi osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000
penduduk.10

Osteomielitis hematogen akut banyak ditemukan pada anak-anak, anak laki-laki lebih
sering terkena dibanding perempuan (3:1). Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang
dan tersering adalah femur, tibia, humerus, radius, ulna, fibula. Pada dewasa infeksi
hematogen biasanya paling banyak pada tulang vertebra dibandingkan tulang panjang.10

Orang dewasa terkena karena menurunnya pertahanan tubuh karena kelemahan,


penyakit ataupun obat-obatan. Diabetes juga berhubungan dengan osteomielitis,
imunosupresi sementara baik yang didapat ataupun di induksi meningkatkan faktor
predisposisi, trauma menentukan tempat infeksi, kemungkinan disebabkan oleh hematom
kecil atau terkumpulnya cairan di tulang.10

Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal ke jaringan
lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi kronis, dengan rasa nyeri dan
kecacatan; amputasi ekstremitas yang terlibat; infeksi umum; atau sepsis. Sebanyak 10-15%
pasien dengan osteomielitis vertebral mengembangkan temuan neurologis atau kompresi
corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak dengan osteomielitis tulang panjang dapat
berkembang menjadi trombosis vena dalam (DVT). Perkembangan DVT juga dapat menjadi
penanda adanya penyebarluasan infeksi.10

Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis atau keberadaan
kondisi medis berat yang mendasari. Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis dicatat
berdasarkan ras. Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui masa
kanak-kanak, memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio rendah pada orang dewasa.10

12
Secara umum, osteomielitis memiliki distribusi usia bimodal. Osteomielitis akut
hematogenous merupakan suatu penyakit primer pada anak. Trauma langsung dan fokus
osteomielitis berdekatan lebih sering terjadi pada orang dewasa dan remaja dari pada
anak. Osteomielitis vertebral lebih sering pada orang tua dari 45 tahun.10

2.5 Klasifikasi

Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan ostemielitis. Sistem


tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari timbulnya gejala: akut, subakut, dan
kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi dengan adanya onset penyakit dalam 7-14 hari.
Infeksi akut umumnya berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun, pada
dewasa juga dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah pemasangan
prosthesa dan sebagainya.11,12
Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan. Sedangkan
osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan klinisnya terjadi lebih dari 3
bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya nekrosis tulang pada episentral yang disebut
sekuester yang dibungkus involukrum.11,12
Sistem klasifikasi lainnya dikembangkan oleh Waldvogel yang mengkategorisasikan
infeksi muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan kronisitasnya: hematogen, penyebaran
kontinyu (dengan atau tanpa penyakit vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi hematogen
dan kontinyu dapat bersifat akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan dengan adanya
trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus
diabetikum.11,12
Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis yang
diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status fisiologis dari
penderitanya. Stadium 1 – medular, stadium 2 – korteks superfisial, stadium 3 – medular dan
kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 – medular dan kortikal difus.11,12
Osteomielitis secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan klinis, yaitu
osteomielitis akut, subakut, dan kronis. Hal tersebut tergantung dari 8 intensitas proses
infeksi dan gejala yang terkait.11,12

2.5.1 Osteomielitis Hematogen Akut

Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang akut yang
disebabkan oleh bakteri piogen di mana mikroorganisme berasal dari fokus di tempat lain dan

13
beredar melalui sirkulasi darah. Kelainan ini sering ditemukan pada anak-anak dan sangat
jarang pada orang dewasa. Diagnosis yang dini sangat penting oleh karena prognosis
tergantung dari pengobatan yang tepat dan segera.12

Sebanyak 90 % disebabkan oleh Stafilokokus aureus hemoliticus (koagulasi positif)


dan jarang oleh streptokokus hemolitikus. Pada anak umur di bawah 4 tahun sebanyak 50 %
disebabkan oleh Hemofilus influenza. Adapun organisme lain seperti B. Colli, B. Aerogenus
kapsulata, Pneumococcus sp, Salmonella tifosa, Pseudomonas aerogenus, Proteus mirabilis,
Brucella sp, dan bakteri anaerobik yaitu Bakteroides fragilis juga dapat menyebabkan
osteomielitis hematogen akut.

Faktor predisposisi osteomielitis akut adalah sebagai berikut.11

 Umur, terutama mengenai bayi dan anak-anak 


 Jenis kelamin, lebih sering pada laki-laki daripada wanita dengan perbandingan 4:1. 


 Trauma, hematogen akibat trauma pada daerah metafisis, merupakan salah 
 satu faktor

predisposisi terjadinya osteomielitis hematogen akut. 


 Lokasi, osteomielitis hematogen akut sering terjadi pada daerah metafisis karena daerah ini

merupakan daerah aktif tempat terjadinya pertumbuhan tulang. 


 Nutrisi, lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus infeksi sebelumnya
(seperti bisul, tonsilitis) merupakan faktor predisposisi osteomielitis hematogen
akut.2,13

2.5.2 Osteomielitis Hematogen Subakut

Gejala osteomielitis hematogen subakut lebih ringan oleh karena organisme penyebabnya

kurang purulen dan penderita lebih resisten.


a. Etiologi

Osteomielitis hematogen subakut biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus dan

14
umumnya berlokasi di bagian distal femur dan proksimal tibia.

b. Patologi


Biasanya terdapat kavitas dengan batas tegas pada tulang kanselosa dan mengandung
cairan seropurulen. Kavitas dilingkari oleh jaringan granulasi yang terdiri atas sel-sel
inflamasi akut dan kronik dan biasanya terdapat penebalan trabekula.

c. Gambaran Klinis


Osteomielitis hematogen subakut biasanya ditemukan pada anak-anak dan remaja.


Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah atrofi otot, nyeri lokal, sedikit pembengkakan,
dan dapat pula penderita menjadi pincang. Terdapat rasa nyeri pada daerah sekitar sendi
selama beberapa minggu atau mungkin berbulan-bulan. Suhu tubuh biasanya normal.11,13,14

d. Pemeriksaan Radiologis


Dengan foto Rontgen biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2 cm terutama pada
daerah metafisis dari tibia dan femur atau kadang-kadang pada daerah diafisis tulang panjang.

2.5.3 Osteomielitis Hematogen Kronik

Osteomielitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomielitis akut yang tidak
terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik. Osteomielitis kronis juga dapat terjadi setelah

fraktur terbuka atau setelah tindakan operasi pada tulang.


a. Etiologi

Bakteri penyebab osteomielitis kronis terutama oleh Stafilokokus aureus (75 %), atau
E colli, Proteus sp atau Pseudomonas sp.

b. Patologi


Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sekuestrum yang menghambat


terjadinya resolusi dan penyembuhan spontan yang normal pada tulang. Sekuestrum ini
merupakan benda asing bagi tulang dan mencegah terjadinya penutupan kloaka (pada tulang)

15
dan sinus (pada kulit). Sekuestrum diselimuti oleh involucrum yang tidak dapat
keluar/dibersihkan dari tulang kecuali dengan tindakan operasi. Proses selanjutnya terjadi
destruksi dan sklerosis tulang yang dapat terlihat pada foto Rontgen.

c. Gambaran Klinis


Penderita sering mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari luka/sinus setelah
operasi yang bersifat menahun. Kelainan kadang-kadang disertai demam dan nyeri yang
hilang timbul di daerah anggota gerak tertentu. Pada pemeriksan fisik ditemukan adanya
sinus, fistel atau sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan. Mungkin dapat ditemukan
sekuestrum yang menonjol keluar melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat fraktur terbuka
atau osteomielitis pada penderita.2,11

d. Pemeriksaan Radiologis


Pada foto Rontgen dapat ditemukan adanya tanda-tanda porosis dan sklerosis tulang,
penebalan periosteum, elevasi periosteum dan mungkin adanya sekuestrum.

2.6 Faktor Risiko

Pemakaian prosthetic adalah salah satu faktor resiko, begitu juga


dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka. Pasien yang beresiko tinggi mengalami
osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita
diabetes. Selain itu, pasien yang menderita artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah
sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum
operasi sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani
pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka
mengeluarkan pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan
evakuasi hematoma pascaoperasi.
Faktor resiko eksternal yaitu radiasi, mobilisasi fisik, faktor mekanik (alat yang dapat
menyebabkan luka, penekanan, restrain), hipotermi atau hipertermi, kelembapan udara,
substansi kimia, eksresi atau sekresi, kelembapan kulit. Sedangkan faktor resiko internalnya
yaitu medikasi, penonjolan tulang, faktor imunologis,
faktor perkembangan, perubahan sensasi, perubahan sirkulasi, perubahan turgor kulit, peruba
han status nutrisi, psikogenetik.13,14

16
2.7 Patogenesis dan Patofisiologi

Infeksi dari mikroorganisme dimana terjadi penyebaran organisme patogenik ke jaringan. Hal
ini akan memicu reaksi inflamasi akut atau kronik, yang ditandai oleh rubor, tumor, kalor,
dolor dan fungsio lesa. Karena tulang terdiri dari sekumpulan kompartemen yang kaku, maka
lebih mudah terjadi kerusakan vaskular dan kematian sel akibat meningkatnya tekanan dalam
tulang pada inflamasi akut, dan terjadilah nekrosis. Kerentanan terhadap infeksi tergantung
dari faktor lokal seperti trauma, jaringan sikatrik, buruknya sirkulasi, menurunnya
sensibilitas, penyakit tulang/sendi kronis dan adanya objek asing, serta faktor sistemik seperti
malnutrisi, kurangnya pergerakan, diabetes, penyakit rheumatoid, pemberian kortikosteroid
dan imunosupresan. Kolonisasi bakteri yang resistan antibiotik serta dengan kemampuan
menempel pada implan/permukaan tulang avaskular (seperti Staphylococcus) dapat berisiko
osteomielitis.4(15)
Infeksi tulang piogenik akut akan ditandai dengan formasi pus (kumpulan leukosit rusak,
bakteri mati/sekarat dan sisa jaringan) dimana sering terlokalisir menjadi abses. Tekanan
akan meningkat pada abses dan infeksi dapat meluas ke sendi atau ke korteks tulang dan
menuju jaringan sekitar, sehingga dapat terjadi limfangitis dan limfadenopati (lewat limfatik)
atau terjadi bakteremia dan septikemia (lewat darah). Sementara infeksi piogenik kronis
terjadi setelah infeksi akut terus menerus dan ditandai dengan adanya infeksi bakteri pada
jaringan nekrotik. Akumulasi jaringan purulen dapat keluar lewat sinus pada kulit atau
penyembuhan luka yang buruk. Infeksi nonpiogenik kronis dapat diakibatkan invasi
organisme yang menghasilkan reaksi sel berupa formasi granuloma (terdiri limfosit,
makrofag dan sel raksasa), seperti pada tuberkulosis.4(15)

2.7.1 Osteomielitis Hematogen Akut

Biasa terjadi pada anak-anak dan dewasa dengan imunokompromis. Trauma dapat menjadi
lokasi infeksi, karena dapat memicu hematoma kecil/penumpukan cairan pada tulang, dimana
terjadi pada penderita dengan bakteremia. Penyebab utama biasanya Staphylococcus aureus,
namun dapat pula Streptokokus beta-hemolitikus grup A, grup B atau Gram negatif.4(15)
Pada anak, infeksi biasa dimulai dari metafisis vaskular tulang panjang, paling sering
pada tibia proksimal atau distal atau ujung proksimal femur. Anak kecil lebih mudah terjadi
osteomielitis akibat peredaran darah tulang ke epifisis tidak dilindungi lempeng pertumbuhan

17
(masih lunak), disertai pembuluh darah yang masih rapuh. Sementara pada dewasa, lebih
sering pada vertebra (seperti pada tuberkulosis), dan dengan diabetes (diabetic foot).4(15)
Awal infeksi akan menyebabkan kongesti vaskular, eksudasi cairan dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear, sehingga terjadi peningkatan tekanan intraossea dan memicu nyeri,
sumbatan aliran darah serta trombosis. Setelah 2-3 hari, akan terbentuk pus didalam tulang
dan membuat jalan sepanjang kanal Volkmann ke permukaan dimana terbentuk abses
subperiosteal. Akibat dari peningkatan tekanan, stasis vaskular, trombosis dan kerusakan
periosteum akan memicu kematian tulang dalam seminggu (terbentuk sekuestra/pecahan
tulang mati).
Kelanjutan dari osteomielitis akut akan membentuk formasi tulang baru pada minggu
kedua yang berasal dari permukaan tulang serta lapisan dalam periosteum, pada rontgen akan
tampak sebagai infeksi piogenik disertai garis-garis tipis subperiosteal. Tulang baru ini akan
menebal dan menjadi pembungkus (involucrum), namun bila infeksi terus menerus dapat
terjadi perforasi (cloacae) dan terbentuk jalur lewat sinus hingga ke permukaan kulit. Pada
orang dewasa, abses pada tulang panjang lebih sering meluas lewat kavitas medula, erosi
korteks dan menyebar ke jaringan lunak sekitar. Formasi tulang periosteum lebih kurang
tampak dan sering timbul fraktur patologis.4(15)

Gambar 5. Patogenesis osteomyelitis akut. Infeksi menyebar dari metafisis


dan membentuk abses (a). Sekuestrum dan abses terbungkus jadi
involucrum (b), dapat perforasi oleh sinus.

18
2.7.2 Osteomielitis Hematogen Subakut

Bentuk ini akibat organisme yang kurang virulen atau pasien dengan imunitas baik,
dan biasanya terjadi pada distal femur, serta proksimal dan distal tibia. Biasanya tampak
sebagai kavitas yang jelas didalam tulang spons (biasa metafisis tibia), terisi cairan
seropurulen (jarang pus). Kavitas ini dilapisi jaringan granulasi yang mengandung
campuran sel inflamatorik akut dan kronis, dengan trabekula sekitar menebal.4(15)

2.7.3 Osteomielitis Paska-traumatik

Timbul akibat fraktur terbuka disertai terjadinya cidera jaringan, kerusakan vaskular,
edema, hematoma, sisa jaringan mati dan jalur penghubung untuk invasi bakteri.4(15)

2.7.4 Osteomielitis Supuratif Kronis

Dahulu dianggap sebagai kelanjutan dari osteomielitis hematogen akut, namun


sekarang dapat pula akibat fraktur terbuka atau operasi. Protesa dapat menjadi fokus
infeksi oleh bakteri dengan glycocalyx/pelindung antibiotik.4(15)
Tulang telah rusak, kavitas mengandung pus dan sekuestra melingkupi jaringan
vaskular disertai jaringan sklerotik dimana mirip dengan involucrum. Sekuestra akan
menjadi sarang bakteri, sinus sering tampak menutup kembali namun rentan terbuka.
Destruksi tulang dan meningkatnya sklerosis akan menyebabkan fraktur patologis.
Kerusakan pada tulang panjang dapat dikategorikan menjadi jenis lesi dan kategori
penderita. Berdasarkan staging Cierny-Mader, stadium 1, 2 dan tipe A memiliki
prognosis baik.4(15)

2.7.5 Diabetic Foot

Mekanisme osteomielitis pada diabetes berbeda karena tidak melalui hematogen


maupun inokulasi langsung (fraktur terbuka), namun berasal dari penyebaran patogen
kontinu dari ulkus kaki ke tulang. Tempat tersering adalah bagian tulang untuk menahan
beban (tripod kaki) yang terdiri dari caput metatarsal pertama, kaput metatarsal kelima,
dan kalkaneus.5(16)
Awal infeksi akibat sensibilitas pasien diabetes buruk dan gangguan respon nyeri
sehingga mudah trauma akibat pemakaian alas kaki tidak pas. Disertai gangguan fungsi
otonom sehingga aliran pembuluh darah terganggu, menurunnya produksi keringat dan

19
membuat kaki kering serta mudah rusak. Respon imun ikut menurun akibat kondisi
hiperglikemia mengganggu fungsi leukosit. Kerusakan ini akan menyebabkan terbentuk
ulkus, dan memudahkan infeksi bakteri yang memicu destruksi lebih lanjut hingga
terbentuk gangren (infeksi bakteri anaerob).4,5(15,16)

2.7.6 Tuberkulosis Tulang

Merupakan lesi tersier dari infeksi tuberkulosis, dengan lokasi tersering vertebra
(Pott’s disease) dan sendi sinovial, serta tulang panjang akibat peredaran darah baik.
Umumnya penyebaran ini lewat hematogen, dimana menyebabkan reaksi inflamasi
kronis (terbentuk granuloma tuberkulosa), disertai nekrosis kaseosa yang dapat
membentuk abses. Lesi tulang menyebar cepat, kartilago epifisis tidak memiliki
pelindung dan mudah terjadi infeksi ke sendi. Bila terkena sinovial, maka akan tampak
menebal dan edema, dan adanya jaringan granulasi. Kaseasi dan infeksi dapat menyebar
ke jaringan lunak sekitar dan membentuk abses dingin (dapat terbentuk ulkus
tuberkulosa).4,5(15,16)

2.7.7 Osteomielitis Non-supuratif Kronis

Merupakan gambaran osteomielitis kronis tanpa disertai pus dan fistula. Hal ini
dapat diakibatkan proses peradangan tanpa aktivasi neutrofil, karena proses ini biasanya
disebabkan bukan karena infeksi (autoimun, radiasi) namun dapat pula pada kondisi
supurasi yang sudah berlangsung lama hingga tidak terbentuk pus kembali (karena imun
yang buruk).6(17)

2.7.8 Sclerosing Osteomyelitis

Merupakan bentuk osteomielitis kronis primer, terdiri dari dua bentuk yaitu lokal
dan difus. Bentuk ini langka, dan sering ditemukan pada mandibula. Etiologi belum
jelas.6(17)

2.7.9 Osteomielitis Multifokal Rekuren Kronik

Pada anak dapat timbul sebagai multifokal simetris, lesi rekuren pada metafisis
tulang panjang, klavikula dan tulang rusuk, sementara pada dewasa lebih tampak pada

20
kompleks sterno-kosto-klavikula dan vertebra. Gambaran awalnya mirip inflamasi
subakut disertai penebalan tulang dan infiltrasi sel bulat.4(15)

2.7.10 Garre’s Sclerosing Osteomyelitis

Bentuk jarang dari osteomielitis non-supuratif, dimana tampak sklerosis dan


penebalan kortikal disertai pembesaran tulang difus tanpa adanya abses. Biasa terjadi
pada tulang pipa atau mandibula.4(15)

2.8 Diagnosis
Diagnosis osteomyelitis akut dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, didapatkan adanya riwayat trauma,
riwayat luka terbuka sampai tulang, maupun riwayat infeksi di tempat lain yang tidak
spesifik, serta adanya gejala infeksi sistemik seperti demam dan malaise maupun gejala
infeksi lokal seperti bengkak, rasa panas, kemerahan, penurunan kemampuan gerak
kekakuan tulang, dan rasa sakit pada lokasi infeksi.16
Pemeriksaan fisik pun menunjukkan hal-hal seperti yang ada dalam anamnesis
yakni berupa tanda-tanda infeksi sistemik dan infeksi lokal. Adapun pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan ialah pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan
adanya leukositosis, pemeriksaan kultur darah/tulang, serta pemeriksaan histopatologi
tulang yang mengalami infeksi. Pemeriksaan radiologi pada daerah yang diduga infeksi pun
dapat dilakukan. Kata akut pada ostemyelitis akut menunjukkan bahwa tanda dan gejala yang
muncul memiliki onset yang cepat, yakni kurang dari 4 minggu.16
Kriteria diagnosis ostemyelitis kronik pun meliputi manifestasi klinis (yang didapat
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik), pemeriksaan laboratoium dan pemeriksaan
radiologi (Tabel 1.). Pemeriksaan laboratorium memang tidak spesifik untuk
osteomyelitis, tetapi kadar C reactive protein (CRP) yang normal dapat menyingkirkan
diagnosis osteomyelitis kronis. Pemeriksaan paling meyakinkan untuk mendiagnosis
osteomyelitis kronis adalah kultur tulang dan pemeriksaan histopatologi. Kultur terhadap
jaringan superfisial luka tidak dapat mendeteksi bakteri penyebab osteomyelitis secara akurat
karena biasanya osteomyelitis disebabkan oleh polimikrobial. Selain itu, anamnesis
yang mendalam menyenai manifestasi sistemik (letargi, malaise, nyeri pada tulang, demam)
dan faktor predisposisi (diabetes mellitus, penyakit pembuluh darah perifer, dan
riwayat trauma) juga penting dalam menunjang proses penegakkan diagnosis.16

21
2.8.1 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada osteomielitis untuk membantu
menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut.16
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung leukosit dapat meningkat
b. Shift to the left dari hitung jenis meningkatnya jumlah PMN
c. C- reactive protein (CRP) meningkat
d. Peningkatan LED, terjadi pada 90 % kasus, namun tidak spesifik
e. Kultur, dapat menegakkan diagnosis dan menentukan jenis bakteri penyebab
dan akhirnya menentukan jenis pengobatan. Termasuk kultur darah dan tulang.
Kultur darah akan sangat bermakna pada osteomielitis hematogen. Kultur
tulang dapat menegakkan diagnosis lebih baik daripada kultur darah

2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah foto rontgen maupun MRI. Foto
rontgen baru menunjukkan adanya abnormalitas setelah 2 minggu pasca infeksi karena 50%
mineral tulang telah hilang (Gambar 1. Dan 2.). Sedangkan MRI dapat mendeteksi
osteomyelitis setelah 3-5 hari pasca infeksi dengan sensitivitas dan spesifisitas sekitar 90%
(Gambar 3.). CT scan jarang digunakan karena kurangnya kemampuan CT scan untuk
mendeteksi nekrosis. Modalitas radiologi lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
osteomyelitis (seperti leukocyte or bone scintigraphy, positron emission tomography) yang
memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%, namun modalitas-modalitas tersebut
tidak rutin digunakan di Indonesia karena harga yang mahal dan ketersediaan alat.16

Gambar 1

22
Gambar 6. Reaksi periosteal dan osteolisis pada distal metatarsal 4 dan distal phalanges
3 dan 4 menunjukkan adanya osteomyelitis.

Gambar 7.
Gambaran rontgen femur dari seorang wanita 39 tahun dengan riwayat
osteomyelitis berulang selama 20 tahun. Terjadi deformitas dan sklerosis
sumsum tulang.

23
Gambar 8.
MRI femur menunjukkan deformitas dari bagian distal os. Femur dan
gambaran inhomogenisitas tulang.

2.9 Diagnosis Banding

Pada orang dewasa, gout dan pseudogout menyerupai gejala klinis septic arthritis. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan analisis cairan sendi dan pemeriksaan polarized microscope. Pada
anak, sarkoma tulang memberikan gejala demam, nyeri, dan bengkak sekitar tulang yang
mirip dengan osteomielitis. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan x-ray, MRI, dan
biopsi.17

Cellulitis  Ditandai dengan adanya kemerahan yang meluas,


tenderness dan bersifat superfisial. Dapat
mengunakan MRI untuk membedakan antara infeksi
 tulang dan infeksi jaringan lunak

Septic arthritis  Nyeri tekan bersifat difus di sendi dengan tanda


inflamasi
 Lokal ROM sendi sangat terbatas
 Analisis cairan sendi dengan jumlah sel > 50 000

Streptococcal  Jarang terjadi


necrotizing  Nyeri berat ditandai dengan pembengkakan meluas
myositis  Pada MRI didapatkan adanya pembengkakkan otot
dan adanya muscle break down

Acute rheumatism  Nyeri sendi yang bersifat lebih ringan, berulang di


sendi
 Analisis cairan sendi dengan julah sel 2000-50 000

24
 Dapat ditandai dengan adanya karditis, nodul
rematoid, eritema marginatum

2.10 Tatalaksana
Pada dasarnya terapi dari osteomielitis berupa:18
(1) memberikan obat analgesik dan suportif
(2) mengistirahatkan bagian yang terinfeksi
(3) mengidentifikasi organisme yang terlibat dan memberikan terapi antibiotik yang efektif
(4) mengeluarkan pus sedini mungkin
(5) menstabilisasi tulang bila terjadi fraktur
(6) mengeradikasi jaringan nekrosis dan avascular
(7) mengisi ruangan kosong pada tulang yang sudah dbersihkan dari jaringan mati
(8) mempertahankan jaringan lunak dan kulit sekitar.

2.10.1 Osteomielitis Akut


Begitu diagnosis secara klinis ditegakkan, ekstremitas yang terkena
diistirahatkan (bila perlu menggunakan bidai atau traksi) dan segera berikan antibiotik.
Antibiotik spektrum l u a s ya n g e f e k t i f t e r h a d a p g r a m p o s i t i f m a u p u n g r a m
n e g a t i f d i b e r i k a n l a n g s u n g s a m b i l menunggu hasil biakan kuman. Antibiotik
diberikan selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan umum dan laju endap
darah penderita. Bila dengan terapi intensif selama 24 jam tidak didapati
perbaikan, dianjurkan untuk mengebor tulang yang terkena = drainase bedah
(Chirurgis).2

Bila ada cairan yang keluar perlu dibor di beberapa tempat untuk mengurangi tekanan
intraosteal. Cairan tersebut perlu dibiakkan untuk menentukan jenis kuman dan resistensinya.
Drainase dilakukan selama beberapa hari dengan menggunak an cairan
N a C l 0 , 9 % d a n dengan antibiotik. Bila terdapat perbaikan, antibiotik parenteral
diteruskan sampai 2 minggu, kemudian diterskan secara oral paling sedikit 4 minggu.2

Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20% cacat berupa


dekstruksi sendi, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, dan
osteomielitis kronik. Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan ialah:2

25
a. Adanya abses
b. Rasa sakit yang hebat
c. Adanya sekuester
d. Bila mencurigai adanya perubahan kea rah keganasan (karsinoma epidermoid).
Saat yang terbaik untuk melakukan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup
kuat untuk mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.

2.10.2 Osteomielitis Subakut


Pengobatan osteomielitis subakut tergantung dari diagnosis. Kebanyakan 1/3
kasus t i d a k d a p a t d i b e d a k a n d a r i k e g a n a s a n p r i m e r d a r i t u m o r
t u l a n g . B i o p s i d a n k u r e t a s e diperlukan untuk penegakan diagnosis pada kasus-
kasus ini. Pada saat diagnosis ditegakkan, pemberian antibiotik yang sesuai dengan kelompok
gram, kultur, dan sensitivitas harus sudah dimulai secara intravena selama 2-7 hari, diikuti
dengan antibiotik oral selama 6 minggu.19
Kegagalan gejala untuk timbulnya perbaikan setelah 6 minggu pengobatan
dengan antibiotik atau perburukan kondisi selama pengobatan harus dipikirkan untuk
mengevaluasi ulang dan mendiagnosis secara bakteriologis, diikuti penatalaksanaan operasi
dan antibiotik yang sesuai. Indikasi lain untuk operasi adalah perubahan bentuk sinus yang
selanjutnya dan drainase ke dalam sendi sinovial. T anda-tanda klinis dari pus
subperiosteal atau sinovitis mengindikasikan bahwa infeksi subakut telah berubah
menjadi komponen akut, dan ini harus dilakukan drainase secara bedah.19
Indikasi tindakan bedah:
a. Kegagalan gejala untuk memperbaiki setelah lebih dari 6 bulan dilakukan pengobatan
dengan antibiotik atau perburukan kondisi selama pengobatan.
b. Lesi yang cepat berkembang (tidak dapat dibedakan dari keganasan tulang).
c. Perubahan bentuk sinus atau drainase ke dalam sendi synovial.
d. Tanda-tanda klinis dari pus subperiosteal atau synovitis.
Literatur yang ada tidak dapat mendukung pengobatan pada orang dewasa, dikarenakan
penyakit ini paling banyak ditemukan kelompok usia anak. Operasi diindikasikan dalam
pengobatan pada orang dewasa.19

2.10.3 Osteomielitis Kronik


Pengobatan Osteomielitis Kronik:2
1. Pemberian antibiotik

26
Osteomielitis kronik tidak dapat diobati dengan antibiotik semata-mata pemebrian
antibiotik bertujuan untuk:
 Mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya.
 Mengontrol eksaserbasi
2. Tindakan operatif
Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah pemberian
dan pemayungan antibiotik yang adekuat.2
Operasi yang dilakukan bertujuan untuk:
 Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan tulang
(sekuestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya. Selanjutnya dilakukan drainase dan
irigasi secara kontinu selama beberapa hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai
antibiotik di dalam bagian tulang yang infeksi.
 Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai sasaran dan
mencegah penyebaran osteomyelitis lebih lanjut.2

2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada osteomielitis adalah:10
1. Septikemia
Dengan makin tersedianya obat-obatan antibiotik yang memadai, kematian
akibat septikemia pada saat ini jarang ditemukan.
2. Kematian tulang (osteonekrosis)
Infeksi pada tulang dapat menghambat sirkulasi darah dalam tulang, maka akan
menyebabkan kematian pada tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang luas,
kemungkinan harus diamputasi untuk mencegah teradinya penyebaran infeksi.
3. Arthritis septik
Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tulang biasa menyebar ke dalam sendi di dekatnya.
4. Arthritis supuratif
Arthritis supuratif dapat terjadi pada bayi muda karena lempeng epifesis bayi (yang
bertindak sebagai barrier) belum berfungsi dengan baik. Komplikasi terutama terjadi pada
osteomielitis hematogen akut di daerah metafisis yang bersifat intra kapsuler (misalnya
pada sendi panggul) atau melaluui infeksi metastatik.
5. Gangguan pertumbuhan

27
Osteomielitis hematogen akut pada bayi juga menyebabkan kerusakan lempeng epifisis
yang menyebabkan gangguan pertumbuhan, sehingga tulang yang terkena akan menjadi
lebih pendek. Pada anak yang lebih besar akan terjadi hiperemi pada daerah metafisis
yang merupakan stimulasi bagi tulang untuk bertumbuh. Pada keadaan ini tulang
bertumbuh lebih cepat dan akan menyebabkan terjadinya pemanjangan tulang.
6. Osteomielitis kronik
Apabila diagnosis dan terapi yang tidak adekuat dilakukan, maka osteomielitis akut akan
berlanjut menjadi osteomielitis kronik.
7. Fraktur patologis

2.12 Prognosis
Angka mortalitas pada osteomielitis akut yan g diobati adalah kira-kira
1%, tetapi morbiditas tetap tinggi. Bila terapi efektif dimulai dalam waktu 48
jam setelah timbulnya gejala, kesembuhan yang cepat dapat diharapkan pada
kira-kira 2/3 kasus. Kronisitas dan kambuhnya infeksi mungkin terjadi bila
terapinya terlambat.2
Empat faktor penting yang menentukan keefektifan terapi antimikroba
dalam terapi osteomielitis hematogenous akut, sehingga akan mempengaruhi prognosis
adalah:2
1. Interval waktu diantara onset penyakit dan permulaan terapi.
Terapi yang dimulai dalam 3 hari pertama adalah yang paling ideal karena
pada tahap ini area lokal dari osteomielitis masih belum menjadi iskemik. Dengan
pengobatan dini, organisme penyebab akan lebih sensitif
terhadap obat yang dipilih dan dapat mengontrol infeksi
sehingga osteolisis, nekrosis tulang dan pembentukan tulang baru akan
dihambat. Dengan keadaan seperti ini maka perubahan gambaran radiologik tidak
akan muncul kemudian pengobatan dalam tiga sampai tujuh hari
a k a n m e n g u r a n g i infeksi baik sistemik maupun lokal, namun terlalu
lambat untuk mencegah kerusakan tulang. Pengobatan yang dimulai
setelah satu minggu infeksi hanya dapat mengontrol septikemia dan
menyelamatkan jiwa, tetapi memiliki efek yang kecil dalam mencegah
kerusakan tulang lebih lanjut.
2. Keefektifan obat antimikroba dalam melawan kuman penyebab

28
Hal ini bergantung pada jenis kuman penyebab yang bersangkutan apakah kuman
tersebut resisten atau sensitive terhadap antibiotik yang digunakan.

3. Dosis dari obat antimikroba


Faktor local dari vascular tulang yang terganggu memerlukan dosis antibiotik yang
lebih besar untuk osteomielitis daripada infeksi jaringan lunak.
4. Durasi terapi antimikroba
Penghentian terapi yang terlalu awal terutama bila kurang dari 4 minggu akan
mengakibatkan terjadinya infeksi kronik dan rekuren dari osteomyelitis.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Kishner, S. 2015. Osteomyelitis. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/1348767-overview#a6 [diakses Januari 2019]

2. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Infeksi dan Inflamasi, Edisi ke-3. Jakarta: PT.
Yarsif Watampone. 2008; 132-41.

3. Sabiston DC. 2000. Buku Ajar Bedah Bagian II. Jakarta: EGC.


4. Rasjad C. Struktur dan Fungsi Tulang. Dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3.
Penerbit: Yarsif Watampone. Jakarta. 2007. Hal 6-11
5. Jong W, Sjamsuhidayat R. Infeksi Muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC.
Jakarta. 2005. Hal 903-910
6. Pigrau-Serrallach C, Rodriguez-Pardo D. Bone and joint tuberculosis. Eur Spine J. 2013;
22(Suppl 4): S556-S566.
7. Baltensperger MM, Eyrich GKH. Osteomyelitis of the jaws. Jerman: Springer Verlag
Berlin Heidelberg; 2009.
8. Solomon L, Srinivasan H, Tuli S, Govender S. Infection. In: Solomon L, Warwick D,
Nayagam S, editors. Apley’s system of orthopaedics and fractures ed.9th. Florida: Taylor &
Francis Group; 2010.p.29-58.
9. Lew, Daniel P, Waldvogel, Francis A. Osteomyelitis. The New England Journal of
Medicine. 2005

10. W King, Randall. 2015. Osteomyelitis in Emergency Medicine. Available from


http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview#a6 [diakses Januari 2019]


11. Canale ST, Beaty JH. 2007. Chapter 16 – Osteomyelitis. Dalam: Campbell's operative
orthopaedics, 11th ed. Pennsylvania: Saunders Elsevier Publishing.

12. Brinker. Review of orthopaedic infections. Pennsylvania: Saunders Company. 2001.


13. Wilson Scott C. 2006. Chapter 8 – orthopedic infections. Dalam: Current diagnosis &
treatment in orthopedics, fourth edition. New Orleans: The McGraw-Hill Companies.


30
14. Wittman Dietmar, Condon Robert E. 2002 Surgical infections. Dalam: Oxford textbook
of surgery. Oxford: Oxford University Press.


15. Eid AJ, Berbari EF. 2012. Osteomyelitis: Review of Pathophysiology, Diagnostic
Modalities and Therapeutic Options. J Med Liban: 51-60.


16. Shalter, R.B., 1999. Textbook of Disorders and Injuries of the Muskuloskeletal System
Third Edition. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.

17. Greene W.B. 2006, Netter’s Orthopaedics, 1st ed, Elsevier Inc. USA

18. Michno A, Nowak A, Królicki K. Review of contemporary knowledge of osteomyelitis


diagnosis. World Sci News. 2018;92(2):272-82.
19. Elsvier. Osteomyelitis in Adult. Updated: 2012. Available at:
https://www.clinicalkey.com/topics/orthopedic-surgery/osteomyelitis-in-adult.html.Accessed:
4 January 2019.

31

Anda mungkin juga menyukai